Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supriatna Djalimun
"Program Pengembangan Kecamatan adalah suatu program yang. bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat melalui pemberian modal usaha untuk pengembangan kegiatan usaha produktif maupun pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung ekonomi perdesaan, dimana masyarakat perdesaan diberikan kebebasan dart keleluasaan di dalam penentuan kegiatan yang akan dilaksanakan atas dasar kesepakatan dalam musyawarah kelompok. Hal ini merupakan wujud dari pemberdayaan masyarakat, karena masyarakat sendirilah yang akan melaksanakan program kegiatan maupun pelestariannya.
Kecamatan Prafi merupakan 1 (satu) dad 17 (tujuh belas) kecamatan di Kabupaten Manokwari yang sejak tahun 1999/2000 menjadi sasaran kegiatan PPK. Sehubungan dengan itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : bagaimarta implementasi pelaksanaan PPK di Kecamatan Prafi serta sejauh mana Program Pengembangan Kecamatan dapat menumbuhkan iklim demokratis.
Sedangkan secara umum yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan implementasi pelaksanaan PPK di Kecamatan Prafi serta untuk mengetahui sejauh mana Program Pengembangan Kecamatan dapat menumbuhkan iklim demokratis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan, wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat langsung dengan PPK di Kabupaten Manokwari maupun di Kecamatan Prafi dengan jumlah informan sebanyak 11 orang yang terdiri dari Tim Koordinasi PPK Kabupaten I Kepala Kantor Pembangunan Masyarakat Desa Kabupaten Manokwari, Kansultan Manajemen Kabupaten Manokwari, Fasilitator Kecamatan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan dan Anggota Kelompok pria dan wanita.
Dari hasil pengamatan di lapangan serta wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa melalui PPK telah dapat mengubah sistem perencanaan pembangunan yang selama ini lebih bersifat "Top Down" menjadi "Bottom up", program ini sendiri memberikan peluang kepada masyarakat untuk berperan secara aktif dan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan kegiatannya secara demokratis, masyarakat lokal telah dapat menerima dan memahami dengan cukup baik tentang PPK di Kecamatan Prafi. Demikian pula halnya dengan keterlibatan masyarakat lokal pada umumnya cukup baik. Disamping itu masyarakat telah dapat mengembangkan kegiatan usaha dengan memanfaatkan bantuan dana yang diterima melalui PPK untuk kegiataan ekonomi produktif, namun keterlibatan perempuan khususnya dari masyarakat asli dalam pertemuan masih kurang karena masih kuatnya pengaruh adat dan budaya mereka, Keterlibatan masyarakat dalam PPK ini lebih banyak didominasi oleh masyarakat pendatang dari pada masyarakat asli. Selain itu dalam proses perencanaan program melalui tahapan penggalian gagasan dapat berjalan dengan baik dan mencerminkan suasana atau iklim yang demokratis dimana pada saat musyawarah untuk menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan terjadi adu argumentasi antar masyarakat namun semuanya dapat berjalan dengan baik demi kepentingan bersama.
Saran yang disampaikan agar pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan ini dapat memberdayakan masyarakat lokal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain : dalam sosialisasi PPK melibatkan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kepala Suku, diperlukan pendekatan budaya kepada masyarakat asli khususnya kaum perempuan, pelaksanaan PPK berdasarkan PTO Nasional perlu disesuaikan dengan kondisi geografis dan budaya masyarakat, memberikan motivasi dan dorongan melalui pemberian pelatihan keterampilan, melibatkan pihak ketiga untuk turut serta membantu masyarakat pedesaan untuk memasarkan hasil usahanya keluar daerah, agar lebih mengutamakan masyarakat asli yang terlibat dalam PPK, perlu dukungan sarana jalan dan penyediaan jaringan pipa air bersih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Suryani
"Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin, yang menurut perkiraan BAPPENAS, meningkat sampai 80 %. Propinsi Riau sebagai salah satu propinsi terkaya di Indonesia juga tidak terlepas dari imbas krisis ekonomi tersebut. Peningkatan jumlah penduduk miskin di negeri penghasil minyak ini, berdasarkan pendataan BKKBN sampai bulan Agustus 1998, sebesar 132% yakni; dari 43.346 kepala keluarga menjadi 78.022 kepala keluarga, melebihi perkiraan BAPPENAS.
Untuk menanggulangi dampak krisis ekonomi tersebut Pemerintah membuat suatu terobosan yang dikenal dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Salah satu bentuk penjabaran dari program tersebut adalah program Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis - Ekonomi (PDM-DKE) berupa bantuan langsung kepada masyarakat miskin dan jatuh miskin. Dana program PDM-DKE, yang disalurkan sejak pertengahan bulan Pebruari 1999, menurut berbagai pengamat dan LSM yang ada di Pekanbaru 80 % tidak tepat sasaran dalam arti ada sebagian masyarakat yang seharusnya menerima ternyata tidak menerima dan sebaliknya ada yang seharusnya tidak menerima ternyata menerima dana tersebut.
