Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Ratnaningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan setiap masyarakat pada setiap daerah itu berbeda beda. Pada daerah pedesaan yang sistem kehidupannya masah sederhana, maka kebutuhannya tidak begitu terlalu banyak. Namun pada kota-kota besar yang sistem kehidupannya sudah kompleks, contohnya Jakarta, maka kebutuhannya akan lebih banyak. Dalam hal in kendaraan bermotor adalah sudah merupakan kebutuhan masyarakat yang bersifat primer. Di dalam pemberian kredit kendaraan bermotor ini biasanya masyarakat lebih menyukai untuk membeli secara kredit. Dengan rasionya adalah tidak, akan memberatkan pihak yang membeli kreditur Kendaraan bermotor yang di inginkan, sebab pembayarannya dilakukan secara mengangsur. Dengan adanya pembelian kredit kendaraan hermotor secara kredit ini maka bank Universal sebagai suatu bank devisa swasta nasional tertarik untuk mendiversivikasikan atau menganekaragamkan usaha dalam hal pemberian fasiltas kredit. Salah satu diantara produknya adalah consumer loan. Consumer loan adalah kredit yang diherikan oleh bank kepada nasabah di mana kredit tersebut dipergunakan untuk membeli sesuatu barang yang dapat dipakai untuk kaperluan sehari hari.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiyanto
Abstrak :
LATAR BELAKANG
Dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya di titikberatkan pada sektor pertanian, guna mempertinggi produksi pangan, Pemerintah melaksanakan program Panca Usaha Pertanian yang meliputl:

1. penggunaan bibit unggul;

2. pemupukan yang tepat menurut dosis dan waktunya;

3. pemberantasan hama;

4. penyempurnaan cara bercocok tanam;

5. pengairan yang teratur.

Mengingat keadaan petani yang sebagian besar masih dalam keadaan tidak mampu, baik dalam bidang pengetahuan tentang pertanian maupun dalam bidang menejemen ekonomi pertanian, maka program Panca Usaha Pertanian akan berjalan dengan lancar apabila diikuti dengan penyuluhan dan ditunjang,dengan pembiayaan. Pembiayaan di sini antara lain dapat diperoleh melalui kredit Bimas.

Realisasi kredit Bimas dilaksanakan melalui BRI Unit Desa. BRI Unit Desa ini merupakan unit kerja cabang BRI untuk memberikan pelayanan perbankan bagi rakyat pedesaan dilingkungan Wilayah Unit Desa. Wilayah BRI Unit Desa ditetapkan ninimal 600 hektar atau sebanyak-banyaknya meliputi enam desa, dan sedapat mungkin ditempatkan dalam suatu kompleks yang mudah dijangkau oleh para petani.

Jangka waktu pembayaran kembali kredit Bimas ditetapkan satu bulan sesudah panen atau selambat-lambatnya tujuh bulan sesudah kredit direalisasi. Dalam memberikan pelayanan kredit kepada para petani, BRI tidak luput dari hambatan- hambatan dan kesulitan-kesulitan, baik yang disebabkan oleh para petani maupun oleh petugas BRI Unit Desa. Pada dasarnya inti persoalan kredit Bimas terletak pada proses pengembalian kredit kepada Bank. Hal ini terbukti dari besarnya tunggakan kredit Bimas yang belum terbayar dan kasus-kasus penyelewengan kredit Bimas yang dilakukan oleh petugas-petugas Bimas yang kebanyakan terdiri dari mantri-mantri BRI Unit Desa, Pengurus BUUD & KUD, Penyalur pupuk dan para Pamong Desa.

