Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarigan, Sue Suranta Billeam
Abstrak :
Konstruksi pemberitaan pada media televisi komersial dapat ditinjau antara lain dari kriminologi budaya yang salah satu teorinya resiprositas. Media sebagai agen kontrol masih ditemukan adanya pemberitaan yang melanggar aturan penyiaran dengan unsur kekerasan, sadisme dll. Sementara itu, latar belakang lembaga penyiaran program kriminalitas yang dikemas oleh jurnalis memiliki peran vital dalam penyajian berita berita kriminalitas. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Objek penelitian adalah berita kriminal khas pada empat stasiun televisi meliputi berita umum dan khusus kriminalitas. Teknik analisis data menggunakan framing dari Gamson & Modigliani (1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiprositas dalam pemberitaan kriminalitas dalam program isi siaran terjadi sesuai dengan target dan visi misi pemilik stasiun televisi yang harus dijalankan oleh jurnalis pemberitaannya. Meskipun tidak ada arahan tertentu namun jurnalis pemberitaan kriminal tetap melihat potensi pasar, dimana berita yang dapat menjaring pemirsanya secara luas dan banyak untuk keberlangsungan program pemberitaan kriminalitas di stasiun televisi. ......News construction on commercial television media can be reviewed among others from cultural criminology and one of which is reciprocity theory. The media as control agents are still found to have news that’s violates broadcasting rules with elemen of violence, sadism, etc. Meanwhile the background of broadcasting institutions of crime programs packaged by journalists has a vital role in presenting crime news. This research approach is descriptive qualitative. The object of research is the typical crime news on four television stations covering general and specific crime news. The data analysis technique usd from Gamson and Modiglani (1989). The results of study indicate the reciprocity in reporting on crime in broadcast conten programs occours in acccordance with the target and vision and mission of the television station owner that must be carried out by reporting journalist. Although there is no specific direction criminal reporting journalist still see the market potential, where news can attract a wide and large audience for the sustainability of crime reporting programs on television stations.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khanifuddin Latif
Abstrak :
Tulisan ini mencoba membahas pandangan kriminologi budaya dalam menjelaskan fenomena kriminalisasi dalam budaya tradisional. Perbedaan konteks seks bebas dalam ritual budaya dan seks bebas sebagai rekreasional masih dimaknai dalam satu konteks yang sama sehingga menimbulkan kriminalisasi karena bertentangan dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dominan. Pernyataan Thamrin Amal Tomagola yang melecehkan masyarakat suku Dayak tentang seks bebas menjadi dasar pembahasan tulisan ini. Komponen analisis dalam kriminologi budaya yaitu culture as crime akan menjelaskan posisi tulisan ini dalam memahami bahwa sebuah perilaku tidak dapat digeneralisir tanpa melihat makna dibalik pelaksanaannya. Sumber data sekunder digunakan untuk menjadi bahan analisis tulisan ini. Kesimpulan dari tulisan ini melihat bahwa penjelasan kriminologi budaya dapat digunakan untuk melihat adanya kriminalisasi kultural terhadap budaya seks bebas dalam masyarakat Dayak. ......This paper aims to give insight the cultural criminology point of view in elaborating criminalization of local culture phenomenon. The contextual clash between free sex in cultural ritual and free sex in terms of recreational purposes is still stirred in the same contextual frame. Thus, it oftentimes leads to criminalization because it is against the dominat value and norm. The opinion of Thamrin Amal Tomagola which was once considered as an insult to Dayak community in regard to free sex has become the basic inquiry of this paper. The analysis component on cultural criminology which is the term of culture as crime is going to explain this paper’s stance in understanding that a behavior should not be abruptly generalized without considering and exploring further about the implied meanings beneath. Secondary data source is used in this paper. The conclusion of this paper conveys that the explanation of cultural criminology is useful to see cultural criminalization towards the culture of free sex in Dayak community.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Maulana
Abstrak :
ABSTRAK Tulisan Karya akhir ini akan mencoba membahas keberadaan kelompok subkultur komunitas Ngadu Bagong yang melakukan tindakan kekerasan melalui pertunjukan hewan aduan dan kegiatan perjudian. Beberapa rumusan legalistik normatif yang ada telah mengkriminalisasi aspek kegiatan perjudian dan tindak kekerasan tersebut. Dengan menggunakan dan memanfaatkan pendekatan paradigma kriminologi budaya, tulisan ini akan mengkaji bagaimana tindakan kekerasan dan kegiatan perjudian tersebut bukan merupakan tindak kejahatan, namun sebagai unsur-unsur subkultur unik yang menjadi identitas kolektif dari komunitas Ngadu Bagong. Istilah-istilah seperti crime as culture, edgeworking, ruang budaya dan sensibilitas etnografik akan digunakan untuk melihat bagaimana dinamika kelompok subkultur tersebut menjadikan pertunjukan adu hewan sebagai identitas kolektif mereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman penuh dan upaya rekontekstualisasi terhadap status dan keberadaan komunitas tersebut menjadi suatu kelompok subkultur tertentu yang ada di Indonesia.
