Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krisna Dwi Agustinawati
Abstrak :
Penyakit DBD termasuk penyakit berbasis lingkungan ,jumlah dan penyebarannya kasus cenderung meningkat, seringkali menimbulkan KLB. Tujuan penelitian ini diketahuinya gambaran perilaku masyarakat dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-DBD) di Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan. Desain penelitian cross sectional yang dilakukan pada 6 desa, 10 kelurahan dengan responden ibu rumah tangga dengan wawancara. Hasil penelitian diperoleh gambaran perilaku baik dalam PSN-DBD 51,3%, pengetahuan responden tinggi 94%%, sikap responden bersikap positif 61,3%, reponden belum terpapar penyuluhan 57,3%. Variabel yang berhubungan dengan perilaku masyarakat adalah pendidikan (P Value=0,0001), pengetahuan (P Value=0,001), pemeriksaan jentik (P Value=0,001), sarana dan prasarana (P Value=0,001), dan biaya (P Value=0,004). Dan faktor yang paling dominan adalah pendidikan. Saran : Peningkatan upaya penyuluhan dan pendidikan masyarakat tentang DBD.
DHF including environmentally based disease, the number and distribution of cases is likely to increase, often causing outbreaks. The purpose of this study known picture of people's behavior and the factors related to people's behavior in the mosquito nest eradication of dengue hemorrhagic fever (PSN-DBD) in Kuningan Kuningan District. Cross-sectional design of the study conducted in 6 villages, 10 villages with respondents housewife with interviews. The results obtained in both the behavioral description PSN-DBD 51.3%, high 94% of respondents knowledge%, positive attitude 61.3% of respondents, the respondents have not been exposed to 57.3% extension. Variables related to the behavior of people is education (P value = 0.0001), knowledge (P value = 0.001), examination of larvae (P value = 0.001), facilities and infrastructure (P value = 0.001), and cost (P Value = 0.004). And the most dominant factor is education. Suggestion: Increase outreach efforts and public education about dengue.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linlin Haeni
Abstrak :
ABSTRAK
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) are viral diseases transmitted by mosquito vector spreads fastest in the world. Cause of dengue fever are RNA virus family Flaviviridae called dengue virus (DENV). DENV genome encodes three structural proteins, capsid (C), membrane proteins (prM), envelope protein (E) and seven nonstuktural protein NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4B, and NS5. NS3 protein contains many epitopes that can be recognized by the humoral and cellular immune system. Therefore NS3 protein is a potential target for development of dengue vaccines. This study begins by sequencing NS3 gene DENV-4 IDS 96/10. Phylogenetic analysis and epitope analysis were done from the result of sequencing. Phylogenetic analysis showed IDS 96/10 are in one clade with strains isolated rom China (2010), Singapore (2010) and Thailand (2000). NS3 gene DENV-4 IDS 96/10 contained epitopes recognized by CD4+ T cell that is epitope # 3 on the position of amino acids (213-227), # 9A (243-257), # 4 (251-265), # 5 (258-272), # 6 (266-280), # 7 (273-287) which has the same amino acid sequence comparison between strains. At position # 8 epitope (281-295) there are variation of amino acid sequence . Amino acids at positions 500-508 is recognized by CD8 + lymphocytes have the same sequence between strains were compared, and the amino acids at positions 526-531 which recognised by has the same amino acid sequence comparison between strains. Recognition of these epitopes by T lymphocytes and B lymphocytes can be the basis for the development of vaccines, especially vaccines for the Indonesian strain. Cloning of NS3 gene IDS 96/10 were done by using 3 strategies, digestion sticky end of vector and insert, digestion blunt end of vector and digestion blunt end vector then didefosforilation using CIAP. Three of these strategies have not been able to produce a recombinant plasmid pUMVD-4aNS3. Further optimization needs to be done to obtain clones containing the recombinant plasmid.