1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Utama Hidajat
Abstrak :
Peranan kredit perbankan dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional semakin meningkat sejalan dengan perkembangan perekonomian. Untuk menjamin kepastian pengembalian kredit yang diberikan, diperlukan adanya suatu benda jaminan. Salah satu benda yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah hak atas tanah beserta benda/bangunan yang berdiri di atasnya. Dengan telah terjadi unifikasi di bidang hukum jaminan khususnya dengan tanah maka pengikatan jaminan dapat dilakukan melalui lembaga hak tanggungan. Hal ini sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pasal 51 UUPA maka terbentuk Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Pengikatan jaminan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 adalah yang paling memiliki kepastian hukum. Akan tetapi pelaksanaan eksekusi hak tanggungan masih banyak mengalami kesulitan. Penetapan sita jaminan oleh pengadilan juga sangat merugikan pemegang hak tanggungan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah tanggung jawab pihak kedua selaku pemberi hak tanggungan mengenai pelunasan utang. Kemudian perlindungan hukum terhadap pemegang hak tanggungan dan alasan putusan pengadilan juga akan dibahas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, yaitu suatu metode yang menitikberatkan penelitian terhadap segi-segi yuridis dengan menggunakan data kepustakaan sebagai penelitian data sekunder. Tanggung jawab pemberi hak tanggungan terhadap PT. Bank P dan PT. Bank PS sebagai pemegang hak tanggungan tetap ada pada pemberi hak tanggungan dan tidak beralih kepada PT. SA. Sebagai kreditor pemegang hak tanggungan, PT. Bank P dan PT. Bank PS lebih didahulukan dalam pelunasan utang-utangnya daripada kreditor-kreditor yang lain. Eksekusi atas jaminan pelunasan utang yang diikat dengan hak tanggungan pun lebih mudah dilaksanakan karena disediakan beberapa cara dalam hal eksekusi hak tanggungan. Akta nomor 2 tanggal 17 Nopember 1999 disahkan oleh hakim karena dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan itikad baik, sehingga mengakibatkan perjanjian yang dibuat sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian berlaku dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pertimbangan hakim yang lebih mengutamakan kedudukan kreditor pemegang Hak Tanggungan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam Hak Tanggungan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Krisna Hidayat
Abstrak :
Disahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Beberapa masalah yang timbul atas putusan penundaan kewajiban pembayaran utang oleh pengadilan menurut Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut antara lain adalah akibat hukum, bagaimana dengan kedudukan debitor atas harta kekayaannya, apa hak dan kewajiban dari Pengurus yang ditunjuk oleh pengadilan. Penundaan kewajiban pembayaran utang diharapkan debitor dapat melunasi baik sebagian atau sepenuhnya untuk membayar utang-utangnya kepada kreditor. Akibat hukum penundaan kewajiban pembayaran utang debitor kehilangan independensinya atas harta kekayaannya harus selalu didampingi pengurus yang diangkat oleh pengadilan. Kedudukan debitor atas harta kekayaanya sejak putusan penundaan kewajiban pemabayaran utang dalam pengawasan oleh hakim pengawas, pengurus dan kreditor, segala sesuatunya atas harta debitor tersebut dalam melakukan perbuatan hukum sejak penundaan kewajiban pembayaran utang diucapkan harus diketahui oleh pengurus yang bertanggung jawab atas kerugian harta debitor dan mempunyai hak untuk mendapatkan uang jasa yang nilainya ditetapkan oleh pengadilan dalam putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dengan metode hukum normatif yang dititik beratkan pada penelitian perpustakaan tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau yang berkaitan dengan harta debitor terhadap penundaan kewajiban pembayaran utang. Hakim dalam putusan penundaan kewajiban pembayaran utang perlu dicantumkan prosedur mana yang didahulukan kreditor konkuren atau kreditor baru yang mempunyai hak istimewa.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusak Kusuma
Abstrak :
