Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Holdeno Putra Aqhsal
"Tindak terorisme sebagai tindakan yang dapat merugikan masyarakat dan negara merupakan masalah yang harus dihadapi oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui lembaga-lembaga negara sudah berusaha melakukan tahapan penanganan tindak terorisme baik secara preventif maupun kuratif, salah satunya ialah melalui program deradikalisasi yang dijalankan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan pembinaan yang dilakukan oleh Lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Namun, penanganan yang dilakukan juga belum dapat dikatakan sempurna serta tidak jarang mengesampingkan aspek kesejahteraan para narapidana terorisme (Napiter) seperti pembinaan yang tidak berjalan, perlakuan petugas yang tidak merata, dan pelayanan yang tidak maksimal. Napiter harus mengalami kondisi tidak berfungsi secara sosial selama menjalani masa tahanannya seperti tidak mampu menjalani perannya di masyarakat, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, dan juga ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah. Ketidakberfungsian tersebut diperparah dengan adanya stigma yang harus mereka hadapi ketika masa tahanannya selesai. Kondisi tersebut memicu Yayasan Ruang Damai melalui program Aksi Damai untuk berusaha menjaga dan mengupayakan kesejahteraan dari para narapidana terorisme melalui pemberian pendampingan sosial yang dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi para Napiter binaan dengan harapan dapat memberikan dampak yang maksimal. Kondisi ketidakberfungsian yang dihadapi oleh Napiter dan adanya upaya pendampingan tersebut mendasari dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini dijalankan pada rentang waktu februari-juni 2024 di Yayasan Ruang Damai dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Gunung Sindur. Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat dan mendeskripsikan peran Ruang Damai dalam memberikan pendampingan sosial bagi para narapidana terorisme yang sedang menjalani proses deradikalisasi. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pembinaan yang dilakukan membawa manfaat bagi Napiter. Namun, masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan sosial Napiter. Pembinaan yang dilakukan pun belum mencakup kehidupan pasca penahanan dan hanya berfokus pada paham agama dari Napiter. Ruang Damai melalui pendampingan sosial Aksi Damai berusaha memenuhi kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh pihak Lapas dan berusaha memberikan dampak di ranah pemahaman serta kemampuan dari Napiter untuk dapat berfungsi secara sosial ketika kembali ke masyarakat. Pendampingan sosial yang dilakukan mendapatkan tanggapan positif dari Napiter dan juga dirasa mampu membantu mereka dalam mencapai kesejahteraannya terutama di ranah psikologis dan sosial.

Terrorism, as an act that can harm society and the state, is a problem faced by all countries in the world, including Indonesia. The Indonesian government, through its state institutions, has made efforts to handle terrorism both preventively and curatively. One of these efforts is the deradicalization program implemented by BNPT (National Counterterrorism Agency) and rehabilitation conducted by penitentiaries (Lapas). However, the handling measures are still imperfect and often neglect the welfare of terrorist inmates (Napiter), such as ineffective rehabilitation, unequal treatment by officers, and inadequate services. Terrorist inmates often experience social dysfunction during their imprisonment, including the inability to fulfill their roles in society, meet their basic needs, and solve problems. This dysfunction is exacerbated by the stigma they face upon release. These conditions have prompted the Ruang Damai Foundation, through its Aksi Damai program, to strive to maintain and promote the welfare of terrorist inmates by providing social assistance tailored to their needs and conditions, aiming for maximal impact. The dysfunction faced by the inmates and the assistance efforts form the basis of this study. Conducted from February to June 2024 at the Ruang Damai Foundation and Gunung Sindur Class IIA Penitentiary, this qualitative research aims to examine and describe the role of Ruang Damai in providing social assistance to terrorist inmates undergoing deradicalization. The study found that the rehabilitation efforts benefit the inmates but still fail to meet their basic needs and social welfare comprehensively. The rehabilitation focuses mainly on the religious beliefs of the inmates, without addressing their post-imprisonment life. Ruang Damai, through its Aksi Damai social assistance, strives to fulfill the unmet needs by the penitentiary and aims to impact the inmates' understanding and ability to function socially when they return to society. The social assistance has received positive feedback from the inmates and is perceived as helpful in achieving their welfare, especially in psychological and social aspects."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Yosita Perdana
"Tindak pidana terorisme yang berkembang di Indonesia tidak hanya ditangani dengan upaya represif, tetapi juga dengan deradikalisasi. Metode deradikalisasi bertujuan untuk mengubah paham radikal menjadi paham non radikal dan normal. Teori yang digunakan dalam penulisan ialah Teori Motivasi Kebutuhan, Teori Tindakan Sosial, Konsep Manajemen, dan Analisis SWOT. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif. Deradikalisasi membutuhkan peran dari instansi terkait seperti Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Komunitas Sosial. Disarankan agar Densus 88 Anti Teror dapat memaksimalkan pengimplementasian metode deradikalisasi baik kepada narapidana teroris maupun keluarga narapidana teroris sehingga terorisme di Indonesia semakin berkurang.

