Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Made Sendra
Abstrak :
Latar Belakang
Sejak zaman Meiji (1868-1912) sampai Perang Dunia II, pertanian merupakan pekerjaan seumur hidup bagi 5,5 juta keluarga atau 13,7 juta orang penduduk Jepang, Sejak tahun 1870 80 % dari penduduk Jepang bermatapencaharian sebagai petani, tetapi dengan pertumbuhan penduduk angka tersebut menurun, meskipun jumlah petaninya secara absolut tetap sama. (Tadashi Fukutake, 1989:1).

Menurut Emiko Dhnuki Tierney (1992:34) menyebutkan bahwa pertanian khususnya pertanian sawah diusahakan di Jepang sebagai pertanian utama, di samping itu juga ada pertanian lainnya seperti: gandum (multi), jawawut (kibi), wijen (goma), yang ditanam di daerah yang kurang subur dan tidak memerlukan perhatian yang banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Di Jepang istilah pertanian sawah disebut suiden, di samping itu juga ada istilah lainnya seperti hatake yang artinya ladang, yaitu jenis pertanian yang diusahakan di daerah yang memiliki topografi yang tinggi seperti di daerah pegunungan karena air sulit diperloleh. Tanaman padi yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok merupakan pertanian utama, sekitar 55 persen dari total lahan yang bisa diolah dan ditanami yaitu kira-kira 5,2 juta ha (Takekazu Ogura, 1967:8), berupa pertanian sawah dengan jaringan irigasi yang luas, yang bisa ditemukan di setiap wilayah di Jepang, terutama di bagian Utara Jepang yaitu wilayah Hokaido (R. P. Dore, 1959:8).

Salah satu ciri utama dari sistem pertanian Jepang adalah pertanian sawah dalam sekala kecil sebagai usaha pertanian yang dominan dan sifat ini berlanjut sampai zaman Meiji. (Takekazu Ogura, 1970:147). Pertanian Jepang sebelum Perang Dunia II berakar dalam suatu sistem yang ditandai oleh unit-unit pertanian yang kebanyakan sangat sempit dan digarap dengan tangan, kemungkinan untuk memperluas lahan garapan yang terbatas secara geografis sangat kecil. Tadashi Fukutake (1989:1-3) menjelaskan bahwa sebagai petani zaman kuno, rakyat Jepang selalu memanfaatkan setiap jengkal tanahnya yang dapat dikerjakan, dan pada umumnya le yang memiliki lahan-lahan pertanian yang luas menggunakan anggota-anggota le untuk mengolah lahan pertanian tersebut.

Keterbatasan lahan garapan ini akan dapat mengancam kehidupan le dalam susunannya yang lama, apabila terjadi pergantian dari generasi tua kepada generasi yang baru. Permasalahan ini akan muncul apabila kepala le harus digantikan oleh penggantinya dan anak-anaknya menuntut hak atas kekayaan yang dimiliki oleh le tersebut. Oleh karena itu harus ada norma-norma khusus yang mengatur pergantian tersebut. Norma ini berupa aturan-aturan mengenai pewarisan yang mengatur pengalihan dan penguasaan terhadap kekayaan yang dimiliki oleh le. (Eric R Walt 1995:129).

Dalam kehidupan sehari-hari petani Jepang, pengaturan mengenai pola-pola pewarisan harta warisan le diatur dalam pranata sosial le. Pranata ini mencakup aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam struktur sosial le, yang mengatur peran, serta berbagai hubungan dan peranan dalam tindakan dan kegiatan yang dilakukan (Parsudi Suparlan, 1981/1982:84-85).

