Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denta Aditya Episana
"Latar belakang Penyakit kulit atau kelainan kulit terjadi pada lebih dari 35% dari semua kelainan akibat kerja. Dermatitis kontak adalah penyakit akibat kerja yang paling dikenal di banyak negara (dengan dermatitis kontak iritan terhitung 80% dari kasus), namun kasus-kasus ini sering tidak dilaporkan. Salah satu penyebab dermatitis kontak iritan adalah cyclohexanone, bahan kimia yang dikenal sebagai oksidator yang dapat mengiritasi kulit. Laporan Kasus Berbasis Bukti ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi/bukti tentang pengaruh pajanan cyclohexanone terhadap kejadian dermatitis kontak iritan. Metode Kasus dalam studi ini adalah tentang seorang wanita berusia 37 tahun yang bekerja sebagai operator pencetakan logo di sebuah perusahaan manufaktur sepatu yang terpajan cyclohexanone dan didiagnosis dengan dermatitis kontak iritan. Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed, Scopus, dan ProQuest dan dilakukan dengan metode hand searching. Kriteria inklusi meliputi studi tinjauan sistematis, studi kohort, studi kasus- kontrol, studi potong lintang, dermatitis kontak iritan, cyclohexanone, dan pekerjaan. Kemudian, dinilai secara kritis menggunakan kriteria yang relevan dari Oxford Centre for Evidence-Based Medicine.
Hasil Tiga studi potong lintang yang relevan ditemukan melalui pencarian literatur dan dinilai secara kritis. Besarnya perkiraan dan presisi mengenai hubungan antara pajanan dan hasil dalam studi pertama tidak dapat dinilai; penelitian ini hanya menyatakan tidak ada nilai p yang signifikan secara statistik dalam prevalensi dermatitis akibat kerja antar departemen dan pemeriksaan antar departemen. Studi kedua menunjukkan bahwa pekerja dengan pajanan campuran bahan kimia pelarut, termasuk cyclohexane, berkorelasi dengan gejala kulit, kulit kering atau gatal pada tangan atau lengan, POR 1,46 (95% CI 1,06-2,01), dan kemerahan pada tangan atau lengan, POR 1,50 (95% CI 1,09-2,70). Sebagai perbandingan, penelitian ketiga menunjukkan bahwa pekerja dengan pajanan tunggal cyclohexane yang tinggi pada kulit memiliki risiko lebih tinggi untuk kejadian dermatitis tangan dengan nilai OR 2,15 (95% CI 0,59-7,95) tanpa signifikansi statistik. Kesimpulan Bukti yang tersedia dari studi potong lintang tidak membuktikan hubungan antara papajan cyclohexanone dan dermatitis kontak iritan pada pekerja; hanya satu studi yang menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik. Namun, disarankan untuk menyediakan peralatan kerja untuk mencegah kontak langsung dengan bahan kimia; pekerja juga harus mengenakan sarung tangan pelindung yang sesuai untuk menghindari dermatitis kontak iritan akibat kerja. Sebuah desain studi yang lebih baik seperti kohort atau kasus-kontrol diperlukan untuk memberikan bukti substansial bahwa papajan cyclohexanone dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan pada pekerja.

Background Skin disorders or abnormalities occurred in more than 35% of all occupational disorders. Contact dermatitis is the most recognized occupational disease in many countries and the cases are often not reported. Irritant contact dermatitis occurs in 80% of cases This evidence-based case report aims to get evidence about the effect of cyclohexanone exposure on the incidence of irritant contact dermatitis. Method The case is about a 37-year-old woman who worked as an operator at logo screen printing in a shoe manufacturing company, exposed to cyclohexanone, and was diagnosed with irritant contact dermatitis. A literature search was conducted through PubMed, Scopus, and ProQuest and also performed with the hand searching method. The inclusion criteria were cohort study, case-control study, cross-sectional study, irritant contact dermatitis, cyclohexanone, and occupational. Then, critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-Based Medicine. Result Three relevant cross-sectional studies were found through literature searching and after being critically appraised, it can be concluded that all the articles were valid. The magnitude and the precision of the estimate of the association between the exposure and outcome in the first study cannot be assessed, only stated no statistically significant p- value in occupational skin dermatitis prevalence between departments and the examination between departments. The second study showed that workers with solvent chemical mixture exposure including cyclohexane have a relationship in skin symptoms, dry or itchy skin on the hands or arms, POR 1.46 (95% CI 1.06-2.01), and redness on hands or arms, POR 1.50 (95% CI 1.09-2.70). While the third study showed that workers with a high dermal single exposure to cyclohexane have a higher risk for the incidence of major hand dermatitis, OR 2.15 (95% CI 0.59-7.95) but was not significant statistically.
