Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lamech A.P., compiler
"ABSTRAK
Kemajemukan hukum atau pluralisme hukum merupakan salab satu tema penting dalam nuansa kajian antropologi hukum (Rouland, 1992:2-4). Pluralisme hukum seperti dijelaskan oleh Hooker (1975:2-4) berkembang antara lain melalui pemerintahan kolonial dan berdirinya negara-negara baru. Di Indonesia misalnya, proses terjadinya pluralisme hukum berawal dari penerapan hukum oleh penjajah terutama pada masa kolonial Belanda ketika penduduk Indonesia (jajahan) digolongkan menjadi tiga golongan dimana masing-masing tunduk pada hukum yang berlainan, yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan golongan Bumiputera (lihat: Arief, 1986:10-14; Ter Haar, 1980:21-25). Semenjak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, sistem hukum nasional diwarnai oleh koeksistensi hukum formal dari negara dan hukum adat dari kelompok-kelompok etnis di Indonesia. Dalam hal ini, corak pluralisme hukum di Indoensia diwarnai oleh hukum formal yang sebagian merupakan peninggalan hukum kolonial dan produk hukum baru pemerintah Indonesia di satu pihak dan di lain pihak adalah hukum adat dari masing-masing kelompok etnis yang diakui keberadaannya oleh negara.
Eksistensi dan penerapan hukum yang berbeda-beda dalam kenyataan hidup bermasyarakat menimbulkan pandangan yang berbeda mengenai hukum mana yang menjadi pilihan utama untuk diterapkan. Salah satu aliran pendapat menyatakan bahwa bagaimanapun juga, dalam situasi pluralisme hukum, pada akhirnya yang menentukan adalah hukum dari negara. Pendapat yang dikenal dengan sebutan legal centralism ini ditentang oleh Griffiths (1986:4) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya hukum negara itu tidak sepenuhnya berlaku. Dalam masyarakat dapat dikenai lebih dari satu tatanan hukum. Di Indonesia kritik dari Griffiths ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat kasus-kasus dimana hukum nasional belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Alfian (1981:148), misalnya, menunjukkan peranan yang kurang berarti dari hukum nasional dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat Aceh. Tingkah laku mereka banyak dipengaruhi oleh norma-norma atau nilai-nilai agama dan adat daripada peraturan-peraturan hukum yang seyogyanya harus berlaku. Pada sisi lainnya, terutama dalam kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa, terdapat juga situasi dimana lembaga hukum formal untuk menyelesaikan konflik atau sengketa tidak mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan yang jauh terpencil. Contoh dari situasi seperti ini dijumpai pada orang Tabbeyan, sebuah desa di Kabupaten Jayapura (Irian Jaya), dimana terjadi konflik baik antar warga masyarakat itu sendiri maupun antara warga desa itu dengan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang konsesi hutan di daerah tersebut, namun tidak mudah memperoleh akses untuk menggunakan lembaga peradilan formal untuk menyelesaikannya (Tjitradjaja, 1993).
Keberadaan yang sesungguhnya dari sistem-sistem hukum dalam situasi pluralisme hukum dapat dilihat dalam pola pilihan yang dibuat terhadap sistem-sistem hukum tersebut dan hagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu secara efektif dapat dipakai untuk menyelesaikan setiap masalah hukum yang timbul dalam masyarakat yang bersangkutan, terutama dalam penyelesaian sengketa yang timbul (Hooker, 1975). Secara teoritis semua sistem hukum mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai sistem yang diandalkan dalam menghadapi setiap peristiwa hukum. Namun demikian pada kenyataannya pilihan-pilihan hukum mana yang dipakai bergantung pada strategi pembangunan hukum negara yang bersangkutan dan situasi-situasi nyata yang mengarahkan pilihan atas suatu sistem hukum. Dalam kaitan inilah proses penyelesaian sengketa pada suatu situasi pluralisme hukum dapat dipakai sehagai suatu pendekatan dalam menganalisa keberadaan dan keefektifan dari sistem hukum yang ada dalam memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi oleh warga masyarakat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Kusumastito
"Perjanjian utang-piutang atau loan agreement adalah suatu perjanjian perdata antara suatu subjek hukum dengan subjek hukum lain di mana satu pihak meminjam uang kepada pihak yang lain dan pihak yang lain akan mendapat timbal-balik berupa bunga atau hal lain yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pengaturan terhadap perjanjian utang-piutang menurut hukum Indonesia terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seperti lahirnya dan hapusnya. Para pihak dalam perjanjian utang-piutang dapat berbeda status personalnya, sehingga menimbulkan masalah HPI. Ketika terjadi wanprestasi, kemudian juga akan timbul permasalahan forum mana yang berwenang untuk mengadili dan hukum apa yang akan berlaku untuk mengadili perkara tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perkara-perkara wanprestasi yang berasal dari perjanjian utang-piutang yang tidak berjalan sebagaimana seperti yang diperjanjikan antara para pihak yang berbeda status personalnya. Kemudian salah satu pihak menggugat pihak lainnya di Pengadilan Indonesia.

