Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tokyo: Center for Asian and Pacific Studies, Seikei University,
370 RAPS
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: Center for Asian and Pacific Studies, Seikei University,
915 RAPS
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Satya Budi
Abstrak :
Pembangunan industri pulp dan rayon memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional, dan untuk mewujudkan pembangunannya harus diproses sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. industri pulp dan rayon dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungannya. Industri ini menggunakan bahan baku kayu dari hutan sekitarnya dan untuk memprosesnya memerlukan banyak air yang diambil dari sungai Asahan dan mempunyai limbah cair yang setelah melalui proses mekanis dibuang ke sungai Asahan kembali, sehingga kemungkinan pencemaran lingkungan hidup bisa setiap saat terjadi jika tidak dikelola dengan benar. Investor yang membangun pabrik pulp dan rayon adalah PT. Inti Indorayon Utama (PT. IIU). Bahwa PT. IIU wajib membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang mencakup PP No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Dalam pembuatan suatu rencana kegiatan dan/atau usaha, peran serta masyarakat harus dilibatkan sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) PP No. 29 Tahun 1986, dalam hal ini PT. IIU belum menyusun AMDAL, tetapi izin-izin yang terkait dengan rencana kegiatan, tetap diberikan pemerintah. Padahal dalam Pasal 5 PP No. 29 Tahun 1986 menyatakan bahwa keputusan tentang pemberian izin terhadap rencana kegiatan oleh instansi yang berwenang dapat diberikan setelah adanya keputusan persetujuan RKL dan RPL (AMDAL). Disinilah inkonsistensinya pemerintah, dimana persetujuan AMDAL belum ada tetapi pemerintah memberikan izin kepada PT, IIU. Pendirian pabrik dilakukan tanpa AMDAL, herarti tanpa peran serta masyarakat penduduk setempat yang akan terkena dampak, sehingga dalam kegiatan operasional pabrik kemudian temyata terjadi pencemaran lingkungan yang menimbulkan protes dan perlawanan dari masyarakat. Untuk penanganan permasalahan PT. IIU tersebut lagi-iagi pemerintah inkonsisten terhadap putusan-putusan yang dibuat, sehingga timbal kebijakan yang mendua. Akhirnya penanganan permasalahan dilakukan pemerintah dengan mengakomodir aspirasi dari masyarakat yang pro dan yang kontra, sehingga pemerintah memutuskan menutup pabrik rayon dan pabrik pulp dapat dibuka, dilanjutkan dengan melibatkan peran serta masyarakat didalam proses kegiatannya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Koesrijanti
Abstrak :
Dokumen Agenda 21 Indonesia menyajikan informasi yang komprehensif di setiap bidang yang berkaitan dengan lingkungan dan pembangunan mulai dari permasalahan yang ada sampai dengan tugas dan fungsi para pengelola lingkungan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kerjasama dan koordinasi yang terus menerus dari masing-masing pihak akan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan akan tanggung jawab masing-masing peran dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Iingkungan di Indonesia.

Konsep ini dikembangkan seiring dengan perkembangan industri sebagai salah satu strategi pembangunan yang membawa dampak tersendiri terhadap masyarakat, baik secara sosial ekonomis, maupun secara fisik seperti kondisi lingkungan hidup berubah, terutama terhadap masyarakat sekitar di mana industri tersebut berada, yaitu masyarakat desa Cintamulya, Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Industrialisasi sebagai salah satu strategi dalam pembangunan, dilihat pada tatanan makro telah memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi sosial. Sehingga sektor industri saat ini dipercaya sebagai sektor andalan motor pertumbuhan yang menjadi orientasi pembangunan saat ini. Dipilihnya sektor industri sebagai motor pembangunan, secara otomatis melahirkan banyak kebijakan yang Iahir dengan tujuan untuk mendorong dan menciptakan iklim bagi semakin berkembangnya sektor ini.

Ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Indonesia dan peningkatan daya saing nasional guna menghadapi era globalisasi ekonomi telah mencuatkan konsep kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil, Diharapkan kemitraan usaha dapat mengurangi berbagai inefisiensi yang terjadi akibat kesenjangan skala usaha besar-kecil. Kemitraan sendiri secara sederhana dapat digambarkan semacam persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerja sama, demi kepentingan keduanya atas prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan tercipta karena pihak satu memerlukan sumber-sumber yang dimiliki oleh pihak lain atau pihak kedua untuk memajukan usahanya dan sebaliknya. Sumber-sumber tersebut antara lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan, dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.