ABSTRACT
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan virus dengan vektor nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia Genom DENV terdiri dari tiga protein struktural yaitu capsid (C), protein membran (prM), dan protein envelop (E) serta tujuh gen protein nonstuktural yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a,NS4b dan NS5. Protein NS3 mengandung epitop yang dapat dikenali oleh sistem imun humoral maupun selular. Oleh karena itu, protein NS3 merupakan target potensial bagi pengembangan vaksin dengue. Penelitian ini diawali dengan sekuensing pada gen NS3 DENV-4 IDS 96/10. Dari hasil sekuensing dilakukan analisis filogenetik dan analisis epitop. Analisis filogenetik menunjukkan gen NS3 IDS 96 /10 berada dalam satu clade dengan strain yang diisolasi dari Cina (2010), Singapore (2010) dan Thailand (2000). Pada gen NS3 DENV-4 IDS 96/10 terdapat epitop yang dapat dikenali oleh sel limfosit T CD4+ yaitu epitop #3 pada posisi asam amino (213-227) , #9A (243-257), #4 (251-265), #5 (258-272), # 6 (266-280), #7 (273-287) yang mempunyai urutan asam amino sama antar strain yang dibandingkan. Pada posisi epitop #8 (281-295) terdapat variasi urutan asam amino. Asam amino pada posisi CD8+ mempunyai urutan yang sama antar strain yang dibandingkan, dan asam amino pada posisi 526-531 yang dikenali oleh limfosit B mempunyai urutan asam amino yang sama antar strain yang dibandingkan. Pengenalan epitop- epitop tersebut oleh limfosit T dan limfosit B menjadi dasar pengembangan vaksin khususnya vaksin yang khusus untuk strain Indonesia. Dilakukan pengklonaan gen NS3 IDS 96/10 dengan menggunakan 3 strategi, yaitu dengan digesti vektor dan insert dengan ujung sticky end, digesti vektor dengan ujung blunt end dan digesti vektor dengan ujung blunt end kemudian didefosforilasi menggunakan metode CIAP. Dengan ketiga strategi tersebut belum dapat menghasilkan plasmid rekombinan pUMVD-4aNS3. Perlu dilakukan optimasi lebih lanjut untuk mendapatkan klon yang berisi plasmid rekombinan. Demam Berdarah Dengue (DBD) . Penyebab DBD adalah virus RNA famili flaviviridae yang disebut virus dengue (DENV). 500-508 dikenali oleh sel limfosit TCD8+ mempunyai urutan yang sama antar strain yang dibandingkan, dan asam amino pada posisi 526-531 yang dikenali oleh limfosit B mempunyai urutan asam amino yang sama antar strain yang dibandingkan. Pengenalan epitop- epitop tersebut oleh limfosit T dan limfosit B menjadi dasar pengembangan vaksin khususnya vaksin yang khusus untuk strain Indonesia. Dilakukan pengklonaan gen NS3 IDS 96/10 dengan menggunakan 3 strategi, yaitu dengan digesti vektor dan insert dengan ujung sticky end, digesti vektor dengan ujung blunt end dan digesti vektor dengan ujung blunt end kemudian didefosforilasi menggunakan metode CIAP. Dengan ketiga strategi tersebut belum dapat menghasilkan plasmid rekombinan pUMVD-4aNS3. Perlu dilakukan optimasi lebih lanjut untuk mendapatkan klon yang berisi plasmid rekombinan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Nugraha
Abstrak :
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu infeksi virus sistemik, yang ditularkan antarmanusia dengan perantaraan nyamuk Aedes. Saat ini, DBD merupakan vector-borne disease dengan tingkat penyebaran tercepat di dunia dan tingkat prevalensi tertinggi di wilayah tropis dan subtropis. Indonesia menempati urutan kedua tertinggi jumlah kasus DBD di antara 30 negara endemis DBD di dunia. Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat berkontribusi sebesar 33% dari total kasus DBD di seluruh Indonesia pada periode 1999-2018, sedangkan Provinsi Bengkulu merupakan peringkat terendah jumlah kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor iklim terhadap jumlah kasus DBD di periode 1999-2018.Penelitian ini menggunakan disain studi ekologi time-trend dengan kriteria inklusi yaitu kabupaten/kota yang di wilayah administrasinya terdapat stasiun pemantau cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan seluruh wilayah administrasinya berada di dalam wilayah radius 15km dari titik lokasi stasiun pemantau cuaca BMKG. Kasus DBD tertinggi Kota Bandung dan Kota Bengkulu terjadi di periode Januari-Februari, sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi di periode Maret-April-Mei. Curah hujan tertinggi Kota Bandung dan Kota Bengkulu terjadi di periode November-Desember, sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi di periode Januari-Februari-Maret. Suhu udara tertinggi Kota Administrasi Jakarta Pusat dan Kota Bandung terjadi di periode September-Oktober, sedangkan Kota Bengkulu terjadi di periode April-Mei. Kelembaban udara tertinggi Kota Bandung dan Kota Bengkulu terjadi di periode November-Desember, sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi di periode Januari-Februari. Terdapat hubungan yang signifikan (nilai-p<0,05) antara curah hujan dengan kasus DBD pada