Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Yanto H.M.
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang konflik kepentingan dalam pemanfaatan kawasan yang terjadi pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi yang beberapa tahun belakangan ini kondisinya semakin semrawut. Bertumpuknya berbagai macam aktivitas pemanfaatan pada areal zona inti menyebabkan areal ini menerima beban yang cukup berat dan berdampak pada terancamnya pelestarian Cagar Budaya dalam kawasan ini. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk memetakan konflik kepentingan yang terjadi, mencari inti penyebab konflik dan menemukan kebijakan yang tepat untuk mengurangi konflik kepentingan yang terjadi pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Penelitian yang menggunakan pendekatan mix method ini melakukan dua kegiatan dalam pengumpulan datanya, yaitu berupa wawancara dan pengisian kuisioner oleh para expert. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa model pengelolaan yang masih sepenuhnya dipegang oleh pemerintah saat ini dianggap tidak lagi cocok untuk diterapkan karena akan menimbulkan banyak konflik antarstakeholder. Oleh karena itu perlu dibentuk Badan Pengelola yang bersifat co-management yang mampu menampung berbagai kepentingan stakeholders yang masing-masing memiliki perbedaan sasaran dan tujuan, dengan demikian konflik pemanfaatan pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi dapat diminimalkan. ...... This tesis discussed about the conflict of interests in the area utilization that occurred in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area of which condition has been even more chaotic in these last few years. The accumulation of various utilization activities in the core zone area has caused the area being quite overloaded and has threatened the preservation of the Cultural Heritages in the area. Hence this research attempted to map the occurring conflict of interests, to seek the nucleus cause of the conflict and to find the right policy to lessen the occurring conflict of interests in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area. The research used mix method approach and carried out two activities in its data collection, namely interviews and questionnaires filled by the experts. The result of this research showed that the management model that was still fully held by the government was currently considered as unsuitable to be applied because it would cause many conflicts among the stakeholders. Therefore a co management natured Management Board needed to be established. This Management Board should be capable to accommodate various interests of the stakeholders, each of whom had different goals and purposes. Hence the utilization conflict in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area could be minimalized.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku M. Yusuf Syah Putra
Abstrak :
Tanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga warisan budaya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Kota Depok karena perkembangannya sangat cepat menuju kota modern. Kolaborasi bersama komunitas Kaoem Depok sebagai living heritage bersama seluruh stakeholder merupakan keniscayaan untuk menjadikan wilayah Depok Lama sebagai destinasi wisata sejarah Depok Lama dan menjadi ikon serta ruang publik baru bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif studi kasus pada lokus cagar budaya Depok Lama fokus secara yuridis empiris. Penelitian ini menghadirkan kebaruan terhadap urgensi kebijakan yang sinkron serta komprehensif serta adaptif dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat pada obyek bangunan cagar budaya yang melibatkan partisipasi masyarakat. Memaknai identitas perlu formulasi hibrid yang multikultur, bukan milik suatu entitas/etnis tertentu. Secara geobudaya, Depok Lama menunjukkan kekhasan pola berdasarkan alam budaya terkait residu budaya kolonialisme Belanda. Bahkan, menjaga warisan budaya itu akan meningkatan kohesi sosial mengingat kota tanpa bangunan tua seumpama dengan manusia tanpa ingatan. ......The responsibility to maintain and protect cultural heritage is a challenge for the government and the people of Depok City because of its very fast development towards a modern city. Collaboration with the Kaoem Depok community as Living Heritage with all stakeholders is a necessity to make the Old Depok area a historical tourist destination for the Old Depok and become an icon and a new public space for the community. This study uses a qualitative case study approach at the Depok Lama cultural heritage locus, with a juridical and empirical focus. This research brings novelty to the urgency of policies that are synchronous as well as comprehensive and adaptive to the pace of community economic growth on cultural heritage objects that involve community participation. Making sense of identity requires a hybrid formulation that is multicultural, not belonging to a particular entity/ethnicity. According to geoculture, Old Depok shows a distinctive pattern based on cultural nature related to the cultural residues of Dutch colonialism. In addition, preserving this cultural heritage will increase social cohesion considering that a city without old buildings is like a human without memory.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Calistasela Aulia
Abstrak :
Bangunan Cagar Budaya merupakan peninggalan bersejarah yang memiliki peran yang sangat penting, yakni untuk mentrasfer identitas budaya pada generasi selanjutnya. Namun, adanya penurunan kondisi Bangunan Cagar Budaya terkait usia serta kurangnya perawatan berdampak akan kondisi Bangunan Cagar Budaya yang memprihatinkan. Maka dari itu, melakukan pelestarian Bangunan Cagar Budaya merupakan hal yang krusial untuk dilakukan untuk menjaga keberlanjutan akan keberadaannya. Selain menjaga keberlanjutannya, menjaga keaslian bangunan juga tidak kalah penting, mengingat tanpa keasliannya, Bangunan Cagar Budaya kehilangan hal mendasar yang menjadi tujuan keberadaanya. Oleh karenanya, melakukan pelestarian sesuai dengan tahapan yang benar serta sesuai etika dan kaidah konservasi merupakan hal yang harus dipahami dan diperhatikan demi terjaganya keaslian Bangunan cagar Budaya. Dengan demikian, maka nilai-nilai sejarah dapat tetap terjaga.