The growing crime of terrorism in Indonesia is not only dealt by repressive efforts, but also by deradicalization. The deradicalization method aims to convert radical to non-radical and normalism. Theories used in this thesis is the Theory of Motivation Needs, Social Action Theory, Management Concepts, and SWOT Analysis. The approach used is qualitative approach. Deradicalization requires the role of relevant agencies such as Correctional Institution, Ministry of Religious Affairs, the National Agency for Counter-Terrorism, and the Social Community. It is recommended that Special Detachment Anti-Terror can maximize the implementation of deradicalization methods both to terrorist prisoners and families of terrorist prisoners so that terrorism in Indonesia is diminishing."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Indrawan
"Deradicalization programs have been implemented in Indonesia since 2012. This program employs preventive paradigm in implementing the policies it produces. During the seven years of implementation, deradicalization experienced challenges and obstacles. So far, there are many critics addressed to deradicalization program, such as criticism toward the lack of budget, prison facilities, deradicalization materials provided to terror convicts, post-deradicalization follow-up, as well as negative public reception on the idea of ex-terror convicts returning to society. These problems are hampering the effectiveness of deradicalization program. This paper employs theory of deradicalization and theory of effectiveness. It employs qualitative method with deductive and conceptual analysis, and the data is obtained through literature studies. This paper aims to see the effectiveness of deradicalization program carried out by National Agency for Combating Terrorism (BNPT) toward terror convicts in Indonesia."
Bogor: Indonesia Defense University, 2019
355 JDSD 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Haryono
"Tahap akhir dari deradikalisasi yaitu reintegrasi sosial. Rentegrasi sosial bertujuan untuk membantu mantan narapidana terorisme untuk kembali ke masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi masyarakat Bekasi dalam menerima mantan narapidana terorisme serta untuk memberikan rekomendasi bagi instansi terkait terorisme serta masyarakat terkait pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung program reintegrasi sosial bagi mantan narapidana terorisme. Kota Bekasi dipilih karena banyak mantan narapidana terorisme yang bebas dari lapas khusus kelas IIB Sentul pulang ke Bekasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah mixed methods. Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama yang berada di tiga kelurahan di Kota/Kabupaten Bekasi. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 100 responden yang berada di Kota Bekasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reintegrasi sosial mantan narapidana terorisme dapat terhambat dikarenakan masih adanya pelabelan dan penolakan dari masyarakat terhadap mantan narapidana terorisme. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat guna mendukung program reintegrasi sosial mantan narapidana terorisme dapat dilakukan dengan membuat pelabelan lanjutan yang positif berdasarkan teori pelabelan, meningkatkan pertahanan diri dari dalam dan pertahanan diri dari luar mantan narapidana terorisme berdasarkan teori pertahanan dan melakukan penguatan terhadap ikatan sosial antara mantan narapidana terorisme baik dengan keluarga maupun dengan masyarakat berdasarkan teori ikatan sosial atau kontrol sosial.