Hak Tanggungan merupakan jaminan yang paling banyak diterima bank sebagai agunan kredit karena memberikan kedudukan yang diutamakan. Dalam Penjelasan Umum UUHT dinyatakan, bahwa Hak Tanggungan merupakan jaminan yang kuat, yang dicirikan dari mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur cidera janji, maka bagi kreditor disediakan acara-acara khusus yang diatur dalam pasal 20 UUHT. Meskipun secara yuridis kedudukan kreditor cukup kuat, tetapi di dalam praktek tidaklah mudah untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan. Tidak sedikit debitor nakal yang berupaya untuk menghambat / menggagalkan pelaksanaan eksekusi, bahkan dengan memanfaatkan lembaga hukum yang ada, seperti lembaga sita jaminan. Adanya sita jaminan menyebabkan kreditor tidak dapat melaksanakan haknya tersebut. Untuk itu penulis akan meneliti bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi kreditor dalam melakukan eksekusi Hak Tanggungan dan apa langkah-langkah antisipasi kreditor untuk mencegah terjadinya sengketa atas obyek Hak Tanggungan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif. Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktek belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang cukup kuat bagi kreditor, khususnya apabila obyek Hak Tanggungan diletakkan sita jaminan dalam suatu perkara perdata. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan hukum acara perdata, yang mengatur mengenai sita jaminan terhadap obyek Hak Tanggungan, yaitu bahwa sita jaminan tidak menghambat pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, seperti halnya ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1) (JU No. 37 tahun 2004. Sedangkan dari sisi kreditor, dapat melakukan antisipasi dengan memperketat syarat-syarat penerimaan agunan kredit, salah satunya adalah pemberi Hak Tanggungan haruslah debitor itu sendiri.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Yunita
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam dunia modern saat ini, kehidupan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan serta peran penting sektor jasa keuangan pada umumnya dan perbankan pada khususnya. Melalui perbankan dana atau potensi investasi yang ada pada masyarakat disalurkan kedalam kegiatan-kegiatan produktif, sehingga pertumbuhan ekonomi terwujud. Salah satu kegiatan usaha bank adalah memberikan kredit. Seiring dengan meningkatnya jurnlah pemberian kredit, kredit macet pun menjadi masalah bagi dunia perbankan. Bukan saja itu, terdapat juga masalah penyelesaian kredit macet itu sendiri. Khusus mengenai masalah penyelesaian kredit macet pada bank BUMN selama ini berbeda dengan bank swasta lainnya. Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan berupa modal pada bank BUMN, menjadikan penyelesaian kredit macet pada bank BUMN tersebut hams diselesailcan melalui PUPN (KP2LN). Penyelesaian kredit macet bank BUMN di PUPN terdapat kendala-kendala yang harus dihadapi oleh PUPN. Sehingga perlu dipildrkan cars penyelesaian kredit rnacet BUMN yang lebih tepat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi negara. Dalam pembangunan ekonomi sangat dibutuhkan kepastian hukum termasuk kepastian hokum dalam menyelesaikan kredit macet. Perkembangan pengertian terhadap kekayaan negara yang dipisahkan dalam penyertaan pada BUMN menjadikan perubahan penyelesaian kredit macet. Bertitik tolak pada peraturan mengenai penyelesaian kredit macet bank BUMN yang dilakukan sendiri oleh Bank BUMN dan penyelesaian kredit macet yang diteruskan kepada PUPN. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab persoalan pilihan kebijakan yang tepat dalam penyelesaian kredit macet ini dengan melihat pada pengertian kekayaan negara yang ada pada bank BUMN. Dan bank BUMN sendiri (PT.Bank BRI (Persero) Cabang Yogyakarta) mempunyai langkah awal dalam penyelesaian berdasarkan peraturan sebagai sebuah bank. Sebagaimana bank BUMN berdasarkan UU No.49Prp. tahun 1960 tentang PUPN penyelesaiapun diteruskan ke PUPN seandainya penyelesaian oleh Bank BUMN tidak mendapatkan hasil. Tetapi penyelesaian pada PUPN juga menghadapi kendala-kendala walaupun penyelesaian sudah berdasarkan aturan yang berlaku. Dengan dikeluarkannya PP Nomor 33 Tabun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, maka menjadi jelaslah bagaimana penyelesaian kredit macet kepada masing-masing bank berdasarkan UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN. Dengan adanya kepastian hukum dalam penegakkan kredit macet pada BUMN dapat menjadikan penyelesaian kredit macet lebih cepat. Dan Bank-bank BUMN akan mampu bersaing secara sehat dengan bank-bank swasta lainnya dalam menjalankan fungsi dan tujuannya sehingga stabilitas ekonomipun dapat tercapai.;
2006
T17042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin
Abstrak :