1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anda Rahayu Retno Wulan
Abstrak :
Dalam membicarakan kehidupan masyarakat Jepang, berarti kita juga berbicara mengenai kebudayaan Jepang itu sendiri, yang mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sosial dan interaksi yang terjadi di antara anggota masyarakat itu. Hal ini sangat menarik bagi penulis untuk membahas kebudayaan masyarakat Jepang. Salah sate kebudayaan Jepang yang menarik bagi penulis untuk diteliti adalah pembungkusan sebuah pemberian. Orang Jepang sangat memperhatikan pembungkusan sebuah pemberian yang diberikan kepada orang lain. Selain itu, karena pembungkusan pemberian juga berperan dalam kegiatan saling memberi pemberian di Jepang sehingga baik sifat pembungkus, cara membungkus, benda pemberian, kepada siapa pemberian diberikan, dan kapan pemberian diberikan pun juga mendapat perhatian yang penting. Keseluruhan hal tersebut telah menyatu dalam kehidupan orang Jepang dalam berinteraksi sosial dengan orang lain. Bagi kita yang kurang mengerti atau memahami perilaku orang Jepang yang salah satunya adalah melalui pembungkusan pemberian ini akan mengalami kebingungan. Berdasarkan alasan tersebut, maka penulis ingin mengungkapkan makna yang terkandung di balik cara pembungkusan di Jepang. Semoga penelitian tesis ini dapat menambah pengetahuan mengenai masyarakat Jepang kepada para pembaca.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Sastra UI, 1978
306.052 UNI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reischauer, Edwin O.
Boston: Houghton Mifflin , 1978
915.2 REI j (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1977
306.052 UNI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1997
915.23 JAP (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chicago : Aldine Publishing, 1966
915.2 JAP (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1976
306.052 UNI p I (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia,, 1979
306.052 UNI p IV (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Eka Junianto
Abstrak :
Minat masyarakat Indonesia terhadap budaya Jepang khususnya anime semakin meningkat seiring kemajuan teknologi digital. Pada tahun 2022, berdasarkan tools google trends, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan pencarian terbanyak terkait anime Jepang. Hal tersebut menjadi salah satu alasan banyaknya media dan berita online yang mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah Wibu terbanyak di dunia. Wibu merupakan istilah yang merujuk pada seseorang yang berada di luar Jepang, tetapi menyukai bahkan cenderung terobsesi dengan budaya negeri tersebut. Adanya fenomena Wibu di Indonesia sering disalahmaknakan sebagai Japanofilia oleh sebagian besar masyarakat. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti menemukan adanya konstruksi yang membentuk stereotipe Wibu di Indonesia. Salah satu stereotipe Wibu yang ditemukan peneliti antaralain “Wibu bau bawang”, “Wibu Nolep”, dan “Wibu mesum” yang sempat populer beberapa tahun lalu. Adapun, konstruksi tersebut banyak ditemukan peneliti dalam berbagai media sosial digital khususnya YouTube sebagai media sosial yang dianggap paling informatif di Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis konstruksi stereotipe Wibu berdasarkan data yang diambil dari Youtube dan media daring lainnya. Dalam melakukan penelitian penliti menggunakan metode etnografi digital untuk mengumpulkan data. Melalui pendekatan kultural studi, penelitian ini mencoba menjabarkan konstruksi Wibu Indonesia melalui video - video di Youtube sebagai proses fenomena budaya di era globalisasi. Berdasarkan penelitian ini, peneliti menemukan peran YouTube dalam membentuk konstruksi stereotipetis Wibu di Indonesia sekaligus menjadi media negosiasi terhadap budaya tersebut. ......Indonesian people's interest in Japanese culture, especially anime, is increasing along with advances in digital technology. In 2022, based on Google Trends tools, Indonesia will be ranked third as the country with the most searches related to Japanese anime. This is one of the reasons why many media and online news say that Indonesia is one of the countries with the highest number of Wibu in the world. Wibu is a term that refers to someone who is outside Japan, but likes and even tends to be obsessed with the culture of that country. The existence of the Wibu phenomenon in Indonesia is often misinterpreted as Japanophilia by most people. Based on this phenomenon, researchers found that there are constructions that form the stereotype of Wibu in Indonesia. One of the Wibu stereotypes found by researchers includes "Wibu smells of onions", "Wibu Nolep", and "Wibu perverted" which were popular several years ago. Meanwhile, researchers have found this construction in various digital social media, especially YouTube, as the social media that is considered the most informative in Indonesia. Therefore, this research will analyze the construction of the Wibu stereotype based on data taken from YouTube and other online media. In conducting research, researchers use digital ethnographic methods to collect data. Through a cultural study approach, this research tries to explain the construction of Indonesian Wibu through videos on YouTube as a cultural phenomenon process in the era of globalization. Based on this research, researchers discovered the role of YouTube in forming the stereotypical construction of Wibu in Indonesia as well as being a media for negotiating this culture.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>