Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Akbar Idris
"Desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah sehingga daerah memiliki kewenangannya sendiri untuk melaksanakan pemerintahan. Salah satu tolak ukur dalam penilaian sistem desentralisasi adalah dari segi keuangan daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menentukan bahwa bagi daerah kekuasaan pengelolaan keuangan negara diserahkan kepada kepala daerah untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri. Penyerahan kekuasaan pengelolaan keuangan kepada kepala daerah dapat dimaknai sebagai bentuk kemandirian keuangan daerah karena terpisah pengelolaannya dari keuangan pemerintah pusat. Hal tersebut menunjukkan daerah layaknya suatu badan hukum yang didirikan oleh negara, sehingga memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban negara. Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dimilikinya, daerah memiliki sumber-sumber pendanaan yang terdiri dari pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan pendapatan daerah lain yang sah. Meskipun terdapat berbagai sumber pendanaan tersebut, masih terdapat celah fiskal sehingga daerah masih membutuhkan dana dari sumber lain seperti pinjaman yang mengakibatkan daerah memiliki kewajiban utang. Dalam melaksanakan pemerintahan, terdapat berbagai macam risiko yang dapat menyulitkan kondisi keuangan daerah. Kesulitan keuangan yang berlarut-larut akan mengakibatkan daerah gagal untuk memenuhi kewajibannya atau yang disebut dengan gagal bayar. Dalam menangani gagal bayar guna menjamin kelangsungan aktivitas pemerintahan daerah, diperlukan suatu mekanisme penanganan gagal bayar. Penelitian ini fokus kepada analisis mengenai pengelolaan keuangan daerah sebagai badan hukum publik serta mengenai penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan undang-undang serta disusun secara deskriptif. Hasil penelitian ini menemukan status badan hukum daerah dapat ditemukan dalam pengelolaan keuangannya, terutama dalam aspek kekuasaan pengelolaan keuangan, sumber pendapatan, serta penganggaran. Kemudian, penelitian ini menemukan bahwa penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia masih memiliki kekurangan karena tidak memberikan perlindungan hukum secara menyeluruh kepada para pihak yang terlibat.

Decentralization is the transfer of power from the central government to regions so regions have their own authority to govern. The financial aspect is one of the indicators of decentralization. Law Number 17 of 2003 on State Finance stipulates that for regions, the authority to manage state finances is delegated to regional heads to manage their own respective region’s finances. The delegation of authority to manage their own finances is interpreted as the regional finance’s independence due to its distinction from the central government’s financial management. This shows that a region resembles a state-established legal person, thus separates its rights and obligations from the state’s. To conduct their obligations, regions have revenue sources that consists of original regional revenue, transfer revenue, and other legitimate regional revenue. Although those sources of funding exist, there are still fiscal gaps which requires regions to find funding from other sources, namely loans which results in debt obligation for regions. Regions face risks in governing which could cause distress to the region’s finances. Protracted financial distress could results in regions defaulting on their obligations. In dealing with default to ensure the continuity of regional government, a mechanism to manage default is requisite. This study primarily concerns on analyzing the financial management of regions as a public legal person and the default management for regions in Indonesian regional finance regulations. The methodology utilized in this study is juridical-normative with a statutory approach along with a descriptive structure. This study finds that region’s financial management, particularly in the areas of financial management authority, revenue resources, and budgeting, reflects their status as a public legal person. This study also discovered that the default management in Indonesian regional finance regulation still have shortcomings since it fails to provide adequate legal protection to the parties involved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Sugiarto
"Tujuan Penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan dua teknik sebagai pendekatan untuk memperoleh nilai pasar ekuitas yang dipakai untuk memprediksi kepailitan yaitu metode arus kas dan metode harga pasar saham (stock price), dengan menggunakan model merton dan KMV. Cooperstein, Pennacchi, dan Redburn(1995) dalam penelitiannya memberikan sebuah metode untuk mengestimasi nilai pasar ekuitas untuk mencari nilai pasar aset dan volatilitas aset bank dengan menggunakan data arus kas bank yang didapat dari laporan keuangan bank (laba rugi). Cara ini memungkinkan bank yang tidak go public bisa menghitung distance to default dan probability of default menggunakan model kuantifikasi yang ada untuk mengukur resiko kreditnya. Kemudian dua teknik tersebut diperbandingkan dengan ADZ Score yang merupakan alat ukur kerapuhan bank berdasarkan rasio-rasio dari laporan keuangan. Berdasarkan analisa hasil penelitian keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, metode arus kas menghasilakan angka probability of default diatas 50% untuk 13 sampel bank. Sedangkan metode harga saham angka probablity of default sangat bervariatif yaitu kurang dari 1% hingga 48%.