lag 2 bulan di Kota Administrasi Jakarta Pusat (15 tahun), Kota Bandung (13 tahun) dan Kota Bengkulu (3 tahun). Terdapat hubungan yang signifikan (nilai-p<0,05) antara suhu udara dengan kasus DBD pada lag 2 bulan di Kota Administrasi Jakarta Pusat (10 tahun), Kota Bandung (2 tahun) dan Kota Bengkulu (2 tahun). Terdapat hubungan yang signifikan (nilai-p<0,05) antara kelembaban relatif dengan kasus DBD pada lag 2 bulan di Kota Administrasi Jakarta Pusat (13 tahun), Kota Bandung (10 tahun) dan Kota Bengkulu (2 tahun). ......Dengue is a systematic viral infection, which is transmitted between humans by the Aedes mosquito. Currently, dengue is the fastest spreading vector-borne disease in the world and the highest prevalence rate di the tropical and subtropical regions. Indonesia ranks the second highest in dengue cases among 30 dengue endemic countries in the world. DKI Jakarta and West Java Provinces contributed approximately 33% of the total dengue cases throughout Indonesia in the 1999-2018 period, while Bengkulu Province ranks the lowest for the number of dengue cases within the same period. This study aims to find the effects of climate factors to the number of dengue case in 1999-2018 period. Time-trend ecologic study design is conducted in this research. The inclusion criteria for the district or city to be selected as sample study, is that the district or city must have at least one weather station within its administrative area, and that the whole administrative area (100%) of the district or city must be within 15 kilometers radius from the location of the weather station. The highest number of dengue case in Bandung City and Bengkulu City occurred in January-February period, while in the Administrative City of Central Jakarta occurred in March-April-May period. The highest rainfall in Bandung City and Bengkulu City occurred in November-December period, while in the Administrative City of Central Jakarta occurred in January-February-March period. The highest temperature in the Administrative City of Central Jakarta and Bandung City occurred in September-October period, while in Bengkulu City occurred in April-May period. The highest relative humidity in Bandung City and Bengkulu City occurred in November-December period, while in the Administrative City of Central Jakarta occurred in January-February period. Rainfall is significantly associated (pvalue<0.05) with the number of dengue case at 2-months lag in the Administrative City of Central Jakarta (15 years), Bandung City (13 years) and Bengkulu City (3 years). Temperature is significantly associated (pvalue<0.05) with the number of dengue case at 2-months lag in the Administrative City of Central Jakarta (10 years), Bandung City (2 years), and Bengkulu City (2 years). Relative humidity is significantly associated (pvalue<0.05) with the number of dengue case at 2-months lag in the Administrative City of Central Jakarta (13 years), Bandung City (10 years), and Bengkulu City (2 years).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Widiatmoko
Abstrak :
Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan disebarkan oleh nyamuk Aedes (Stegomyia). Demam Denggi (Dengue Fever) dan Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever/Dengue Shock Syndrome (DBD/DHF/DSS) terjadi lebih di 100 negara, dimana lebih dari 2,5 milyar manusia berisiko terinfeksi, diperkirakan 50 juta orang terinfeksi setiap tahun. Di Indonesia kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi setiap tahun. Pada tahun 1998 dan 2004 terjadi KLB yang cukup ekstrim dibeberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus mencapai 79.480, tahun 2005 dilaporkan 95.000 kasus, dan pada tahun 2006 hingga bulan Nopember tercatat 73.000 kasus. Secara nasional propinsi DKI Jakarta menduduki posisi tertinggi, diikuti oleh propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan (Kusriastuti,2006). Perumusan masalah: penyakit DBD yang muncul disuatu daerah dipengaruhi oleh dinamika respons antara kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan vektor dengan variabilitas cuaca musiman Pertanyaan penelitian: 1.Apakah ada hubungan antara variabilitas cuaca musiman dengan perkembangan kasus DBD di DKI Jakarta? 2. Apakah ada perbedaan jumlah rata-rata kasus DBD pada daerah dengan kondisi fisik permukiman yang tidak homogen? 3. Berapa ambang batas variabel cuaca yang signifikan terhadap perkembangan Kasus DBD di DKI Jakarta? Tujuan umum: membuat model peringatan dini DBD untuk wilayah Jakarta Timur dalam bentuk peta tematik potensi kasus demam berdarah dengue. Tujuan khusus: 1.Mengetahui pola perkembangan kasus DBD di wilayah Jakarta Timur. .Mengetahui variabilitas cuaca musiman di wilayah Jakarta Timur. 