Penelitian ini berupaya menjawab permasalahan tersebut dengan mengemukakan beberapa permasalahan, antara lain ; pertama, bagaimana proses dan hasil seleksi yang dilakukan petugas dalam melaksanakan program PDM-DKE. Kedua, kasus-kasus apa saja yang muncul sehubungan dengan pola seleksi peserta program PDMDKE yang telah ditetapkan oleh petugas.
Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh ; pertama, dari sumber sekunder, antara lain : Biro Pusat Statistik (BPS) tingkat II tahun 1998, Kecamatan Rumbai dalam Angka tahun 1998, dan Monografi Kelurahan Meranti Pandak tahun 1998. Kedua, sumber primer yang meliputi ; data komunitas dan data rumah tangga.
Sedangkan teknis analisis data yang digunakan yaitu wawancara mendalam yang bersifat bebas dan teknik observasi. Lokasi penelitian adalah seluruh wilayah Kelurahan Meranti Pandak Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru yang ditetapkan secara purposive, dengan pertimbangan kelurahan tersebut dapat mewakili penduduk miskin di Kota Pekanbaru serta pernah mendapatkan bantuan program 1DT dan RSDK. Alasan lain adalah penduduk miskin terkonsentrasi walaupun wilayah tersebut berdampingan dengan perusahaan minyak PT. CPI. Populasi penelitian adalah seluruh warga Kelurahan Meranti Pandak yang memperoleh dana bantuan program PDM-DKE. Sampel ditarik secara purposive yang mencakup keseluruhan kelompok penerima dana program PDM-DKE, dari masing-masing kelompok ditarik satu individu sebagai perwakilan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan dan perumusan proses dan hasil seleksi program PDM-DKE adalah wewenang petugas dalam menentukan siapa yang patut dan tidak patut menerima bantuan program. Kriteria penerima bantuan yang ditetapkan oleh petugas, diantaranya ; pertama, mereka yang mempunyai usaha tetap, kedua, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, ketiga, etika kejujuran, keempat, memiliki KTP asli, dan kelima, tidak pernah terlibat tindakan kriminal. Pertimbangan-pertimbangan subyektif masih tampak dalam proses seleksi ini, seperti misalnya ; kasus Birin yang dinilai oleh petugas sebagai orang yang terlalu banyak `ingin tahu' terhadap program-program yang dilaksanakan sehingga petugas merasa `terganggu'. Akibatnya Birin tidak diikutsertakan sebagai penerima bantuan walaupun secara obyektif layak menerima.
Kendala utama yang dihadapi oleh petugas dalam proses seleksi ini adalah masalah keterbatasan waktu. Prospek program PDM-DKE di kelurahan Meranti Pandak adalah ; pertama, membenahi pendataan, kedua, pengamatan terhadap kelayakan usaha calon penerima harus secara menyeluruh, ketiga, peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas, keempat sosialisasi program yang kurang, kelima, pendamping harus berperan aktif dalam mensukseskan program, keenam pelaporan hendaknya bukan hanya untuk mencapai target tapi juga memonitoring daya beli masyarakat, ketujuh, koperasi KARYA BAKTI sebagai pengelola program dituntut untuk konsisten dalam menjalankan program."
2001
T7718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Wahyudiyana
"Sebagai negara agraris, struktur masyarakat di Indonesia sangat didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani. Menyadari bahwa sumber pertanian merupakan sektor tumpuan hidup sebagian besar penduduknya, maka pemerintah melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui pembangunan pertanian. Harus diakui bahwa upaya pembangunan pertanian telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa. Diantaranya adalah keberhasilan mencapai swasembada beras nasional pada dekade 1983. Keberhasilan ini tidak terlepas dari penerapan kebijakan Revolusi Hijau sebagai strategi pembangunan pertanian di Indonesia.
Namun sayangnya, keberhasilan tersebut masih menyisakan permasalahan pada tingkat mikro. Komunitas petani, terutama petani berlahan sempit, tidak memperoleh manfaat dari keberhasilan-keberhasilan tersebut. Mereka masih hidup dalam kondisi subsisten, pas-pasan dan bisa dibilang miskin. Kenyataan tersebut menyisakan sebuah pertanyaan yaitu, mengapa komunitas petani masih berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, padahal upaya-upaya pemberdayaan terhadap petani melalui program KUT misalnya, sudah dilakukan, Sementara itu, Sekretariat Bina Desa, juga melakukan upaya yang sama dengan menggunakan model pemberdayaan yang lebih bersifat holistik integratif kedalam sebuah rangkaian kegiatan Pendampingan Sosial.
Untuk mengetahui implikasi penerapan program KUT dan pelaksanaan model pemberdayaan tersebut serta perubahan-perubahan yang diharapkan, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metoda diskriptif kualitatif yang dilakukan di desa Jambangan, kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Dengan metode ini diharapkan informasi-informasi yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi serta implikasi pemberdayaan yang dilakukan dapat diperoleh secara akurat dan kompehensif.
Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pemahaman kemiskinan dan subsistensi kehidupan komunitas petani sebagai fenomena yang multidimensional. Kemiskinan bukan hanya permasalahan ekonomis semata, melainkan sebuah kondisi ketidakberdayaan dan kerentaan. Unluk mengatasinya hanya dapat dilakukan melalui proses pemberdayaan secara komprehensif dimana selain memungkinkan terjadinya peningkatan kesejahteraan diharapkan juga memungkinkan terjadinya transformasi sosial.