.....The final stage of deradicalization is social reintegration. Social reintegrasion aims to helps former terrorism convicts to return to society. The purpose of this research is to analyze the perception of Bekasi society in accepting former terrorism convicts and to provide recommendations for terrorism-related agencies and the community regarding the importance of increasing public awareness in supporting social reintegration programs for former terrorism convicts. Bekasi was chosen because many former terrorism convicts who were released from Sentul Class IIB Special Prison returned there. This study is used by mixed methods. The qualitative method was carried out through interviews with community leaders and religious leaders in 3 sub-districts in Bekasi City/Regency. The quantitative method was carried out by distributing questionnaires to 100 respondents in Bekasi City. The results of this study show that the social reintegration of former terrorism convicts can be hampered because there is still labeling and rejection from society of former terrorism convicts. Therefore, to increase public awareness to support the social reintegration program of former terrorism convicts can be done by creating new positive labeling based on labeling theory, strengthening inner containment and outer containment of former terrorism convicts based on containment theory and strengthening social bond between former terrorism convicts both with their families and the society based on the theory of social bond.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Muchzin Guntur Muarif
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan modus operandi residivis terorisme kasus bom Thamrin dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian ini adalah teori jejaring aktor dan differential association theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data penelitian ini dikumpullkan melalui wawancara secara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi. Adapun sumber informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 8 (delapan) sumber informan meliputi Pelaku residivis terorisme kasus bom Thamrin, Pihak Lapas, BNPT, Densus 88 Anti Teror, dan teman pelaku, serta peneliti yang pernah meneliti kedua pelaku residivis terorisme. Teknik analisis data penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis data kualitatif meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi data. Hasil dari penelitian ini adalah modus operandi yang dilakukan dalam kasus bom Thamrin adalah melakukan penyerangan langsung dan melakukan aksi bom bunuh diri yang sasaran utamanya adalah Pemerintah dan Kepolisian yang dianggap sebagai anshar thogut serta masyarakat yang mereka anggap bertentangan dengan paham dan keyakinan kelompok mereka. Adapun faktor yang mempengaruhi fenomena residivis terorisme dalam kasus bom Thamrin adalah faktor ideologi. Disamping itu para pelaku residivis terorisme ini menolak dengan tegas untuk mengikuti program deradikalisasi sehingga pemahaman dan keyakinan mereka selama di dalam Lapas tidak berkurang sehingga melakukan kembali aksi teror

This study aims to explain the modus operandi of recidivism in terrorism in the Thamrin bombing case and identify the factors that influence it. The theory used as an analysis tool in this research is actor network theory and differential association theory. This study uses a qualitative approach. The data for this research were collected through in-depth interviews, documentation studies, and observation. The sources of informants in this study were 8 (eight) sources of informants including recidivists of terrorism in the Thamrin bombing case, Penitentiary, BNPT, Densus 88 Anti-Terror, and friends of the perpetrators, as well as researchers who had studied the two recidivists of terrorism. The data analysis technique of this research was carried out using qualitative data analysis techniques including data reduction, data presentation, and drawing conclusions/data verification. The result of this study is that the modus operandi used in the Thamrin bombing case was to carry out direct attacks and carry out suicide bombings whose main targets were the Government and the Police who were considered as anshar thogut and the people who they considered contradicted their group's understandings and beliefs. The factor influencing the phenomenon of recidivism in terrorism in the Thamrin bombing case is the ideological factor. Besides that, these recidivists of terrorism firmly refuse to take part in the deradicalization program so that their understanding and belief while in prison is not reduced so that they commit acts of terror again."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Solihuddin
"Program penanggulangan terorisme dilaksanakan dengan pendekatan keras dan lunak. Jika dilihat pendekatan keras hanya menyelesaikan gejala kausatik tidak sampai akar terjadinya. Pemerintah juga melakukan rehabilitasi serta reintegrasi ke masyarakat serta kerjasama antar lembaga diterapkan dalam mengatasi pelaku tersebut. Meskipun banyak keberhasilan dari pendekatan lunak dalam program deradikalisasi masih ada mantan narapidana terorisme yang melakukan kembali perbuatannya. Oleh karena itu, penggunaan pengalaman mantan narapidana teroris, yakni Sofyan Tsauri dapat menjadi cara alternatif. Penulis menggunakan teori konversi ideologi dalam melihat perubahan ideologi pada individu. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis proses deradikalisasi mantan narapidana terorisme, yakni Sofyan Tsauri, untuk memahami perjalanan ideologinya. Sehingga mampu dijadikan agen perubahan untuk narapidana terorisme maupun mantan napi teroris. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan mengedepankan pendekatan life history atau lebih melihat kepada sejarah hidup dari individu yang ingin diteliti. Pendekatan ini untuk memahami pengalaman manusia dan bagaimana pihak lain terlibat dalam kehidupan mereka. Perjalanan ideologi ini dimulai dari kehidupan Sofyan Tsauri sebelum terpapar pemahaman kekerasan, dimana ia dan keluarganya tergabung dalam kelompok Nahdlatul Ulama (NU) dan juga latar belakang keluarga yang bekerja di kepolisian. Merasa kecewa dengan sistem penegak hukum dan pemahaman yang ia telah pelajari, Sofyan akhirnya masuk dalam kelompok kekerasan. Ia membuat pelatihan di Bukit Jalin, Kota Jantho, untuk merealisasikan aksi jihad dan idad. Akhirnya ia tertangkap dan mulai mereduksi pemahaman kekerasannya dengan literasi, keluarga, dan petugas penegak hukum. Konversi pemahaman ini melalui beberapa tahapan, yakni konteks, krisis, pencarian, pertemuan, interaksi, komitmen, dan konsekuensi. Dari hal ini, Sofyan mulai memberikan sistem kepercayaan yang ia miliki kepada mantan napi terorisme. Perjalanan idologi Sofyan bisa dijadikan sebuah bentuk kontra narasi. Hal tersebut bisa terwujud karena ada kesamaan pemahaman radikal yang pernah dianut, yang akan mempermudah mendekati mantan narapidana terorisme
The hard and soft approach is the way to tackle terrorism. If you look closely, the approach only solves the causative symptoms, not to the root of the occurrence. The government also carries out rehabilitation and reintegration into the community as well as inter-institutional cooperation that is implemented in dealing with these perpetrators. Although there are many successes from the soft approach, namely deradicalization, there are still acts that carry out their actions. Therefore, using the experience of a former terrorist, namely Sofyan Tsauri, can be an alternative way. The author uses the theory of ideological conversion in ideological change of individuals. The purpose of this study is to analyze the deradicalization process of the former framework, namely Sofyan Tsauri, to understand its ideological journey. So that they can be used as agents of change for terrorism and ex-terrorist convicts. The research method used is qualitative, with a life history approach or more to the life history of the individual who wants to be studied. This approach is to understand human experience and how others are involved in their lives. This ideological journey begins with Sofyan Tsauri's life before being seen from the understanding of violence, where he and his family are members of the Nahdlatul Ulama (NU) group and also have a family background working in the police. Disappointed with the law enforcement system and the understanding he learned, Sofyan ended up joining the violent group. He conducted training in Bukit Jalin, Jantho City, to realize jihad and idad actions. Finally he succeeded and began to reduce his understanding of violence with literacy, family, and law enforcement officers. The conversion of this understanding goes through several stages, namely context, crisis, search, meeting, interaction, commitment, and consequences. From this, Sofyan gave his belief system to former terrorist convicts. Sofyan's ideological journey can be used as a form of counter-narrative. This can be realized because there is a common radical understanding that has been held, which will be difficult to reach an agreement."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Lutfi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses radikalisasi, deradikalisasi, dan desistensi pada narasumber yang terlibat dalam paham radikalisme agama. Dalam penelitian ini, kami menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap tiga narasumber yang masing-masing mewakili tiga jenis pengalaman dan faktor yang berbeda dalam terpapar dan mengadopsi paham radikal.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa narasumber terpapar paham radikalisme melalui faktor-faktor yang berbeda. Faktor-faktor ini menyebabkan narasumber merasa bahwa hanya kelompoknya yang paling benar dan orang di luar kelompoknya dianggap sebagai musuh yang perlu diperangi. Selanjutnya, penelitian ini mengungkapkan bahwa proses deradikalisasi haruslah bertahap dan melibatkan intervensi yang tepat. Bagi narasumber, perenungan, diskusi, dan pendekatan humanis dari pihak kepolisian serta pemahaman agama yang lebih luas menjadi faktor penting dalam mengubah perspektif mereka dan melihat bahwa kekerasan bukanlah jalan yang benar.Selain itu, penelitian ini juga menyoroti peran keluarga dan komunitas dalam proses desistensi. Dukungan keluarga, komunikasi positif, pengawasan, dan ikatan emosional yang kuat antara individu dan anggota keluarga telah terbukti berkontribusi pada proses desistensi dari kejahatan. Berdasarkan hasil penelitian ini, saran kebijakan yang bisa diambil adalah mendalami faktor-faktor pendorong radikalisasi, menganalisis efektivitas program deradikalisasi yang ada, serta mengembangkan program rehabilitasi dan reintegrasi sosial untuk membantu para teroris mencapai fase desistensi dari kejahatan mereka. Program tersebut harus melibatkan pendekatan edukatif, konseling, dan pendampingan jangka panjang. Dalam hal ini, pembentukan yayasan yang berfokus pada deradikalisasi dan reedukasi dianggap penting untuk membantu mantan pelaku tindak terorisme bertaubat dan menjauhi paham dan lingkungan radikal yang sebelumnya mereka pilih.