ABSTRACT This paper will discusses about Ngadu Bagong as subuculture community that had some activities labelled as criminal by legalistic-normative constructions in Indonesia. Such construction shape and define Ngadu Bagong as subuculture community as criminal by the name of cruelty, gambling, animal abuse and brutality when they held dog fighting events. The Author will use cultural criminology perpspective and analyze that such gambling and animal abuse labelled by legalistic-normative ground aren?t criminal activities, but rather as unique subculture way of life that represent their collective identity in Indonesia. Severe conceptual from cultural criminology school of thought like crime as culture, edgeworking, cultural spatial and ethnographic sensibility will use to comprehensively examine how dynamic experiences of Ngadu Bagong community as subcultural group held dog fighting events as their particular collective identity. Hopefully, the result from analysis can led to recontextualisation effort to see how Ngadu Bagong community define as a unique subcultural group that exist with out of the box way of life in Indonesia.
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rifki Priohutomo Susetioputro
Abstrak :
Pembahasan mengenai konflik dalam suatu negara menjadi sering menjadi perhatian banyak pihak, karena dalam konflik yang terjadi selalu berkaitan dengan dua atau beberapa kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang melatarbelakangi konflik saat ini bisa berbentuk suku bangsa, agama atau kelas sosial dalam masyarakat. Bahkan isu konflik antar agama saat ini merebak di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia yang diketahui memiliki pluralisme tinggi. Tulisan ini berusaha mencari dan menggambarkan kronologi terjadinya konflik antar agama di Indonesia. Contoh kasus yang menjadi pengamatan adalah konflik di Karubaga Tolikara, Papua. Yang menjadi fokus perhatian pada tulisaini tidak hanya kronologi terjadinya konflik, melainkan penanganan dan penyelesaian konflik yang berakhir damai. Penulisan ini merupakan tulisan dengan pendekatan kualitatif dengan menganalisis data sekunder yang berasal dari data pihak berwenang dan kutipan pemberitaan pada media massa. Tulisan ini menggunakan Teori Peacemaking criminology sebagai panduan analisis data. Hasil dari analisis yang dilakukan terhadap data menunjukan bahwa konflik Tolikara diawali dengan diskriminasi kebijakan pemerintah daerah atas kebebasan beragama, hal ini diperparah dengan adanya provokasi pihak tertentu yang semakin memanaskan suasana, sehingga terjadi gesekan antara agama pada saat datangnya hari besar agama secara bersamaan. Penanganan yang dilakukan secara peacemaking menunjukan bahwa penciptaan perdamaian merupakan tanggung jawab semua elemen yang terkait dengan konflik yang terjadi, hal ini meliputi menumbuhkan toleransi pada masing-masing pribadi, pembuatan aturan yang jelas dari pemerintah yang menjaga kebebasan beragama dan bagaimana aparat keamanan bertindak cepat dan tepat saat adanya indikasi gesekan yang berpotensi konflik. ......The discussion about conflict inside a country often become attention, it always linked with two or more "society". The ?society‟ could be in the form of etnics, religion, or social class. Even conflict issue between religions is spreading in many countries, including Indonesia, which known to have a very high pluralism. This writings try to look and describe the chronology of inter-religion conflict in Indonesia. The observed case was Karubaga Tolikara`s conflict (Papua). Main focus is not only the chronology but also the handling and the peaceful ending solution. It used qualitative approach with analyzing secondary data from authorities and news citation. It also used Peacemaking Kriminalogy Theory as a guide data analysis. The results showed the Karubaga Tolikara`s conflict begun with discrimination from local government on liberty to have religion, exacerbated with provocation from certain people, complication came up on Holy Day which simultaneously with other religion. The peacemaking handling showed that creating tranquil situation is the responsible from every person that connected to the conflict, this includes making tolerance, making clear rule from local government to keep the freedom of religion and fast and effective response when the conflict or issue emerge.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Donyta Putra