Dari penelitian ini ditemukan sebuah realitas bahwa kondisi subsistensi yang dialami komunitas petani di desa Jambangan Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi selain disebabkan oleh faktor-faktor internal, juga disebabkan oleh kondisi ketidakberdayaan mereka terhadap kekuatan-kekuatan besar yang berada di sekelilingnya. Sedangkan program KUT yang menyediakan pinjaman modal kerja sebagai upaya pemerintah dalam memberdayakan petani pada kenyataannya belum cukup mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara
Melalui serangkaian kegiatan pendampingan komunitas, Sekertariat Bina Desa mencoba melakukan pemberdayaan yang lebih bersifat holistik inregrarrf. Pendekatan ini meyakini bahwa dalam memberdayakan komunitas tidak cukup dengan hanya melakukan intervensi-intervensi yang bersifat material. Akan tetapi secara mendasar perlu dilakukan pendidikan kerakyatan (pendidikan musyawarah) yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial dan proses penyadaran (Conscientiaarion), sehinga akan muncul kesadaran kritis di kalangan komunitas bahwa mereka adalah subyek dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Melalui pengorganisasian komunitas ini, diharapkan akan terjadi penguatan komunitas petani, sehingga pada gilirannya mereka akan mampu mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategisnya dan sekaligus mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingannya.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa Pendamping memiliki peran yang strategis dalam proses pemberdayaan ini. Dengan melakukan peran-peran sebagai fasilitator, motivator, edukator, advokator serta peran-peran lainnya, telah menjadikan pendamping Sekertariat Bina Desa sebagai teman/ kawan dialog komunitas dampingannya untuk memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Namun demikian, melakukan pendampingan komunitas bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari penelitian ini ditemukan fakta bahwa masih diperlukan waktu yang panjang untuk menjadikan komunitas petani sebagai kekuatan sosial. Pada umumnya komunitas belum menjadikan kebutuhan-kebutuhan strategis sebagai kepentingan yang harus diperjuangkan. Namun patut dicatat bahwa upaya Pengembangan Ekonomi Rakyat (PER) yang terintegrasi kedalam kegiatan pendampingan sosial lebih banyak menjamin petani untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal karena hanya dilakukan berdasarakan kebutuhan dan prakarsa komunitas.
Berdasarkan temuan diatas, disarankan kepada pemerintah untuk melakukan perencanaan dan melaksanakan program secara partisipatif dan akomodatif terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Frekuensi Pelatihan-pelatihan pendamping sedapat mungkin dapat lebih-lebih saling dilakukan Sekretariat Bina Desa, sebagai upaya peningkatan kapasitas pendamping dan merangsang munculnya local leader untuk menjadi pendamping. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan akselerasi proses penyadaran komunitas, Persiapan sosial harus dilakukan secara lebih matang dalam melakukan pendampingan sosial, sehingga kesamaan persepsi komunitas dampingan tentang tujuan-tujuan pemberdayaan dapat terbentuk secara memadai."
2001
T9877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Widiantoro
"Penelitian ini mengkaji tentang input, proses dan kecenderungan hasil pelaksanaan proyek P2KP di kelurahan Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Penelitian bermaksud untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan proyek dalam menjangkau sasarannya dan proses partisipasi masyarakat pelaksanaan proyek. Upaya pemberdayaan kelompok masyarakat miskin ini diangkat sebagai topik penelitian, di samping didasari rasa prihatin melihat kondisi kehidupan kaum miskin yang akhir-akhir ini semakin tertekan akibat krisis ekonomi, juga karena melihat penanganan terhadap permasalahan kemiskinan sering tidak berdampak pada meningkatnya keberdayaan golongan miskin yang menjadi sasaran program.
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian tersebut di atas, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan tipe penelitian yang dipakai adalah deskriptif, yakni ingin menggambarkan kondisi riil di lapangan mengenai proses pelaksanaan proyek di lapangan dan kecenderungan hasilnya. Data kualitatif yang dikumpulkan berkisar tentang pemahaman, sikap, pandangan serta tanggapan para informan terhadap hasil dan proses pelaksanaan proyek. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan tehnik studi dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam. Pihak-pihak yang dijadikan informan dalam penelitian ini antara lain berasal dari pihak pemerintah sebanyak 6 orang; dari konsultan sebanyak 3 orang; dan dari pihak masyarakat sebanyak 13 orang. Dari 13 informan yang berasal dari masyarakat tersebut, 6 orang diantaranya adalah sebagai pihak pengelola bantuan; 4 orang sebagai pihak penerima bantuan; dan 4 orang adalah warga masyarakat yang bukan penerima bantuan. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa informan tersebut mengetahui permasalahan yang sedang dikaji.