Jadi, tujuan penyusunan Agenda 21 Indonesia digunakan sebagai salah satu referensi di dalam perencaanan pembangunan dan dengan pola kemitraan ini, makin jelas saja bahwa posisi Agenda 21 Indonesia amat penting di dalam upaya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahnia Chairawaty
Abstrak :
Fair trade, merupakan sebuah gerakan sosial dengan pendekatan berbasis pasar yang bertujuan mengurangi kemiskinan di tingkat global, mempromosikan sistem perdagangan berkelanjutan dan juga mengedepankan unsur perlindungan lingkungan. Penelitian ini adalah sebuah analisis mengenai pelaksanaan perlindungan lingkungan yang dilakukan oleh para petani kopi anggota Koperasi Permata Gayo (KPG), di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang telah mendapatkan sertifikasi Fairtrade. Tujuan dari penelitian ini yaitu: untuk mengetahui pemahaman para petani mengenai gerakan fair trade (GFT); menganalisis peran para petani dalam GFT; menganalisis hambatan-hambatan terkait proses perlindungan lingkungan dan mengidentifikasi dampak perlindungan lingkungan pada para petani KPG dalam GFT. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur dan metode survei berupa wawancara mendalam, snowball dan observasi. Hasil dari penelitian ini mengarah kepada temuan bahwa pemahaman para petani mengenai GFT masih minim, berkisar pada aspek ekonomi dari GFT (premium fee). Akibatnya mobilisasi yang terjadi masih rendah, dan peran petani KPG dalam GFT ini pun masih minim. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para petani terkait perlindungan lingkungan di dalam GFT ini lebih berkisar kepada hambatan-hambatan internal, menyangkut kuantitas dan kualitas SDM. Di sisi lain, terkait dampak perlindungan lingkungan pada para petani KPG, menghasilkan temuan bahwa dampak pada berkurangnya biaya pembelian input kimia (dampak ekonomi) adalah yang paling besar dirasakan oleh petani KPG. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam konteks pembangunan berkelanjutan, GFT yang diikuti oleh petani KPG ini sudah mencapai aspek economically profitable dan juga socially acceptable, namun belum mampu mencapai aspek environmentally sustainable dan technologically manageable.
Fair trade is a social movement and market-based approach that aims to reduce poverty at the global level, promoting sustainable trading system and also put forward the elements of environmental protection. This research presents an analysis of measures to protect the environment taken by coffee farmers who join local Koperasi Permata Gayo (KPG), a Fairtrade-certified cooperative. Objectives of the research include: identifying how farmers would view the fair trade movement (FTM); analyzing the roles KPG farmers had played in the movement; analyzing constraints KPG farmers were facing in FTM-related environmental protection; and identifying impacts of environmental protection practices on KPG farmers after their participation in FTM. Applying qualitative approach, the research was done by conducting in-depth interviews, taking snowball samples and making observations as part of the survey method, coupled with literature studies. As results of the study led to the findings that KPG farmers showed limited understanding of the FTM which mostly only seen the economic aspects of GFT (a premium fee). Consequently, mobilization that occurs still low and the role of KPG farmers is still limiter. The constraints they had to deal with related to environmental protection were those of internal nature, concerning to the quantity and quality of human resources. At the other side, related to the impact of environmental protection in KPG farmers, the result showed that the impact on reduced chemical input purchase cost (economic impact) is the greatest perceived by KPG farmers. It indicates that in the context of sustainable development, FTM, which followed by KPG farmers has already reached economically profitable aspect as well as socially acceptable aspect, but have not been able to achieve environmentally sustainable aspect and technologically manageable aspect.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Analisa
Abstrak :
