Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhita Octriani
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang. Dermatitis pada tangan akibat kerja DTAK bersifat kronis, memiliki prognosis buruk, dan berdampak signifikan terhadap aspek psikososial dan pekerjaan. Prevalensi dermatitis kontak pada tenaga kerja bongkar muat TKBM Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta adalah sebesar 24,3 , dengan lesi di tangan 47,1 . Penggunaan alat pelindungdiri APD masih belum cukup untuk mengatasi masalah ini, sehingga dibutuhkan intervensi lain. Penggunaan pelembap untuk memperbaiki sawar kulit dipertimbangkan efektif untuk mencegah keparahan DTAK.Metode. Penelitian ini adalah kuasi eksperimental satu kelompok. Intervensi dilakukan dengan menggunakan gliserin 10 dalam vaselin album sekali sehari setelah bekerja selama 14 hari.Hasil. Rerata nilai transepidermal water loss TEWL setelah intervensi 11,4 3,8 g/m2/jam lebih rendah dibandingkan rerata nilai TEWL awal 14,2 4 g/m2/jam , dengan perbedaan rerata nilai TEWL sebesar 2,8 2,9 g/m2/jam p= 0,000 95 CI 1,5-4,1 . Median nilai hand eczema severity index HECSI setelah intervensi 9,5 3-34 lebih rendah dibandingkan median skor HECSI awal 29,5 6-80 , dengan perbedaaan rerata skor HECSI sebesar 19,5 -2-46 p= 0,000 . Korelasi antara perubahan nilai TEWL dan perubahan skor HECSI tidak bemakna p= 0,476 dengan kekuatan korelasi sangat lemah r= 0,160 . Variabel exposure rating tahunan debu semen berhubungan dengan perubahan skor HECSI p= 0,002 . Setelah intervensi seluruh lesi di jari-jari, telapak tangan, punggung tangan dan pergelangan tangan mengalami perbaikan yang bermakna.
ABSTRACT Background. Occupational hand dermatitis OHD is chronic, has a poor prognosis, and significantly affects psychosocial and occupational aspects. The prevalence of contact dermatitis of loading dockworkers at Port Sunda Kelapa Jakarta was 24,3 and 47,1 lesion was on the hands. The use of personal protective equipment PPE is deemed inadequate to solve this problem, thus requiring other intervention. Using moisturizer for improvement of skin barrier is considered to be effective for preventing severity of occupational hand dermatitis.Method. The study design was quasi experimental one group pre and post test design. The 14 days intervention was performed on the loading dockworkers by instructing them to apply 10 glycerin in vaseline album on their hands once daily after working.Result. The mean value of transepidermal water loss TEWL after intervention 11.4 3.8 g m2 hour was lower than the mean value of TEWL before the intervention 14.2 4 g m2 hour . The TEWL mean difference was 2.8 2.9 g m2 hour p 0.000 95 CI 1.53 4.1 . The median value of hand eczema severity index HECSI after intervention 9.5 3 34 was lower than the median value of HECSI before the intervention 29,50 6 80 . The HECSI mean difference was 19.5 2 46 p 0,000 . The correlation between TEWL changes and HECSI changes was not significant p 0.476 and the correlation strength was very weak r 0.160 . Annual exposure rating of cement dust associated with the HECSI changes p 0,002 . After intervention, all lesions on the fingers, palms, back of hand and wrist were significantly improved p 0,05 , except for the finger tips. Additional analysis showed that the commonly found morphology of the lesion was infiltrate papule, scaling and erythema. After intervention, the severity score of the morphology lesions was also significantly decreased p 0,05 .Conclusion. Once daily application of 10 glycerin in vaseline album for 14 days could improved skin barrier function and the severity of OHD, thus can be advised for loading dockworkers with high annual exposure rating of cement dust.