Penelitian ini menggunakan kerangka teori pemberdayaan sebagai alat analisis untuk mengkaji hasil temuan lapangan. Pendekatan pemberdayaan ini terutama digunakan untuk memahami seberapa jauh hasil proyek telah dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian penerima program, baik secara perorangan, kelompok maupun sebagai satuan komunitas, dalam upayanya mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan pada tingkat kelompok, konsep pemberdayaan digunakan untuk melihat bagaimana KSM mampu memfasilitasi Para anggotanya untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama. Sedangkan pada tingkat komunitas akan dilihat bagaimana masyarakat mengorganisasi diri melalui kelembagaan yang dikembangkan yakni BKM. Perhatian akan diarahkan pada berlangsungnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan maupun aktivitas ke dua jenis lembaga itu guna mengetahui apakah proses pemberdayaan benar-benar berlangsung dalam pelaksanaan proyek.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan, bahwa golongan miskin yang mengalami ketidakberdayaan dari segi ekonomi, sosial dan politik, justru cenderung tidak tersentuh oleh pe]ayanan yang diselenggarakan melalui proyek P2KP ini. Demi keberlanjutan program, pengelola bantuan (BKM) cenderung menyalurkan dana bergulir kepada golongan masyarakat yang relatif mampu, karena lebih dapat diharapkan pengembaliannya. Seleksi calon penerima program yang berlangsung di antara warga masyarakat sendiri, juga cenderung menghindari golongan miskin. Karena menyadari resiko yang harus ditanggungnya, maka setiap warga cenderung memilih golongan yang relaitf mampu dalam membentuk KSM. Demikan juga alokasi dana hibah untuk perbaikan prasarana lingkungan, karena lemahnya golongan miskin dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan di dalam rapat warga dusun (selaku anggota KSM fisik) menyebabkan alokasi dana tersebut lebih merupakan keinginan golongan elit dusun yang tidak selalu memberi kontribusi bagi peningkatan kegiatan ekonomi golongan miskin.
P2KP yang dilaksanakan di kelurahan Condongcatur memang telah berhasil daiam menyalurkan kredit ke masyarakat, namun belum cukup berhasil dalam mengembangkan lembaga yang responsif terhadap permasalahan kemiskinan. Penyediaan modal usaha memang memberi keleluasaan kepada penerima program untuk memilih, merencanakan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan kebutuhannya. Namun pembentukan kelompok dan pemberian modal usaha tidak secara otomatis dapat memberdayakan mereka karena proses belajar sosial cenderung tidak berlangsung. Padahal, proses belajar sosial ini penting dalam rangka menumbuhkan kesadaran terhadap permasalahan yang dihadapi dan mengembangkan kepercayaan diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat dalam upaya memecahkan persoalannya.
Rekomendasi yang diajukan dari hasil penelitian ini adalah perlunya program pengentasan kemiskinan lebih memprioritaskan golongan miskin dalam mengakses bantuan yang ada. Di samping itu partisipasi masyarakat, khususnya dari golongan miskin sendiri adalah merupakan hal yang krusial dalam rangka mencapai tujuan program. Untuk itu lembaga yang dibentuk agar lebih disesuaikan dengan aspirasi masyarakat sehingga proses belajar sosial menuju keswadayaan masyarakat lebih dapat diharapkan. Peran pemerintah mestinya tidak hanya sampai pada berjalannya kegiatan proyek, tapi lebih pada bagaimana memfasilitasi berlangsungnya kerjasama antara BKM dengan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Fakhri
"Pembangunan yang dilaksanakan selama ini terlalu berorientasi pada kepentingan ekonomi nasional, sehingga mengabaikan pengembangan potensi ekonomi lokal. Pola pembangunan tersebut cenderung melupakan aspek pembangunan institusi. Akibatnya kurang menyentuh inisiatif, partisipasi dari lapisan masyarakat bawah untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena mereka kurang merasa memiliki terhadap program yang datangnya dari pemerintah (yang bersifat top down). Walaupun bentuk program tersebut berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, namun pada akhirnya program tersebut terhenti pada masa pelaksanaan berakhir, seperti program Kredit Usaha Tani, Program Pemberdayaan Kecamatan.
Permasalahan ini akan berdampak pada hubungan pemerintah sebagai pelaksanaan program dengan masyarakat sebagai penerima program. Mutlak diperlukan adanya perubahan dalam pendekatan pembangunan agar dapat berkesinambungan. Pendekatan yang popular adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat, di mana tingkat partisipasi serta inisiatif masyarakat sangat diperlukan melalui pengembangan institusi lokal, sehingga ada kesinambungan pelaksanaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Untuk melihat hal tersebut, peneliti melakukan survei lapangan ke lokasi di Alahan Panjang, Kabupaten solok Sumatera Barat. Disana ditemukan adanya suatu institusi lokal yang telah ikut membac- up perekonomian masyarakat Alahan Panjang. Institusi tersebut bernama Handel yang artinya perputaran. Handel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan modal petani dalam berusaha. Untuk itu kegiatan utamanya adalah dalam usaha simpan pinjam uang, dimana pada akhirnya uang tersebut dapat menggerakkan usaha tani dari para anggota Handel. Disini terlihat besarnya peranan Handel dalam usaha tani di Alahan Panjang, selain itu dari sumbangan handel juga diperuntukkan untuk membangun sarana ibadah, jalan dan kegiatan sosial lainnya. Tempat utama diadakannya pertemuan handel adalah di mushalla/surau atau di mesjid.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana informan dikumpulkan dari beberapa informan. Para informan dipilih melalui teknik purposive-snow ball sesuai dengan permasalahan penelitian. Para informan penelitian ini meliputi mereka yang mengetahui handel (pengurus dan anggota handel), mereka yang terlibat dalam struktur pemerintahan nagari (pimpinan nagari dan anak-anak nagari). Sementara data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi dan hasil wawancara mendalam serta pengamatan lapangan kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif. Tujuan peneliti ini adalah melihat sejauh mans institusi Handel tetap bertahan menggerakkan roda ekonomi angggotanya agar keluar dari kondisi kekurangan secara ekonomi, terhindar dari ancaman rentenir dan tidak mau terikat dengan lembaga keuangan seperti bank.