This research aims to analyze the factors influencing the processes of radicalization, deradicalization, and desistance among individuals involved in religious radicalism. The study employs a qualitative approach, conducting in- depth interviews with three participants representing different experiences and factors related to exposure and adoption of radical beliefs. The research findings indicate that individuals are exposed to radical ideologies through various factors, leading them to perceive their own group as superior and consider outsiders as enemies to be fought. Furthermore, the study reveals that the process of deradicalization must be gradual and involve appropriate interventions. For the participants, reflection, discussion, and a humane approach from law enforcement, as well as a broader understanding of religion, play crucial roles in changing their perspectives and recognizing that violence is not the correct path. The research also highlights the significance of family and community in the desistance process. Family support, positive communication, supervision, and strong emotional bonds between individuals and their families have proven to contribute to the desistance from criminal activities. Based on the research findings, policy recommendations include further exploring the driving factors of radicalization, analyzing the effectiveness of existing deradicalization programs, and developing rehabilitation and social reintegration programs to assist terrorists in reaching the desistance phase of their criminal behavior. These programs should involve educational approaches, counseling, and long-term support. In this regard, the establishment of foundations focusing on deradicalization and reeducation is considered crucial in helping former perpetrators of terrorism repent and distance themselves from their previously chosen radical beliefs and environments."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Yosua Andre
"Kurangnya perhatian dan stigma terhadap anak-anak korban terorisme membuat rantai yang tidak putus terhadap aksi terorisme. Lembaga pendidikan dan rehabilitasi yang ditujukan kepada anak korban terorisme juga tidak sepenuhnya berhasil dan terkadang menjadi faktor pendukung dari keberlanjutan terorisme. Anak dari Khairul Ghazali mengalaminya langsung yang membuat dirinya membangun Pesantren Al-Hidayah. Pesantren ini digunakannya untuk melakukan deradikalisasi dan mengembalikan kehidupan sosial anak-anak korban terorisme. Tugas karya akhir ini membahas bagaimana proses dan strategi deradikalisasi yang dilakukan di Pesantren Al-Hidayah dengan menggunakan analisis dari social bond theory milik Hirschi. Metode utamanya menggunakan analisis data sekunder terhadap hasil penelitian dan jurnal terdahulu. Dilakukan juga wawancara bersama Khairul Ghazali, namun hanya sebatas penguat argumentasi dari data sekunder yang digunakan. Hasilnya ditemukan bahwa keempat elemen ikatan sosial yaitu attachment, commitment, involvement, dan belief mampu memberikan pemahaman baru dan mencegah anak-anak korban terorisme disana memiliki ideologi radikalisme dan ekstremis. Strategi yang diterapkan di Pesantren Al-Hidayah yaitu green school, lifeskill, kelas tahfiz, dan trauma healing, secara holistik juga masuk kedalam ikatan sosial oleh Hirschi yang membantu anak-anak untuk kembali ke kehidupan normal di masyarakat.