3.Mengetahui kondisi pemukiman yang rentan terhadap munculnya DBD. 4. Mengetahui hubungan antara variabel cuaca musiman dengan kejadian kasus DBD. 5.Membuat model peringatan dini DBD berdasarkan variabel cuaca musiman. Manfaat penelitian: 1.Pengembangan ilmu pengetahuan hubungan variabilitas cuaca musiman dengan perkembangan kasus DBD, 2. menentukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD, 3. masukan bagi Pemerintah daerah untuk pencegahan, penanganan, dan penanggulangan DBD 4. pengembangan kajian ilmu kesehatan lingkungan. Penelitian di wilayah Jakarta Timur, dengan pertimbangan wilayah ini cukup mewakili variasi keragamaman dalam arah utara-selatan, dan timur-barat. Metode yang dipergunakan adalah deduktif retrospektif (ex post facto), melalui lima tahap kegiatan, yaitu tahap explorasi, uji homogenitas wilayah pemukiman, pemodelan, validasi, dan pemetaan hasil pemodelan. Hasil penelitian: kasus DBD di wilayah Jakarta Timur mempunyai pola distribusi yang juling kanan (positively skewed), dan menunjukkan pergeseran usia penderita beresiko tinggi, dari usia 4-11 bulan (1979-1998) menjadi usia 15-44 tahun, dengan kecenderungan jumlah kasus yang juga semakin meningkat. Secara klimatologis suhu udara rata-rata berkisar antara 23-31°C, optimum untuk perkembangbiakan dan aktifitas nyamuk, yaitu antara 27-28°C (Koopman, 1991; Ridad, 2007). Kelembapan relatif udara rata-rata cukup tinggi (>70%) hampir sepanjang tahun. Curah hujan dan hari hujan menunjukkan siklus musiman yang nyata pada periode musim hujan yang berlangsung pada bulan Nopember-April, dan periode musim kemarau yang berlangsung pada bulan Mei-Oktober. Munculnya kasus DBD dapat dijelaskan dengan nilai indeks cuaca musiman (IC_DBD) dengan tingkat akurasi 81%. Nilai ambang batas IC_DBD peringatan dini DBD adalah pada kondisi Potensial (78-104). Nilai IC_DBD, cenderung tinggi pada periode menjelang musim hujan hingga awal musim kemarau (Oktober-Mei) dengan puncaknya terjadi pada bulan Januari. Siklus DBD terjadi pada periode Desember hingga Juli, dengan puncaknya terjadi pada bulan April. Kesimpulan: 1. kasus DBD di wilayah Jakarta Timur mempunyai pola distribusi yang juling kanan (positively skewed), dan menunjukkan adanya pergeseran usia penderita yang beresiko tinggi terhadap DBD, dari usia 4-11 bulan (1979-1998) menjadi usia 15-44 tahun, dengan kecenderungan jumlah kasus yang juga semakin meningkat; 2. Variasi musiman suhu dan kelembapan udara relatif stabil dan optimum untuk perkembangan nyamuk, kecuali faktor hujan mempunyai siklus yang nyata pada musim kemarau dan penghujan; 3. Rata-rata jumlah kasus DBD pada kondisi permukiman di Jakarta Timur tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%, 4. Variabilitas cuaca musiman dapat dipergunakan sebagai precursor terhadap kasus DBD dengan tingkat akurasi 81% dengan jeda waktu 2 (dua) bulan; 5. Peta potensi DBD mempunyai ambang batas pada kondisi Potensial (78-104) dengan relasi terhadap kasus sebesar 400-599 kasus. Saran: Model ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah daerah, instansi terkait, peneliti, dan masyarakat luas di daerah endemik DBD sebagai referensi kebijakan pencegahan, penanganan, dan penanggulangan DBD.
Dengue is a disease caused by viruses and transmitted by Aedes mosquito (Stegomyia). Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever/Dengue Shock Syndrome (DBD/DHF/DSS) occurred in more than 100 countries, more than 2,5 billion people at risk and estimated 50 millions people infected every year. In Indonesia, Unusual Event of Dengue Haemorrhagic Fever cases happen annually. In 1998 and 2004 extreme Unusual Events occurred in some of Indonesian provinces with 79.480 cases, in 2005 with 95.000 cases and in January to November 2006 with 73.000 cases. Nationally, DKI Jakarta is at the first level experienced the epidemic, followed by East Java, West Java, Central Java and South Sulawesi (Kusriastuti, 2006). Problem formulation: The DHF that occurred at a certain area is specifically influence by the dynamical response between environmental conditions that support vector breeding and seasonal weather variability. Research question: 1. Is there any corresponds between seasonal weather variability and the growth of Dengue Haemorrhagic Fever in DKI Jakarta? 2. Is there any differences in the number of Dengue Haemorrhagic Fever occurrences over non homogeny settlement area ? 3. How much is the threshold of weather variables significance with the growth of Dengue Haemorrhagic Fever in DKI Jakarta? General purpose: creating a Dengue Haemorrhagic Fever early warning model of East Jakarta area by creating thematic maps of Dengue Haemorrhagic Fever potency. Special purposes: 1. Understanding the growth pattern of Dengue Haemorrhagic Fever in East Jakarta. 2. Understanding seasonal weather variability of East Jakarta. 3. Understanding the mean number of DHF case that occurred at non homogeny settlement condition, 4. Understanding corresponds between seasonal weather variables and Dengue Haemorrhagic Fever cases. 