The purpose of this research is to compare the ability of two methods to measure market value of equity for predicting probability of default encompasses cash flow and stock price method by using Merton's model and KMV. Cooperstein, Pennacchi, and Redburn (1995) in their research give a method to estimate market value of asset and asset volatility of bank by using cash flow data from bank?s financial report (profit and loss). This method is useful for non-listing (private) banks to calculate distance to default and probability of default using quantitative model for measuring its credit risk. The results of these two methods are compared to ADZ Score which it is a measurement tool of insolvency bank base on financial report ratios. Based on result analysis both of them have their own advantages and weaknesses, cash flow method effect to the number probability of default over 50% for 13 bank's sample. Conversely stock price?s method gives wide variety of default probability result less than 1% up to 48% for those bank's sample."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T46271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Muhammad Anwar
"ABSTRAK
Bantuan Siswa Miskin BSM merupakan program pemerintah Indonesia dalam rangka mengalihkan subsidi bahan bakar minyak ke sektor yang lebih produktif. BSM bertujuan untuk mengurangi beban rumah tangga miskin akibat kenaikan bahan bakar bersubsidi dan juga untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selama ini besarnya dampak BSM terhadap kualitas pendidikan belum pernah diteliti secara kuantitatif. Untuk mengisi gap penelitian tersebut, studi ini dilakukan dengan dua tujuan: 1 mengetahui dampak BSM terhadap tingkat partisipasi sekolah siswa miskin dan 2 mengetahui dampak BSM terhadap kualitas belajar siswa miskin yang diukur melalui kemampuan berhitung numeracy skill . Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah panel Fixed Effect with Propensity Score Matching. Data yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari Indonesia Familiy Life Survey IFLS periode 4 dan 5. Setelah mengontrol pendidikan orang tua, usia, pengeluaran keluarga dan domisili penduduk, peneliti menemukan bahwa BSM signifikan dalam meningkatkan probabilitas siswa miskin untuk bersekolah sebesar 30 dan memiliki numeracy test score yang lebih tinggi 3,1 poin dibandingkan siswa yang tidak menerima BSM.

ABSTRACT
Bantuan Siswa Miskin BSM is one of Indonesian rsquo s government program that shifted energy subsidy to more productive sector. The purpose of BSM is to alleviate households burden in education to cope with increasing of subsidized fuel and to increase the quality of education. The impact of BSM had not been researched by quantitative approach. To fill the research gap in quantitative impact evaluation on BSM, this study aims to know 1 Impact of BSM in school participation 2 Impact of BSM for quality of education, that represented by numeracy skill. This research use Fixed Effect with Propensity Score Matching method. This research use data from fourth and fifth wave Indonesia Familiy Life Survey IFLS . With the control of parent rsquo s education, age, household expenditure and domicile, this research found significant effect of BSM to increase school participation by 30 and numeracy test score by 3,1 points higher between treated and control group. "
2017
S68443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aufa Mursyida
"Cross collateral dan cross default merupakan suatu kebiasaan yang digunakan dalam pemberian kredit perbankan maupun non-bank. Cross collateral merupakan suatu kondisi dimana satu atau lebih objek jaminan yang digunakan untuk menjamin lebih dari satu kewajiban pembayaran utang atau kredit. Tujuan diberlakukan cross collateral sama dengan tujuan dari fungsi jaminan, yaitu memberikan kreditur posisi yang lebih aman dengan munculnya hak preferen atas jaminan kredit. Untuk memudahkan penerapan cross collateral, maka diberlakukan juga cross default, yaitu keadaan dimana terhadap beberapa kewajiban pembayaran kredit yang terikat jika berada dalam keadaan wanprestasi. Sehingga kewajiban pembayaran kredit yang satu juga akan diangap wanprestasi jika kewajiban pembayaran kredit lainnya yang terikat juga dalam keadaan wanprestasi. Keadaan dimana keadaan wanprestasi mengikat satu sama lain disebut dengan cross default murni sedangkan jika tidak saling mengikat disebut dengan cross default sepihak.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam pemberian kredit antara LPEI dan PT X dalam pelaksanaan cross collateral terdapat jaminan yang tidak diikat secara sempurna sehingga tidak menimbulkan hak preferen yang merugikan kedudukan kreditur. Sedangkan dalam penerapan cross default yang digunakan adalah cross default sepihak yang juga tidak menguntungkan kreditur. dengan demikian Penulis menyarankan dalam penerapan cross collateral lebih baik jika jaminan terkait diikat secara sempurna agar memberikan hak preferen yang pasti bagi kreditur dan dalam penerapan cross default lebih baik digunakan cross default murni agar jika debitur wanprestasi akan lebih mudah dalam melakukan eksekusi jaminan.