Abstrak :
Karya akhir ini berfokus kepada budaya minum yang merupakan suatu bentuk culture dan subculture di dalam masyarakat. Budaya minum ini kemudian berimplikasi kepada berbagai permasalahan terkait dengan penggunaan minuman berlakohol. Permasalahan penggunaan alkohol ini termasuk kepada kecanduan akan alkohol, kerusakan fungsi kognitif, perilaku agresif yang kemudian memicu berbagai bentuk tindak kejahatan. Karya akhir ini kemudian juga menjelaskan bagaimana peran budaya dalam mengatur bagaimana konsumsi minuman beralkohol dan bagaimana perilaku anggotanya ketika mabuk. Penggunaan minuman berlakohol pada beberapa masyarakat, merupakan suatu praktek budaya. Penggunaan minuman beralkohol atau minuman keras, pada beberapa masyarakat, merupakan suatu bentuk praktek budaya. Minuman beralkohol dianggap sebagai suatu sarana dan dijadikan simbol, sebuah bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan berbagai aspek dalam kehidupan sosial (Holder, 1998). Tulisan ini kemudian dikemas dengan menggunakan konsep Cultural Criminology. ......The work of this final focus on drinking culture is a form of culture and subculture in the society. Drinking culture then implicates to various problems related to the use of drink with alcohol. The use of alcohol these problems including to be alcohol addiction, damage cognitive function, aggresive behaviour triggering various forms criminal acts. The work of this final then also explain how the role of culture in regulate how the consumption of alcoholic beverages and how the behaviour of its members when drunk. The use of alcoholic beverages or liquor, in some societies, is a cultural practices. Alcohol beverages regarded as facilities and used as symbol, a language used in the express various aspect in the life of social (Holder, 1998). This paper and packed with using the concept of cultural criminology.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abigail Dalame
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji praktik perjudian dalam Ma’Pasilaga Tedong di Toraja Utara menggunakan kerangka Kriminologi Budaya dengan metode kualitatif. Metode penelitian melibatkan wawancara mendalam dengan informan kunci, termasuk pemangku adat, masyarakat lokal, dan partisipan perjudian. Selain itu, observasi langsung dilakukan selama rangkaian upacara Rambu Solo’ untuk memahami konteks dan dinamika sosial dalam pelaksanaan Ma’Pasilaga Tedong. Temuan menunjukkan bahwa perjudian kini menjadi bagian dari ritual, meskipun awalnya tidak ada dalam tradisi asli. Perjudian berfungsi sebagai hiburan dan memperkuat ikatan sosial, tetapi menghadapi tantangan penegakan hukum karena partisipasi polisi dan perlindungan sosial dari komunitas. Pergeseran ini dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti modernisasi dan kebiasaan sabung ayam yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, perubahan dalam struktur sosial dan ekonomi masyarakat Toraja, termasuk peran pemangku adat dan pengaruh migran, turut berkontribusi pada integrasi perjudian dalam ritual. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya memahami dinamika perubahan budaya dalam konteks lokal, di mana norma-norma baru berkembang sebagai respons terhadap interaksi antara tradisi lokal dan pengaruh eksternal. Perubahan ini mencerminkan pergeseran norma kebudayaan dalam masyarakat Toraja, di mana elemen-elemen baru diintegrasikan ke dalam praktik tradisional mereka. ......This research examines the practice of gambling in Ma’Pasilaga Tedong in North Toraja using a Cultural Criminology framework and qualitative methods. The research methods included in-depth interviews with key informants, such as traditional leaders, local community members, and gambling