Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhyar Dyni Zakyah
Abstrak :
Pendahuluan: Dalam pendidikan kedokteran, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penilaian yang diberikan oleh dosen tidak selalu sesuai dengan kemampuan mahasiswa yang sesungguhnya. Dampaknya dapat merugikan mahasiswa, dosen, bahkan pasien. Penelitian mengenai fenomena penilaian kompetensi mahasiswa yang kurang tepat, yang disebut dengan failing to fail, belum pernah dilakukan di pendidikan kedokteran gigi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena failing to fail pada dosen kedokteran gigi di Indonesia.  Metode: Penelitian kualitatif deskriptif ini menggunakan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap 10 narasumber. Transkrip wawancara dibuat secara verbatim dan dianalisis menggunakan metode SCAT (Steps for Coding and Theorization). Analisis dokumen dipilih sebagai metode triangulasi data serta prosedur member checking dilakukan untuk validasi data.  Hasil penelitian: Bentuk asesmen berupa diskusi kasus, observasi pekerjaan klinik, OSCE, ujian komprehensif, DOPS, dan Mini-CEX. Bentuk failing to fail terdiri dari pengurangan jumlah requirement, penurunan standar, dan perubahan bentuk asesmen. Penyebab failing to fail: Tahap pre-decision, profesionalisme dan persepsi dosen terhadap asesmen yang keliru, kemampuan dosen kurang dalam melakukan asesmen, keterbatasan waktu pelaksanaan asesmen dan rasio dosen dan mahasiswa yang tidak ideal. Tahap driver, ketidakpahaman dosen terhadap tingkat kompetensi, adanya fenomena failing to pass, rubrik penilaian tidak ada atau sulit digunakan,sarana dan prasarana tidak memadai, serta performa mahasiswa yang buruk secara klinis dan profesionalis. Tahap primary decision, keahlian dosen bukan pada materi yang diujikan, adanya keinginan dosen untuk menjaga hubungan baik dengan mahasiswa atau orangtuanya. Tahap communication, adanya anjuran dari atasan dan tidak adanya program remedial. Dampak failing to fail dapat terjadi pada dosen, mahasiswa, pasien, dan profesi dan institusi pendidikan. Kesimpulan: failing to fail harus dicegah dengan cara memberikan pelatihan asesmen dan profesionalisme serta menyediakan sistem dukungan bagi dosen; memberikan pelatihan asesmen dan menyediakan sistem dukungan bagi mahasiswa; serta membuat sistem asesmen yang optimal dan rasio dosen dan mahasiswa ideal agar bisa menyediakan program remedial bagi mahasiswa. ......Introduction: In medical education, several studies have shown that assessments provided by clinical instructors are only sometimes consistent with the actual competencies of medical students. This condition can harm students, clinical instructors, and even patients. Research on inadequate student competence assessment, known as "failing to fail," has not yet been conducted in dental education in Indonesia. This study aims to explore the failing to fail phenomenon among dental clinical instructors in Indonesia.  Methods: This descriptive qualitative study employed in-depth interviews with ten respondents. Interview recordings were transcribed verbatim and analysed using the SCAT (Steps for Coding and Theorisation) method. Document analysis was chosen as a data triangulation method, and member-checking procedures were conducted for data validation.  Result: Assessment methods included case discussions, clinical work observations, OSCE (Objective Structured Clinical Examination), comprehensive exams, DOPS (Direct Observation of Procedural Skills), and Mini-CEX (Mini-Clinical Evaluation Exercise). Failing to fail was found in reducing requirements, lowering standards, and changing the assessment format. The causes of failing to fail were categorised into four stages. The pre-decision stage consists of incorrect perceptions of assessment by instructors, inadequate assessment skills of instructors, limited assessment time, and an unfavourable faculty-to-student ratio. In the driver stage, instructors' lack of understanding of competency levels, the phenomenon of failing to pass, the absence or difficulty in using assessment rubrics, inadequate facilities and resources, and poor clinical and professional performance of students were the contributing factors to failing to fail. In the primary decision stage, instructors' lack of expertise in the tested material and the desire to maintain good relationships with students or their parents were the factors. In the communication stage, there were recommendations from the faculty and a need for remedial programs. Failing to fail can affect instructors, students, patients, and the public image of the profession and educational institutions.  Conclusion: Failing to fail should be prevented by providing assessment and professionalism training and establishing support systems for instructors, providing assessment training and support systems for students, and creating an optimal assessment system and an ideal faculty-to-student ratio to facilitate remedial programs for students.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masita Mandasari