2018
T58848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
616.51 DER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit , 2009
616.51 DER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Lestari
Abstrak :
PT Inti Pantja Press Industri (IPPI) sebagai perusahaan yang bergerak dibidang otomotif khususnya pressing body dan chasis mobil, menggunakan bahan kimia iritan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit pekerja. Selain bahan kimia yang digunakan, berbagai penyebab tidak langsung (indirect causes) yang terdapat dalam diri pekerja juga memiliki potensi untuk memperparah penyakit dermatitis kontak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak. Disain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan pendekatan kuantitatif yang kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan hubungan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Objek penelitian ini adalah populasi pekerja yang menggunakan bahan kimia. Populasi tersebut berjumlah 80 orang yang berasal dari empat bagian kerja yaitu pekerja di bagian produksi (handwork), maintenance (plant service dan die shop), quality control, dan inventory finish part (pemberian anti rust). Sampel yang diteliti meliputi seluruh pekerja dari keempat bagian kerja tsb, sehingga tidak dilakukan pemilihan sampel. Metode untuk pengumpulan data adalah kuesioner dimana responden diminta untuk mengisi sendiri kuesioner yang dibagikan (self-completion questionnaire). Pekerja di PT IPPI yang mengalami dermatitis kontak berjumlah 39 orang (48,8%). Sebanyak empat dari tujuh faktor yang diteliti dengan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% memiliki hubungan yang bermakna dengan dermatitis kontak. Empat faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan dermatitis kontak yaitu jenis pekerjaan dengan p value 0,02 dan odds ratio 3,4 (1,305-8.641), usia dengan p value 0,042 dan odds ratio 2,8 (1,136-7,019), lama bekerja dengan p value 0,014 dan odds ratio 3,5 (1,383-9,008), riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dengan p value 0,042 dan odds ratio 5,9 (1,176-29,103). Sedangkan tiga faktor lainnya yaitu riwayat alergi, personal hygiene, dan penggunaan APD tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna.
Factors Related to Contact Dermatitis on Workers at PT Inti Pantja Press Industri. PT Inti Pantja Press Industri (IPPI) is an automotive manufacturing industry for car pressing body and car chassis. In the manufacturing process, its uses a variety of chemicals which may cause contact dermatitis for workers. There are other factors which may cause the contact dermatitis to workers worsen including indirect causes. The objective of this research is to investigate factors related to contact dermatitis in workers at PT IPPI. Research is conducted using a cross sectional design with quantitative approach which describe factors affecting the development of workers contact dermatitis. Research subjects are all the worker who uses chemicals during the work process (80 workers) consists from 4 (four) different sections: production (handwork), maintenance (plant service and die shop), quality control, and inventory finish part. Methodology used for data collection was using a questionnaire in which respondents were asked to fullfill a self-completion questionnaire. Results suggested that workers at PT IPPI experienced contact dermatitis are 39 workers (48,8%). There are 4 (four) factors were investigated using chi-square test (95% level of confidence) which are significantly related to contact dermatitis, including: type of work {p value 0,02, odds ratio 3,4 (1,305-8,641)}; age {p value 0,042, odds ratio 2,8 (1,136-7,019)}; working period {p value 0,014, odds ratio 3,5 (1,383-9,008)}; history of dermatitis at previous workplace {p value 0,042, odds ratio 5,9 (1,176-29,103)}. Factors which are not related to contact dermatitis are history of allergy, personal hygiene, and the use of PPE (Personal Protective Equipment).
