Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shandy Iskandar
"Pendahuluan: Pasien sakit kritis umumnya mengalami penyusutan otot, pemberian asupan energi yang tidak memadai, dan hipoalbuminemia, yang semuanya dikaitkan dengan luaran yang buruk. Ketebalan otot adduktor pollicis (KOAP) dapat digunakan untuk menilai status gizi. Penilaian status gizi tidak dapat mengabaikan pentingnya menilai proses inflamasi. Rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrophil-to-lymphocyte ratio atau NLR) baru-baru ini diperkenalkan sebagai pananda inflamasi. Penelitian ini menganalisis hubungan KOAP, asupan energi, albumin serum, dan NLR dengan mortalitas 28 hari.
Metode: Studi kohort prospektif dilakukan di unit perawatan intensif (intensive care unit atau ICU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dari Februari hingga Maret 2020. KOAP diukur dengan alat caliper. Asupan energi dihitung berdasarkan jumlah kalori yang diterima pasien. Hitung jenis sel darah putih dan albumin serum diperiksa saat masuk ICU. Luaran utama adalah mortalitas 28 hari.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 49 pasien dengan angka kematian 20,4%. Rerata asupan energi hari pertama adalah 552,2 ± 235,6 kkal atau 47,0% dari target. Nilai median NLR pada semua subjek adalah 13,28 (minimal 3,50 - maksimal 59,56). Ada hubungan yang bermakna antara kelompok subjek dengan NLR tinggi (≥13,28) dan kelompok NLR rendah (<13,28) terhadap mortalitas (p = 0,031), tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara APMT (24,25 ± 4,65 vs. 24,97 ± 3,59 mm, p = 0,596), asupan energi (kategori asupan energi kurang sebagai pembanding), dan rerata albumin serum (2,67 ± 0,54 vs. 2,64 ± 0,80 g/dl, p = 0,928). Analisis multivariat untuk menilai kemampuan gabungan variabel independen diperoleh nilai area under curve (AUC) sebesar 78,7%.
Kesimpulan: Kombinasi KOAP, asupan energi, albumin serum, dan NLR mempunyai kemampuan yang cukup memuaskan dalam memprediksi mortalitas pada pasien sakit kritis.

Introduction: Critically ill patients usually experience muscle wasting, inadequate energy intake and hypoalbuminemia, all of which were associated with poor outcomes. Adductor pollicis muscle thickness (APMT) can be used to assess nutritional status. Assessment of nutritional status cannot ignore the importance of inflammatory process. Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) was recently introduced as an inflammatory biomarker. This study analyze the relationship between APMT, energy intake, serum albumin, and NLR with 28-day mortality.
Methods: A prospective study was conducted in intensive care unit (ICU)’s of a tertiary care hospital, Indonesia, from February to March 2020. APMT was measured at admission with a caliper. Energy intake was calculated based on the number of calories received by the patient. Albumin serum and leukocyte differential count were checked at ICU admission. The primary outcome was 28-day mortality.
Results: This study involved 49 patients with mortality rate of 20.4%. Mean energy intake at first day was 552.2±235.6 kcal or 47.0% of the target. Median value of NLR of all subjects was 13.28 (minimum 3.50 – maximum 59.56). There was statistically significant relationship between non-survivor and survivor group with high NLR (≥13.28) and low NLR group (<13.28) for mortality (p=0.031), but there was no statistically significant difference between APMT (24.25±4.65 vs. 24.97±3.59 mm, p=0.596), energy intake (less energy intake category as a comparison), and mean serum albumin (2.67±0.54 vs. 2.64±0.80 g/dl, p=0.928). Multivariate analysis to assess combined ability of independent variables to predict mortality obtained a satisfactory area under curve (AUC) value of 78.7%.
Conclusion: The combination of APMT, energy intake, serum albumin, and NLR has a satisfactory ability in predicting mortality in critically ill patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardine Godong
"AKI disebabkan oleh pengaruh gangguan sistemik atau lokal hemodinamik yang menyebabkan terjadinya stres atau kerusakan pada sel tubular yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik. Pasien yang mengalami malnutrisi dengan peningkatan prevalensi kejadian AKI sebanyak 2,25 kali. Skrining pasien malnutrisi dilakukan dalam 24 hingga 48 jam pertama saat pasien masuk ke rumah sakit menggunakan alat skrining, salah satunya adalah NRS-2002. Penelitian menggunakan desain kohort prospektif pada subjek berusia ≥18 tahun yang dirawat di RSUPN dr. CIpto Mangunkusumo dan RSUI. Diperoleh 64 subjek dengan kelompok skor NRS-2002 ≥ 3 sebanyak 36 subjek dan kelompok skor NRS < 3 sebanyak 28 subjek. Jumlah pasien laki-laki sebanyak 40 (62,5%) subjek, dan perempuan sebanyak 24 (37,5%) subjek, dengan usia rerata 50,95 tahun. Berdasarkan indeks massa tubuh, kelompok IMT dengan malnutrisi adalah kelompok terbanyak dengan jumlah 21 (32,8%) subjek. Pasien dengan faktor risiko hipertensi sebanyak 18 (28,1%) subjek. Subjek dengan Skor NRS ≥ 3 didapatkan 36 subjek dengan 10 orang yang mengalami AKI. Subjek dengan skor NRS <3 didapatkan sebanyak 28 orang dengan 1 orang mengalami AKI. Hasil uji statistik menggunakan uji fischer’s exact test diperoleh nilai p 0,017 ( RR 7,78, CI 95% 1,06-57,20). Hal ini menyatakan bahwa didapatkan hubungan bermakna antara skor Nutritional Risk Screening – 2002 dengan kejadian acute kidney injury pada pasien sakit kritis