Conclusion The available evidence from cross-sectional studies did not sufficient to prove an association between cyclohexanone exposure and irritant contact dermatitis in workers and only one study shows a significant association statistically. However, it is recommended to provide tools for working to prevent the workers from direct contact with the chemical and they should wear appropriate protective gloves while working to avoid the incidence of occupational irritant contact dermatitis. A better study design such as cohort or case-control is needed to provide stronger evidence that cyclohexanone exposure can cause irritant contact dermatitis in workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nurasih
"2,6-Bis(4-sulfomidobenzylidene)cyclohexanone is a new substance from chlorosulfonasi 2,6-dibenzylidenecyclohexanone which is amidated to sulfonilchlorida with ammonia. One of the characteristics that must be known from new drug standard is the stability data. In this research has done the effect of pH to solvent 2,6-bis(4-sulfonamidobenzylidene)cyclohexanone with accelerated stabilty test and analysed by Thin Layer Chromatography Densitometry. Buffers that have been used were pH 7,0 and pH 10,0 with temperature of 500C, 600C, 700C. Analysis condition used silica gel F254 plate as static phase, solvent mixture as mobile phase was dichlormetan:metanol (9:1) and analysed in 334 nm wavelenght. The coefficent of variation was less than 2%. Calibration curve done in range of 60-200 ppm resulting liniearity 0,9975 with limit of detection 11.8086 ppm dan limit of quantitation 39.33619 ppm. The result of stabilty 2,6-bis(4- sulfonamidobenzylidene)cyclohexanone in pH 7,0 at 25°C had k1 = 0,13 hours-1, activation energy (Ea) = 17,67 kkal mol-1, shelf life (t90) = 0,80 hour and half time (t ½) = 5,30 hours, whereas in pH 10,0 at 25°C had k1 = 7,01 hours-1, activation energy (Ea) = 1,14 kkal mol-1 shelf life (t90) = 0,02 hour and half time (t ½) = 0,10 hour. So from the data above, it can be taken conclusion that pH 7,0 more stabil than pH 10,0.

2,6-Bis(4-sulfonamidobenzilidena)sikloheksanon adalah senyawa hasil dari klorosulfonasi 2,6-dibenzilidenasikloheksanon, yang kemudian dilakukan amidasi terhadap sulfonilklorida dengan ammonia. Salah satu sifat yang harus diketahui dari senyawa calon obat adalah data stabilitas. Pada penelitian kali ini dilakukan uji pengaruh pH terhadap stabilitas larutan 2,6- bis(4-sulfonamidobenzilidena)sikloheksanon dengan metode uji stabilitas dipercepat dan dianalisis secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Dapar yang digunakan adalah pH 7,0 dan pH 10,0 dengan suhu 500, 600, dan 700 C. Kondisi analisis menggunakan lempeng silica gel F254 sebagai fase diam, campuran pelarut diklormetan : metanol (9:1) sebagai fase gerak dan dianalisis pada panjang gelombang 334 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien variasi kurang dari 2 %. Kurva kalibrasi dilakukan pada rentang 60-200 ppm menghasilkan linieritas 0.9975 dengan batas deteksi 11.8086 ppm dan batas kuantitasi 39.33619 ppm. Hasil dari stabilitas 2,6-bis(4-sulfonamidobenzilidena)sikloheksanon pada pH 7,0 memiliki k1 = 0,13 jam-1, energi aktivasi (Ea) = 17,67 kkal mol-1, shelf life (t90) = 0,80 jam dan waktu paro (t½) = 5,30 jam. Sedangkan pada pH 10,0 suhu 250C memiliki k1 = 7,01 jam-1, energi aktivasi (Ea) = 1,14 kkal mol-1, shelf life (t90) = 0,02 jam dan waktu paro (t ½) = 0,10 jam. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pH 7,0 lebih stabil dibandingkan dengan pH 10,0."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2009
S33025
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library