Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Christina Irma Deani Indi
Abstrak :
Karya akhir ini membahas tentang pengalaman Mary Jane Veloso, seorang perempuan buruh migran yang menjadi korban atas dominasi struktur patriarki yang mengakibatkan ia mengalami kriminalisasi dan viktimisasi berlapis. Dengan menggunakan metode analisis isi dokumen, penulisan ini menganalisis kerentanan Mary Jane Veloso menjadi perempuan korban perdagangan manusia yang dieksploitasi sebagai kurir narkotika lalu dikriminalisasi oleh sistem peradilan pidana Indonesia. Hasil analisis dalam tulisan ini yang menggunakan teori kriminologi feminis dan feminist legal theory mengungkapkan bahwa struktur patriarki memengaruhi subordinasi pada perempuan dan memengaruhi praktik peradilan pidana. Dalam penulisan ini, dominasi patriarki membuat perempuan rentan menjadi sasaran kejahatan perdagangan manusia yang dieksploitasi melakukan tindakan pelanggaran hukum yang kemudian mengalami kriminalisasi akibat praktik hukum yang maskulin meminggirkan pengalaman perempuan korban. Pada akhirnya, penulisan ini menemukan bahwa kriminalisasi dan viktimisasi berlapis yang terjadi pada Mary Jane Veloso adalah sebuah bentuk kekerasan struktural. ......This final work discusses about the experience of Mary Jane Veloso, a female migrant worker who became a victim of patriarchal structure domination which resulted in her criminalization and multiple victimization. By using document content analysis method, this writing analyses court decision documents and institutional reports to see Mary Jane Veloso's vulnerabilities as a woman trafficking victim who was exploited as a drug courier and then criminalized by the Indonesian criminal justice system. The analysis result in this writing which uses the radical feminist criminology theory and feminist legal theory reveals that the patriarchal structure influences the subordination of women and affects the practice of criminal justice. In this writing, patriarchal domination makes a woman vulnerable to be a target of human trafficking who is exploited to commit an offense which is then criminalized due to masculine legal practices that marginalize the experiences of a woman victim. In the end, this writing finds that the criminalization and multiple victimization that occurred to Mary Jane Veloso are a form of structural violence.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Yuanita Indriani
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang dipersempit ruang lingkupnya pada aparat kepolisian sebagai pejabat penyidik dalam proses interogasi. Kekerasan yang dilakukan oleh pejabat publik untuk tujuan-tujuan tertentu dikualifikasikan sebagai penyiksaan dalam Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (CAT) yang telah diratifikasi ke dalam UU Nomor 5 Tahun 1998. Berdasarkan penelitian yang bersifat deskriptif-evaluatif ini, ditemukan putusanputusan yang memidana pelaku penyiksaan dengan pasal tentang penganiayaan dalam KUHP. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penerapan pasal tentang penganiayaan masih belum tepat digunakan dalam memidana pelaku penyiksaan yang memiliki kualifikasi kejahatan yang lebih berat daripada tindak pidana penganiayaan. ...... The focus of this study is regarding violence committed by law enforcement officers (which in this particular study is narrowed down to the scope of police officers as investigators) in the interrogation process. Violence committed by a public official for certain purposes is qualified as torture as it is mentioned in the Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (CAT) that has been ratified with Law No. 5 of 1998. Based on this descriptive-evaluative study, it is found that there are court decisions that convict perpetrators of torture with articles regarding persecution from the Indonesian Criminal Code (KUHP). The result of this study shows that the application of articles regarding persecution is still not yet appropriate to be used in convicting perpetrators of torture, since it is qualified as a more serious crime than the crime of persecution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Atyasasmi
Abstrak :
Tesis ini membahas dampak pemidanaan pengguna Narkotika terhadap kesehatan masyarakat. Faktor risiko dalam pemidanaan dianalisis melalui Focus Discussion Group kepada Warga Binaan Pemasyarakatan dan wawancara mendalam kepada petugas pemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan studi kasus yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta. Faktor kebijakan yaitu dualisme pendekatan pidana dan kesehatan masyarakat dalam konten dan implementasi kebijakan, faktor lingkungan yaitu kelebihan kapasitas hunian dan keterbatasan layanan kesehatan, faktor individu yaitu kondisi ketergantungan dan perilaku berisiko yang saling mempengaruhi sehingga berdampak terhadap peningkatan kerentanan terhadap masalah kesehatan fisik, mental dan sosial.