Depok: Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Herliani Sudardja
Abstrak :
Latar Belakang. Indonesia adalah negara agraris dengan 45 % penduduknya bekerja sebagai petani. Untuk meningkatkan hasil pertanian, melindungi tanamannya dari serangan hama, serta memelihara mutu tanahnya, petani banyak menggunakan pestisida. Salah satu penyakit akibat pajanan pestisida adalah dermatitis kontak yang angka prevalensinya pada petani di Indonesia belum diketahui. Karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak pada petani, khususnya petani sayur, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Metode. Penelitian ini menggunakan disain krosseksional dengan jumlah subyek penelitian 436 orang petani sayur dari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Pengumpulan data dilaksanakan sejak September sampai Nopember 2002. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 10. Hasil. Ditemukan 40 orang (9.2 %) penderita dermatitis kontak klinis dan 72 orang (16.5 %) penderita dermatitis kontak subyektif. Risiko terjadinya dermatitis kontak (klinis dan subyektif) dipengaruhi oleh faktor kerja langsung dengan pestisida (OR = 8.636), riwayat atopi (OR = 2.519), dan bentuk formula pestisida yang digunakan (OR = L589). Risiko terjadinya dermatitis kontak klinis dipengaruhi oleh faktor riwayat atopi (OR = 2,998) dan bentuk formula pestisida yang digunakan (OR = 1065). Terhadap risiko terjadinya dermatitis kontak subyektif tidak ditemukan faktor yang dominan berpengaruh. Kesimpulan. Ditemukan prevalensi dermatitis kontak pada petani sayur sebesar 25.7 %. Hubungan antara pajanan pestisida organofosfat dengan dermatitis kontak pada petani sayur di Kecamatan Lembang dipengaruhi oleh faktor kerja langsung dengan pestisida, jumlah tugas saat bekerja dengan pestisida, bentuk formula pestisida yang digunakan, serta riwayat atopi.
The Correlation between Organophosphate Pesticide Exposure and Contact Dermatitis among Vegetable Farmers in the District of LembangBackground. Indonesia is an agricultural country, in which about 45 % of its populations are farmers. To improve the harvest, to prevent pests attack, and to maintain the fertility of their land , they use very large amount of pesticides. No prevalence data on contact dermatitis caused by exposure to pesticide among Indonesian farmers is currently available. So, a research to find the prevalence of contact dermatitis among farmers, especially vegetable farmers, and other influential factors was proposed. Method. Cross sectional design was used. The subjects consisted of 436 vegetable farmers from Lembang Subdistrict of Bandung District. Data collecting was performed from September to November 2002, and processed by utilizing SPSS 10 program. Result. 40 persons (9.2 %) suffered from clinical contact dermatitis and 72 persons (16.5 %) from subjective contact dermatitis. The risks of contact dermatitis (clinical and subjective) was influenced by direct work with pesticides (OR = 8.636), atopic history (OR = 2.519), and the pesticide formulations (OR = 1.589). While clinical contact dermatitis was influenced by atopic history (OR = 2.998) and pesticide formulations (OR = 2.065). No dominant factor that influenced the risk of subjective contact dermatitis was found. Conclusion. The prevalence of contact dermatitis among vegetable farmers was 25.7 %. The correlation between organophosphate exposure and contact dermatitis among vegetable farmers in the District of Lembang were influenced by the direct work with pesticides, the number of tasks while working with pesticides, the pesticide formulations, and the atopic history.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 8371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Kamsah
Abstrak :
Ruang lingkup dan metodologi penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi DKIK-T serta hubungan faktor endogen seperti umur, jenis kelamin, atopi dan faktor eksogen yang meliputi masa kerja, lama pajanan, kebersihan tangan setelah kerja, APD ( sarung Langan ) terhadap terjadinya DKIK-T. Penelitian ini merupakan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan faktor endogen dan faktor eksogen terhadap terjadinya DKIK-T. Desain yang digunakan adalah studi cross-sectional. Hasil penelitian Dari 107 responden yang menderita DKIK-T sebanyak 70 orang ( 65A % ). Faktor endogen yaitu umur, riwayat atopi dan faktor eksogen; masa kerja, lama pajanan, pH iritan mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya DKIK-T. Penggunaan APD ( sarung tangan ) mempunyai peran sebagai protektan terhadap terjadinya DKIK-T Pendidikan yang rendah meningkatkan risiko terjadinya DKIK-T, sedangkan jenis kelamin, kebersihan tangan pasca kerja tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna dengan terjadinya DKIK-T. Kesimpulan Prevalensi DKIK-T pada PKL di RS X Jakarta adalah 65.4 %. Faktor endogen dan eksogen yaitu umur, riwayat atopi, masa kerja, lama kerja, pH iritan merupakan faktor risiko terjadinya DKIK-T, sedangkan jenis kelamin dan kebersihan tangan pasca kerja bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya DKIK-T.