5. Creating a Dengue Haemorrhagic Fever early warning model based on the seasonal weather variables. Benefits: 1. Developing the study on the correlation between seasonal weather variability and the growth of Dengue Haemorrhagic Fever cases. 2. Determining prevention and control methods of Dengue Haemorrhagic Fever disease. 3. Giving input for local governments to prevent and control the Dengue Haemorrhagic Fever 4. Developing study on the environment health. Study at East Jakarta area is considering that the area is represents enough for East-West and South-North variability variation. Deductive retrospective (ex post facto) method is used, divided into five stages including exploration, homogeneity test of settlement area, modeling, validation and model mapping. Results: Dengue Haemorrhagic Fever cases distribution pattern in East Jakarta is positively skewed and shows age shifting of high risk patient, from 4-11 months (1979-1998) to 15 ? 44 years, with tendency to become increased in quantity. Climatologically, the average temperature is at 23-31°C, optimum for mosquito?s activity and growth at about 27-28°C (Koopman, 1991; Ridad, 2007). Average relative humidity is high enough (>70%) almost at the whole year. Precipitation rate and rain days amount clearly shows seasonal cycle at the rainy season period at November to April and dry season period at May to October. The emerging of Dengue Haemorrhagic Fever cases could be explained by seasonal weather index value (IC_DBD) which accuracy reaches 81%. Threshold value of IC_DBD for issuing early warning is at the potential condition (78-104). IC_DBD value is relatively high at the formerly rainy season to the formerly dry season (October to May) and reaches its top value at January. Dengue Haemorrhagic Fever cycle occur at December to July and peak at April. Conclusions: 1. Dengue Haemorrhagic Fever cases distribution pattern in East Jakarta is positively skewed and shows age shifting of high risk patient, from 4-11 months (1979-1998) to 15 ? 44 years, with tendency to become increased; 2. Seasonal variation of temperature and humidity are relatively stable and optimum for the growth of the mosquito, with exception of clear rain factor at the rainy and dry season; 3. There is no significance differences in the mean number of occurrences of DHF cases at 95% significant level degree ; 4. Possibility of the seasonal weather variability as a precursor for Dengue Haemorrhagic Fever cases with accuracy reached 81% with 2 (two) months break; 5. Threshold for the Dengue Haemorrhagic Fever thematic maps is at the potential condition (78-104) corresponds with 400-599 Dengue Haemorrhagic Fever cases. Suggestions: This model possible to be utilized and further developed by local governments, related institutions, scientist and society at the endemic area of Dengue Haemorrhagic Fever as a reference for prevention and control policy for the fever.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25027
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Hidayah
Abstrak :
Epidemi dengue menyerang berbagai negara di dunia, khususnya negara-negara tropis dan subtropis. Infeksi dengue disebabkan oleh dengue virus (DV) yang memiliki serotype (DV1, DV2, DV3, dan DV4). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain sekuens vaksin dengue yang bersifat tetravalen melalui studi bioinformatika. Protein envelope (E) pada keempat serotype DV digunakan untuk merancang sekuens vaksin. Multiple alignment digunakan untuk melihat similaritas 102 intra-serotype DV. Perwakilan dari tiap serotype DV diambil berdasarkan hasil multiple alignment, tingkat insedensi, dan letak geografis penemuan DV. Epitope ditentukan melalui server MULTIPRED dengan dua metode algoritma. Tiga epitope dari masing-masing metode algoritma, disubsitusi ke dalam backbone DV2 sehingga didapatkan dua rancangan sekuens vaksin dengue (vaksin A dan vaksin H). Rancangan sekuens tersebut dicari kesamaan strukturnya melalui server BLAST. Hasil analisis BLAST menghasilkan 91% identitas, 895 bits score, 0.0 E-value untuk vaksin A dan 92% identitas, 890 bit score, 0.0 E-value untuk vaksin H. Berdasarkan hasil analisis BLAST, kedua rancanan vaksin dengue tersebut memiliki struktur dan folding akhir yang serupa dengan backbone DV2.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Amalia
Abstrak :