participants. Additionally, direct observations were conducted during the Rambu Solo' ceremonies to understand the context and social dynamics of Ma’Pasilaga Tedong. Findings indicate that gambling has now become part of the ritual, although it was originally not present in the traditional practices. Gambling serves as entertainment and strengthens social bonds but faces challenges in law enforcement due to police participation and social protection from the community. This shift is influenced by external factors such as modernization and the pre-existing practice of cockfighting. Furthermore, changes in the social and economic structure of Toraja society, including the role of traditional leaders and the influence of migrants, have contributed to the integration of gambling into the ritual. This study also highlights the importance of understanding the dynamics of cultural change in a local context, where new norms develop in response to the interaction between local traditions and external influences. These changes reflect a shift in cultural norms within Toraja society, where new elements are integrated into their traditional practices.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifasius Tito Gildas
Abstrak :
Karya akhir ini disusun untuk membahas dan menganalisis lagu protes sebagai bentuk resistensi terhadap kekerasan dalam perspektif Kriminologi Budaya. Kekerasan seringkali terjadi pada kelompok agama minoritas tertentu dengan salah satu bukti konkretnya adalah tragedi Bom Gereja Surabaya pada tahun 2018. Begitu banyak reaksi yang terjadi, begitu pula dari segi seni massa yakni musik. Band .Feast turut mengambil bagian dengan mengeluarkan lagu “Peradaban” yang kemudian dikategorikan sebagai lagu protes. Kriminologi Budaya menjadi kacamata dalam melihat rangkain peristiwa ini dengan mencari dua konsep utamanya yaitu, culture as crime dan crime as culture digunakan untuk melihat kekerasan yang terjadi pada tragedi Bom Gereja Surabaya 2018. Kemudian resistensi dilihat dari pemaknaan pada lirik lagu. ......This final work is structured to discuss and analyse protest songs as a form of resistance to violence in the perspective of cultural criminology. Violence often occurs in certain minority religious groups with one concrete proof of which is the Surabaya Church Bomb tragedy in 2018. So many reactions have occurred, as well as in terms of mass art, namely music. The band .Feast also took part by releasing the song “Peradaban” which was later categorized as a protest song. Cultural criminology becomes the glasses in seeing this series of events by looking for two main concepts, culture as crime and crime as culture which are used to see the violence that occurred in the 2018 Surabaya Church Bomb tragedy. Then resistance is seen from the meaning of the song lyrics.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Argina Nur Mauludya
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai resistensi gay laki-laki terhadap stigma dari masyarakat. Terdapat budaya yang dianggap menyimpang dan terstigma dalam hal ini adalah budaya homoseksual. Penelitian ini melakukan proses dekonstruksi dengan menggunakan konsep cultural criminology dalam ranah culture as crime untuk memberikan sebuah pemahaman baru mengenai isu homoseksual. Kemudian melakukan sebuah perlawanan dengan menggunakan konsep counterculture. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap lima narasumber. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa seluruh narasumber pernah mengalami distigma oleh masyarakat, lembaga representatif, keluarga, teman, dan diri sendiri. Selanjutnya, untuk melawan stigma tersebut mereka melakukan usaha counter-culture. Hal yang dilakukan adalah dengan mengakui identitas diri sebagai gay laki-laki serta bergabung dalam komunitas maupun organisasi sebagai bentuk penyesuaian terhadap stigma yang menimpa gay laki-laki serta memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa gay laki-laki sama seperti warga negara lainnya yang ingin diterima sebagai bagian dari warga negara tanpa stigma dan diskriminasi.