Di Alahan Panjang ada institusi lokal yang muncul atas inisiatif masyarakat itu sendiri. Inisiatif untuk memberdayakan diri secara ekonomi dengan sasaran usaha tani sebagai basis mata pencaharian masyarakat Alahan Panjang. Selain sisi positif dari handel, ditemukan juga sisi negatifnya yaitu karena Handel hanya diikat atas dasar saling percaya dari para anggotanya dan modal amanah dari para pengurusnya. Akibatnya mungkin saja pada suatu hari nanti, dapat terjadi hilang atau tidak kembalinya uang pinjaman. Selain itu handel lemah dalam segi administrasi dan pencatatan (manajemen administrasi), sehingga sesama ini tidak ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan klaim pada anggota. Oleh karenanya modal utama pengawasan antar sesama anggota dan pengurus handel didasarkan pada budaya malu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rastam Effendi
"Tesis ini berkaitan dengan "Regional Ekonomi" yang berjudul "Kebanyakan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalirnatan Tengah Berdasarkan Identifakasi Sektor-Sektor Unggulan". Pemilihan judul ini berkaiatan dengan permikiran, bahwa kegiatan perencanaan pembangunan daerah di kabupaten yang efektif dan efisien merupakan kunci keberhasilan dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonorni daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan pelaksanaan otonomi daerah secara luas tersebut, maka kebijakan perencanaan yang diambil harus sesuai dengan potensi, kondisi, serta permasalahan yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan. Maka penetuan sektor-sektor unggulan/prioritas yang akan dikembangkan merupakan hal yang mutlak diperlukan agar perencanaan berjalan efektif dan efisien.
Dalarn penetuan sektor-sektor unggulan digunakan peralatan analisis ekonomi (analisis pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektor-sektor) dengan kombinasi metoda analisa Location Quotient (LQ), analisa Shift-Share, dan analisa multiplier serta penggunaan model SWOT dalam meniilih alternatif perencanaan strategik yang direkomendasikan.
Dari hasil analisis sebagaimana di atas, diperoleh 3 (tiga) sektor yang menjadi sektor unggulan daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yaitu : sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pertanian, selanjutnya di analisis dengan model SWOT.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan model SWOT ke 3 (tiga) sektor terhadap identifikasi faktor internal yang meliputi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan eksternal yang meliputi peluang (opportunity) dan ancaman (threat), maka strategi yang sebaiknya dipilih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor industri pengolahan yaitu strategi yang mampu menggunakan l±nemanfaatkan segala potensil kekuatan (Strength) untuk mengoptimalkan/meraih peluang (opportunity) yang ada, terdiri dan: peningkatan produksi yang berkualitas dengan perluasan pasar baik Iokal maupun ekspor, khususnya pada komoditi unggulaun (plywood, CPO, udang, kayu gergajian dll) ; peningkatan upaya aktif dalam promosi hasil industri, serta peningkatan pembinaan tcrhadap industri kecil/kerajinan agar bisa bersaing baik di tingkat lokal maupun ekspor.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran strategi yang sebaiknya dipilih yaitu strategi yang mampu menggunakan /memanfaatkan segala potensil kekuatan (Strength) untuk mengoptimalkan/meraih peluang (opportunity) yang ada, diarahkan pada upayaupaya memanfaatkan posisi yang stragis dan meningkatkan kualitas barang hasil industri dan pertanian guna mengurangi ketergantungan barang dan luar daerah; menciptakan iklim perdagangan yang sehat, transparan dan dinamis; serta peningkatan koordinasi dengan semua fihak dalam rangka peningkatan kegiatan perdagangan.
Sedangkan strategi sektor pertanian yang terpilih yaitu strategi yang menggunakan segala potensi/kekuatan (Strength) yang dimiliki berusaha mengatasi/meminimalkan segala ancaman (threat) yang ada, maka diarahkan dalam upaya mengundang masuknya para investor agar bisa berinvestasi di sektor pertanian, melalui promosi dan sosialisasi potensi sektor pertanian dan pengembangan agroindustri; mengusahakan efisiensi usaha pertanian melalui bimbingan usaha; peningkatan prasarana pendukung pertanian; dan peningkatan pendapatan melalui diversifikasi pertanian.