Prevalens And Factor In Related To Cumulative Contact Irritant Dermatitis Hand In Cleaning Service Workers At RS X JakartaScope and methodology The aim of this study is to find the prevalence of cumulative contact irritant dermatitis hands in cleaning service workers and the relationship with endogen factors as: age, sex, history of atopi and exogen factors as; working time, length of work, washing hand practice post work and hand gloves protection. The design of study is cross-sectional but analysis was conducted to identify the relationship with above endogen and exogen factor. Result : 70 respondent out of 107 cleaning service workers ( 65.4 % ) sufferet from cumulative contact irritant dermatitis hand. The result showed that is relationship between age, history of atopi, working time, length of work, pH irritant with cumulative contact irritant dermatitis hand. The usage of personal protection equipment such us gloves indicaties a protective effect. Low- level education in creased the risk of cumulative contact irritant dermatitis hand. No relationship between sex, washing hand post work with as an cumulative contact irritant dermatitis hand was found. Conclusion : Prevalence rate of cumulative contact irritant dermatitis hand is 65.4 % Age, history of atopi, working time, length of work, pH irritant the risk factor for the development of cumulative contac irritant dermatitis hand.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Sinatra Luwia
Abstrak :
Scope and method of study : The skin is the most commonly injured organ in industry to day with a clinical manifestation as contact dermatitis caused by chemical substances especially nickel and chrome. A knowledge of the role of risk factors on contact dermatitis is obviously very important to prevent the disease. This study involved 228 workers in the key manufacturing in Tangerang, west Java. It is necessary to observe all step of production, attitude of the employee and the environment parameters as temperature, humidity, metal & dust concentration in the working environment to prevent the outcome of the disease. All workers undergo clinical examination, while patch test to nickel & chromium were done to suspected cases of allergic contact dermatitis. Findings and conclusions : Prevalence of contact dermatitis is found in 46 workers (20,17 %), which consist of 20 (8,8 %) allergic contact dermatitis ; 11 (4,8 %) irritant contact dermatitis and 15 (6,6 %) other dermatitis aggravated for contact dermatitis. The results of patch test to nickel is positive in 7 cases (30 %) from 20 cases and chrome in 4 cases (20 %) from 20 cases. The most risk factors for contact dermatitis are low education, history of allergy and cleaning up after working.
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Kulit merupakan organ tubuh yang paling banyak mendapat trauma dalam dunia industri antara lain bermanifestasi dalam bentuk dermatitis kontak, kelainan tersebut di antaranya disebabkan oleh logam nikel dan krom, yang pemajanannya ditemukan di pabrik kunci. Untuk mengurangi dampak yang terjadi perlu diketahui faktor-faktor yang berperan pada terjadinya dermatitis kontak dalam proses pembuatan kunci agar dapat dilaksanakan usaha-usaha pencegahannya. Penelitian ini meliputi 228 tenaga kerja di bagian produksi pabrik kunci, dengan mempelajari proses yang terdapat di tiap bagian produksi, perilaku tenaga kerja dan mengukur beberapa parameter lingkungan yaitu panas, kelembaban, kadar logam dan debu. Anamnesa dan pemeriksaan kulit dilakukan terhadap semua . pekerja sedangkan perlakuan uji tempel terhadap nikel dan krom hanya pada kelompok yang diduga menderita dermatitis kontak alergi. Hasil dan Kesimpulan : Prevalensi dermatitis kontak mencapai 46 tenaga kerja (20,17 %) terdiri atas 20 (8,8 %) dermatitis kontak alergi. ; 11 (4,8 %) dermatitis kontak iritan dan 15 (6,8 7) dermatitis lain yang mempermudah terjadinya dermatitis kontak. Hasil uji tempel terhadap nikel 7 kasus (30%) positip dari 20 kasus dan terhadap krom 4 kasus (20%) positip dari 20 kasus. Faktor yang paling berperan untuk terjadinya dermatitis kontak ialah adanya faktor pendidikan yang rendah, riwayat alergi dan perilaku, cuci tangan setelah bekerja.