Cross collateral and cross default are terms that often used as common practice in bank or non bank loan agreements. Cross collateral means a condition where one or more collateral secures one or more loan agreements. The objective of using this term is the same as collateral in general which is to give the lender the preference right that gives a secure position to the lender as the creditor. In order to make this term applicable, loan agreements also use Cross default term, which means a condition where there are one or more loan agreements that become related in default condition. In condition where one loan agreement stated as default, then the other loan agreement will also be stated as default. This cross default term can be applied perfectly if in one or more loan agreement stated that they are applying the cross default term to each other. If only stated in one loan agreement, this can lead to the one sided cross default.
This thesis finds that in applying the cross collateral term in loan agreement between LPEI and PT X, not all collateral secured according to rules, that leads the lender not having the preference right. Beside that, the cross default term that used in the loan agreement is the one sided cross default that makes the lender be in less secure position. The author suggests that in applying the cross collateral term, LPEI should have secured all the collaterals according to rules so that LPEI as creditor has the preference right, and in applying the cross default term, LPEI should have applied the perfect cross default, so that once the borrower stated as default according to loan agreement, LPEI as the creditor has the right to execute the collaterals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqida Fitrianto
"Riset ini bertujuan untuk mengukur probabilitas kegagalan dari bank di Indonesia. 22 buah sampel bank diambil dan dikategorikan berdasarkan total aset menjadi bank besar, medium, kecil, serta berdasarkan kepemilikan dan aktivitas bisnis. Bank tersebut terdaftar di Bank Indonesia dan OJK. Dalam pengukuran probabilitas kegagalan, replikasi terhadap model merton black-scholes digunakan untuk mendapatkan jarak menuju kegagalan serta probabilitas kegagalan.
Hasil akhir merupakan probabilitas kegagalan dari 22 sampel bank di Indonesia dari 2005 hingga 2016. Hasil menunjukkan peningkatan probabilitas kegagalan di akhir periode dan menunjukkan campuran fluktuasi serta sedikit peningkatan pada periode awal. Riset ini kemudian menganalisa secara deskriptif rasio finansial yang berkaitan di periode sampel yang didapatkan dari OJK.

This research aims to measure probability of default in banks in Indonesia. 22 sample banks were taken which then categorized by total asset into big, medium, small banks, and according to their ownership and business activities. Banks are registered in Bank Indonesia and OJK. In measuring probability of default, a replication of merton black scholes model is used to identify distance to default and the probability of default.
The result is probability of default of 22 sample banks in Indonesia from 2005 to 2016. Final result shows increase in default probability in the latter period while showing mixed fluctuation and slight increase in the early period. This research analyzes further by describing related financial ratios in the sample period provided from OJK.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Hilmy
"Setelah berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat beberapa kasus gagal bayar perusahan asuransi yang menyebabkan pemegang polis mengalami kerugian, salah satunya yakni Kasus Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera 1912). Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perlindungan hukum pemegang polis oleh peraturan perundang-undangan dan OJK dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912?, dan 2. Bagaimana peran dan tanggung jawab OJK dalam upaya penyelesaian hak-hak pemegang polis dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912?. Dalam menganalisis permasalahan yang diteliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder dan melakukan studi kepustakaan serta menggunakan pendekatan penelitian Perundang-Undangan dan pendekatan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini adalah: 1. Perlindungan hukum pemegang polis yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan secara umum terdapat di dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, tetapi dalam kaitannya dengan kasus gagal bayar AJB Bumiputera 1912 terdapat permasalahan yakni tidak ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perusahaan asuransi berbentuk Asuransi Bersama (Mutual Insurance) sesuai dengan amanat dalam Pasal 7 ayat (3) UU 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Sedangkan perlindungan hukum oleh OJK dilakukan secara preventif sudah dilakukan dengan pemeriksaan, pengawasan dan rekomendasi untuk melaksanakan serangkaian ketentuan dan persyaratan dan pedoman yang ada dalam POJK No. 73 /Pojk.05/2016. 2. Peran dan tanggung jawab OJK dalam upaya penyelesaian hak-hak pemegang polis sudah dilakukan dengan menerapkan POJK Nomor 63 /POJK.05/2016. Tetapi peran dan tanggung jawab itu masih belum maksimal sehingga sampai saat ini kasus AJB Bumiputera 1912 ini belum terselesaikan.