Output dari tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penentu kebijakan perencanaan pembangunan daerah , khususnya di Kabupaten Kotawaringin Barat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agus Supriadi
"Penelitian ini difokuskan kepada faktor-faktor apa yang menyebabkan di laksanakannya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan, dan melihat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten dan setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten. Untuk mencoba menjawab pertanyaan tentang penyebab di laksanakannya pemekaran kabupaten, serta membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran dan setelah pemekaran dan kabupaten Mandailing Natal serta kaitannya dengan ketahanan wilayah di kedua daerah kabupaten.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian analisa data sekunder. Data sekunder yang di peroleh merupakan jenis data time series, data yang dikumpulkan dari beberapa kantor atau pelaku ekonomi di daerah lokasi penelitian ini, terutama data-data kegiatan ekonomi yang telah dilakukan di Tapanuli selatan sebelum dimekarkan dan data-data ekonomi setelah dimekarkan sebagai pembanding dari waktu sebelum dimekarkan setelah dimekarkan menjadi dua kabupaten.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan di sebabkan oleh faktor-faktor seperti pertama faktor latar belakang sejarah, dalam hal ini sejarah di kabupaten Tapanuli Selatan mencatat bahwa perbedaan pandangan yang tajam dari beberapa kuria yaitu : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing dan Kuria Natal tentang terminologi suku Batak. Faktor Politik etnis, dengan perbedaan pandangan terminologi batak,dengan demikian keempat kuria menganggap sudah berbeda dari segi etnik. Faktor luas wilayah, dalam hal ini kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di mekarkan merupakan kabupaten terluas di Propinsi Sumatera Utara (seperempat dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara). Ketiga faktor tersebut yang mendorong lahirnya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan.Namun sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten kinerja ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan yang di lihat dari pertumbuhan ekonomi semakin turun dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan semakin senjang. Setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan tidak menunjukkan hasil yang baik di mana pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan sangat lambat perkembangannya namun yang lebih parah lagi adalah pemerataan pendapatan kabupaten Tapanuli Selatan semakin buruk atau semakin senjang. Kondisi perekonomi kabupaten Tapanuli Selatan setelah pemekaran kabupaten berbeda dengan kabupaten Mandailing Natal (pecahan kabupaten Tapanuli Selatan). Pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal bergerak naik cukup cepat dan pemerataan pendapatan di kabupaten Mandailing Natal menunjukkan semakin baik. Dengan perbedaan ini maka hasil pembinaan wilayah dalam mewujudkan ketahanan wilayah di kedua kabupaten sangat berbeda.
Kesimpulan, bahwa kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan tidak di manfaatkan sunguh-sungguh oleh pimpinan pemerintahan di kabupaten Tapanuli Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah. Namun pimpinan pemerintah kabupaten Mandaling Natal benar-benar memanfaatkan peluang pemekaran kabupaten ini untuk mempercepat pembangunan di kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian kedua daerah memiliki strategi pembangunan yang berbeda dan dukungan masyarakat dalam mendukung pembangunan daerah juga berbeda. Walaupun kedua kabupaten ini pemah menjadi satu wilayah dalam administrasi pemerintahan.

This study focus on factors that cause the implementation of rising policy of South Tapanuli regency, and to see the economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before the implementation of rising regency and after the rising regency has been done. Trying to answer the question about why the rising regency is being implemented. And comparing the regional economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before rising and after rising, to the Mandailing Natal regency and its relationship with the regional endurance within those two regencies.
This study was using descriptive method with the type of study on secondary data analysis. The obtained secondary data were data time series type; the data that has been collected from some office or economic agent in this study location region, especially about the data of economic activity that has been done in South Tapanuli before rising and after rising as a comparison at the time before being rise and after being rise into two regencies.
The result of this study is about the rising of South Tapanuli regency that are caused by several factors such as first, the factor of historical background, in this context the history in South Tapanuli regency note very different point of view from some Kuria that are : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing and Kuria Natal about the term of Batak ethnic. The factor of ethnical politic, with different point of view in batak term, hence those four kurias are regarded as different in ethnical view. The factor of territorial capacity, in this context, the South Tapanuli regency before rising was the widest regency in North Sumatera Province (a quarter of the territorial capacity in North Sumatera Province). Those three factors enhance the emerging of rising policy of South Tapanuli regency. But before it has being implemented, the economic performance of South Tapanuli regency - that being viewed from the economic growth, was declining and the even income distribution of the people in South Tapanuli regency was getting imbalance. After the regency rising has been done, the economic growth in South Tapanuli regency has not showed good result, where the economic growth of South Tapanuli regency is very slow in its development, but the worse is that the even income distribution of South Tapanuli regency is getting worse and far more imbalance.
The economic condition in South Tapanuli regency after rising was different from the Manadiling Natal regency (the split part of South Tapanuli regency). The economic growth of Mandailing Natal is rising quite fast and the even income distribution in this regency is getting better. With these differences, then the territorial establishment results in realizing the endurance at the two regencies were very different.