Perumahan merupakan kebutuhan dasar masyarakat selain sandang dan pangan. Pemerintah memiliki kebijakan yang sifatnya strategis yaitu pembangunan satu juta rumah untuk rakyat. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, diperlukan kerja sama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan yang terkait. Penelitian ini menganalisis tata kelola kolaborasi dalam pembangunan satu juta rumah untuk rakyat yang dilakukan pada Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur dan Kemaritiman, Setwapres dan pemangku kepentingan terkait lainnya Kementerian PUPR, Kemendagri, Kementerian ATR/BPN, REI, dan HUD Institute. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1 menganalisis proses tata kelola kolaborasi dalam kebijakan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat; 2 menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap tata kelola kolaborasi dalam kebijakan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat. Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivis dengan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan informan terkait. Hasil dari data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kompensial. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 1 proses tata kelola kolaboratif yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan yang terkait dengan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat belum sepenuhnya sempurna. 2 dalam proses tata kelola kolaborasi pembangunan satu juta rumah untuk rakyat, desain kelembagaan/institusi dan kepemimpinan fasilitatif memiliki pengaruh terhadap jalannya proses kolaborasi tersebut. Kata kunci: Tata kelola kolaborasi; kebijakan publik; perumahan rakyat xiii 107 halaman; 4 bagan; 5 tabel; 1 lampiran ......Housing is a basic need of society in addition to clothing and food. The government has a policy of strategic nature, namely the construction of one million houses for the people. To realize these policies, there is the need for cooperation and collaboration among relevant stakeholders. This study analyzes the governance of collaboration in the construction of one million houses for the people undertaken by the Deputy for Economic, Infrastructure and Maritime Policy Support, Secretariat of Vice President, and other relevant stakeholders Ministry of PUPR, Ministry of Home Affairs, Ministry of ATR BPN, REI, and HUD Institute. The purpose of this study is to 1 analyze the governance process of collaboration in the development of the one million houses for the people policy 2 analyze the factors that affect the governance of the collaboration in the development of the one million houses for the people policy. This research uses a post positivist approach with qualitative methods of data collection techniques such as in depth interviews with relevant informants. The results of the data and information obtained were analyzed using comparative analysis techniques. From the results of the research, it was found that 1 the collaborative governance process carried out by the stakeholders associated with the construction of one million houses for the people has not been fully completed 2 in the governance process of collaboration in building one million houses for the people, institutional design and facilitative leadership have influence on the course of the collaboration process. Keywords Collaborative governance, public policy, affordable housing xiii 107 pages 4 figures 5 tables 1 attachments
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T51663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadono Setyoko
Abstrak :
Prevalensi stunting balita di Indonesia tahun 2013 sebesar 37,2% mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 35,6% sehingga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Faktor kondisi rumah dan sanitasi yang tidak layak dan penyakit infeksi berpotensi menjadi determinan stunting. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi rumah, sanitasi dan penyakit infeksi terhadap risiko stunting balita 6-59 bulan di Indonesia berdasarkan data IFLS5 yang dilakukan pada tahun 2014-2015. IFLS5 menggunakan desain survey tetapi dalam penelitian ini menggunakan desain case control untuk kepentingan analisis dengan catatan bahwa aspek temporal dari varibel-variabel independen tidak selalu mencerminkan waktu kritis keterpajanan. Jenis dinding, kebersihan rumah, sumber air minum, pengolahan air minum, sumber air bersih, tempat buang air besar, sarana pembuangan air limbah, pembuangan sampah berhubungan dengan risiko stunting. Pengolahan air minum merupakan faktor dominan risiko stunting (OR=1,6). Pada kondisi rumah terdapat hubungan antara jenis dinding dan kebersihan rumah, pada sanitasi terdapat hubungan antara sumber air minum, pengolahan air minum, sumber air bersih, sarana buang air besar, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah dengan risiko stunting. Untuk menurunkan faktor risiko stunting balita 6-59 bulan di Indonesia dengan cara pengolahan air minum melalui pemanasan sampai mendidih 3-4 menit disamping intervensi gizi sensitif dan gizi spesifik lainnya.