Proses penyelesaian sengketa terutama menyangkut utang piutang dipandang relatif lebih efektif apabila diselesaikan melalui mekanisme Pengadilan Niaga dibandingkan dengan mekanisme Peradilan Umum biasa karena aturan yang terdapat dalam proses berperkara di Pengadilan Niaga lebih terprediksi dibandingkan dengan aturan beracara di Peradilan Umum biasa, sehingga para pencari keadilan bisa memperoleh gambaran yang jelas kapan sengketa yang dihadapinya bisa mendapatkan kepastian hukum. Dan seiring dengan riwayat lahirnya Pengadilan Niaga ini yang dilatar-belakangi oleh keadaan moneter yang sangat tidak menentu sudah barangtentu pemanfaatannya juga diharapkan bisa optimal dengan kata lain jangan sampai sia-sia, oleh karena itu setiap orang yang hendak menempuh penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga hendaknya harus terlebih dahulu memperhatikan syarat-syarat yang digariskan oleh peraturan perundang-undangan baik syarat formil maupun materil, dan dari aturan yang disuguhkan oleh Undang-undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan sebenamya sangat kontributif untuk pengembangan nilai-nilai keadilan dalam rangka merespon dinamika masyarakat terutama para pencari keadilan karena mekanismenya cukup tenrkur dan dinamis tinggal bagaimana masyarakat melihatnya sebagai suatu terobosan dalam dunia peradilan yang lahir pada mass krisis ekonomi melanda bangsa Indonesia. Walaupun dalam hasil penelitian ini ditemukan putusan Pengadilan yang tidak konsisten satu sama lain, sebagai suatu negara yang menganut system hukum civil law, keadaan ini harus disikapi sebagai sesuatu yang wajar dan pasti akan terjadi karena adanya dinamika penafsiran terhadap isi Undang-undang, berbeda dengan negara yang menganut sistem comman law dimana suatu Undang-undang bersifat bottom-up yang konsistensi penafsirannya terhadap isi suatu Undang-undang relatif lebih terpelihara. Namun demikian terlepas dari sistem hukum yang melatarbelakangi suatu negara, persfektif masyarakat dalam melihat aplikasi suatu Undang-undang pada setiap putusan Pengadilan akan ditentukan oleh tingkat rasionalitas pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan Pengadilan yang bersangkutan dihubungkan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, dan hal ini pulalah yang menjadi salah satu alat ukur rasa keadilan masyarakat, pada hal disisi lain pengakuan masyarakat atas penafsiran yang diberikan oleh para praktisi hukum terhadap isi suatu peraturan perundang-undangan sangat bersifat kasuistik. Dari keadaan inilah yang membuat menarik untuk melakukan analisa terhadap suatu putusan Pengadilan yang telah ber-kekuatan hukum tetap, karena akan banyak dimensi berfikir yang bisa dilalui antara lain, pertama dapat melihat cara penerapan suatu Undang-undang terhadap suatu masalah, kedua bagaimana cara melakukan penafsiran, ketiga dapat melihat tingkat rasionalitas pertimbangan hukum yang diberikan oleh Hakim serta dapat merasakan konsistensi satu putusan terhadap putusan yang lain.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Budiman
Abstrak :
Dalam rangka menjamin adanya mekanisme penyelesaian sengketa hutang piutang antara kreditor dan debitor secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui lembaga peradilan, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Peraturan Kepailitan (Faillissenient Verordening) Stb. 1905 - 217 jo. 1906 -- 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 tahun 1998 yang selanjutnya diundangkan menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998. Kepailitan pada intinya adalah sitaan umum atas aset debitor yang ditandai dengan adanya suatu pemyataan pailit terhadap debitor yang dinyatakan dengan suatu putusan pengadilan. Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan bermacam-macam tagihan yang diajukan oleh kreditor-kreditor kepada debitornya yang masing-masing mempunyai karakter, nilai dan kepentingan yang berbeda-beda. Proses dalam kepailitan dapat mengatur perbedan-perbedaan tersebut melalui mekanisme pengkolektifan penagihan piutang sehingga masing-masing kreditor tidak secara sendiri-sendiri menyelesaikan tagihannya. Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan-persoalan hukum yang perlu memperoleh penegasan karena undang-undang tidak memberikan definisi secara tegas sehingga timbul penafsiran-penafsiran yang berbeda di antara praktisi hukum, bahkan pengadilan atau Mahkamah Agung sendiri yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Di samping itu, beberapa ketentuan di dalamnya dapat menimbulkan permasalahan berupa kemungkinan benturan-benturan dengan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan lainnya. Dalam proses kepailitan diatur bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun demikian, hak eksekusi kreditor dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pemyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut, dalam prakteknya kemungkinan akan menemui benturan khususnya dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Undang-undang Kepailitan tersebut tentunya dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kreditor-kreditor tersebut, termasuk kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan hak-haknya selaku kreditor pemegang hak jaminan. Ketentuan kepailitan bahkah lebih jauh lagi telah tidak memberikan jaminan atau perlindungan bagi kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan haknya.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Senato