The Cultural Heritage Building is a historical heritage that has a very important role, namely to transfer cultural identity in the next generation. However, the decreasing condition of age-related Cultural Heritage Buildings and the lack of maintenance have an impact on the poor condition of Cultural Heritage Buildings. Therefore, preserving the Cultural Heritage Building is a crucial thing to do to maintain the sustainability of its existence. In addition to maintaining its sustainability, maintaining the authenticity of buildings is no less important, bearing in mind that without its authenticity, the Cultural Heritage Building loses its fundamental purpose for being. Therefore, conducting conservation in accordance with the correct stages and according to the ethics and rules of conservation is something that must be understood and considered for the preservation of the authenticity of the Cultural Heritage Building. Thus, historical values ​​can be maintained.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Maulida Shifa
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai perkembangan Bangunan Pendopo dari bangunan Villa Maria menjadi Kantor Pusat PT KAI. Pada Bangunan Pendopo hingga saat ini masih dipergunakan sebagai kantor administrasi perkeretaapian dan telah mengalami adaptasi setelah ditetapkan menjadi cagar budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam adaptasi Bangunan Pendopo Kantor Pusat PT KAI serta menganalisis kesesuaian penerapan adaptasi yang sudah dilakukan dengan prinsip dan regulasi hukum yang berlaku. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis didapatkan bahwa adaptasi mempengaruhi adanya perubahan fungsi ruang pada Bangunan Pendopo dan terdapat 3 bentuk adaptasi yang dilakukan, yaitu adaptasi dalam perubahan material, adaptasi dalam penambahan, dan adaptasi dalam pengurangan. Adaptasi dalam bentuk perubahan material dan penambahan pada Bangunan Pendopo telah sesuai dengan prinsip-prinsip adaptasi. Sedangkan bentuk pengurangan mengakibatkan merosotnya nilai penting yang terkandung dalam bangunan. ......This paper discusses about the transformations of the Pendopo Building from Villa Maria building into the Central Office of PT KAI. The Pendopo building is still used as a railway administration office and has undergone adaptations after being a cultural heritage. This study aims to determine the changes that have occurred in the adaptation of the Pendopo building and to analyze whether the implementation of the adaptation that has been carried out in the cultural heritage building is in accordance with the adaptation principles and legal regulations. The method used is descriptive analysis starting from data collection, data analysis, interpretations, and conclusions. The results of the analysis found that adaptation affects changes in the function of space in the Pendopo Building and there were 3 forms of adaptation carried out in the Pendopo buildings, that is adaptation in material changes, adaptation in additions, and adaptation in reductions. Adaptation in the form of material changes and additions to the Pendopo building is in accordance with the adaptation principles. While the form of reduction results in a decline in the important value contained in the building.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Ashita Haruni
Abstrak :
The protection against cultural heriage was relatively narrow at first, which only includes the protection of tangible cultural heritage. But along the course of time, arising from a conciousness that believes that folklore is a part of the cultural heritage, then folklore should also be eligible to obtain protection. This is because folklore is one of the key in providing a nation its own specific identity. Therefore, the folklore of a nation must be protected and preserved by the nation itself. However, in realization, protection and preservation can also be provided by international organizations through the establishment of various international legal instruments. Indonesia has set the protection of folklore in the copyright regime. But in reality, the protection is far from its objetive. The chacaracteristics that are rooted in folklore and copyright are conflicting. As a result, there`s a necessity for a more effective protection of folklor. The protection efforts that are provided trough various international legal instruments seek to reduce illicit claims of folklore done by a foreign partty.