Latar Belakang: Infeksi dengue merupakan salah satu penyakit infeksius terpenting di negara tropis dan subtropid yang disebabkan oleh virus RNA single-stranded yang ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini menjadi beban ekonomi di daerah endemik, khusunya di Indonesia, yang merupakan daerah hiper-endemik. Keempat serotipe dari virus dengue terdapat di Indonesia, dan dapat menyebabkan siklus multi anual dari wabah dengue. Dengan keterbatasan dan ketidak-efektifan pengobatan demam dengue, ditambah dengan ketidak-efektifan dari vektor kontrol, beban penyakit dan ekonomi demam dengue perlu dievaluasi, sehingga kebijakan mengenai demam dengue dapat disusun dengan lebih baik. Riset ini ditujukan untuk menilai pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai infeksi dengue di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, yang merupakan faktor penting yang dapt mempengaruhi progonis demam dengue. Metode: Sebuah penelitian cross-sectional telah dilakukan pada bulan Maret 2019 dengan total responden sebanyak 98 orang yang berasal dari enam kelurahan di Kecamatan Sawangan. Karakteristik dari responden dan KAP masing-masing responden dikumpulkan menggunakan kuesioner yang telah diuji dan hasilnya diuji dengan tes korelasi Spearman’s rank menggunakan SPSS. Hasil: Dari 98 responden, hanya 28.6% responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai demam dengue, sementara yang lainnya memiliki pengetahuan yang buruk (71.4%). Penemuan ini bertentangan dengan penemuan selanjutnya, dimana terdapat 79.6% responden yang memiliki sikap positif dan praktik pencegahan yang baik terhadap infeksi dengue, sementara yang lainnya memiliki sikap negatif dan praktik pencegahan yang buruk (20.4%). Konklusi: Walaupun level pengetahuannya rendah, masyarakat Kecamatan Sawangan memiliki sikap yang positif terhadap demam dengue dan mengerjakan praktik pencegahan dengan baik.  ......Background: Dengue Infection is one of the most important infectious disease in tropical and subtropical countries which caused by a single-stranded RNA virus transmitted through mosquito. The disease becomes economic burden in endemic countries, especially in Indonesia, where it is hyperendemic. All the four serotypes of DENV are present in Indonesia, which might lead to the multi-annual cycle of dengue outbreaks. With limited and ineffective treatment for dengue infection, in addition to ineffective vector control, the disease and economic burden of dengue infection in the society is needed for evaluation of interventions, thus better policy can be made. This study was aimed to assess the KAP of dengue infection among residents of Sawangan District, Depok City, which become important factors that can affect the prognosis of dengue infection. Method: A community-based cross-sectional study was conducted during March 2019 with a total of 98 participants from six kelurahan in Sawangan District. The characteristic of participants and their KAP regarding dengue infection was collected using pre-tested questionnaire and the results were tested using Spearman’s rank correlation test with SPSS. Results: Out of 98 participants, there are only 28.6% of participants who had good knowledge regarding dengue infection while the others had poor knowledge (71.4%). In the contrary, 79.6% of the participants had positive attitude and good preventive practices, while the others had negative attitude and poor preventive practices (20.4%). Conclusion: Despite the low knowledge level, the residents of Sawangan District had positive attitude towards dengue infection and perform good preventive practices against dengue infection. 
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiyatul Mardiyah
Abstrak :
Pendahuluan: Infeksi virus dengue merupakan infeksi yang paling banyak terjadi di Indonesia. Terapi infeksi dengue umumnya bersifat suportif berupa terapi cairan dan simptomatik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, quercetin diketahui memiliki potensi sebagai antiviral dengue. Namun, mekanisme penghambatannya belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menilai persentase hambatan quercetin pada mekanisme penghambatan reseptor dan penempelan virus dengue serotipe 2 (DENV-2), persentase viabilitas sel terhadap quercetin, serta ikatan energi antara quercetin dengan protein E pada DENV secara in silico. Metode: Senyawa diuji secara in vitro terhadap DENV-2 menggunakan sel Vero. Dilakukan dua jenis pengujian, yaitu uji penghambatan reseptor dan penempelan virus melalui uji fokus dan uji viabilitas sel melalui uji MTT. Konsentrasi quercetin yang digunakan sebagai uji adalah sebesar 2 kali IC50 (36,81 µg/ml). Pengujian hambatan secara in silico dengan menggunakan software Autodock Tools - 1.5.6. Hasil: Nilai persentase penghambatan pada reseptor dan penempelan DENV dengan quercetin adalah 23,53% dan 45%. Persentase viabilitas sel vero terhadap quercetin pada penghambatan tahap pra-infeksi adalah 109,82%. Interaksi antara quercetin dan protein E DENV memiliki nilai ikatan energi dan konstanta inhibisi pada konformasi terbaik sebesar -4,89 kkal/mol dan 0,26 mM. Kesimpulan: Quercetin berpotensi sebagai antiviral dengue melalui mekanisme penghambatan pada tahap pra-infeksi, terutama penghambatan penempelan virus ......Introduction: Viral dengue infection is the most common