Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nela Ade Fahrani
"ABSTRAK
Kurator PT Sky Camping Indonesia PT SCI mengubah status aset boedel pailit SHGB 7251 menjadi aset non boedel untuk kemudian dijual di bawah tangan, yang mana hal tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Hakim Pengawas. Hasil dari penjualan aset tersebut kemudian tidak dimasukkan ke dalam daftar pembagian oleh kurator. Kreditor PT SCI, yaitu buruh, menuntut pembayaran upah mereka oleh kurator. Adanya dualisme dalam serikat pekerja PT SCI menjadi alasan kurator untuk tidak melakukan pembayaran atas upah buruh yang terutang. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana tanggung jawab kurator dan hakim pengawas dalam pengurusan harta pailit PT SCI dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditor PT SCI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum yang meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder, dan menganalisis dengan metode kualitatif, sehingga diketahui bahwa kurator dan Hakim Pengawas merupakan pihak dalam kepailitan yang mana tugas satu sama lain saling bertautan dan saling bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu perkara kepailitan. Buruh eks PT SCI berhak mendapatkan pembayaran atas upah yang terutang karena upah buruh merupakan kreditor preferen menurut ketentuan Pasal 95 ayat 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam melakukan tugasnya, sebaiknya kurator dan Hakim Pengawas memahami kedudukan dan tugas masing-masing sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan. Upah buruh merupakan tagihan yang harus didahulukan pembayarannya daripada tagihan lainnya, sedangkan legalitas dari serikat pekerja merupakan hal penting yang harus diperhatikan, serikat pekerja seharusnya menjadi representatif bagi buruh eks PT SCI. Kata kunci: Tanggung jawab Kurator, Perlindungan Hukum, PT Sky Camping Indonesia

ABSTRACT
The curator of PT Sky Camping Indonesia PT SCI changed the status of bankruptcy asset SHGB 7251 become a non bankruptcy asset for that asset to be sell underhand, which has got approval from the Supervisory Judge. The proceeds of the selling afterwards is not incuded inside the division list by the curator. The creditor of PT SCI, in this case is the labor, demand the curator regarding the payment of their salary. The dualism inside the labor union of PT SCI becoming the excuse of the curator to not doing the disbursement of the debted salary. This research will answer about how is the responsibility of curator and supervisory judge while arranging and setlling down the bankruptcy asset of PT SCI, and how is the legal protection towards the creditor of PT SCI. This research will be analyzed by using normative juridical method, a research method that will investigate literature and secondary data, and analyzed it with qualitative method, so that will be obtained that Curator and Supervisory Judge are parties in bankruptcy which has linked duties one and another and be liable reciprocally upon every actions that has been done to completing a bankruptcy case. The ex labor of PT SCI reserve the right to acquire the payment of their debted salary, because labor rsquo s salary is preferential creditor according to Article 95 paragraph 4 Act of Employment. While completing their jobs, Curator and Supervisory Judge should understand each other rsquo s position and duty in accordance with the regulations in the Act of Bankruptcy. Labor rsquo s salary is a claim that has to be paid in advance, compared to other rsquo s claim, whilst the legality of labor union should become an important thing that should be noticed, the labor union must be representative towards ex labor of PT SCI.Keywords Curator rsquo s Responsibility, Legal Protection, PT Sky Camping Indonesia "
2018
T49376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Salsabila Ariyanti
"Dalam proses kepailitan, kurator memainkan peran krusial dalam proses pengurusan, terutama pada tahappencatatan daftar piutang. Tidak jarang masih terdapat kurator yang lalai dalam melakukan tugasnya pada tahap pengurusan yang menyebabkannya harus bertanggung jawab atas kelalaian tersebut. Penelitian ini menganalisis tanggung jawab kurator dalam proses pencatatan daftar piutang pada kepailitan PT Ricky Kurniawan Kertapersada berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Medan No. 18/Pdt.Sus- Renvoi/2023/PN Niaga Mdn serta jangka waktu pengajuan tagihan yang terdapat dalam kasus tersebut. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode doktrinal. Pada hakikatnya, kurator terhadap kesalahan atau kelalaian yang dilakukannya dapat dibebankan tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab dalam profesinya sebagai kurator. Pada kasus ini, kurator dinilai melakukan kelalaian dengan tidak menghubungi kreditor yang alamatnya diketahui terkait dengan status kepailitan PT Ricky Kurniawan Kertapersada sebagai debitor. Hal tersebut berdampak kepada ditolaknya pengajuan tagihan salah satu kreditor, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terlambat mengajukan tagihan dengan alasan tidak mengetahui status kepailitan dari debitor.Majelis hakim dalam putusan renvoi prosedur menyatakan bahwa kurator telah lalai dan sebagai akibatnya, maka kurator harus bertanggung jawab memasukkan KLHK ke dalam daftar piutang tetap sebagai kreditor konkuren. Melihat jangka waktu pengajuan tagihan yang ditetapkan oleh kurator dalam kasus ini ternyata sudah ideal berdasarkan praktik yang biasanya berlaku pada perkara kepailitan di Indonesia. Dengan demikian, jangka waktu pengajuan tagihan yang telah ditetapkan bukan menjadi alasan kreditor terlambat mengajukan tagihan.

