Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Arum Ramadhani
"

Latar Belakang: Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penyakit periodontitis menduduki peringkat kedua terbanyak setelah karies gigi, yaitu sebesar 74,1% di Indonesia. Periodontitis merupakan penyakit inflamasi yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan periodontal. Dalam perjalanan periodontitis, TLR-4 berperan penting dalam respon imun dan patogenesis inflamasi periodontitis karena dapat mengenali bakteri gram negatif lipopolisakarida (LPS). Propolis merupakan salah satu zat alami berupa produk resin yang memiliki banyak aktivitas biologis, salah satunya antiinflamasi. Tujuan: Mengetahui interaksi molekuler senyawa propolis yang berpotensi sebagai antiinflamasi terhadap TLR-4 pada terapi periodontitis melalui studi penambatan molekuler. Metode: Studi eksperimental komputasional secara in silico menggunakan perangkat Autodock Tools 1.5.6 dan BIOVIA Discovery Studio Visualizer 2021 untuk menguji interaksi dan afinitas ikatan dari ligan propolis terhadap reseptor target TLR-4. Hasil interaksi akan dianalisis untuk menilai konformasi terbaik dari suatu molekul dan afinitas pengikatannya. Penambatan molekuler dilakukan dengan menambatkan 7 senyawa propolis yang berpotensi sebagai antiinflamasi terhadap TLR-4 sebagai reseptor yang berperan dalam proses inflamasi. Hasil: Terdapat interaksi molekuler ikatan antara ligan propolis dengan reseptor TLR-4. Dari ketujuh ligan propolis yang diuji, senyawa Adhyperforin memiliki afinitas terbaik dibandingkan ligan propolis lainnya. Kesimpulan: Senyawa bioaktif pada propolis dapat berinteraksi terhadap reseptor TLR-4 melalui uji penambatan molekuler dan dapat berpotensi menjadi agen antiinflamasi terhadap TLR-4 yang dapat digunakan sebagai kandidat obat untuk terapi periodontitis. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan sifat senyawa bioaktif pada propolis yang dapat bertindak sebagai agen antiinflamasi yang baik untuk terapi periodontitis.


Background: According to 2018 Basic Health Survey (Riskesdas) data, periodontitis is the second most frequent condition after dental caries, which reached a prevalence of 74.1% in Indonesia. Periodontitis is an inflammatory condition associated with the destruction of periodontal tissue. TLR-4, which recognizes gram-negative bacterial lipopolysaccharides (LPS), plays a crucial role in the immune response and inflammatory pathogenesis of periodontitis. Propolis is a natural product in the form of resin that has many biological activities, one of which is anti-inflammatory. Purpose: To investigate the molecular interactions of propolis compounds that have anti-inflammatory potential against TLR-4 in periodontitis therapy through molecular docking studies. Methods: In silico computational experimental study using Autodock Tools 1.5.6 and BIOVIA Discovery Studio Visualizer 2021 to test the interaction and binding affinity of propolis ligands towards the TLR-4 target receptor. The interaction results will be analyzed to assess the best conformation of a molecule and its binding affinity. Molecular docking was performed by targeting 7 propolis compounds that have anti-inflammatory potential against TLR-4 as a receptor that plays a role in the inflammatory process. Results: There is a binding interaction between propolis ligands and TLR-4 receptor. Of the seven propolis ligands tested, the compound Adhyperforin had the best affinity compared to other propolis ligand. Conclusions: Bioactive compounds in propolis can interact with TLR-4 receptors through molecular docking tests and can potentially become anti-inflammatory agents against TLR-4 that can be used as drug candidates for periodontitis therapy. However, further research is needed to prove the nature of bioactive compounds in propolis that can act as good anti-inflammatory agents for periodontitis therapy.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sania
"Latar belakang: Prevalensi penyakit periodontal baik pada negara maju maupun negara berkembang sekitar 20-50% dari seluruh populasi global. Perawatan periodontal berupa pembersihan karang gigi atau scaling merupakan salah satu perawatan periodontal yang efektif sebagai upaya preventif untuk mencegah penyakit periodontal Selama pandemi COVID-19, terjadi penurunan kepedulian pasien terhadap kesehatan gigi dan mulut dan rutinitas untuk melakukan perawatan dental, termasuk perawatan periodontal berupa scaling. Tujuan: Mendapatkan persepsi Mahasiswa UI mengenai perawatan periodontal berupa scaling pada pandemi COVID-19. Metode: Studi analisis potong lintang pada Mahasiswa Universitas Indonesia Angkatan 2018, dengan menggunakan kuisioner melalui Google Form. Hasil: Sebanyak 473 responden yang mengisi kuisioner. Terdapat perbedaan pengetahuan mengenai penyakit periodontal dan COVID-19 berdasaarkan jenis kelamin dan rumpun ilmu, serta perbedaan persepsi mengenai kunjungan ke dokter gigi untuk perawatan scaling sebelum pandemi dan selama pandemi COVID-19. Kesimpulan: Pengetahuan mengenai penyakit periodontal dan COVID-19 pada mahasiswa perempuan lebih tinggi dari laki-laki, dan pada mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan lebih tinggi dibanding mahasiswa dari rumpun ilmu lainnya. Selain itu, terdapat perubahan persepsi berupa penurunan mengenai pentingnya melakukan perawatan scaling antara sebelum pandemi dengan selama pandemi COVID-19.