In conclusion, that the rising policy of South Tapanuli regency was not sincerely used by the chief government in the south Tapanuli regency in accelerating the regional development. But the chief government in Mandailing Natal regency was truly benefit the opportunity of this rising regency to accelerate the development in Mandailing Natal regency. Consequently, those two regions have a different development strategy and different society support in supporting the different regional development. Even when these two regencies have been being one territory of government administration.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Rizal
"Proses perencanaan pembangunan melalui musyawarah pembangunan kelurahan (musbangkel) di Kelurahan Terusan Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak era pasca otonomi daerah masih dilaksanakan oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan (LKMDIK). Dalam membuat usulan rencana pembangunan ini masih belum melibatkan semua stakeholders yang ada di masyarakat. Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan hanya mengundang beberapa unsur terkait sehingga aspirasi dart masyarakat tidak bisa tersampaikan oleh mereka yang hadir. Disamping itu juga usulan yang dibuat belum diambil dari aspirasi masyarakat yang paling bawah seperti RT. Faktor lain yang menyebabkan masyarakat di Kelurahan Terusan ini masih kurang berpartisipasi adalah model perencanaan yang top down dimana peranan pemerintah kabupaten lebih besar dalam penyusunan rencana pembangunan.
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan melalui musbangkel dengan mengacu pada teori Oakley, Abe dan Soetrisno serta upaya atau cara apa yang telah dilakukan agar kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan di Kelurahan Terusan dapat lebih terwujud.
Metode penelitian ini menggunakan Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber datanya ialah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah mereka yang tertibat dalam musbangkel, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu peserta yang ikut dalam musbangkel memiliki tingkat pengetahuan dan wawasan yang masih terbatas, belum adanya informasi yang lengkap dari pemerintah kabupaten seperti Poldas, Propeda dan Renstra dalam penyusunan perencanan pembangunan, peranan pemerintah kabupaten yang masih dominan dalam menentukan proyek atau program yang akan dilaksanakan serta belum adanya dana clan pemda untuk membantu pelaksanaan musbangkel di Kelurahan Terusan.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya atau Cara guna memberikan kesempatan kepada masyarakat dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan yaitu penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten namun dalam penjaringan aspirasi masyarakat ini belum berhasil terlaksana dengan baik karena mereka yang hadir tidak mewakili masyarakat dan kebanyakan membawa kepentingan pribadi. Kemudian penyampaian aspirasi oleh masyarakat melalui Rukun Tetangga. Penyampaian aspirasi ini belum berhasil karena masyarakat yang menyampaikan usulan pembangunan yaitu mereka yang dekat dengan pejabat pemda. Dalam hal ini usulan yang disampaikan lebih mengarah pada kepentingan sekelompok masyarakat.
Untuk itu disarankan kiranya dalam rekruitment pengurus LKMD, Ketua RT dan perangkat kelurahan perlu diperhatikan lagi Latar belakang pendidiikannya, pengalaman kerja dan umur dari peserta musbangkel. Untuk pelaksanaan rnusbangkel pada masa yang akan datang kiranya sudah sampai informasi pada pars peserta rapat mengenai dokumen perencanaan pembangunan daerah. Peran pemerintah saat ini diharapkan sebagai fasilitator. Perlu dialokasikan dana oleh pemerintah kabupaten kepada pemerintah kelurahan untuk pelaksanaan musyawarah pernbangunan kelurahan (musbangkel) sehingga memperlancar mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah. Sistem penjaringan aspirasi oleh pemerintah kabupaten dan penyampaian aspirasi oleh masyarakat kiranya perlu diperbaharui lagi mekanismenya. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan saat ini masih perlu melalui mekanisme musyawarah pernbangunan kelurahan mengingat dengan forum ini melibatkan semua stakeholders yang ada di masyarakat dan mereka yang ikut serta dalam rapat lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di lingkungannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Trikomandani
"Penelitian ini menelaah masalah pengalokasian sumberdaya, khususnya penggunaan sumberdaya lahan untuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan di Kabupaten Kuningan guna meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor pertanian dimana sektor tersebut saat ini masih merupakan sektor dominan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pedoman pembuatan kebijakan publik dalam menetapkan pola tanam sekaligus dapat memberikan kontribusi terbaik dari sector pertanian bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemungkinan pengalokasian sumberdaya lahan pertanian secara optimal guna memaksimaikan kontribusi sektor pertanian di daerah penelitian, kemudian mencari komoditi pertanian yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi petani, serta mengetahui sampai seberapa jauh kendala sumberdaya lahan dan tenaga kerja mempengaruhi proses produksi peranian.
Metode yang digunakan adalah menyusun model penggunaan lahan dengan program linier dengan fungsi tujuan maksimisasi keuntungan usaha tani. Variabel keputusan yang digunakan adalah keuntungan marginal per-hektar dari usaha tani tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dihadapkan pada kendala berbagai jenis lahan dengan tipe irigasi yang berbeda dan lahan kering, serta kendala tenaga kerja. Model dianalisis berdasarkan print out perangkat lunak UNDO (Liniear Interactive Discrete Optimizer).