Abstrak :

Jumlah populasi individu berkebutuhan khusus di Indonesia semakin meningkat seiring dengan waktu. Individu berkebutuhan khusus (IBK) dapat memiliki berbagai keterbatasan seperti keterbatasan dalam kemampuan intelektual dan fisik, gangguan kondisi jiwa, dan juga masalah medis yang kompleks sehingga membuat populasi ini semakin rentan mengalami gangguan kesehatan mulut dan membutuhkan akses serta pelayanan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Dokter gigi Indonesia yang memiliki spesialisasi dan kemampuan di bidang perawatan gigi dan mulut IBK masih langka sehingga besar kemungkinan bahwa perawatan gigi dan mulut pasien IBK dilakukan oleh dokter gigi umum atau spesialis. Namun sampai saat ini, tidak ditemukan data mengenai pelayanan kedokteran gigi bagi IBK oleh dokter gigi Indonesia dan bagaimana pengetahuan dan persepsi dokter gigi Indonesia dalam melakukan special needs dentistry/special care dentistry (SND/SCD). Studi ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang dan deskriptif analitik menggunakan kuesioner yang telah diadaptasi lintas budaya ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil uji reliabilitas dan validitas kuesioner ini adalah baik (acceptable). Sebanyak 250 responden yang merupakan dokter gigi dan dokter gigi spesialis berpartisipasi dalam penelitian ini. Hanya 26,4% responden yang memiliki persepsi yang baik mengenai SND/SCD dan mayoritas (70%) responden tidak melakukan SND/SCD. Meskipun demikian, persepsi responden terhadap pasien SND/SCD pada penelitian ini dominan positif kecuali pada kelompok pasien penyakit menular. Persepsi responden juga dominan nyaman, kecuali pada kelompok pasien dengan penyakit menular dan masalah psikologis atau perilaku. Tidak terdapat hubungan antara persepsi SND/SCD dengan karakteristik demografi, namun terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara komponen SND/SCD dalam pendidikan dokter gigi dengan persepsi dan kemampuan dalam SND/SCD. Selain itu, terdapat perbedaan perasaan dan kenyamanan terhadap perawatan pasien SND/SCD antara dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis. Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi mengenai SND/SCD pada responden dokter gigi DKI Jakarta belum baik namun responden cenderung memiliki persepsi yang positif dan nyaman kepada pasien SND/SCD.


Population of special needs individuals in Indonesia is steadily increasing. Special needs individuals may have various disabilities such as physical and intelectual disabilities, mental health and complex medical problems which made this population more prone to oral health problems and requires access to oral health care services. Indonesian dentists who have specialization and ability in special needs dentistry/special care dentistry (SND/SCD) are rare thus there is a high chance that general dentists or other specialist dentists perform the oral health care to special needs individuals. Currently, data on SND/SCD in Indonesia and Indonesian dentists’ knowledge and perception towards SND/SCD are lacking. This study was a cross-sectional and analytical descriptive study using a questionnaire which has been cross-adapted into Indonesian language. Reliability and validity tests were performed and yielded accetable scores. A total of 250 respondents which consisted of dentists and specialist dentists participated in this study. This study found that only 26.4% respondents had good perception in SND/SCD and 70% of respondents did not practice SND/SCD. Nevertheless, respondents’ perception towards groups of special needs patients were mostly positive except on the group of patients with infectious disease and respondents were mostly comfortable in treating special needs patients except in group of patients with infectious disease and psychological or behavioral problems. There was no correlation between SND/SCD perception and demographical characteristics. However, there were statistically significant correlations between SND/SCD component in undergraduate dental training with the perception and ability in SND/SCD. Moreover, there were significant correlations between dentists and specialist dentists towards treatment in special needs patients. In conclusion, the respondents in this study had poor perception in SND/SCD although there were tendecies of positive and comfortable perception towards special needs patients.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library