In the bankruptcy process, the receiver plays a crucial role in the management process, particularly in the stage ofrecording the list of creditors. It is not uncommon for receivers to be negligent in carrying out their duties at the management stage, leading them to be held accountable for such negligence. This research analyzes the receiver's liabilityin the process of recording the list of creditors in the bankruptcy of PT Ricky Kurniawan Kertapersada based on the decision of the Medan Commercial Court No. 18/Pdt.Sus- Renvoi/2023/PN Niaga Mdn and the deadline for filing claimsin the case. This research is compiled using a doctrinal method. In essence, a receiver can be held personally liable or liable in their profession as a receiver for any errors or negligence committed. In this case, the receiver was deemed negligent for failing to contact creditors whose addresses were known regarding the bankruptcy status of PT RickyKurniawan Kertapersada as the debtor. This resulted in the rejection of a claim from one creditor, namely the Ministry of Environment and Forestry (KLHK), which filed a late claim on the grounds of not being aware of the debtor's bankruptcy status. The panel of judges in the renvoi procedure decision stated that the receiver had been negligent and, as a result, the receiver must be responsible for including KLHK in the final list of creditors as a concurrent creditor. Considering thedeadline for filing claims set by the receiver in this case, it appears to be ideal based on the usual practice in bankruptcycases in Indonesia. Thus, the deadline set for filing claims is not a reason for the creditor to file a late claim.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Salsabila Ariyanti
"Dalam proses kepailitan, kurator memainkan peran krusial dalam proses pengurusan, terutama pada tahappencatatan daftar piutang. Tidak jarang masih terdapat kurator yang lalai dalam melakukan tugasnya pada tahap pengurusan yang menyebabkannya harus bertanggung jawab atas kelalaian tersebut. Penelitian ini menganalisis tanggung jawab kurator dalam proses pencatatan daftar piutang pada kepailitan PT Ricky Kurniawan Kertapersada berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Medan No. 18/Pdt.Sus- Renvoi/2023/PN Niaga Mdn serta jangka waktu pengajuan tagihan yang terdapat dalam kasus tersebut. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode doktrinal. Pada hakikatnya, kurator terhadap kesalahan atau kelalaian yang dilakukannya dapat dibebankan tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab dalam profesinya sebagai kurator. Pada kasus ini, kurator dinilai melakukan kelalaian dengan tidak menghubungi kreditor yang alamatnya diketahui terkait dengan status kepailitan PT Ricky Kurniawan Kertapersada sebagai debitor. Hal tersebut berdampak kepada ditolaknya pengajuan tagihan salah satu kreditor, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terlambat mengajukan tagihan dengan alasan tidak mengetahui status kepailitan dari debitor.Majelis hakim dalam putusan renvoi prosedur menyatakan bahwa kurator telah lalai dan sebagai akibatnya, maka kurator harus bertanggung jawab memasukkan KLHK ke dalam daftar piutang tetap sebagai kreditor konkuren. Melihat jangka waktu pengajuan tagihan yang ditetapkan oleh kurator dalam kasus ini ternyata sudah ideal berdasarkan praktik yang biasanya berlaku pada perkara kepailitan di Indonesia. Dengan demikian, jangka waktu pengajuan tagihan yang telah ditetapkan bukan menjadi alasan kreditor terlambat mengajukan tagihan.