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Ruhdiat
Abstrak :
Penyakit kulit akibat kerja merupakan tiga besar penyakit akibat kerja yang banyak dilaporkan. Penyebab yang paling banyak terjadinya dermatitis kontak dengan bahan kimia, yang menyebabkan dermatitis kontak sebanyak 80%. Dermatitis kontak akibat kerja akan menyebabkan gangguan kenyamanan dan penurunan produktifitas kerja sehingga perlu diketahui dan dikendalikan. Penelitian ini merupakan sebuah observasi bersifat deskriptif yang dilihat secara cross sectional di laboratorium kimia di Jawa Barat tahun 2006. Tujuan utama untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja laboratorium kimia di PT Sucofindo. Dengan subyek penelitian adalah populasi pekerja analis. Seluruh subyek di wawancarai dengan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan fisik ujud kelainan kulit. Suhu dan kelembaban udara dilihat dari data sekunder yang dilakukan oleh perusahaan setiap bulan. Dari 61 subyek penelitian yang diwawancara dan diperiksa, 100% kontak dengan bahan kimia, 86,86% dermatitis kontak akibat kerja, dengan insidensi rate sebesar 75,41 per seratus pekerja dan prevalensi rate sebesar 86,88 perseratus pekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak, dan pemakaian APD (sarung tangan dan jas lab). Resiko terjadinya dermatitis kontak, sebesar 116 kali pada pekerja tanpa APD, sebesar 3,9 kali pada pekerja dengan riwayat atopi, dan sebesar 0,4 kali pada pekerja mempunyai perilaku mencuci tangan. Kesimpulannya adalah insidensi dan prevalensi rate dermatitis kontak akibat kerja di PT Sucofindo Laboratorium masih tinggi. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah adanya kontak, pemakaian alat pelindung diri, lama kontak dan frekuensi kontak, dengan faktor yang paling dominan adalah pemakaian alat pelindung diri. Saran-saran perlu ditingkatkannya kepedulian manajemen terhadap bahaya kontak dengan bahan kimia. Melakukan review standar operasi prosedur pemakaian sarung tangan menurut jenis dan kegunaannya. Training bagi semua pekerja mengenai bahaya kontak bahan kimia, dan perlu peningkatan program peduli kesehatan kulit sebagai upaya preventif terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
Work related skin disease is reported as top three of occupational disease. The most happening of occupational contact dermatitis due to contact with chemicals, causing contact dermatitis as approximately 80%. Occupational contact dermatitis will influence work and reduce productivity therefore it is important to recognize and controlled.This research represent a observation have the character of descriptive seen by cross sectional at a chemical laboratory in West Java in 2006. Especial target: to see factors influencing occupational contact dermatitis at worker of chemical laboratory in PT Sucofindo. By subject research is worker of analyst at chemical laboratory. All subject in holding an interview with using questioner and conducted by physical examination of existence of husk disparity. Temperature and humidity are obtained from data of secunder done by company each month. From 61 subject of research interviewed and checked, 100% contact with chemicals, 86,86% occupational contact dermatitis, by incidence rate equal to 75,41 1 100 workers and prevalence rate equal to 86,88 1 100 worker. Factors influencing the happening of contact dermatitis duration of contact, frequency of contact, and usage personal protective equipment (gloves and lab coat). Risk of contact dermatitis, equal to 116 times worker without personal protective equipment, equal to 3,9 times of worker with history atopy, and equal to 0,4 times worker have personal hygiene. Conclusion of research is still height rate of incidence and prevalence rate of occupational contact dermatitis in PT Sucofindo Laboratory. The most dominant factors is usage of personal protective equipment (gloves and lab coat). With suggestion require to improve of caring management to dangerous chemical especially it contact with them. Standard operating procedures must be reviewed usage of gloves according to his usefulness and type. Training must be conducted to improve appropriate program in order to prevent occupational contact dermatitis.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Nuraga