infection in Indonesi. Nowadays, management of DHF is only supportive care, i.e, fluid and symptomatic therapy. Based on previous research, quercetin has potency as antiviral dengue, but the mechanism is still unknown. Thus, the purpose of this research is to evaluate the percentage of reseptor inhibition and dengue serotype 2 virus (DENV-2) attachments inhibition with quercetin, cell viability percentage against quercetin, and energy bond between quercetin and protein E DENV in silico. Method: The compound was tested in vitro against DENV-2 using Vero Cells. There were 2 type of tests, receptor and DENV attachment inhibitory test using focus assay and viability test using MTT assay. The quercetin concentration was 2 times IC50 (36,81µg/ml). In silico study was conducted using Autodock Tools – 1.5.6. Results: Inbitory percentage of reseptor and DENV attachment with quercetin were 23,53% and 45%. Vero cell viability against quercetin in pre-infection step was 109,82%. Energy bond and inhibition constanta between quercetin and protein E DENV were -4,89 kkal/mol and 0,26 mM. Conclusion: This study shows that quercetin has potency as antiviral dengue through DENV attachment inhibition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yusup Yandi
Abstrak :
Demam berdarah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Antigen dari masing-masing tipe virus berbeda-beda, sehingga sampai saat ini belum ditemukan obat-obatan paten yang ampuh dalam melawan virus dengue. Penelitian secara in silico dilakukan sebagai penelitian pendahuluan untuk mempermudah pencarian senyawa penuntun untuk dilanjutkan pengujian secara in vitro dan in vivo. Senyawa bioflavonoid diantaranya fisetin, galangin, dan myricetin. Penelitian dilakukan untuk melihat potensi ligan fisetin, galangin, dan myricetin di mana variabel kontrol adalah quercetin terhadap Rdrp dari virus dengue. Metode penelitian menggunakan penambatan molekuler dan dinamika molekuler. Hasil simulasi senyawa flavonol dibandingkan dengan quercetin, dengan parameter penilaian penambatan molekuler, energi ikatan, Root Mean Square Deviation (RMSD), Root Mean Square Fluctuation (RMSF), dan kontak ligan-target. Hasil nilai penambatan molekuler untuk masing-masing ligan terendah yaitu myricetin, fisetin, quercetin, dan galangin dengan nilai docking score berturut-turut yaitu -10,145 kcal/mol, -9,796 kcal/mol, -8,513 kcal/mol, dan -8,036 kcal/mol. Hasil MM-GBSA energi ikatan terbaik adalah ligan fisetin, quercetin, myricetin, dan galangin dengan nilai ikatan energi bebas secara berturut-turut yaitu -60,65 kcal/mol, -57,83 kcal/mol, -57,19 kcal/mol, dan -51,36 kcal/mol. Hasil dari studi ini memprediksi bahwa quercetin tetap menjadi inhibitor terhadap target RNA dependent RNA polymerase (Rdrp) yang lebih baik dibandingkan Fisetin, Galangin, dan Myricetin. ......Dengue fever is an infectious disease caused by the dengue virus with types DENV-1, DENV-2, DENV-3, and DENV-4. The antigen of each virus type is different, so that until now there has not been found any patent drugs that are effective against the dengue virus. In silico research was conducted as a preliminary study to facilitate the search for guiding compounds to be continued in vitro and in vivo testing. Bioflavonoid compounds include fisetin, galangin, and myricetin. The study was conducted to see the potential of fisetin, galangin, and myricetin ligands in which the control variable was quercetin against Rdrp from the dengue virus. The research method uses molecular docking and molecular dynamics. The simulation results of flavonol compounds were compared with quercetin, with parameter value of the docking score, bond energy, Root Mean Square Deviation (RMSD), Root Mean Square Fluctuation (RMSF), and contact ligand-target. The results of the lowest molecular docking values for each ligand were myricetin, fisetin, quercetin, and galangin with docking scores of -10.145 kcal/mol, -9.796 kcal/mol, -8.513 kcal/mol, and -8.036 kcal/mol respectively. The best binding energy MM-GBSA results were ligands fisetin, quercetin, myricetin, and galangin with free energy bond values -60.65 kcal/mol, -57.83 kcal/mol, -57.19 kcal/mol, and -51.36 kcal/mol respectively. The results of this study predict that quercetin remains a better inhibitor against RNA dependent RNA polymerase (RdRp) targets than Fisetin, Galangin, and Myricetin
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Riyanti
Abstrak :