This thesis aimed to analyze the impact of criminalization of people who use drugs related risk factors in the criminalization are analyzed through the Focus of the Discussion Group with prisoners and in-depth interviews with prison staff. This study uses qualitative method case study conducted in Jakarta Narcotics Prison in 2014. The policy factors that dualism between criminal and public health approach in the content and implementation of the policy, environmental factors is overcapacity and lack of health care services, the individual factors that drugs dependence and risky behavior among prisoners that affect each other and impact on increased vulnerability to physical, mental and social health problems.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trissa Diva Rusniko
Abstrak :
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana kriminalisasi terhadap pembelian layanan seksual sebagai suatu kebijakan kriminal dapat menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapuskan prostitusi. Penulis menggunakan perspektif feminisme radikal dan radical feminist legal theory untuk menganalisis data sekunder yang berhasil penulis kumpulkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kriminalisasi terhadap pembelian layanan seksual merupakan upaya paling logis yang dapat dilakukan untuk memangkas permintaan laki-laki akan layanan seksual dari perempuan sebagai salah satu penyebab utama berkembangnya prostitusi di masyarakat. Dari segi kemanusiaan, kriminalisasi tersebut juga layak dilakukan karena para pembeli layanan seksual merupakan pihak yang secara jelas telah melakukan kekerasan terhadap perempuan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agustin Dea Prameswari
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pengalaman seorang perempuan bernama Maria, berusia 21 tahun, sebagai perempuan yang mengalami dominasi laki-laki sebagai bentuk empiris struktur patriarki yang kemudian menghasilkan isu moral di dalam masyarakat bahwa aborsi merupakan tindakan pembunuhan anak yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan serta mengakibatkan perempuan pelaku aborsi mengalami kriminalisasi. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan perspektif feminis kriminologi (feminis radikal, etika feminis, dan hukum feminis), penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus feminis yang memungkinkan peneliti untuk mengetengahkan pengalaman perempuan di dalam isu aborsi. Pada akhirnya, penelitian ini menemukan bahwa kriminalisasi terhadap Maria (perempuan pelaku aborsi) adalah sebuah kejahatan karena telah memberikan penindasan bagi otonomi tubuh perempuan dimana hak kesehatan reproduksi dan seksual perempuan tidak dihormati. ...... This minithesis discusses the experienced of a woman named Maria, aged 21 years, as a women who experienced male dominance as a form of empirical patriarchal structure which then generates moral issues in society that abortion is an act of child murder that should not be done by women and lead women criminalizing abortion experience. This study was authored by using feminist perspectives in criminology (radical feminist, feminist ethics, and feminist law), this study used a qualitative approach to the type of feminist case study that allows researchers to present the experience of women in the abortion issue. In the end, this study found that the criminalization of Maria (women abortion) is a crime because it has provided for the suppression of women's autonomy body where sexual and reproductive health rights of women are not respected.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Tongam Gilbert Leonardo
Abstrak :
ABSTRAK
Praktik makelar merupakan fenomena umum di Indonesia. Dampak negatifnya terhadap masyarakat juga dihadapi dengan masih adanya kebutuhan masyarakat akan praktik percaloan. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif dan bersifat eksploratif, penelitian ini mencoba menggali dampak-dampak yang ditimbulkan oleh praktik percaloan terhadap masyarakat dan apakah dampak tersebut cukup urgen untuk menjadikan percaloan sebagai tindak pidana. Hukum yang relevan dengan topik ini adalah KUHP dan KUHP. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik percaloan belum memiliki urgensi untuk dijadikan sebagai tindak pidana di Indonesia sehingga penanganannya sedapat mungkin dilakukan dengan upaya non penal yang melibatkan pemerintah dan masyarakat, namun dilakukan tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan upaya penal sebagai bentuk pencegahan.
ABSTRACT
The practice of brokering is a common phenomenon in Indonesia. The negative impact on the community is also faced by the community's need for brokering practices. By using research methods that are juridical-normative and exploratory, this study tries to explore the impacts of brokering practices on society and whether these impacts are urgent enough to make brokering a criminal act. The laws relevant to this topic are the Criminal Code and the Criminal Code. The results of this study conclude that the practice of brokering does not yet have urgency to be used as a criminal act in Indonesia so that its handling is carried out as far as possible with non-penal efforts involving the government and the community, but it is possible to use penal efforts as a form of prevention.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pada awalnya, geng motor dianggap sebagai kumpulan pehobi yang bertujuan mengekspresikan solidaritas dan kreativitas. Perkembangan selanjutnya menunjukkan pelbagai perilaku menyimpang dan penuh kekerasan yang dilakukan oleh anggota geng motor, terutama kaum muda. Mengingat bahwa pelaku kekerasan geng motor umumnya adalah anak muda, penanganannnya perlu mencermati faktor keluarga. Diduga, lemahnya ikatan keluarga, ditambah terpaan pengaruh media massa yang kuat menyebabkan perilaku geng motor yang menyimpang. Kolaborasi kepolisian dengan keluarga dan pihak terkait merupakan kunci untuk menyele saikan permasalahan ini.
