Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulius Ibrani
Abstrak :
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mencatat, jumlah perkara kepailitan dalam sepuluh tahun terakhir mengalami penurunan yang signifikan. Beberapa perkara diantaranya melibatkan badan hukum asing secara lintas batas (Cross-Border Insolvency) sehingga masuk dalam lingkup Hukum Perdata Internasional (HPI). Aspek-aspek HPI dalam perkara kepailitan tersebut adalah status personal badan hukum, yurisdiksi yang berwenang, hukum yang dipergunakan, pengakuan dan pelaksanaan putusan (Recognition and Enforcement) serta tempat letaknya harta/boedel pailit (Lex Rei Sitae). Skripsi ini membahas tentang perkara kepailitan badan hukum asing berdasarkan teori HPI dengan menganalisis putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Pengadilan Wilayah Amsterdam, Belanda sebagai bahan perbandingan hukum kepailitan. ......Indonesian Commercial Court in Central Jakarta recorded, the number of insolvency cases for the last ten years experienced the significant decline. Several cases among them involved the foreign legal entity in a cross-border manner (Cross-Border Insolvency) so as to enter the scope of Private International Law. Its aspects were the personal status of the legal entity, authority of the jurisdiction, the governing law, the recognition and enforcement of the court order, and the location of its assets (Lex Rei Sitae). The focus of this study is about the review and implementation of Private International Law theory in cross-border insolvency cases by analysing the insolvency order by Indonesian Commercial Court in Central Jakarta and the District Court of Amsterdam, Netherlands, as the comparative material of the bankruptcy law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26220
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Abidin
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam hukum kepailitan, penjualan aset debitur merupakan poin penting karena penjualan aset pailit adalah tujuan dari UU Kepailitan. Masalah muncul jika ada harta pailit milik debitur yang berada di luar wilayah hukum negara Indonesia. Permasalahan tersebut muncul akibat penerapan asas kewilayahan yang dianut oleh negara Indonesia, yang mengakibatkan diterapkannya asas timbal balik. UU Kepailitan yang berlaku tidak menjelaskan secara lengkap eksekusi harta pailit yang berada di luar negeri, tetapi hanya mengatur bahwa seluruh harta kekayaan debitur pailit, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penerapan hukum perdata internasional yang memungkinkan kurator untuk melakukan eksekusi harta kekayaan pailit di luar negeri, yaitu dengan mengajukan permohonan penegakan putusan pengadilan, yaitu putusan pailit, dan dengan Indonesia mengadakan perjanjian atau perjanjian bilateral. multilateral.
ABSTRACT
In bankruptcy law, the sale of debtor's assets is an important point because the sale of bankruptcy assets is the goal of the Bankruptcy Law. Problems arise if there is a debtor's bankruptcy property that is outside the jurisdiction of the Indonesian state. These problems arise as a result of the application of the territorial principle adhered to by the Indonesian state, which results in the application of the principle of reciprocity. The applicable Bankruptcy Law does not fully explain the execution of bankruptcy assets located abroad, but only stipulates that all assets of the bankrupt debtor, both domestically and abroad. However, this problem can be overcome by the application of international civil law which allows curators to carry out the execution of bankruptcy assets abroad, namely by submitting applications for enforcement of court decisions, namely bankruptcy decisions, and with Indonesia entering into bilateral agreements or agreements. multilateral.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Kusuma Wardani
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang cross border insolvency pada pelaksanaan putusan pailit perusahaan asing di Indonesia dan Malaysia. Seiring dengan perkembangan suatu negara, transaksi bisnis mulai merambah melewati batas-batas negara, salah satunya adalah pinjam meminjam uang untuk modal suatu perusahaan. Keadaan ketika debitur tidak mampu membayar utangnya dapat membuat debitur dinyatakan pailit. Kepailitan tersebut disebut cross border insolvency. Salah satu kasus terkait cross border insolvency adalah kasus permohonan pailit Penaga Timur Sdn.Bhd yang diajukan oleh PT. Wijaya Artha Shipping dan PT. Ujung Medini Lestari. Permasalahan yang diangkat dalam kasus tersebut adalah unsurunsur cross border insolvency dan ketentuan UNCITRAL Model Law on Cross- Border Insolvency dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 11/Pdt.Sus- PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn. Permasalahan lain yang diangkat pada skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan putusan pailit perusahaan asing di Indonesia dan Malaysia. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif. Analisis yang dilakukan adalah untuk menjelaskan unsur-unsur cross border insolvency dan ketentuan UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn, dan pelaksanaan putusan pailit perusahaan asing di Indonesia dan Malaysia.