Perkembangan masalah penyakit DBD yang kasusnya cenderung meningkat serta penyebarannya semakin meluas merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian Indonesia. Terutama di Jakarta selama tahun 2003 hingga 2007 jumlah kasus DBD cenderung meningkat, khususnya wilayah Jakarta Timur yang tiap tahun menjadi wilayah tertinggi kasus DBD dan pada kecamatan Duren Sawit sebagai kecamatan yang paling tinggi jumlah kasusnya di Jakarta Timur. Pemerintah telah membuat program penanggulangan dan pemberantasan penyakit DBD namun melihat kecenderungan jumlah kasus yang terus meningkat hingga saat ini dapat dikatakan tujuan program tersebut beum berhasil dilakukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui penyebab ketidakberhasilannya upaya menekan jumlah kasus DBD perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kegiatan dari program P2DBD yang dilakukan puskesmas kecamatan Duren Sawit tahun 2007 meliputi evaluasi terhadap unsur input yaitu ketersediaan tenaga, dana, sarana, metode, dan waktu, terhadap proses kegiatan yaitu Penyelidikan Epidemiologi (PE), foging fokus, PSN, Pemeriksaan Jentik Berkala, Abatisasi selektif, dan penyuluhan kesehatan, dan terhadap output yaitu capaian hasil kegiatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan kepada 12 informan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan program P2DBD di puskesmas kecamatan Duren Sawit, serta 2 puskesmas kelurahan di wilayah kerjanya yaitu puskesmas kelurahan Duren Sawit dan Malaka Sari. Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwa ketersediaan unsur input pada umumnya sangat terbatas. Tenaga pelaksana di puskesmas kelurahan khususnya masih kurang untuk melakukan PE dengan cepat dan kegiatan PSN. Jumantik belum aktif dan sungguh-sungguh melakukan pemeriksaan jentik dalam rangka PSN. Ketersediaan alat foging masih kurang dan ketersediaan jenis dan jumlah media promosi kesehatan juga masih kurang. Anggaran paling besar digunakan untuk kegiatan foging mengingat besarnya biaya bahan bakar alat foging. Kegiatan yang direncanakan semuanya telah dilakukan namun proses pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya mengingat keterbatasan sumber daya, kurangnya dukungan dari mayarakat, dan keadaan wilyah kecamatan sendiri. Tetapi dalam hal koordinasi dan komunikasi sudah terbina cukup baik diantara masing-masing program pengelola program P2DBD di puskesmas kecamatan dan juga dengan puskesmas kelurahan. Hasil capaian masing-masing kegiatan jika dilihat dari tolak ukur terhadap output yang direncanakan pada umumnya tercapai, tapi jika dilihat dari tolak ukur hasil yang direncanakan masih belum berhasil dicapai. Seperti ABJ yang mencapai hingga 98% namun jumlah kasus masih tetap tinggi. Kegiatan yang telah dilakukan puskesmas secara keseluruhan jika dilihat dari sumber daya yang dimanfaatkan, proses kegiatan yang dilakukan, dan output kegiatan yang dicapai jika dikaitkan dengan indikator hasil penurunan jumlah kasus dapat dikatakan belum efektif karena tujuannya tidak tercapai. Hal ini disebabkan karena keterbatasan tenaga dan sarana yang sangat mendukung untuk setiap kegiatan. Selain itu juga dari dukungan masyarakat yang kurang aktif melakukan upaya pencegahan penyakit secara mandiri.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Sukmawati Manti Putri
Abstrak :
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Penyakit DBD mempunyai kecenderungan untuk meningkatnya jumlah penderita dan meluasnya penyebaran DBD di seluruh wilayah Indonesia. Cara pencegahan DBD yang paling sering dilaksanakan di masyarakat adalah dengan metode 3M yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air serta mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk DBD. Tujuan 3M adalah untuk memutus mata rantai kehidupan vektor penular penyakit DBD tersebut. Sekolah menjadi salah satu tempat yang berpotensi untuk menularkan penyakit DBD. Dalam pencegahan DBD ini sangat diperlukan peran serta aktif seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali masyarakat sekolah. Perilaku pencegahan DBD perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak atau murid-murid sekolah dasar baik melalui peran guru, orang tua, petugas kesehatan maupun lingkungan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah murid sekolah dasar di kota Depok dengan sampel penelitian adalah para murid SD antara kelas 3 hingga kelas 6 dari 5 sekolah dasar yang telah ditentukan yang masuk/hadir di hari dilakukannya pengisian kuesioner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pencegahan DBD pada murid SD di Kota Depok. Data penelitian ini merupakan data primer dengan instrumen kuesioner. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan perilaku pencegahan DBD di antara sekolah yang berbeda. Selain itu, perbedaan jenis kelamin dan Pengalaman tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan DBD. Sementara pengetahuan dan paparan informasi berhubungan dengan perilaku pencegahan DBD. Saran peneliti berfokus pada peningkatan kebijakan sekolah dalam menanamkan kepedulian terhadap DBD pada masyarakat sekolah, perlu diberikan penyuluhan DBD dari para guru maupun petugas kesehatan dan menerapkan metode pengajaran/penyuluhan yang menarik dan interaktif.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>