Abstrak :
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada industri dimana dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dermatitis kontak akibat kerja terjadi oleh karena pekerja kontak dengan bahan kimia termasuk Iogam sehingga menimbulkan kelainan kulit yaitu dermatitis kontak akibat kerja. Tujuan utama penulisan ini adalah untuk diketahuinya factor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja yang terpajan bahan kimia di PT Moric Indonesia Cibitung Jawa Barat tahun 2006. Penelitian bersifat deskriptif. Subyek penelitian diambil secara acak dengan stratified random sampling yang berjumlah 54 responden. Hasil dari penelitian yang semuanya kontak dengan bahan kimia termasuk logam, 74,07% (40 pekerja) mengalami dermatitis kontak akibat kerja : akut 25,92% 14 pekerja, sub akut 38,9% (21 pekerja), dan kronik 9,25% (5 pekerja) adalah subyek penelitian yang mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan analisis statistic multivariat terdapat 3 faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini yaitu: lama kontak, frekuensi kontak, dan yang paling dominan adalah penggunaan alat pelindung diri (APD). Kesimpulan dari penelitian ini adalah insidensi rate 64,81% per seratus pekerja, dan prevalensi rate 74,07% per seratus pekerja, Untuk meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja dengan penggunaan sarung tangan yang tepat, berdasar pengetahuan pekerja yang baik.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam upaya memelihara kebersihan tubuh bayi dan anak, pemakaian popok merupakan cara yang telah lama dikenal karena praktis, efektif, dan higienis untuk menampung urin dan feses agar tidak mengotori kulit sekitarnya. Namun sesungguhnya kulit bayi dan anak kurang siap untuk mengatasi keadaan yang dapat timbal akibat kontak lama antara kulit dengan urin dan feses karena pemakaian popok tersebut. Pemakaian popok dapat menyebabkan perubahan kelembaban kulit akibat peningkatan hidrasi kulit dan pH yang secara fisik menurunkan integritas kulit. Hal tersebut menyebabkan kulit rentan terhadap kerusakan akibat pengaruh mekanik, kimia, iritasi, enzim, serta infeksi bakteri dan jamur. Suatu studi pada tahun 1986 menunjukkan sekitar lima puluh persen bayi pernah terjangkit kelainan dermatitis popok dalam berbagai tingkat keparahan; insiderisnya berkisar antara 7-35% dan prevalensi tertinggi didapatkan pada usia 8-12 bulan.3 Prevalensi yang bervariasi ini disebabkan tidak semua kasus dermatitis popok dikonsultasikan ke dokter. Sebagian besar kasus ditemukan bersamaan dengan penyakit lain yang diderita bayi tersebut. Dermatitis popok adalah salah satu jenis dermatitis pads bayi yang merupakan akibat langsung dan pemakaian popok. Banyak faktor yang berperan sebagai etiologi maupun pencetus dermatitis popok. Mengingat adanya berbagai penyebab dan pencetus maka pengobatan standar untuk dermatitis popok adalah pemberian emolien contohnya lanolin. Kegunaanemolien dalam pengobatan dermatitis popok adalah untuk menjaga kulit dari gesekan dan kontak langsung dengan urin serta menjaga kebersihan kulit. Untuk menjaga kebersihan kulit secara optimal digunakan sabun. Sabun dikenal sebagai salah satu zat yang memiliki daya kerja antibakteri melalui aktivitas tegangan permukaannya. Sebagian besar sabun umumnya mempunyai pH tinggi (pH 75), sedangkan untuk dermatitis popok diperlukan sabun yang mempunyai pH lebih rendah. Formula sabun dengan pH rendah umumnya terdiri dari asam laktat dan laktoserum. Selain sebagai emolien, asam laktat juga berfungsi untuk mempertahankan keasaman kulit sehingga mempunyai daya proteksi terhadap infeksi, sehingga disebut sebagai antimikroba alaaiiah. Sedangkan laktoserum merupakan ekstrak susu alami yang dapat meningkatkan kapasitas buffer asam laktat, mempertahankan keseimbangan keratogenesis secara alarm, dan memperkuat kerja asam laktat. Fernando (1985) menggunakan asam laktat dan laktoserum sebagai terapi ajuvan dalam perawatan infeksi dermatosis. Sedangkan Daniel (1984) meneliti asam laktat dan laktoserum untuk pengobatan dermatitis popok selama 15 hari dengan hasil yang memuaskan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>