The lack of attention and stigma towards child victims of terrorism creates an unbroken chain of acts of terrorism. Educational and rehabilitation institutions aimed at child victims of terrorism are also not entirely successful and sometimes become a supporting factor for the continuation of terrorism. The son of Khairul Ghazali experienced it firsthand, which made him build the Al-Hidayah Islamic Boarding School. He uses this pesantren to deradicalize and restore children's social life from terrorists. This final project discusses the processes and strategies for deradicalization carried out at the Al-Hidayah Islamic Boarding School using an analysis of Hirschi's social bond theory. The main method uses secondary data analysis on the results of previous research and journals. Interviews were also conducted with Khairul Ghazali, but only limited to strengthening arguments from the secondary data. The results found that the four elements of social bonding, namely attachment, commitment, involvement, and belief, could provide new understanding and prevent children who were victims of terrorism from having radicalism and extremist ideologies. The strategies implemented at the Al-Hidayah Islamic Boarding School, namely green school, life skills, tahfiz classes, and trauma healing, are also holistically included in social bonds by Hirschi, which help children to return to normal life in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elizar Ayu Putri
"Anak Kasus Terorisme yang berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II Jakarta akan kembali ke masyarakat setelah menjalani pidana. Seyogyanya negara hadir untuk melakukan intervensi sosial berbasis bukti bagi AKT di LPKA Jakarta yang mengarah pada deradikalisasi dalam rangka reintegrasi sosial yang sukses. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan model pembinaan deradikalisasi AKT yang idealnya dilaksanakan di LPKA Jakarta dengan menggunakan Program Theory dari Funnel dan Rogers (2011), strengths perspective, desistance, dan konsep deradikalisai. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur dan focus group discussion dengan mantan AKT, para petugas LPKA Jakarta dan stakeholder terkait, serta studi dokumen dan kajian literatur. Terdapat beberapa temuan penting dalam penelitian, yakni bahwa pelibatan AKT dalam terorisme dimulai dari keluarga dan peran mereka pada umumnya masih terbatas pada kategori simpatisan. Kemudian, penelitian juga menemukan bahwa pembinaan AKT di LPKA Jakarta yang ada saat ini belum optimal. Berdasarkan pada analisis komponen theory of change dalam program theory, penelitian ini merumuskan outcome chain yang menghubungkan antara tujuan langsung dari tujuh mode rehabilitasi, deradikalisasi sebagai tujuan antara, dan reintegrasi sosial sebagai tujuan akhir. Pada theory of action, penelitian ini merumuskan berbagai atribut dari masing-masing kegiatan sampai dengan indikator keberhasilan dalam masing-masing mode rehabilitasi. Model pembinaan deradikalisasi AKT direpresentasikan dalam bentuk logic model, menggambarkan keterkaitan antara input, mode rehabilitasi, dan outcome chain untuk mencapai tujuan akhir pemasyarakatan, serta tahapan pembinaannya. Implikasi penelitian ini adalah bahwa model pembinaan deradikalisasi AKT memberikan kerangka kerja yang jelas, eksplisit, dan terukur, sehingga dapat menjustifikasi implementasinya di LPKA Jakarta. Selain itu, pembahasan mengenai aktor program memberikan justifikasi pada aplikasi pekerjaan sosial dan pelibatan pekerja sosial dalam rangka pembinaan deradikalisasi AKT di LPKA Jakarta di masa yang akan datang.

Children involved in terrorism (or Anak Kasus Terorisme or AKT) in Jakarta Juvenile Correctional Center will return to the community after serving their sentene. The state should be present to provide evidence-based social interventions for AKT in LPKA Jakarta that lead to deradicalization for smooth and successful social reintegration. The purpose of this study is to formulate an ideal deradicalization rehabilitation model for AKT to be implemented in LPKA Jakarta using Funnel and Rogers' Program Theory (2011), strengths perspective, desistance, and the concept of deradicalization. Data was obtained through semi-structured interviews and focus group discussions with former AKTs, LPKA Jakarta officers and stakeholders, as well as document studies and literature reviews. There are several findings in the research. First, the involvement of AKT in terrorism starts from the family and their role is generally still limited to the category of sympathizers. Furthermore, the research also found that the current treatment for AKT in LPKA Jakarta has not been optimal. Based on the analysis of the theory of change component in the program theory, this research formulates an outcome chain that connects the direct objectives of the seven rehabilitation modes, deradicalization as an intermediate goal, and social reintegration as the final goal. In the theory of action, this research formulates various attributes of each activity, as well as the success indicators in each rehabilitation mode. The model of deradicalization treatment in LPKA Jakarta is represented in the form of a logic model, describing the relationship between inputs, rehabilitation modes, and outcome chains to achieve social reintegration as ultimate goal of corrections, as well as the treatment process. The implication of this research is that the deradicalization treatment model for AKT provides a clear, explicit, and measurable framework, thus justifying its implementation in LPKA Jakarta. In addition, the discussion of program actors provides justification for the application of social work and the involvement of social workers in the proposed deradicalization rehabilitation for AKT in LPKA Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library