AKI is caused by systemic or local hemodynamic disturbances that result in stress or damage to tubular cells, which can progress to chronic kidney failure. Patients experiencing malnutrition have a 2.25 times higher prevalence of AKI. Screening for malnutrition is conducted within the first 24 to 48 hours of hospital admission using screening tools such as the NRS-2002. This study used a prospective cohort design on subjects aged ≥18 years who were treated at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and RSUI. A total of 64 subjects were obtained, with 36 subjects having an NRS-2002 score ≥ 3 and 28 subjects having an NRS score < 3. There were 40 male subjects (62.5%) and 24 female subjects (37.5%), with an average age of 50.95 years. Based on body mass index, the group with malnutrition was the largest group, with 21 subjects (32.8%). There were 18 subjects (28.1%) with hypertension as a risk factor. Subjects with an NRS score ≥ 3 included 36 subjects, with 10 of them experiencing AKI. Subjects with an NRS score <3 included 28 people, with 1 person experiencing AKI. The results of the statistical test using Fischer's exact test obtained a p-value of 0.017 (RR 7.78, CI 95% 1.06-57.20). This indicates a significant relationship between the Nutritional Risk Screening - 2002 score and the incidence of acute kidney injury in critically ill patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laurencia Ardi
"Peningkatan kadar Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) dikaiktkan dengan asupan protein yang rendah pada pasien sakit kritis dewasa di ICU. Belum ada penelitian sebelumnya yang menilai hubungan tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) pada pasien sakit kritis dewasa. Studi potong lintang ini dilakukan pada 40 pasien sakit kritis dewasa di ICU RS Universitas Indonesia. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan NGAL serta dinilai asupan proteinnya. Uji t tidak berpasangan dan uji korelasi Spearman digunakan dalam analisis data (p<0,05). Rentang asupan protein pada subjek penelitian ini adalah 13,5-110 g/hari, dengan rerata asupan protein dalam g/kgBB/hari adalah 0,82±0,29. Rentang kadar NGAL plasma pada subjek penelitian adalah 87,75-787,65 ng/mL. Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan NGAL pada pasien sakit kritis dewasa. Hubungan bermakna didapatkan antara usia dan penyakit penyerta dengan NGAL pada pasien sakit kritis dewasa.

Elevated Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) levels are associated with low protein intake in adult critically ill patients in the ICU. No previous studies have evaluated this relationship. This study aimed to determine the association of protein intake with Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) in adult critically ill patients. This cross-sectional study was conducted on 40 adult critically ill patients in the ICU of Universitas Indonesia Hospital. Subjects who met the inclusion and exclusion criteria had their blood drawn for NGAL and protein intake assessed. Independent t-test and Spearman’s correlation test were used to examine the data (p<0.05). The range of protein intake in the subjects of this study was 13.5-110 g/day, with the mean protein intake in g/kgBB/day being 0.82±0.29. The range of plasma NGAL levels in the study subjects was 87.75-787.65 ng/mL. There was no significant association between protein intake and NGAL in adult critically ill patients. Significant association was found between age and comorbidities with NGAL in adult critically ill patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library