ABSTRACT
This mini thesis discussed about the resistance of gay men towards stigma coming from society. There is a culture that is considered deviate and stigmatized, which is homosexual culture. This research does deconstruction process using cultural criminology concept in the realm of culture as crime, in order to give a new comprehension towards homosexual issue. Furthermore their resistance is explained using counter-culture. This research uses qualitative method done by doing interview from five resource person. The result of this research concluded that all resource person had experienced stigma from society, representative institutions, family, friends, and even from themselves. In order to fight stigma, they use counter-culture as an effort, by acknowledging themselves as gay men and joining other community or organization to adjust the stigma given to them. This research also gives a comprehension for society that gay men just like any citizens from other countries want to be accepted as a citizen without being stigmatized or discriminated.
2014
S55079
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Aina Salsabila
Abstrak :
Sebagai salah satu produk budaya yang diproduksi dan dikonsumsi masyarakat, komik mengandung makna, dan mencitrakan sesuatu yang interpretasinya bisa dimaknai pembaca secara berbeda-beda. Menggunakan gabungan antara analisis naratif, kriminologi visual, dan analisis wacana kritis di bawah kerangka kriminologi budaya, skripsi ini mencoba untuk mengkaji penggambaran kekerasan simbolik berupa intimate partner violence, termasuk di dalamnya kekerasan seksual, yang terdapat pada total 59 dari 109 chapter dalam 3 judul manga BL. Penelitian ini menggunakan perspektif posmodern, artinya, penulis sebagai instrumen penelitian bebas menginterpretasi makna dalam teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intimate partner violence dan kekerasan seksual digambarkan sebagai sesuatu yang romantis, sebagai salah satu jenis penyaluran rasa cinta yang tidak disampaikan melalui kata-kata, melainkan dengan tindakan. ......As one of cultural artifacts produced and consumed publicly, comic has its meaning pre-packaged and images which can be intepreted by its readers differently. Utilizing combination of narrative analysis, visual criminology, and critical discourse analysis under cultural criminological framework, this thesis attempts to analyze depictions of symbolic violence, namely intimate partner and sexual violence, on total of 59 of 109 chapters of 3 titles of BL mangas. This thesis is conducted using postmodern perspective, which means, the researcher, as one of research intrument, interprets meanings on text independently. Result of this study shows that intimate partner and sexual violence are represented as something romantic, as a kind of love that can only be conveyed by action.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Permadi
Abstrak :
ABSTRAK Karya Akhir ini membahas mengenai upaya sineas perempuan melalui film perempuan untuk melakukan upaya counter-culture terhadap budaya patriarkis. Karya akhir ini berusaha melihat sejarah bagaimana pemerintah Orde Baru membentuk hegemoni budaya dominan yang patriarkis melalui kebijakan, ideologi, dan media massa pada saat itu. Termasuk juga konteks perfilman nasional saat itu, yang dikekang oleh penyensoran oleh BSF (Badan Sensor Film) dan kuatnya dominasi laki-laki di dalam industri film. Setelah era Orde Baru berakhir, nilai dan norma masyarakat yang bersifat patriarkis mulai ditentang oleh kelompok feminis, termasuk oleh para sineas perempuan. Melalui film-film perempuan, upaya counter-culture terhadap budaya patriarki dilakukan. Analisa mengenai counter-culture dalam karya akhir ini dilakukan bedasarkan definisi counter-culture dari Keith A. Roberts. Melalui pemikiran Roberts, penulis menemukan bahwa counter-culture yang dilakukan oleh sineas perempuan dilakukan dengan cara menawarkan budaya alternatif, yaitu feminisme.
ABSTRACT This thesis discusses about an attempt of woman filmmakers through woman's films in order to make a counter-culture towards patriarchy. This thesis attempts to see the history of how our government in the New Order, known as 'Orde Baru', developed a dominant (which is patriarchal) culture hegemony through policies, ideology, and mass media including national films which was limited by the censors known as Badan Sensor Film? and man's domination which was strong in film industry. Feminists, including woman filmmakers, started to against the patriarchal value. The attempt of the counter-culture towards patriarchy was done through their films. The analysis is done using definition of counter-culture by Keith A. Roberts. Through Roberts? thoughts, we find that the counter-culture done by woman filmmakers is done by offering the alternative culture, which is feminism.
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>