340 MIMBAR 27:2(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Zada Surya Ananda
Abstrak :
Skripsi ini membahas perlindungan hukum bagi whistleblower tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan di Indonesia dan praktik perlindungan hukum bagi whistleblower tindak pidana korupsi atas risiko kriminalisasi balik dalam beberapa perkara di Indonesia dengan studi kasus yakni Nurhayati dan Roni Wijaya. Penulisan skripsi ini dengan metode yuridis normative dengan bentuk deskriptif analitis. Dilatarbelakangi dengan permasalahan korupsi yang terus menjadi permasalahan di masyarakat. Dalam melakukan pengungkapan atas tindak pidana korupsi terdapat beberapa cara untuk mengungkapkannya, salah satunya dengan sebagai Whistleblower. Pasal 33 UNCAC mengatur bahwa negara memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan perlindungan bagi whistleblower kedalam sistem hukum nasional negaranya. Indonesia mengatur perlindungan saksi dan korban dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tetapi tidak memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi Whistleblower. Terbitnya SEMA 4/11 yang diharapkan dapat mengatur Whistleblower, ternyata tidak memiliki nilai tambah mengenai perlindungan bagi Whistleblower. Perlindungan bagi Whistleblower disamakan dengan perlindungan bagi pelapor umumnya. Penggunaan istilah Whistleblower pun masih berbeda dalam setiap kasusnya yang mendorong kepada bentuk perlindungan kepada Whistleblower yang belum jelas. Padahal Whistleblower menghadapi banyak risiko yang dikenakan terhadap dirinya. Risiko yang terbesar adalah adanya kriminalisasi balik berupa dilaporkannya kembali atas tindak pidana lainnya terhadap dirinya. Ketiadaan perlindungan hukum yang khusus terhadap whistleblower dari risiko terhadap kriminalisasi balik akan mengurangi potensi publik untuk menjadi whistleblower. Perlindungan paling minim dari risiko kriminalisasi balik yang dapat terjadi bagi whistleblower yang tertera di Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 serta pada poin 8b SEMA Nomor 4 Tahun 2011 dalam praktiknya tidak dilaksanakan sesuai dengan rumusan. Padahal peran Whistleblower merupakan peran penting untuk mengawali pengungkapan atas kasus korupsi yang membawa pada kerugian negara. Diperlukannya perlindungan yang lebih bagi seorang whistleblower dengan diatur lebih lanjut dalam penguatan ketentuan mengenai perlindungan khusus bagi whistleblower terutama terhadap risiko kriminalisasi balik dalam bentuk ketentuan perundang-undangan. ......This thesis will examine legal protection towards whistleblowers on corruption in Indonesia domestic law and the application of legal protection towards whistleblowers in corruption in the risks of reverse-criminalization in several cases in Indonesia with a case study of Nurhayati and Roni Wijaya. The method used in this thesis is a normative juridical approach with a specification in the form of descriptive analysis. Corruption, which has become an endless issue, happens to be one of the backgrounds of this thesis. There are numerous kinds of effective endeavours in order to disclose the corruption and one of those is to become a whistleblower. Article 33 of UNCAC regulates that each state party shall contemplate the protection of whistleblowers in their domestic law. In Indonesia, witness and victim protection is regulated in Act No. 13 of 2006 yet it is not powerful enough to give a legal protection towards the whistleblower. The publication of Supreme Court Circular of The Republic of Indonesia number 4 of 2011 which expected to be able to regulate whistleblowers, failed to give more value in protecting the whistleblower. It turns out that the protection of the whistleblower is being generalized with the protection of the regular informant. The use of the word “whistleblower” is still not consistent in each case. Thus, the protection of whistleblowers remains unclear. Moreover, the risks faced by the whistleblower are countless. The massive risk that could occur is reverse-criminalization such as being reported for another criminal offense towards the whistleblower. The absence of special legal protection towards whistleblowers and moreover about the protection from the risks of reverse-criminalization, with no hesitation will reduce the public potency to become the whistleblower. The slight protection from the risks of reverse-criminalization that could occur to the whistleblower is regulated in Article 10 Section (1) Act No.13 of 2006 and written in 8b point of Supreme Court Circular of The Republic of Indonesia number 4 of 2011. But it has not applied yet as it’s expected to be. Whereas, the role of whistleblower is essential to begin the disclosure of the corruption which is causing disservice to the country. An advance protection towards whistleblower is needed to be regulated any further in the regulation reinforcement in the form of statutory provisions as a special protection towards whistleblower especially in the risk of reverse criminalization.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernu Aulia Farhan