Background: Prevalence of periodontal disease in developed and developing countries are about 20-50% of global population. Scaling as a periodontal treatment is one of the effective treatment to prevent the periodontal disease. During pandemic COVID-19,there is a patient decreased concern regarding oral and dental health, including scaling treatment. Objective: To evaluate the perception about scaling as a periodontal treatment among students of Universitas Indonesia class 2018. Methods: Cross-sectional analysis study on students of Universitas Indonesia class 2018, using quistionnaire via Google Form. Results: The research subjects were 473 students. There is a difference in the level of knowledge regarding the periodontal disease and COVID-19 among Universitas Indonesia class 2018 based on gender and faculties clusters, and there is a difference in the perception about scaling treatment on dental care visits before the pandemic and during the pandemic COVID-19. Conclusion: The level of knowledge regarding periodontal disease in female students was higher than that of male students, and in health science faculties (RIK) students was higher than students of pther diciplines. Beside that, there is a decreased perceptions about the importance of scaling treatment before the pandemic and during the pandemic COVID-19."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Widyaningrum
"Osteonectin adalah glikoprotein matricellular yang terlibat dalam berbagai proses biologis seperti remodeling jaringan, perbaikan luka, angiogenesis serta diferensiasi seluler, adhesi, proliferasi sel endotel dan fibroblas serta migrasi. Tujuan: mengevaluasi ekspresi mRNA osteonectin sebagai indikator potensial penyembuhan setelah skeling dan penghalusan akar pada pasien periodontitis. Pemeriksaan kedalaman poket dan indeks perdarahan gingiva dilakukan sebelum dan empat minggu setelah skeling dan penghalusan akar. Sampel cairan krevikuler gingiva dikumpulkan dari lima pasien sehat (kontrol) dan 14 pasien periodontitis dengan kedalaman poket absolut 4-6 mm (subjek penelitian) pada sebelum, satu minggu, dua minggu dan empat minggu setelah skeling dan penghalusan akar. Ekspresi mRNA osteonectin dianalisis menggunakan quantitative real-time polymerase chain reaction (qPCR). Uji Friedman ekspresi mRNA osteonectin antara sebelum dan sesudah skeling dan penghalusan akar menunjukkan terdapat perbedaan ekspresi mRNA osteonectin antara sebelum dan satu minggu setelah skeling dan penghalusan akar (p<0,05); penurunan kedalaman poket dan indeks perdarahan gingiva terjadi secara bermakna (p<0,05) antara sebelum dan empat minggu setelah skeling dan penghalusan akar. Uji Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara ekspresi mRNA osteonectin dengan kedalaman poket (p>0,05, r=0,036) maupun indeks perdarahan gingiva (p>0,05, r=0,421). Ekspresi mRNA osteonectin sebelum dan setelah skeling dan penghalusan akar tidak berhubungan terhadap kedalaman poket maupun indek perdarahan gingiva.

Osteonectin is a matricellular glycoprotein that is involved in various biological processes involves tissue remodeling, wound repair, angiogenesis, cellular differentiation, adhesion, endothelial cell proliferation and migration. Objective: to evaluate the expression of osteonection mRNA as potential indicator of periodontal healing response after scaling and root planing (SRP) in periodontitis patients. Gingival crevicular fluid (GCF) samples were collected from five periodontally healthy subjects and fourteen periodontitis patients with probing pocket depth (PPDs) of 4-6 mm at baseline and one, two, and four weeks respectively after SRP. The expression levels of osteonectin mRNA were measured using quantitative real-time polymerase chain reaction (qPCR). The Friedman test results of osteonectin mRNA expression between before and after SRP showed there were differences in osteonectin mRNA expression between before and one week after SRP (p< 0.05). A decrease in PPDs and Papillar bleeding index (PBI) occured significantly (p<0.05) between before and four weeks after SRP. The Spearman test showed no association between osteonectin mRNA expression and pocket depth (p>0.05; r=0.036), also with gingival index (p>0.05; r=0.421). The expression of osteonectin mRNA before and after SRP is no related to PPD and PBI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mora Octavia
"Latar belakang: Skeling dan penghalusan akar (SPA) dapat mengubah komposisi bakteri patogen.
Tujuan: Mengetahui efek klinis dan mikrobiologis (P. gingivalis, T. forsythia) setelah SPA pada periodontitis kronis poket 4-6 mm.
Metode: Empat puluh tiga subjek diperiksa kedalaman poket, indeks pendarahan gingiva, sampel plak subgingiva, serta dilakukan SPA pada kunjungan awal, bulan kedua, ketiga, keenam.
Hasil: Kedalaman poket, pendarahan gingiva, populasi P. gingivalis, T. forsythia menurun (p<0,05). Penurunan kedalaman poket tidak berhubungan dengan penurunan populasi P.g (p>0,05).
Kesimpulan: SPA meningkatkan kondisi klinis dan mikrobiologis poket 4-6 mm. Perbaikan kondisi klinis berhubungan dengan penurunan kedua bakteri kecuali kedalaman poket dengan populasi P.gingivalis.