After the establishment of Otoritas Jasa Keuangan (OJK), there were several cases of insurance company that caused policy holders to suffer losses, one of the cases that occurred was the case of Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera 1912). The problems analyzed in this research are: 1. How is the legal protection of policyholders by laws and regulations and OJK in the case of failure to pay of the AJB Bumiputera 1912?, and 2. What are the roles and responsibilities of OJK in efforts to settle the rights of policy holders in the case of failure to pay of AJB Bumiputera 1912?. The results of this study are: 1. Legal protection for policyholders provided by legislation is generally contained in UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, but in relation to the AJB Bumiputera 1912 default case there is a problem, namely that there is no special law that regulates insurance companies in the form of Mutual Insurance in accordance with the mandate in Article 7 paragraph (3) of UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. While legal protection by OJK is carried out in a preventive manner, it has been carried out with inspection, guidelines contained in POJK No. 73 /Pojk.05/2016. 2. The roles and responsibilities of OJK in efforts to settle the rights of policyholders have been carried out by implementing POJK Number 63 / POJK.05/2016. But the roles and responsibilities are still not maximized so until now the case of AJB Bumiputera 1912 has not been resolve."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Aji Nugroho
"Penelitian ini mengkaji distribusi dan sebaran peluang dari durasi kejadian waktu dari mulai kredit diberikan kepada debitur hingga terjadinya kredit bermasalah (default) dan menjelaskan karakteristik atau faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi risiko terjadinya default. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh PT Bank ABC Tbk untuk memperkuat pengendalian risiko kredit dan strategi yang efektif dalam pemasaran Kredit Salary Based PT Bank ABC Tbk. Metode Survival Analysis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non parametrik Kaplan Meier dan metode semi parametrik Cox Proportional Hazard. Hasil Penaksiran dengan metode Kaplan Meier digunakan untuk mengetahui sebaran time to default debitur Salary Based sejak kredit diberikan. Sedangkan metode Cox Propotional Hazard digunakan untuk menjelaskan karakteristik dari debitur yang dapat mempengaruhi terjadinya default. Sampel data yang digunakan adalah debitur Kredit Salary Based yang direalisasikan pada bulan Desember 2015 dan mulai diamati dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Desember 2018 dengan kategori peminjam masih aktif bekerja. Hasil penaksiran menggunakan metode Kaplan Meier menunjukan bahwa peminjam Kredit Salary Based mulai mengalami default pada bulan ke empat sejak kredit tersebut diberikan dan terus mengalami peningkatan hingga akhir pengamatan. Hasil penaksiran menggunakan Metode Cox Proportional Hazard menunjukkan bahwa karakteristik atau faktor-faktor demografi yang mempengaruhi terjadinya default adalah wilayah domisili, tingkat pendidikan, usia, status pernikahan, status kepegawaian, dan tingkat penghasilan. Sedangkan karakteristik produk yang mempengaruhi terjadinya default adalah jangka waktu kredit.