This paper discussed cross border insolvency in enforcement of bankruptcy judgment of foreign company in Indonesia and Malaysia. As a country developing, business transactions begin to penetrate cross border, one of the business transcations is loan agreement for capital. The condition of debtors can not pay their debts can make the debtors go bankrupt. This is called as cross border insolvency. One of the cases of cross border insolvency is a bankruptcy of Penaga Timur Sdn.Bhd case that was filed by PT. Wijaya Artha Shipping and PT. Ujung Medini Lestari. This paper examines the elements of cross border insolvency and the using of UNCITRAL model Law on Cross Border Insolvency in the case Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn. This paper also examines the enforcement of bankruptcy judgment of foreign company in Indonesia and Malaysia. This study was conducted by using normative legal research method. The analysis presents the elements of cross border insolvency and the using of UNCITRAL model Law on Cross Border Insolvency in the case Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn, and the enforcement of bankruptcy judgment of foreign company in Indonesia and Malaysia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Azzahra Jayputri
Abstrak :
Kegiatan ekonomi antar negara membukakan pintu para investor untuk dapat menanamkan investasinya di negara lain. Seiring dengan meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi internasional, terbuka besar kemungkinan munculnya masalah kepailitan lintas negara. Maka dari itu, instrumen hukum kepailitan di sebuah negara harus ditingkatkan. Dalam menghadapi masalah kepailitan lintas negara, beberapa negara telah mencari jalan keluar seperti halnya Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah menciptakan UNCITRAL Model Law 1997, dan European Union yang telah menciptakan peraturan regional yang disebut dengan Council Regulation (EC) No. 1356/2000 of 29 May 2000 on insolvency proceedings. Permasalahan kepailitan lintas negara juga dapat diatasi dengan perjanjian bilateral seperti yang dilakukan Singapura dengan Malaysia dalam Mutual Recognition and Mutual Enforcement of Republic of Singapore and Malaysia on Cross-Border Insolvency. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memiliki satupun peraturan yang mengatur mengenai kepailitan lintas negara. Skripsi ini akan membahas mengenai kemungkinan diterapkannya pengaturan mengenai kepailitan lintas negara di Indonesia dengan meninjau pengaturan kepailitan lintas negara yang dilakukan Singapura dengan perjanjian bilateral bersama Malaysia, dan juga langkah Singapura dalam mengadopsi UNCITRAL Model Law melalui studi kasus. Selain itu, Skripsi ini juga membahas mengenai pengaturan regional kepailitan lintas negara yang diciptakan oleh European Union.
Economic activity between countries opens opportunities for investors to be able to invest in other countries. Along with the increase of international economic transactions, there is possibility of the emergence of Cross-Border Insolvency inssues. Therefore, bankruptcy instruments in a country must be improved. In dealing with Cross-Border Insolvency, several countries have sought solutions. The United Nations created the UNCITRAL Model Law on 1997, and the European Union created a regional regulation called Council Regulation (EC) No. 1356/2000 of 29 May 2000 on insolvency proceedings. The Cross-Border Insolvency issues can also be settled by bilateral agreements such Mutual Recognition and Mutual Enforcement of the Republic of Singapore and Malaysia on Cross-Border Insolvency which conducted by Singapore and Malaysia. Indonesia does not yet have a single regulation that governs Cross-Border Insolvency. This study will discuss the possibility of applying Cross-Border Insolvency instruments in Indonesia by reviewing the Cross-Border Insolvency Instruments undertaken by Singapore with bilateral agreements with Malaysia, and also Singapore's steps in adopting the UNCITRAL Model Law through case studies. In addition, this study also discusses regional regulation on Cross-Border Insolvency created by the European Union
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library