The prevalence of stunting for children under five in Indonesia in 2013 was 37.2%, increasing from 2010 at 35.6% making it a public health problem. Factors of house conditions and sanitation unimproved and infectious diseases have the potential to become stunting determinants. The aim of the study was to find out the house conditions, sanitation and infectious diseases at the risk of stunting for children 6-59 months in Indonesia based on the IFLS5 data conducted in 2014-2015. IFLS5 uses survey design but in this study uses a case control design for analytical purposes, noting that the temporal aspects of the independent variables do not necessarily reflect the critical time of exposure. Types of walls, domestic hygiene, sources of drinking water, treatment of drinking water, sources of clean water, defecation facilites, waste disposal facilities, garbage disposal is associated with the risk of stunting. Drinking water treatment is the dominant factor in the risk of stunting (OR = 1.6). In the condition of the house there is a relationship between the type of wall and domestic hygiene, in sanitation there is a relationship between the source of drinking water, treatment of drinking water, sources of clean water, defecation facilities, waste disposal facilities, and garbage disposal with the risk of stunting. To reduce stunting risk factors for children aged 6-59 months in Indonesia by treatment of drinking water through heating to boiling 3-4 minutes in addition to other sensitive nutrition and specific nutrition interventions.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Moh. Anshori
Abstrak :
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang ditunjukan dengan Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Usianya kurang dari -2 Standar Deviasi (pendek) dan kurang dari -3 Standar Deviasi (sangat pendek). Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah stunting dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dampak jangka panjang adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi. Konsumsi makan adalah faktor langsung penyebab kejadian stunting. Kekurangan konsumsi energi dan protein akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi, sehingga untuk mengatasi kekurangan tersebut, tubuh akan menggunakan simpanan energi dan protein. Apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu lama, maka simpanan energi dan protein habis, sehingga terjadi kerusakan jaringan yang menyebabkan seorang anak mengalami stunting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui asupan energi merupakan faktor yang dominan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di Desa Mangkung Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik. Hasil analisis bivariat memperlihatkan variabel asupan energi memiliki p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05) dengan nilai POR sebesar 9,9 (95% CI : 6,39-15,23). Variabel asupan protein memiliki p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05) dengan nilai POR sebesar 9,1 (95% CI : 5,96-13,89). Asupan energi dan asupan protein memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di Desa Mangkung. Hasil tahap akhir analisis multivariat menunjukan variabel asupan energi miliki nilai POR sebesar 7,4 (95% CI : 5,75 – 9,32). Asupan energi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada Anak di Desa Mangkung setelah dikontrol variabel asupan protein, berat badan lahir Anak, riwayat penyakit infeksi, dan pendapatan keluarga.
Stunting is a linear growth disorder which is indicated by Body Length or Height according to the Age less than -2 Deviation Standard (short) and less than -3 Standard Deviation (very short). The adverse effects that can be caused by stunting problems in the short term are disruption of brain development, intelligence, impaired physical growth, and metabolic disorders in the body. While the long-term impact is a decrease in cognitive abilities and learning achievement, decreased immunity so easily hurt, and high risk for the emergence of diabetes, obesity, heart and blood vessel disease, cancer, stroke and disability in old age, and the quality of work that results on low economic productivity. Food consumption is a direct factor in the incidence of stunting. Lack of consumption of energy and protein will cause the body to lack nutrients, so to overcome these deficiencies, the body will use energy and protein deposits. If this condition lasts for a long time, then energy and protein deposits run out, resulting in tissue damage that causes a child to experience stunting. The purpose of this study was to determine the energy intake is the dominant factor influencing the incidence of stunting in children aged 3-5 years in Mangkung Village, Central Lombok Regency. This study used a cross-sectional study design. Multivariate analysis using logistic regression analysis. The results of bivariate analysis showed that the variable energy intake had a p-value of 0,000 (p-value < 0,05) with a POR value of 9,9 (95% CI: 6,39 – 15,23). The protein intake variable has a p-value of 0,000 (p-value < 0.05) with a POR value of 9,1 (95% CI: 5,96 – 13,89). Energy intake and protein intake have a significant relationship with the incidence of stunting in children aged 3-5 years in Mangkung Village. The results of the final stage of multivariate analysis showed that the variable energy intake had a POR value of 7,4 (95% CI: 5,75-9,32). Energy intake is the most dominant variable affecting the incidence of stunting in children under five in Mangkung Village after controlling for variable protein intake, underweight birth weight, infectious disease history, and family income.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinni Septianingrum
Abstrak :

Tegal memiliki kondisi TPA yang sudah overcapacity dengan 80% dari total sampah yang berakhir di TPA. Toko kelontong turut berkontribusi dalam jumlah timbulan sampah di TPA walaupun hanya merupakan usaha mikro. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kondisi eksisting dan persepsi toko kelontong, kebijakan persampahan, dan model bisnis toko kelontong berdasarkan ekonomi sirkular. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode analisis statistika deskriptif, EPR, dan CEM. Hasil analisis menunjukkan karakteristik pengelolaan sampah masih linear dan berakhir di TPA (96%) karena tiga faktor yaitu fasilitas, waktu dan mitra pengolahan bank sampah. Persepsi pemilik toko kelontong masih rendah dengan nilai indeks hanya 66% terutama untuk aspek optimalisasi material sampah. Kebijakan juga belum sepenuhnya mendukung tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah mandiri, dan hanya berfokus pada pemerintah sebagai aktor utama pengelolaan sampah. Model bisnis toko kelontong menggunakan ekonomi sirkular mampu mengurangi timbulan sampah di TPA karena sebanyak 85,78 ton/tahun sampah yang dapat terkelola. ......Tegal has overcapacity landfill conditions with 80% of the total waste ending up in landfill. Grocery stores contribute to waste generation, even though they are only micro businesses. This study aims to analyze the existing conditions and perceptions of grocery stores, waste management policies, and grocery store business models based on a circular economy. The approach used quantitative descriptive statistical, EPR, and CEM analysis methods. The results show that the characteristics of waste management are still linear and end up in landfill (96%) due to three factors; facilities, time, and waste bank processing partners. The perception of grocery store owners is still low, the index value of only 66%, especially for optimizing waste materials. Policies also do not fully support independent producers' responsibilities for waste management and only focus on the government. The grocery store business model using the circular economy can reduce 85.78 tons/year of waste generation at landfills.

