Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isran Idris
Abstrak :
Sistem gilir ganti sawah adalah pola penguasaan tanah sawah menurut hukum adat bagi ahli waris perempuan secara bergilir ganti dalam menggunakan atau pemakaiannya untuk mendapatkan hasilnya. Adanya sistem ini adalah pengaruh sistem kewarisan yang membedakan antara harta berat dan ringan. Banyaknya peserta dan persilangan gilir ganti sawah mempengaruhi pergerakan sistem dan masa tunggu setiap peserta mendapatkan gilirannya. Pada saat ini Sistem gilir ganti sawah sudah tidak efektif dan fleksibel lagi karena bekerja diatas lapisan ke 3 dan persilangan melebihi dari 3 generasi. Keadaan ini diperburuk dengan luas sawah yang sangat kecil, sehingga produktivitasnya tidak layak untuk mencukupi kebutuhan sebuah keluarga petani. Penguasaan dan pemilikan sawah gilir ganti tidak sepenuhnya pada anak perempuan, walaupun ahli waris adalah anak perempuan tapi mereka harus memenuhi beberapa persyaratan, sehingga menimbulkan pemilikan barsyarat. Dalam prakteknya pengaturan, peruntukan dan kebijakan berada pada anak laki-laki. Walaupun ahli waris adalah anak perempuan, tapi bila dijual anak laki-laki mendapat bagian. Sehingga pola penguasaan dan pemilikannya tidak tegas. Sistem perwarisannya tidak sesuai dengan Pasal 9 UUP, dimasa dalam perwarisan kedudukan anak laki-laki dan perempuan adalah sederajat, sedangkan di Kerinci anak laki laki sebagai ahli waris tidak mendapat bagian atas tanah sawah gilir ganti. Ketidak tegasan kepemilikan menyebabkan tidak terdapatnya kepastian hakum, dan sampai sekarang tidak ada bukti kepemilikan baik secara Hukum Adat maupun UUPA (sertifikat), satu - satunya tanda yang dijadikan bukti kepemilikan adalah ranji. Walaupun tidak efektif, produktif, dan tidak adanya kepastian hukum, masyarakat Kerinci tetap mempertahankannya, karena mereka melihat dari sudut sosiologis den antropologis, bukan dari sudut ekonomis dan yuridis. Kondidisi ini dimasa mendatang akan menjadi lebih komkpleks lagi dan perlu adanya pertimbangan yang mendasar untuk mempertahankan eksistensinya. Untuk mengatasinya agar sesuai dengan cita-cita UUPA, yai_tu adanya kepastian hukum, maka setiap pemilikan tanah harus didaftarkan, dan setiap tanah harus dikerjakan secara aktif sehingga bisa menjadi sumber kehidupan yang layak, maka perlu melaksanakan beberapa kebijakan antara lain: penyuluhan, penyerderhanaan sistem, dan membuat sertifikat khusus. Dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan pejabat formal, dan informal, serta instansi terkait.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jojor Yuni Artha
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai hak kebebasan beragama dan berkepercayaan pada masyarakat penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan. Melalui UU No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama negara telah melakukan diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan, karena hanya enam agama saja yang diakui oleh negara. Pada saat melakukan observasi di Cigugur, Jawa Barat, ditemukan dampak negatif atas pengaturan tersebut yang dialami oleh para penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka kesulitan mengakses hak-hak sipilnya, seperti hak untuk memeluk agama dan melaksanakannya, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas pelayanan publik akta perkawinan, akta anak serta identitas hukum berupa KTP , dan hak atas bantuan hukum. Akibatnya timbul konflik vertikal antara penghayat kepercayaan dengan pemerintah serta konflik horizontal antara sesama masyarakat. Penelitian ini juga melihat langkah penyelesaian sengketa yang dipilih oleh penghayat keperacayaan untuk menyelesaian konflik/sengketa yang dialaminya. Maka saran dari penelitian ini adalah, negara tidak perlu membedakan antara pemeluk agama resmi dan penghayat kepercayaan. Hal ini sebagai bentuk kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak warga negaranya. Tanpa pembedaan maka penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan dapat mengakses hak-hak sipilnya.
ABSTRACT This research aims to discuss the right to freedom in religion and belief in Sunda Wiwitan community. According to UU No.1 of 1965 about Prevention of Misuse and or Blasphemy, the country has undertaken a discrimination towards the instiller of faith, due to the fact that only six religions are recognized by the country. In the process of observing in Cigugur, West Java, it was founded several negative impacts toward that regulation which is experienced by Sunda Wiwitan community. They face some difficulties in accessing their civil rights as the freedom of religion, education, employment, public service marriage certificate, birth certificate and legal identity in the form of KTP , and the right to legal aids. As a result, several vertical conflicts between the instiller of faith and government and horizontal conflicts between the instiller of faith and the other communities arise. The study also observed the solutions taken by the instiller of faith to solve the conflicts dispute. Accordingly, the suggestion of this study is the country should distinguish between the official religion and the instiller of faith. It is a form of country rsquo s obligation to respect, fulfill and protect the rights of its community. Without any discrimination, the instiller of faith in Sunda Wiwitan will be able to access their civil rights.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Untuk mengetahui benar tidaknya ada mafia peradilan yang dijalankan secara terorganisir dan sistematis memang merupakan pekerjaan yang pasti luar biasa sulit, hal tersebut disamping proses pembuktiannya sangat sulit karena dilakukan dengan sangat tertutup.
2005
TMHK-IV-6-Des2005-43
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: World Bank Indonesia, Social Development Unit, Justice for the Poor Program, 2008
340.309 598 FOR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library