Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Sri Wiyanti Eddyono
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis sejauh mana RUU KUHP berorientasi terhadap kepentingan dan perlindungan hak-hak korban, khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender. Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis atau normative, yang secara langsung menganalisis pasal-pasal yang ada di RUU KUHP. Kerangka analisis yang digunakan adalah pendekatan hokum berpersentatif feminis yang meletakan hokum sebagai produk politik dan seringkali abai terhadap kepentingan perempuan korban kekerasan yang beragam. Tulisan ini menemukan bahwa orientasi utama RUU KUHP adalah kepentingan pelaku dan masyarakat, namun tidak secara eksplisit berorientasi kepada kepentingan korban. Diasumsikan bahwa dengan mengacu kepada kepentingan masyarakat maka telah berorientasi kepada korban. Korban masih dilihat sebagai pihak yang membantu mengungkapkan perkara semata, bukan pihak yang telah mengalami kerugian sehingga perlu mendapat perlindungan dan pemulihan. Tanggung jawab pelaku juga diarahkan untuk memenuhi kepentingan rasa keadilan masyarakat, bukan korban. Selain itu, beberapa pasal pengaturan tentang perbuatan pidana masih mengandung masalah karena RUU KUHP lebih mengoplikasi beberapa UU di luar KUHP namun tidak meevisi pasal-pasal yang berdasarkan pengalaman korban sulit untuk diimplementasikan, sepeti pengaturan PKDRT. Lebih jauh, masih ditemukan pasal-pasal yang memviktimasi korban dengan mengkriminalisasi mereka sesungguhnya adalah korban kekerasan berbasis gender.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2018
305 JP 23:2 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Lidwina Inge Nurtjahyo
Abstrak :
RUU KUHP telah menimbulkan perdebatan, khususnya terkait dengan pasal-pasal yang berada di bawah lingkup kesusilaan. Rumusan pasal 488 sangat potensial untuk menimbulkan masalah baru bagi perempuan. Terutama perempuan memiliki kendala dalam mengakses identitas hokum. Pasal ini merupakan refleksi dari gagalnya para ahli hokum yang merumuskan undang-undang dalam memahami pengalaman perempuan terkait dengan aksesnya atas hak untuk memperoleh identitas hokum, terutama dalam konteks relasi dengan pasangan. Hokum pidana bukanlah jawaban atas semua masalah. Tulisan ini disusun dengan menggunakan data baik yang diperoleh dari suatu penelitian lapangan terkait dengan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan berdasarkan hokum adat, yang dilaksanakan oleh penulis beserta tim dari Bidang Studi Hukum dan Masyarakay pada 2015, 2016, dan 2017 di wilayah Indonesia Timur; maupun data hasil analisis teks hokum dan nonhukum. Keseluruhan metode dan analisis atas temuan penelitian menggunakan feminist legal studies feminist legal theoris.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2018
305 JP 23:2 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sri Wiyanti Eddyono
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis sejauh mana RUU KUHP berorientasi terhadap kepentingan dan perlindungan hak-hak korban, khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender. Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis atau normative, yang secara langsung menganalisis pasal-pasal yang ada di RUU KUHP. Kerangka analisis yang digunakan adalah pendekatan hokum berpersentatif feminis yang meletakan hokum sebagai produk politik dan seringkali abai terhadap kepentingan perempuan korban kekerasan yang beragam. Tulisan ini menemukan bahwa orientasi utama RUU KUHP adalah kepentingan pelaku dan masyarakat, namun tidak secara eksplisit berorientasi kepada kepentingan korban. Diasumsikan bahwa dengan mengacu kepada kepentingan masyarakat maka telah berorientasi kepada korban. Korban masih dilihat sebagai pihak yang membantu mengungkapkan perkara semata, bukan pihak yang telah mengalami kerugian sehingga perlu mendapat perlindungan dan pemulihan. Tanggung jawab pelaku juga diarahkan untuk memenuhi kepentingan rasa keadilan masyarakat, bukan korban. Selain itu, beberapa pasal pengaturan tentang perbuatan pidana masih mengandung masalah karena RUU KUHP lebih mengoplikasi beberapa UU di luar KUHP namun tidak meevisi pasal-pasal yang berdasarkan pengalaman korban sulit untuk diimplementasikan, sepeti pengaturan PKDRT. Lebih jauh, masih ditemukan pasal-pasal yang memviktimasi korban dengan mengkriminalisasi mereka sesungguhnya adalah korban kekerasan berbasis gender.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008
305 JP 23:2 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Maxwell Abbott
Abstrak :
ABSTRAK
This article will examine the right of early access to criminal legal aid in Indonesia, both in theory and in practice. In theory, the right of early access to criminal legal aid (the Right) is clear and firmly established in Indonesian law and International law which applies to Indonesia: individuals under arrest or in detention are entitled to receive legal aid at all stages of the criminal justice process. Therefore, law enforcement may not deny or delay a suspect's access to a lawyer during the initial procedural stages of arrest, investigation and detention. This article will argue that the Right meets certain criteria of a clear legal rule, as distinguished from a vaguer legal standard, and we would therefore expect a high degree of compliance with the Right. However, in practice, we find frequent violations of the Right in Indonesia. After reviewing evidence of the violations, the article will conclude by briefly addressing several explanations while maintaining that the Right is a clear legal rule.
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2018
340 UI-ILR 8:1 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Choky R. Ramadhan
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2018
340 UI-ILR 8:1 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sitompul, Josua
Abstrak :
This article attempts to scrutinize the role of expert under KUHAP and examine how Indonesian courts have interpreted and applied relevant rules and principles of the expert in selected cybercrime cases. It finds that the main role of expert in such cases is providing the courts with opinions on the legal and technical meanings of the legal provisions at stake and their contextualization in the cases. This raises a question whether law enforcement agencies comprehend the execution of the provisions. It also shows that law enforcement agencies are not always interested in getting digital forensic examination from which electronic evidence may be produced. It emphasizes that role of expert under KUHAP is equivocal and views the need to improve the role and principles. In order to improve the role of experts under Indonesian criminal law, the article describes and explains the salient features of expert evidence under Dutch law. The article concludes by making a series of recommendations.
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2018
340 UI-ILR 8:1 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library