Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tujuan Untuk mengetahui frekuensi infeksi Cryptosporidium sp pada anak bawah tiga tahun (batita) dengan deteksi
gen 18S rRNA dari tinja yang sudah dipreservasi lama dan membandingkannya dengan modifi kasi metode tahan
asam (MTA) dari tinja hasil konsentrasi.
Metode Sejumlah 188 feses anak batita yang telah tersimpan selama 13 bulan di 4oC, dikonsentrasikan dengan teknik air eter,
selanjutnya dibuat sediaan, dipulas dengan pewarnaan MTA; sisa konsentrat diekstraksi DNA dengan teknik kejut panas dingin
dan penambahan proteinase K, lalu dilakukan PCR langsung terhadap gen 18S rRNA.
Hasil Proporsi sampel positif Cryptosporidium adalah 34.6% dengan PCR gen 18s rRNA dan 4.8% dengan pulasan
MTA dari tinja konsentrasi. Secara statistik perbedaan kedua hasil tersebut bermakna.
Kesimpulan Frekuensi infeksi Cryptosporidium sp di batita tinggi sekali dan penyimpanan tinja dalam larutan kalium
dikromat selama 13 bulan, tampaknya tidak mempengaruhi hasil PCR. Tingginya frekuensi infeksi Cryptosporidium di
populasi itu menunjukkan tingginya transmisi di daerah tersebut sehingga berpotensi menular ke kelompok yang rentan
misalnya imunokompromais.

Abstract
Aim To identify the frequency of Cryptosporidium infection in children below 3 years old by examining concentrated long term preserved stool using PCR detection of 18S rRNA gene and compared with modified (acid fast staining) technique. Methods Hundred eighty eight stools from children ≤ 3 years old, were stored for 13 months in 2.5% K2Cr2O7 solution at 40C. Cryptosporidium oocysts were isolated by water-ether concentration technique. The concentrates were smeared onto object glass and stained with modified acid fast staining, and the rest of the concentrates were DNA extracted by freezing and thawing cycles and proteinase K digestion, then direct PCR was done to detect 18S rRNA gene. Result The proportion of positive stools for Cryptosporidium sp by acid fast staining from concentrated stools and 18S rRNA PCR were 4.8% and 34.6% respectively, which showed statistically significant difference. Conclusion The frequency of Cryptosporidium infection among children ≤ 3 years old was very high and stool storage in K2Cr2O7 for 13 months did not affect the PCR result. High prevalence of Cryptosporidium infection indicated high transmission in that area and the potential to be transmitted to other individuals such as the immunocompromised."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Herbowo A. Soetomenggolo
"Infeksi saluran cerna oleh parasit memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Angka kejadian infeksi saluran cerna oleh parasit tertinggi didapatkan di negara berkembang dan negara dengan tingkat ekonomi rendah terutama di daerah-daerah tropis. Indonesia sebagai negara tropis dan negara berkembang dengan tingkat ekonomi rendah diperkirakan memiliki prevalensi infeksi saluran cerna oleh parasit yang cukup tinggi. Parasit penyebab infeksi saluran cerna sangat beragam dan penelitian mengenai parasit penyebab infeksi saluran cerna di Indonesia masih sedikit tetapi penelitian yang dilakukan oleh Kang dan kawan-kawan di India mendapatkan infeksi saluran cerna oleh parasit terbanyak disebabkan oleh Giardia (53,8%) dan Cryptosporidium (39,7%).
Cryptosporidium pertama kali ditemukan pada anak imunokompeten berusia 3 tahun pada tahun 1976. Setelah itu Cryptosporidium dilaporkan menimbulkan endemik di daerah Milwaukee pada tahun 1993 yang menginfeksi 400.000 orang. Meskipun telah dilakukan berbagai pencegahan dan kesadaran masyarakat mengenai kebersihan makin tinggi, ternyata angka kejadian cryptosporidiosis yang tercatat di Amerika Serikat tetap tinggi yaitu pada tahun 1999 dilaporkan terdapat 2.769 kasus, tahun 2001 terdapat 3.787 kasus dan pada tahun 2002 terdapat 3.016 kasus.
Beberapa peneliti telah melaporkan kejadian cryptosporidiosis pada penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan pengidap human immunodeficiency virus (HIV). Seiring dengan meningkatnya angka kejadian AIDS dan pengidap H1V di dunia maka diperkirakan angka kejadian cryptosporidiosis turut meningkat. Di Indonesia sendiri telah dilaporkan peningkatan kasus AIDS mencapai 5823 kasus dan 4333 kasus HIV sehingga diperkirakan angka kejadian cryptosporidiosis juga turut meningkat.