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian dibuat dengan maksud untuk mencegah atau meminimalisir permasalahan yang mungkin akan terjadi. Suatu perjanjian pada dasarnya haruslah dilandasi dengan win-win attitude, dan bertujuan untuk melindungi kepentingan masing-masing pihak serta dapat memberikan keuntungan secara timbal balik. Perjanjian dapat dibuat dalam bentuk bawah tangan ataupun dalam bentuk akta otentik. Syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata digolongkan dalam unsur subyektif dan unsur obyektif. Tidak terpenuhinya unsur subyektif mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan tidak terpenuhinya unsur obyektif mengakibatkan perjanjian batal demi hukum. Pembatalan perjanjian dapat pula terjadi walaupun telah memenuhi syarat-syarat subyektif dan obyektif, jika para pihak wanprestasi, sepanjang pembatalan perjanjian diajukan oleh para pihak dalam perjanjian ke hadapan pengadilan yang berwenang. Dari beberapa kasus yang terjadi sehubungan dengan pembatalan perjanjian, dapatlah diambil contoh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 16 November 2001 Nomor 3248.KIPdt/2000. Putusan inilah yang dijadikan analisis yuridis didalam penelitian ini dengan pokok permasalahan: 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak kreditur akibat dibatalkannya perjanjian kredit oleh Majelis Hakim? 2. Apakah Putusan Majelis Hakim Agung yang membatalkan akta tersebut telah menerapkan hukum secara tepat? Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan normatif, mempergunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan, dan penelitian bersifat deskriptif, karena ditujukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang sifat-sifat hubungan hukum, keadaan atau gejala-gejala tertentu dalam melakukan suatu perjanjian. Dalam penelitian ini, dianalisa suatu kasus mengenai pembatalan perjanjian yang disebabkan para pihaknya melakukan wanprestasi, namun pembatalan perjanjian tersebut tidak dimohonkan oleh para pihak melainkan diputus berdasarkan putusan Majelis Hakim yang dilandasi petitum subsidair (ex aequo et bona). Berdasarkan kasus tersebut, dikaitkan dengan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa Putusan Majelis Hakim mengenai pembatalan perjanjian menjadikan posisi kreditur lemah dan menimbulkan kerugian bagi kreditur. Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara hendaknya cermat dan teliti, sehingga putusan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan serta memberikan kepastian hukum.
ABSTRAK
An agreement made with a purpose to prevent and minimize any possible problem in the future. An agreement has to be based on a win-win attitude, and performs to protect every interested party so they could deliver many advantages one another as an interaction. Agreements could be done in two different forms, underhanded and authentic document. To fulfill the legal terms of the agreement, Kitab Undang-undang Hukum Perdata has required subjective substances and objective substances. The unfulfilled of subjective substances would cause the agreement abrogated, while the unfulfilled of objective substances would cause revocation by law. Despite it has fulfilled both substances, the abrogation of an agreement can also happen if the parties disobey the provision contained in the agreement, as long as the abrogation is propose by the party to the court that have the jurisdiction and authority to abrogate the agreement. From some cases happens concerning about the agreements' abrogation, we can take an example The Sentence of The Supreme Court Republic of Indonesia dated November 16th, 2001 No. 3248.K/Pdt/2000. It is the subject matter to the juridical analysis in this research, with main question: 1. How is the juridical protection against the creditor as the consequences of abrogation of the credit agreement by the Court of Justice? 2. Does this sentence in which contains the abrogation of agreement have applied law correctly? This research has a normative approach using a secondary data obtained by literature study, and has a descriptive character, because it aims to give a specific data about characteristic of law-connected relations, conditions or any certain indications in making an agreement. In this research, there is a case analysis about the abrogation of an agreement caused by violation of the agreement by the parties, however, the abrogation itself didn't requested by the parties and has sentenced by the Court of Justice based on the subsidiary petition (ex aequo et bono). Based on that case connecting to the existing theory, we can conclude that the abrogation of the agreement by the Court of Justice has weakened the position of the creditor and bring about loss to them. In investigating and deciding a case, the judge has to examine in detail and very careful and accurate, so it will produce a fair and definite decision.