Solusi optimal dari model penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Kuningan adalah usaha tani menanam komoditi padi sawah, padi gogo, sayuran dan buah-buahan pada lahan seluas 126.518 Ha yang akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.416.252.000.000.-. keuntungan ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai sebelum dilakukan perencanaan, yaitu Rp 1.332.839.497.000,- dari luas tanam 112.779,76 Ha.
Dalam rangka usaha peningkatan pendapatan petani, nampaknya usaha tani hortikultura (sayuran) mempunyai prospek sangat baik untuk dikembangkan dan peningkatan produktifitas harus tetap mendapat perhatian. Pada komoditi unggulan yang mendapat prioritas dilakukan proses lebih lanjut melalui pengolahan hasil, pengemasan dan diversifikasi produk agar dapat meningkatkan nilai tambah sekaligus dapat memperluas lapangan usaha untuk menyerap tenaga kerja yang berlebih disektor on farm (budidaya). Selain itu juga dilakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan, khususnya bagi pemuda putus sekolah seperti kursus manajemen usaha tani, pengolahan lanjutan produk pertanian, pengelolaan jasa alat mesin pertanian dan bimbingan permodalan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Jumayar
"Inpres Desa Tertinggal (IDT) adalah program untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan cara menumbuhkan dan memperkuat kemampuan penduduk miskin dalam meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka kesempatan berusaha.
Dalam penelitian ini, ada dua hal yang perlu diteliti. Pertama, faktor-faktor yang mendukung kelompok sebagai suatu sarana yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan IDT. Kedua, masalah perguliran dana IDT semakin baik dan lancar apabila didasarkan pada faktor pendukung kelompok yang baik.
Penelitian ini dilakukan di salah satu desa yang paling berhasil melaksanakan IDT di Kab. Dati.II Cianjur. Di desa tersebut, ada 10 Pokmas yang melaksanakan program IDT dengan tingkat keberhasilan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan kinerja dari 10 Pokmas yang melaksanakan program IDT didasarkan pada keberhasilan mengqulirkan dana IDT dan besarnya jumlah tabungan Pokmas. Kedua aspek tersebut berusaha digambarkan berdasarkan tinjauan faktor yang mendukung kelompok, khususnya melalui perspektif ilmu kesejahteraan sosial.
Keberhasilan penelitian ini adalah kemampuan untuk menunjukkan faktor yang mendukung kelompok masyarakat miskin yang mencakup: suasana iklim kelompok yang baik, kepemimpinan yang demokratis, taraf kohesi kelompok yang kuat, sistem struktural kelompok, partisipasi anggota kelompok, proses pembuatan keputusan yang mantap, dan teknik-teknik pemecahan masalah.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara yang berpedoman untuk menggali data dan informasi, sedangkan pencatatan data sekunder dilakukan pada dinaslinstansi yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian menunjukkan bahwa kerjasama dalam Pokmas ternyata tidak bisa dihindari dalam melaksanakan program IDT. Hal itu mutlak dilakukan sesttai dengan kondisi, kebutuhan dan permasalahan masyarakat.
Gaya kepemimpinan yang paling berhasil dalam Pokmas adalah Demokratis, tercermin dalam Pokmas Anggrek 1, Sabilulunoan 1, Mekar Harapan, Melati, Setia dan Sejahtera 1.
Gaya kepemimpinan otoriter hal yang kebalikan dari demokratis terlihat di Pokmas Sabilulungan 2, Sejahtera 2, Sedangkan Mawar, dan Bahagia tidak memakai kedua gaya kepemimpinan itu.
Tingkat kohesivitas dalam Pokmas tidak menjamin keberhasilan IDT karena ada yang melaksanakan kohesivitas di luar program IDT seperti kegiatan F'KK (Pokmas Lrahagia).
Faktor-faktor yang mendukung kelompok dalam aspek struktur kelompok terutama dalam hal pengangkatan kepengurusan Pokmas mempengaruhi kinerja Pokmas melaksanakan IDT. Diantara pengurus Pokmas yang berhasil melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang dimilikinya adalah Pokmas Anggrek 1, Sabilulungan 1. Mekar Harapan. Melati, dan Setia. kelemahan pengangkatan tersebut adalah kepala desa tidak melibatkan ketua LKMD, dan pihak yang kompeten.
Partisipasi dalam bentuk apaoun sangat diperlukan dalam membawa keberhasilan Pokmas melaksanakan IDT terutama dalam bentuk dana, tenaga, dan dalam bentuk pemikiran atau idea dan pendapat. Ukuran partisipasi ini adalah jumlah uang, kerelaan memberikan sumbangan tenaga, dan memberikan pemikiran, atau ide atau pendapat pada saat pertemuan.
Keputusan yang dimaksud adalah dalam hal penggunaan dana IDT, keputusan untuk menentukan besarnya jumlah tabungan Pokmas, dan keputusan untuk perguliran dana IDT dengan variasi dan tingkat keberhasilan yang berbeda.
Terakhir, Teknik-teknik pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memahami hakekat masalah, pengumpulan data yang relevan, dan kesadaran diri setiap anggota kelompok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T4423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>