Prevalensi cryptosporidiosis di negara berkembang diperkirakan berkisar 5-20% dan di negara miskin mencapai lebih dari 30%. Cryptosporidium lebih sering menginfeksi anak-anak. Prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun. Perch dkk dalam penelitiannya mendapatkan prevalensi terbanyak pada usia di bawah 3 tahun. Diperkirakan hal ini erat hubungannya dengan status imun anak. Berbagai hal dapat mempengaruhi terjadinya cryptosporidiosis seperti kekurangan air bersih, sanitasi buruk, kepadatan rumah tinggal, banyak hewan di lingkungan perumahan, letak rumah dekat dengan sungai atau peternakan, rumah tinggal yang terkena banjir, musim, serta faktor risiko individu seperti status gizi. Katsumata dan kawan-kawan dalam penelitian yang dilakukan di Surabaya mendapatkan faktor risiko infeksi Cryptosporidium berupa kepadatan rumah tinggal, musim hujan dan rumah tinggal yang terlanda banjir. Saat ini belum terdapat data prevalensi infeksi Cryptosporidium pada anak balita maupun faktor risiko penyakit ini di Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Puspa Sari
"ABSTRAK
Kriptosporidiosis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh
Cryptosporidium sp~ parasit kokstdia intraseluler pada manusia dan hewan dan
merupakan agen yang menyebabkan enterokolitis. Cryptasporidium sp. dapat
menyebabkan penyakit gastrointestinal pada manusia, terutama anak-anak dan
penderita imunodefisieosi. Angka kejadian infuksi umumnya lebih tinggi pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa skala klinis kriptosporidiosis sangat luas
mulai dari asimtomatik sampai diare persisten. Selain menyebabkan diare, infeksi
ini juga dapat menyebabkan malnutrisi Selama ini metode pulasan modifikasi
laban asarn mcrupeksn nilai baku emas bagi pemeriksaan Cryptosparidium sp.
Namun sensitivitas tekrrik ini rendah dan sangat bergantung pada ketrampilan
serta pengalaman tenaga mikroskopis dalaM melihat Cryptosparidium sp. Deteksi ookista Cryptosporidlum dengan antibodi monoklonal terhadap dinding ookista
Cryptosparidium (CmAbs) merupakan metoda yang sensitif dan spesifik untuk
mendeteksi ookista dari apusan tinja dibandingkan metode pewarnaan
konvensional Penelitian ini, menggunakan teknik imunofluoresen dengan
an!ibodi monoklonal yang telal1 dilabel oleh FITC untuk deteksi kriptosporidiosis
pada batita. Hasilnya akan dlbandingkan dengan PCR dalam hal sensitivitas dan
spesifisitas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain cross
sectional menggunakan uji diagnostik. Hasil uji skrining dan tingkat agreement
dihitung. Dari 239 sampel tinja yang diperiksa, didapatkan freknensi
kriptosporidiosis pada anak batita sebanyak 24,3%. Kriptosporidiosis umum
tetiadi pada populasi anak-anak di bawah tiga tahun. Dibandingkan dangan
metode konvensional yaitu pewamaan modifikasi tahan asam dan auramin fenoJ,
deteksi kriptosporidiosis dengan pemeriksaan imunofluoresen langsung lebih
sensitif dllll lebih spesifik (p=O,OOO). Dibandingkan dengan PCR, pemeriksaan
lmunofluoresen langsung memiliki sensitivitas 86,2% dan spesifisitas 98,9%.
Sehingga dapat digunakan sebagai altemalif untuk deteksi ooldsta
Cryptosporidium sp. pada sampel tinja terutama untuk studi epidemiologi atau
skrining Penilaian terhadap adanya faktor resiko jenis kelamin, status gizi dan
diare teenyata didapatkan hasil tidak bermakna

Abstract
Cryptosporidiosis is a parasitic disease caused by CryptospOridium sp,
coccidian parasite intracellular in human and animaL Cryptosporidium sp can
cause gastrointestinal diseases in human, particularly in children and
immununodeficiency individuals. Generally. the incidence higher among children
!han the adults. The clinical manifestations are wide, ranging from asymptomatic
to persistent diarrhea and malnutrition in children. Modified acid fast staining
method has been a gold standard to detect Cryptosporidlum sp, however, this
technique has low sensitivity and depends mulct on the experience and skill of the
technician. Detection of Cryptosporidium sp oocyst using monoclonal antibody
to Cryptosporldium sp wall (CmAbs) is a more sensitive and specific method to
determine an oocyst from stooL The objective of this study is to determine
cryptosporidiosis proportion between toddlers by FITC monoclonal antibody
technique. The result will be compared to PCR on its sensitivity and specificity to
cryptosporidiosis diagnosis. This research is qualitative interpretation with cross
sectional design study which using diagnostic test The result of the screening test
and lhe levels of agreement were quantified. Of 239 fecal samples examined,
there were 24,3% positive oocyst Cryptosporidium sp, Cryptosporidiosis is
common in children under three years old population. Comparing to conventional
methods, MTA and Af, cryptosporidiosis detection using direct
immunofluorescent test is more sensitive and specific (p=O,OOO), Comparing to
PCR technique~ direct immunofluorescent test has sensitivity 86~2% and
specificity 98,9%. Statistically, direct immunofluorescent test can can be used as
an alternative method to detect CJYP!osporidium sp. compared to PCR (p--o,06S),
in particular for epidemiological study or population screening. Evaluation on risk
factors such as sex. malnutrition and diarrhea symptom appear that there is no
significant differences."
2009
T32821
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wallingford, Oxfordshire, UK: CABI, 2009
616.9 GIA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library