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai urgensi kriminalisasi pemaksaan perkawinan dalam hukum pidana Indonesia. Termasuk didalamnya adalah membahas mengenai urgensi perlindungan korban kekerasan seksual khususnya pemaksaan perkawinan yang lebih optimal mengingat telah disahkannya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebetulnya terkait tindak pidana kekerasan seksual dapat ditemukan pengaturannya secara sektoral dan tersebar dalam beberapa undang-undang, seperti UU PKDRT, UU Perlindungan Anak dan UU Hak Azasi Manusia. Akan tetapi secara khusus, pembahasan dalam penelitian ini, yaitu pemaksaan perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan yang dilaksanakan secara terpaksa melalui tekanan-tekanan tertentu yang menyebabkan tidak dapat dicapainya persetujuan yang sesungguhnya oleh salah satu atau kedua pasangan sebagaimana yang telah diatur dalam UU TPKS. Bahwa perlindungan yang optimal merupakan suatu keharusan melihat fakta seringkali perempuan terjebak dalam pusaran ketidakadilan dalam hal penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dalam koridor sistem peradilan pidana, baik dalam fase pra-penuntutan sampai dengan hasil vonis yang dijatuhkan yang tidak berpihak kepada korban. Bahwa dalam penilitian ini terungkap bahwa banyak sekali dampak-dampak destruktif yang dapat dihasilkan dari tindakan pemaksaan perkawinan. Dampak-dampak yang dimaksud dapat berupa dampak psikososial, kesehatan dan ekonomi pada korban. Sebagai instrumen pembantu penelitian ini akan dibandingkan juga regulasi berkaitan dengan pemaksaan perkawinan di Negara Inggis dan Jerman. Salah satu contoh yang dapat ditiru dalam perkembangan penanganan pemaksaan perkawinan di Indonesia adalah didirikannya lembaga pemerintah yang dapat menjadi garda terdepan perlindungan masyarakat terhadap kasus pemaksaan perkawinan seperti forced marriage unit (FMU) di Inggris dan sistem registrar di Jerman. ......This thesis discusses the urgency of criminalizing the imposition of marriage in Indonesian criminal law. This study includes discussing the urgency of protecting victims of sexual violence, especially the victims of forced marriage considering the passage of Law No. 12 year 2022 of the Sexual Violence criminal Offence act (TPKS). Actually, related to the crime of sexual violence can be found on sectoral regulation and spread in several laws, such as the Domestic Violence Law, the Child Protection Law and the Human Rights Law. However, in particular, the discussion in this study, namely the coercion of marriage in question is a marriage that is carried out forcibly through certain pressures that cause the inability to reach true consent by one or both spouses as stipulated in the latest TPKS Law. Optimal victim protection is a must regarding the fact that women are often caught in a maelstrom of injustice in terms of handling cases of sexual violence in the corridors of the criminal justice system, both in the pre-prosecution phase and the results of sentences handed down that are not in favor of the victim. This study revealed that there are many destructive effects that can result from the act of coercion of marriage. These effects can be psychosocial, health and economic impacts on victims. As an auxiliary instrument, this research will also be compared with regulations related to the coercion of marriage in the UK and Germany. One example that can be imitated in the development of handling forced marriage in Indonesia is the establishment of government agencies that can be the frontline of public protection against cases of forced marriage such as forced marriage units (FMU) in the UK and the registrar system in Germany.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
tulisan ini membahas tentang sejauh mana tindak lanjut pemerintah Indonesia untuk mengintegrasikan poin-poin Platform aksi Beijing 20+ kedalam instumen nasional yakni produk-produk legislasi, hukum dan kebijakan pemerintah yang berkeadilan gender dalam membahas perdagangan perempuan khususnya terkait eksploitasi prostitusi sebagai salah satu aspek yang menjadi seruan dalam Platform aksi Beijing 20+. Tulisan ini membahas bagaiman ketidakadilan gender sebagai akar terjadinya perdagangan perempuan. keberlangsungan eksploitasi perempuan dalam dunia prostitusi belum bisa ditangani secara maksimal oleh pemerintah disebabkan karena masih ada ketidakadilan struktur dan sistem dalam hukum yang disebabkan oleh gender. selain ittu, praktek implementasi hukum dan undang-undang masih menyerap nilai-nilai konstruksi seksualitas yang cenderung bias gender dalam masyarakat Patriarki.
323 JP 20:2(2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>