A Loan agreement is an agreement between two or more legally competent individuals or entities on borrowing a sum of money by one person, company, government, and other organization from another. The lender will get another sum of money or other certain profit paid as compensation for the loan. Loan agreement in Indonesia is regulated in Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Civil Code). It regulates how the agreement begins and when it completes. The parties of a loan agreement can come from different countries. This will create international private law issue. When a loan agreement is not enforced as it has been agreed, breach of contract occurs. Some questions will appear like which court has the competence to adjudicate the case and which law should govern the case. This thesis will explain about a breach of contract cases related to a loan agreement where the parties come from different countries, then one of the parties conducted a lawsuit againts the other in Indonesian court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S23
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: Japan Defense Agency, 1976
355.033 052 DEF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Firani Rosari
"Seiring dengan pertumbuhan ekonominya, India meluncurkan Doktrin Maritim di tahun 2004 dan Strategi Maritim di tahun 2007. India juga tengah meningkatkan kapabilitas AL-nya sebagai upaya untuk menjadi Seapower di tahun 2020. AL India diharapkan memiliki kemampuan ‘blue water navy’ yang mampu menjalankan kontrol atas laut wilayah dan perairan jauh.
Skripsi ini bertujuan meneliti faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kapabilitas AL India dalam konteks kekuatan maritim. Dalam membahas topik tersebut, penelitian menggunakan dan teori seapower dari Corbett yang didukung oleh pembahasan dari Geoffrey Till. Peningkatan kapabilitas India akan dianalisis berdasarkan empat faktor dari teori seapower yaitu faktor sumber daya / kekayaan alam, jalur transportasi maritim, informasi, dan dominasi.

Along with its economic growth, Indian Government launched Indian Maritime Doctrine in 2004 and Indian Maritime Strategy in 2007. India is also improving its naval capability as an effort to become Seapower in 2020. Indian Navy is expected to have 'blue water navy' capability which capable of exercising control over the territorial sea and distant waters.
This thesis aims to examine factors that caused the improvement of Indian Naval capabilities in maritime power context. In discussing the topic, this research uses Seapower theory by Corbett, supported by Geoffrey Till’s writing. The improvement of Indian Naval capabilities will be analyzed based on four factors of Seapower theory which are resource factors / natural resources, maritime transport, information, and domination.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Meski di Indonesia tidak akan terjadi perang terbuka beberapa tahun mendatang, tapi perang itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Di era global, perang bisa berbentuk lain yang sasaran dan kerusakannya bisa lebih hebat dari perang terbuka. Perang bisa melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui kebudayaan, dan perang-perang bentuk lain. Karena itu, baik kalangan militer dan masyarakat sipil harus mampu mendeteksi, mengantisipasi, dan mengenali secara pasti ancaman terhadap negara, baik ancaman potensial maupuna ancaman aktual secara pasti. Seluruh komponen Bangsa Indonesia harus mampu melihat perkembangan strategis, baik global, regional maupun kondisi dalam negeri sendiri. Jangan sampai ketika ancaman itu sudah berada di depan mata, aparat keamanan dan masyarakat malah tidak siap menghadapinya. Strategi pertahanan negara harus dikembangkan dalam wujud Strategi Pertahanan Berlapis yang menyinergikan lapis pertahanan militer dengan lapis pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan negara yang utuh dan saling menyokong."