Background: Scaling and root planing (SRP) can change the composition of bacterial pathogens.
Objective: To know the clinical and microbiological effects (P.gingivalis and T. forsythia) of SRP at 4-6 mm pocket depth of chronic periodontitis.
Method: Forty-three subject were performed with SRP on the initial visit, two, three, six month. Pocket depth, gingival bleeding index (PBI) and subgingival plaque samples were examined.
Result: (There is a) decrease in pocket depth, gingival bleeding index, populations of P. gingivalis and T. forsythia (p <0.05). The decrease in pocket depth was not associated with a decrease in the population of P.g (p >0.05).
Conclusion: SRP can improve clinical and microbiological condition in the treatment of chronic periodontitis with 4-6 mm pocket depth. The improvement of clinical condition is associated with the decreasing of bacteria population, except pocket depth is not associated with the P. gingivalis population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zahratul Umami Annisa
"Latar Belakang: Poket periodontal merupakan karakteristik periodontitis. Scaling dan root planing merupakan standar emas untuk perawatan periodontitis. Antimikroba lokal tambahan direkomendasikan pada pasien dengan kedalaman probing ≥5 mm.
Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas klorheksidin dibandingkan dengan antimikroba lokal lainnya pada periodontitis.
Metode: Pencarian dilakukan dengan menggunakan panduan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analysis (PRISMA). Meta-analisis dilakukan pada studi yang memenuhi kriteria inklusi setelah penilaian risiko bias.
Hasil: Meta-analisis antara chip klorheksidin dan antimikroba lain menunjukkan perbedaan rata-rata kedalaman probing setelah satu bulan sebesar 0,58 mm (p<0,00001) sedangkan setelah tiga bulan perbedaan rata-rata kedalaman probing adalah 0,50 mm (p=0,001), indeks plak 0,01 (p=0,94) dan indeks gingiva -0,11 mm (p=0,02). Antara gel chlorhexidine dan antimikroba lainnya menunjukkan perbedaan rata-rata kedalaman probing 0,40 mm (p=0,30), indeks plak 0,20 mm (p=0,0008) dan indeks gingiva -0,04 mm (p=0,83) setelah satu bulan.
Kesimpulan: Chip klorheksidin lebih efektif pada indeks gingiva dibandingkan antimikroba lainnya setelah tiga bulan. Antimikroba lainnya lebih efektif daripada chip klorheksidin pada kedalaman probing setelah satu dan tiga bulan, dan dari gel klorheksidin pada indeks plak setelah satu bulan.

Background: Periodontal pockets are characteristic of periodontitis. Scaling and root planing is the gold standard for periodontitis treatment. Additional local antimicrobials are recommended in patients with a probing depth of ≥5 mm.
Objective: To determine the effectiveness of chlorhexidine compared to other local antimicrobials in periodontitis.
Method: Searches were conducted using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA) guidelines. Meta-analysis was performed on studies that met inclusion criteria after risk of bias assessment.
Results: Meta-analysis between chlorhexidine chips and other antimicrobials showed a mean difference in probing depth after one month of 0.58 mm (p<0.00001) whereas after three months the mean difference in probing depth was 0.50 mm (p=0.001), index plaque 0.01 (p=0.94) and gingival index -0.11 mm (p=0.02). Between chlorhexidine gel and other antimicrobials showed a mean difference in probing depth of 0.40 mm (p=0.30), plaque index of 0.20 mm (p=0.0008) and gingival index of -0.04 mm (p=0.83) after one month.
Conclusion: Chlorhexidine chips were more effective on the gingival index than other antimicrobials after three months. The other antimicrobials were more effective than chlorhexidine chips on probing depth after one and three months, and than chlorhexidine gels on plaque index after one month.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library