Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lumban Gaol, Evangelina
"Latar belakang: Baku emas diagnosis onikomikosis adalah pemeriksaan biakan dan histopatologi, namun memiliki keterbatasan. Pemeriksaan sediaan langsung kalium hidroksida (KOH) merupakan pemeriksaan yang sudah dilakukan dalam praktik sehari-hari. Dermoskopi memiliki potensi sebagai alat skrining dan atau diagnostik onikomikosis. Tujuan: Mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan dermoskopi dan sediaan langsung KOH 30% sebagai alat bantu diagnosis onikomikosis subungual distal lateral dibandingkan dengan baku emas biakan atau histopatologi. Metode: Uji diagnostik potong lintang terhadap kuku dengan kecurigaan onikomikosis subungual distal lateral di RSCM Jakarta. Pemeriksaan dermoskopi, KOH, biakan, dan histopatologi dilakukan secara tersamar. Hasil: Penelitian terdiri dari 60 kuku. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan KOH sebesar 89,6% dan 66,7%. Pada dermoskopi, sensitivitas gambaran jagged edged with spikes, longitudinal striation, dan perubahan warna 89,6%, 93,8%, dan 97,9%. Spesifisitas paling baik dimiliki gambaran aurora borealis, yaitu 91,7%. Nilai duga positif keempat gambaran dermoskopi tersebut 75,0%-79,7%. Kombinasi pemeriksaan KOH dengan dermoskopi pada keempat gambaran tersebut meningkatkan spesifisitas dan nilai duga positif dermoskopi. Kesimpulan: Pemeriksaan KOH dan dermoskopi merupakan alat penapis yang baik. Dermoskopi dapat membantu diagnosis pada kondisi pemeriksaan mikologis tidak tersedia dan dapat digunakan sebagai penapis kasus yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

Background: Gold standards for onychomycosis are culture and histopathological examination. However, they have limitations. Dermoscopy has the potential to become promising onychomycosis diagnostic tool. Direct examination of potassium hydroxide (KOH) also has the same advantages as dermoscopy. Knowing the accuracy of both examination can help clinical decision making. Objective: To asses diagnostic value of dermoscopic and KOH examination for distal lateral subungual onychomycosis compared to culture or histopathology. Methods: A cross-sectional diagnostic study of nails with suspected distal lateral subungual onychomycosis from RSCM outpatient, Jakarta. Dermoscopy, KOH, culture, and histopathology were assessed independently. Results: This study were done to 60 nails. Sensitivity and specificity of KOH examination were 89.6% and 66.7%. On dermoscopy, the sensitivity of jagged edged with spikes, longitudinal striation, and color discoloration were 89,6%, 93,8%, and 97,9%. Aurora borealis has the best specificity. The positive predictive value of these four features were 75.0% -79.7%. Combination with KOH examination increased the specificity and positive predictive value of dermoscopy. Conclusion: Dermoscopy and KOH examination are good screening tools. These procedures can also help diagnosis in condition where mycological examination are not available."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Martha Gerynda Sukma
"Latar Belakang: Photoaging ditandai dengan perubahan struktur dan fungsi kulit yang terutama disebabkan oleh pajanan sinar ultraviolet (UV). Individu yang tinggal di daerah yang sering terpajan sinar matahari lebih rentan mengalami photoaging, contohnya daerah pesisir. Hingga saat ini, belum ada baku emas yang ditetapkan untuk mengidentifikasi photoaging. Skala penilaian subjektif yang paling banyak digunakan adalah skala Glogau. Dermoscopy Photoaging Scale (DPAS) adalah skala pemeriksaan objektif dan noninvasif untuk mendiagnosis photoaging. Tujuan: Menganalisis korelasi profil photoaging yang dinilai berdasarkan skala Glogau dan DPAS pada populasi daerah pesisir. Metode: Penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cilincing, DKI Jakarta pada bulan Oktober 2022. Kriteria inklusi adalah individu yang tinggal di daerah pesisir, berusia ≥ 20 tahun, memiliki kulit tipe Fitzpatrick III – V, memiliki pekerjaan berisiko tinggi photoaging dengan rerata pajanan sinar matahari ≥ 3 jam per hari. Subjek dengan penyakit kulit lain, menggunakan obat yang memengaruhi penuaan kulit dan diskromia dalam 1 bulan terakhir, dan menjalani prosedur estetik medis dalam 6 bulan terakhir dieksklusi. Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan untuk menilai profil photoaging berdasarkan skala Glogau. Pemeriksaan dermoskopi dilakukan dengan acuan kriteria DPAS. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menilai korelasi antara skala Glogau dan DPAS. Nilai p < 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Hasil: Sejumlah 30 individu dengan rerata usia 41,5 ± 11,45 tahun direkrut menjadi subjek penelitian. Median skor Glogau adalah 3 (2 – 4). Rerata DPAS adalah 28,5 ± 5,59. Pada seluruh SP didapatkan tampilan klinis lentigo, hypo-hyperpigmented macule, telangiectasis, deep wrinkles, dan superficial wrinkles. Terdapat korelasi positif sedang bermakna antara skala Glogau dan DPAS (r = 0,536; p = 0,002). Terdapat korelasi positif sedang bermakna antara skala Glogau dan DPAS untuk komponen kerutan (r = 0,512; p = 0,004) dan pigmentasi (r = 0,486; p = 0,007). Kesimpulan: Semakin tinggi skor DPAS, semakin tinggi skala Glogau. Korelasi positif sedang bermakna antara skor Glogau dan DPAS ditemukan baik pada komponen kerutan maupun pigmentasi. DPAS dapat menjadi alat bantu diagnosis yang reliabel, mudah, praktis, dan cepat untuk mengidentifikasi proses photoaging.

Background: Photoaging is characterized by the changes of structures and functions of the skin, which is predominantly caused by ultraviolet (UV) radiation. Individuals who live in the area with high sun exposure are more susceptible to photoaging, for example those living in coastal area. To date, there has been no gold standard for the identification of photoaging. The most commonly used subjective assessment is Glogau scale. Dermoscopy Photoaging Scale (DPAS) is an objective and non-invasive diagnostic tool for photoaging identification. Objective: To analyze the correlation of photoaging profiles based on Glogau scale and DPAS in a coastal population. Methods: This analytic descriptive study with cross-sectional design was conducted at work area of Cilincing Municipal Health Center, DKI Jakarta in October 2022. The inclusion criteria were individuals living in coastal area, aged ≥ 20 years old, having Fitzpatrick skin type III – V, having an occupation with high risk of photoaging and mean duration of sun exposure of ≥ 3 hours per day. Subjects with other skin disorders, using drugs affecting skin aging and dyschromia in the past one month, and undergoing medical esthetic procedure in the last six months were excluded. History taking and physical examination were performed to assess the photoaging scale based on Glogau scale. Dermoscopic examination was performed according to DPAS criteria. Spearman correlation test was used to assess the correlation between Glogau scale and DPAS with p-value < 0.05 considered statistically significant. Results: A total of 30 individuals with mean age of 41.5 ± 11.45 years old were recruited. Median Glogau scale was 3 (2 – 4). Mean DPAS score was 28.5 ± 5.59. Lentigo, hypo-hyperpigmented macule, telangiectasis, deep wrinkles, and superficial wrinkles were identified in all subjects. There was moderate positive correlation between Glogau scale and DPAS (r = 0.536; p = 0.002). There were moderate positive correlations between Glogau scale and DPAS for wrinkle (r = 0.512; p = 0.004) and pigmentation (r = 0.486; p = 0.007) components. Conclusion: The higher DPAS score, the higher Glogau scale. Moderate positive correlations were significant between Glogau scale and DPAS score for both wrinkle and pigmentation components. DPAS can be a reliable, easy, practical, and fast diagnostic tool for photoaging identification."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library