This study examines the distribution of opportunities for the duration of the event from the time credit is given to the debtor to the occurrence of nonperforming loans (default) and explains the characteristics or factors that influence the risk of default. The results of this study can be used by Bank ABC to strengthen credit risk control and develop an effective strategy for marketing the bank’s salary-based credit. The survival analysis methods used in this research are the Kaplan-Meier nonparametric method and the semiparametric Cox proportional hazard method. Assessment results using the Kaplan-Meier method are used to determine the time to default distribution of salary-based debtors since the credit was given. The Cox proportional hazard method is used to explain the characteristics of the debtor that can affect the occurrence of default. The data sample of salary-based credit debtors who were actively employed was realized in December 2015 and observed between January 2016 and December 2018. The Kaplan-Meier method results show that the salary-based credit borrowers began to experience default in the fourth month since the credit was given and continued to increase until the end of the observation. The Cox proportional hazard method results show that the demographic characteristics that influence the occurrence of default are domicile area, education level, age, marital status, employment status, and income level. Meanwhile, a product characteristic that affects the occurrence of default is the credit period"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Priski Cahya Maulidya
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab gagal bayar asuransi dan pengaruh penerapan PSAK 71 dan PSAK 74 terhadap risiko gagal bayar. Analisis dilakukan dengan menggunakan Teori Regulasi Kepentingan Publik (public interest regulation theory). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Data penelitian bersumber dari kuesioner dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis konten, tematik, dan konstan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gagal bayar dapat terjadi karena: (1) fraud, (2) underreserved, (3) lemahnya tata kelola atau pengendalian internal, (4) manajemen investasi yang buruk, (5) portofolio produk asuransi, dan (6) lemahnya regulasi dan pengawasan yang dilakukan oleh regulator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pandangan mengenai apakah PSAK 71 dan PSAK 74 sudah sesuai dengan Teori Regulasi Kepentingan Publik karena sebagian berpendapat bahwa kedua PSAK tersebut dapat mengurangi risiko gagal bayar, sebagian berpendapat bahwa PSAK tidak memiliki korelasi dengan gagal bayar, dan sebagian lainnya menyatakan tidak tahu. PSAK 71 dan PSAK 74 akan mengubah pelaporan keuangan perusahaan asuransi menjadi lebih konservatif, transparan, mudah dibandingkan dan akuntabel. Dengan begitu, secara tidak langsung akan mempengaruhi manajemen risiko dan tata kelola perusahaan asuransi. PSAK 74 juga mengubah proses pencadangan menjadi lebih konservatif

This study aims to analyze the causes of insurance insolvency and the effect of PSAK 71 and PSAK 74 implementation on the risk of default. Analysis is carried out by using Public Interest Regulation Theory. This is a qualitative research with case study method. Research data are sourced from questionnaires and interviews. Data analysis is done by using content, thematic, and constant comparative analysis. The results indicates that defaults can occur due to: (1) fraud, (2) underreserved, (3) weak governance or internal control, (4) poor investment management, (5) insurance product portfolio, and (6) weak regulations and supervision carried out by regulators. The study shows that there are different views about whether PSAK 71 and PSAK 74 is in accordance with Public Interest Regulation Theory because some argue that both PSAK can reduce the risk of default, some argue that PSAK does not have a correlation with default, and some others state that they do not know. PSAK 71 and PSAK 74 will turn insurance companies financial reporting to be more conservative, transparent, comparable and accountable. That way, it will indirectly affect the risk management and governance of insurance companies. PSAK 74 also turns the reserving process into more conservative."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Arya Maheswara
"Perjanjian leasing kendaraan bermotor merupakan salah satu transaksi bisnis yang populer dalam industri transportasi, memungkinkan penyewa (lessee) untuk menggunakan kendaraan dengan membayar biaya sewa tanpa perlu membelinya, sementara pihak leasing (lessor) mendapatkan keuntungan dari penghasilan sewa. Namun, perjanjian ini sering menghadapi risiko wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, seperti keterlambatan pembayaran, penggunaan yang tidak sesuai, kerusakan, kehilangan kendaraan, atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pihak leasing dalam menghadapi risiko-risiko tersebut, dengan fokus pada regulasi yang berlaku di Indonesia, termasuk Pasal 1243, Pasal 1238, dan Pasal 1365 KUHPerdata serta peraturan perundang-undangan lainnya. Melalui analisis terhadap Putusan No. 32/Pdt.G/2019/PN.Btl., yang melibatkan kasus pelanggaran perjanjian leasing kendaraan bermotor, penelitian ini mengeksplorasi langkah-langkah hukum yang dapat diambil oleh pihak leasing, seperti penyusunan klausul yang jelas dalam perjanjian, penilaian risiko yang ketat, dan pengawasan berkala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi yang ketat, transparansi informasi, dan prosedur hukum yang jelas sangat penting untuk menciptakan kepastian hukum dan keseimbangan kepentingan antara pihak yang terlibat. Kesimpulannya, peningkatan regulasi, edukasi masyarakat, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif sangat diperlukan untuk melindungi hak dan kewajiban dalam perjanjian leasing kendaraan bermotor di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Ibrahim
Bandung: Refika Aditama, 2004
346.082 JOH c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>