 

Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyanto
Abstrak :
Pembinaan dan pengembangan karier anggota Polri untuk mewujudkan SDM Polri yang unggul salah satunya adalah dengan promosi jabatan. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi SSDM Polri masih ditemukan mutasi dan promosi jabatan anggota Polri tidak berdasarkan merit system. Hal ini terlihat juga dalam mutasi jabatan yang dilaksanakan oleh Polda Metro Jaya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa setiap mutasi harus berdasarkan merit system. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis promosi jabatan di Polda Metro Jaya menurut konsep merit system dan hambatan dalam penerapannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa promosi jabatan di Polda Metro Jaya dilaksanakan dengan dua mekanisme yaitu promosi jabatan terbuka dan promosi jabatan biasa/tertutup. Dalam mekanisme promosi jabatan terbuka kapolsek di jajaran Polda Metro Jaya prinsip merit sudah diterapkan dengan mekanisme seleksi walaupun tidak secara murni karena hasil seleksi hanya bersifat rekomendasi dalam menduduki suatu jabatan. Dalam mekanisme promosi jabatan biasa/tertutup untuk jabatan kapolsek prinsip merit masih belum diterapkan, karena untuk jabatan kapolsek merupakan penunjukkan langsung dari Kapolda Metro Jaya dengan prinsip tour of duty yang mengutamakan pengisian jabatan kapolsek diberikan kepada anggota Polri yang sudah memenuhi syarat dan belum pernah menjabat sebagai kapolsek atau kepada anggota yang selama berdinas hanya pada satu fungsi kepolisian saja. Hambatan dalam penerapan merit system dalam promosi jabatan adalah penunjukan langsung kapolsek oleh pimpinan yang tidak melalui sistem seleksi ataupun penilaian kompetensi akan menimbulkan celah terjadinya praktik patronase politik atau KKN, dan salah dalam mendefinisikan merit. ......Coaching and career development of Polri members to realize superior Polri HR, one of which is by promotion. Based on the results of the analysis and evaluation of the SSDM Polri, it was found that mutations and promotions for Polri members were not based on a merit system. This can also be seen in the position mutations carried out by the in Jakarta Metropolitan Police Region which carried out mutations that were not in accordance with the provisions of the National Police Chief Regulation Number 16 of 2012 which stated that each mutation must be based on a merit system. The purpose of this study is to analyze promotions Jakarta Metropolitan Police Region according to the concept of a merit system and obstacles in its application. This study uses a post-positivism approach. Data was collected by means of document studies and in-depth interviews. The results showed that the promotion of positions in Jakarta Metropolitan Police Region was carried out by two mechanisms, namely promotion of open positions and promotions of regular/closed positions. In the mechanism for the promotion of open positions for police chiefs in the ranks of Jakarta Metropolitan Police Region, the principle of merit has been applied with a selection mechanism, although not purely because the results of the selection are only recommendations in occupying a position. In the regular/closed promotion mechanism for the position of the police chief, the principle of merit has not yet been applied, because for the position of the police chief it is a direct appointment from the chief of Jakarta Metropolitan Police Region with the principle of a tour of duty that prioritizes filling the position of the police chief given to members of the police who have met the requirements and have never served as the police chief or to members who have only served one police function during their service. Barriers to the application of the merit system in promotions are the direct appointment of the police chief by the leader who does not go through a selection system or competency assessment, which will create gaps in the practice of political patronage or corruption/nepotism, and misdefine merit.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>