In the bankruptcy process, the receiver plays a crucial role in the management process, particularly in the stage ofrecording the list of creditors. It is not uncommon for receivers to be negligent in carrying out their duties at the management stage, leading them to be held accountable for such negligence. This research analyzes the receiver's liabilityin the process of recording the list of creditors in the bankruptcy of PT Ricky Kurniawan Kertapersada based on the decision of the Medan Commercial Court No. 18/Pdt.Sus- Renvoi/2023/PN Niaga Mdn and the deadline for filing claimsin the case. This research is compiled using a doctrinal method. In essence, a receiver can be held personally liable or liable in their profession as a receiver for any errors or negligence committed. In this case, the receiver was deemed negligent for failing to contact creditors whose addresses were known regarding the bankruptcy status of PT RickyKurniawan Kertapersada as the debtor. This resulted in the rejection of a claim from one creditor, namely the Ministry of Environment and Forestry (KLHK), which filed a late claim on the grounds of not being aware of the debtor's bankruptcy status. The panel of judges in the renvoi procedure decision stated that the receiver had been negligent and, as a result, the receiver must be responsible for including KLHK in the final list of creditors as a concurrent creditor. Considering thedeadline for filing claims set by the receiver in this case, it appears to be ideal based on the usual practice in bankruptcycases in Indonesia. Thus, the deadline set for filing claims is not a reason for the creditor to file a late claim.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warri Utami Tarike Faukal Hakiki
"ABSTRAK
Persoalan pelarangan termasuk pembatalan larangan memang jarang terdengar oleh masyarakat di Indonesia, masyarakat tidak mengetahui tentang larangan. Sedangkan pengaturan kuratele sendiri dalam KUH Perdata diatur dalam Bab XVII Pasal 433 yang kemudian diturunkan dalam Pasal 434 sampai dengan 462 KUH Perdata. Dalam tesis ini permasalahan pokoknya adalah bagaimana seseorang dianggap layak menjadi pengawas dan disertai dengan analisis pertimbangan hukum hakim dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 297 / Pdt.G / 2012 / PN.Jkt. Sel dan Putusan Banding Nomor 13 / PDT / 2014 / PT.DKI. mengenai pembatalan gugatan pembatalan sebagai contoh kasus. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Kesimpulan dari tugas akhir ini adalah bahwa seseorang yang dianggap memenuhi syarat untuk menjadi supervisor, haruslah orang yang cakap dan berwenang menjadi supervisor dari calon yang akan dibina. Setiap permintaan pelarangan harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat orang yang diminta tinggal (Pasal 436 KUH Perdata). Penulis menyarankan untuk mengadakan seminar dan sosialisasi tentang larangan. Poster tentang larangan juga perlu dibuat. Penulis berharap semoga seminar dan sosialisasi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum Indonesia kedepannya.
ABSTRACT
The issue of prohibition, including the cancellation of the ban, is rarely heard by people in Indonesia, the public does not know about the prohibition. Meanwhile, the curatele arrangement itself in the Civil Code is regulated in Chapter XVII Article 433 which was later derived in Articles 434 to 462 of the Civil Code. In this thesis the main problem is how a person is deemed worthy of being a supervisor and accompanied by an analysis of the judges' legal considerations from the decision of the South Jakarta District Court Number 297 / Pdt.G / 2012 / PN.Jkt. Cell and Decision on Appeal Number 13 / PDT / 2014 / PT.DKI. regarding the cancellation of the cancellation lawsuit as an example case. This research method is normative juridical with analytic descriptive research type. The conclusion of this final project is that someone who is considered qualified to be a supervisor, must be someone who is competent and authorized to be the supervisor of the candidate to be coached. Every request for prohibition must be submitted to the District Court where the person requested to live (Article 436 of the Civil Code). The author suggests holding seminars and socialization about prohibitions. Posters about prohibitions should also be made The author hopes that this seminar and socialization can be useful for the development of Indonesian legal science in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library