Perlindungan terhadap warisan budaya pada awalnya bersifat relatif sempit yaitu perlindungan hanya terhadap benda cagar budaya. Namun seiring dengan jalannya waktu, timbul suatu kesadaran yang berpendapat bahwa folklor yang merupakan bagian dari warisan budaya juga layak untuk mendapatkan suatu perlindungan. Hal ini dikarenakan folklor merupakan salah satu kunci dalam memberikan suatu bangsa identitas yang khusus. Oleh karena itu, folklor suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perwujudannya, perlindungan dan pelestarian juga dapat diberikan oleh organisasi internasional melalui pembentukan berbagai instrumen hukum internasional. Saat ini Indonesia telah mengatur perlindungan folklor di bahwa rezim Hak Cipta. Namun pada kenyataannya, perlindungan tersebut jauh dari tujuannya. Karakteristik yang berakar dalam folklor dan Hak Cipta saling bertolak belakang, sehingga diperlukan suatu perlindungan yang lebih efektif terhadap folklor. Upaya-upaya perlindungan yang diberikan melalui berbagai instrumen hukum internasional bertujuan untuk mengurangi tindakan pengklaiman folklor yang tidak sah oleh pihak asing.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S26279
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuni Yustika Sari
Abstrak :
Pemaknaan terhadap warisan budaya memantik sebuah pembahasan dan perdebatan terkait diskusi warisan budaya secara global. Pembahasan seputar warisan budaya memiliki asal ontologis yang cukup kompleks, mengingat kehadiran wacananya yang bersifat lintas disiplin. Terlepas dari berkembangnya minat akademis dalam politik warisan budaya, belum terdapat pemahaman secara menyeluruh terhadap literatur warisan budaya dalam bingkai Ilmu Hubungan Internasional. Untuk mengisi ceruk tersebut, penulis melakukan tinjauan pustaka sistematis untuk menelaah badan literatur politik warisan budaya dalam Ilmu Hubungan Internasional. Penulis terlebih dulu memetakan perdebatan, konstruksi makna, serta tata kelola warisan budaya di tingkat global. Melalui pemetaan tersebut, penulis kemudian melakukan analisis tematis terhadap globalisasi wacana warisan budaya. Tema-tema tersebut di antaranya mencakup identitas, pascakolonialisme, diplomasi, keamanan, dan arus pariwisata. Berdasarkan kajian literatur, penulis berargumen bahwa: 1) terdapat jangkauan mengenai bagaimana warisan budaya dapat diidentifikasi atas dasar pengakuan oleh aktor-aktor internasional; 2) terdapat keterikatan warisan budaya dengan identitas simbolis suatu negara; serta 3) terdapat unsur wewenang dan tata kelola khusus atas rezim warisan budaya di tingkat internasional. ......The meaning-making of cultural heritage sparks sequences of discussions and debates circumscribing the globalised past. A discussion surrounding cultural heritage embodies a complex ontological source, given the multidisciplinary nature of the globalised heritage discourse. Notwithstanding the growing level of scholarly interest towards heritage politics, a comprehensive understanding of cultural heritage literature within the International Relations framework is noticeably absent. To address this gap, I conveyed a systematic literature review to identify the state of knowledge on how cultural heritage politics is being scrutinised globally. The first half of the research maps the debate, construction, and the global governance of cultural heritage. Through the aforementioned mapping, the second half contains a thematic analysis towards the globalised discourse of cultural heritage. This research pinpoints five major themes, among others, including: identity, postcolonialism, diplomacy, security, and tourism. Based on a thorough literature review, I argue that: 1) there is a notion of how certain heritage is acknowledged by international actors; 2) there is a nexus between cultural heritage and a symbolic identity of a state; and 3) there is a particular authority and governance within the international heritage regime.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dharmawan Sujoni Putra
Abstrak :
Pantjoran Tea House merupakan bekas dari bangunan Apotek Chung Hwa yang berdiri pada tahun 1928. Sempat terbengkalai, pada 2015 bangunan ini mengalami konservasi restorasi oleh proyek dari Jakarta Old Town Revitalization (JOTRC) dan arsitek Djuhara. Sejak dahulu, gedung yang merupakan landmark kawasan Pecinan ini belum mendapatkan status sebagai bangunan cagar budaya meskipun telah mengalami restorasi dan berperan dalam melestarikan nilai-nilai budaya di Pecinan Glodok dan letaknya di Kawasan Cagar Budaya. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui nilai-nilai penting apa saja yang melekat pada bangunan Pantjoran Tea House. Penelitian ini menggunakan metode kajian nilai penting berdasarkan metode Pearson dan Sullivan dengan delapan tahapan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pantjoran Tea House memiliki gaya Arsitektur Transisi (1890-1915) yang ditunjukkan unsur Gaveltoppen, Boucenlicht dan coloumn non-yunani dengan interior oriental Tionghoa lewat banyaknya penggunaan kayu pada bangunan. Hasil akhir penelitian ini memperlihatkan kriteria nilai penting pada bangunan yang terdapat pada UU Cagar Budaya, yaitu nilai ilmu pengetahuan, nilai sejarah, nilai kebudayaan, dan nilai pendidikan. Temuan penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengusulkan penetapan Pantjoran Tea House sebagai cagar budaya. ......Pantjoran Tea House is the former building of Apotek Chung Hwa, which was established in 1928. After being neglected for a period, the building underwent a conservation and restoration project in 2015 by the Jakarta Old Town Revitalization (JOTRC) and architect Djuhara. Throughout its history, this building, which serves as a landmark in the Pecinan area, has not yet received the official status as a cultural heritage despite having undergone restoration and played a role in preserving cultural values in Pecinan Glodok, located in the Cultural Heritage Area. The purpose of this research is to identify the significant values associated with the Pantjoran Tea House. This study adopts the method of assessing the significant values based on the Pearson and Sullivan method, involving eight stages. The findings reveal that Pantjoran Tea House exhibits the Transitional Architecture style (1890-1915) characterized by Gaveltoppen, Boucenlicht, and non-Greek columns, with a Chinese Oriental interior featuring extensive use of wood in the building. The results of this research demonstrate the criteria of significant values in a building according to the Cultural Heritage Law, encompassing scientific value, historical value, cultural value, and educational value. These research findings could be considered for proposing the recognition of Pantjoran Tea House as a cultural heritage site.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat pelestarian cagar budaya dan permuseuman,
306 BCB
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Setiawan
Abstrak :
Kelenteng Boen Hay Bio merupakan salah satu tempat peribadatan tertua dari tiga kelenteng di kawasan Tangerang. Dua diantaranya telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Belum ditetapkannya kelenteng ini sebagai cagar budaya menjadi dasar dilakukannya penelitian ini dengan tujuan mengidentifikasi nilai penting pada bangunan beserta peringkatnya. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian kualitatif melalui studi pustaka, observasi lapangan, dan wawancara yang akan digunakan dalam menentukan nilai penting dan peringkat kelenteng. Hasil identifikasi nilai ini mengindikasikan bahwa kelenteng Boen Hay Bio memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai cagar budaya karena memiliki salah satu atau gabungan dari nilai sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan agama. Penelitian ini berkontribusi dalam penentuan kebijakan pelestarian kelenteng sebagai upaya pelestarian cagar budaya. ......Boen Hay Bio Temple is one of the oldest places of worship of the three temples in the Tangerang area. Two of them have been designated as cultural heritage buildings. This temple has not been designated as a cultural heritage which is the basis for conducting this research with the aim of identifying the important values of buildings and their level of significant. This study uses qualitative research techniques through literature study, field observations, and interviews which will be used in determining the importance and ranking of temples. The results of this value identification indicate that the Boen Hay Bio temple meets the requirements to be designated as a cultural heritage because it has one or a combination of historical, scientific, cultural and religious values. This research contributes to the determination of temple preservation policies as an effort to preserve cultural heritage.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Kieven
Abstrak :
Since the millenium, the Panji tradition has undergone an increasing process of revitalization and transformation in Java. It shows a broad spectrum of concepts and forms: benefit of a long forgotten cultural heritage, academic approach, popularization, innovation, and its use for strengthening cultural identity. Starting on a grass-roots and community level of artists, intellectuals, and villagers, focusing on the manifestation of values and symbolism, the Panjimania has entered governmental and institutional level throughout recent years, focusing on popularization of art and entertainment in big formats. This boom is also reflected in research and publications on an academic and semi-academic level. The paper discusses the complexity within the state-of-the-art discourse on cultural heritage, for example the risks of instrumentalization, and its major trajectories and potential of this living heritage for the future.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
909 UI-WACANA 21:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>