JKKM 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini mengajukan buah pikiran yang secara deskriptif adalah sebagai berikut yaitu (i) menggali gagasan untuk merumuskan program seperti apa yang dibutuhkan dalam jangka pendek, sedang dan panjang, (ii) substansinya adalah membangun kesadaran nasional untuk memperkuat defense mechanism NKRI, (iii) modal awalnya adalah kalangan intelektual yang 'fanatik' pro dan disebarluaskan merata ke seluruh Nusantara, (iv) momentumnya adalah memanfaatkan 100 tahun Kebangkitan Nasional dan 52 tahun Deklarasi Juanda, dan (v) idealnya, terwujud semacam ikrar nasional yang dijadikan pegangan yang bersifat mengikat, dan mengumandangkannya pada 'pesta' tahun 2009."
IKI 5:26 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Daya tahan, keamanan, survival dan daya saing negara pada abad 21 ini sangat ditentukan oleh tiga faktor utama yakni alam (tanah, air, dan atmosfer), manusia, dan tumbuhan. Oleh karena itu, ketiga faktor ini sangat strategis dan berperan penting dan bahkan menentukan kesejahteraan rakyat dan pertahanan-keamanan suatu negara. Sumber-sumber daya alam juga menentukan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional."
IKI 5:26 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Keamanan dan ketertiban adalah merupakan suatu situasi dan kondisi yang mutlak yang harus diciptakan demi kelangsungan hidup sebuah tantangan masyarakat. Oleh karena itu keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat erat hubungannya dengan rasa aman dan ketentraman bagi warga masyarakat yang bebas dari segala bentuk gangguan. Untuk menjaga, menciptakan situasi tersebut, aparat keamanan (polisi) secara khusus ditugaskan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. "
IKI 5:26 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
[LP3ES, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2010
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Hamidah
"Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa tanah di Raya Belawan-Medan, Km 7,9 antara Drs.AFN melawan Depkominfo RI. Analisis ini mengkaji putusan No.239/PDT/G/1997IPN.Medan yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 18 Mei 1999 berkaitan dengan gugatan DRS.AFN mengenai permohonan pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 atas nama Depkominfo terhadap tanah yang menjadi objek sengketa.
Untuk dapat menjelaskan aspek hukum yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji putusan tersebut, maka peneliti menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Sumber yang menjadi bahan penelitian adalah data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sengketa tanah tersebut.
Analisis putusan tersebut memperlihatkan ada tiga permasalahan yang terungkap yakni pembatalan SK.Mendagri No.47/HM/DA/1988 tentang permohonan hak milik atas tanah yang menjadi obyek sengketa atas nama Drs.AFN, kemudian penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.1 Tahun 1995 atas nama Depkominfo dan kewenangan kompetensi pengadilan negeri itu sendiri.
Hasil analisis berkenaan dengan pembatalan SK. Mendagri oleh Kepala BPN memperlihatkan bahwa pengakuan hukum yang diberikan oleh Undang-undang Nasional ternyata tidak menjamin penghargaan seutuhnya terhadap hak kelompok masyarakat adat. Indikasi ini terlihat pada proses pembatalan SK.Mendagri oleh Kepala BPN tersebut yang tidak mengindahkan bukti kepemilikan Drs.AFN yakni Grant Sultan No.95 Tahun 1900 yang diakui keberadaannya berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang ketentuan Pokok Agraria.
Analisis terhadap permasalahan penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 ternyata juga menyalahi ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Permendagri No.5 Tahun 1975 tentang ketentuan Pemberian Hak Atas Tanah. Kewenangan pengadilan negeri juga menjadi permasalahan yang muncul dalam analisis ini karena putusan yang dikeluarkan oleh hakim pengadilan negeri berkenaan dengan status hukum Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 telah menyalahi kompetensinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>