2007
T19601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, M.K. Rosada
Abstrak :
ABSTRAK
Pinjam gadai merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam yang dianggap praktis khususnya oleh masyarakat kecil. Perum Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan yang melakukan fungsi tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan usaha kecil Perum Pegadaian meluncurkan produk pembiayaan dengan nama Kredit Angsuran Sistem Fidusia (Kreasi). Guna terjaminannya kepastian hukum bagi Kreditur, Undang Undang No. 42 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 dan peraturan pelaksanaanya memberikan kewajiban kepada Kreditur (Penerima Fidusia) untuk melakukan pendaftaran fidusia di Kantor Fidusia. Permasalahannya, apakah klasul-klausul dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut serta sampai tingkat mana perjanjian tersebut dapat memberikan kepastian kepada Pegadaian dalam hal pengembalian kredit rnelalui produk pembiayaan kreasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan yang didukung dengan penelitian lapangan dalam bentuk studi dokumen, observasi dan wawancara yang terkait dengan landasan hukum dan pelaksanaan kredit. Hasilnya, Kredit Angsuran Sistem Fidusia untuk usaha mikro tidak seutuhnya melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Fidusia dan tidak ada klausul yang menyangkut Pendaftaran Jaminan Fidusia. Kepastian hukum yang melekat terhadap perjanjian kredit tersebut tidak sekuat apabila jaminan didaftarkan. Jika ketentuan tentang Jaminan Fidusia dilaksanakan seutuhnya maka perjanjian kredit untuk itu harus dibuat dengan Akta Notariil seperti diatur oleh Pasal 2 ayat (2) huruf a PP No. 86 Tahun 2000 sebagaimana tertuang pada tesis ini. Disarankan Pegadaian melaksanakan prosedur hukum fidusia untuk kredit yang menggunakan nama fidusia dan Notaris memberikan saran-saran kepada penerima Kreasi dari Pegadaian.
ABSTRAK
The pawn represent one of loan agreement assumed practical specially by small society. Public Company of Pawnship office represent one of financial institution conducting the function. To fulfill requirement of small industries, Public Company Pawnship office launch defrayal product by the name Fiduciary Instalment Credit System (KREASI). Utilize its well guaranted is rule of law for Creditor, Code Number 42 Year 1999 and the Governmental Regulation (PP) No. 86 Year 2000 and its application regulation give obligation to Creditor (Fiduciary Receiver) to be registered in Office Fiduciary Office. The problem is, whether the clauses in Agreement of Fidusia Instalment Credit System have as according to the law and regulation and also mount of the agreement can give certainty to Pawnship office in the case of credit return through defrayal KREASI product. This research applicate the bibliography method supported with field research in the form of document study, related interview'and observation by the basis for credit execution and law. The result; Fidusia Instalment Credit System for very small business community not as intact as executing rule as arranged in Code of Fiducyary and there are no clause which is concerning Fiduciary Guarantee Registration coherent Rule of law to the credit agreement is not as strong as if guarantee registered. If rule of Fiduciary Guarantee executed as intact as hence the credit agreement for that have to be made by Notaries like arranged by Section 2 sentence (2) letter a of Government Regulation Number 86 Year 2000 as decanted in this thesis. The writer suggested that a Pawnship office execute procedure of Fiduciary Regulation for the credit using fiduciary as a Notary and give suggestion to receiver Kreasi from Pawnship office.
ABSTRAK
Pinjam gadai merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam yang dianggap praktis khususnya oleh masyarakat kecil. Perum Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan yang melakukan fungsi tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan usaha kecil Perum Pegadaian meluncurkan produk pembiayaan dengan nama Kredit Angsuran Sistem Fidusia (Kreasi). Guna terjaminannya kepastian hukum bagi Kreditur, Undang Undang No. 42 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 dan peraturan pelaksanaanya memberikan kewajiban kepada Kreditur (Penerima Fidusia) untuk melakukan pendaftaran fidusia di Kantor Fidusia. Permasalahannya, apakah klasul-klausul dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut serta sampai tingkat mana perjanjian tersebut dapat memberikan kepastian kepada Pegadaian dalam hal pengembalian kredit rnelalui produk pembiayaan kreasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan yang didukung dengan penelitian lapangan dalam bentuk studi dokumen, observasi dan wawancara yang terkait dengan landasan hukum dan pelaksanaan kredit. Hasilnya, Kredit Angsuran Sistem Fidusia untuk usaha mikro tidak seutuhnya melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Fidusia dan tidak ada klausul yang menyangkut Pendaftaran Jaminan Fidusia. Kepastian hukum yang melekat terhadap perjanjian kredit tersebut tidak sekuat apabila jaminan didaftarkan. Jika ketentuan tentang Jaminan Fidusia dilaksanakan seutuhnya maka perjanjian kredit untuk itu harus dibuat dengan Akta Notariil seperti diatur oleh Pasal 2 ayat (2) huruf a PP No. 86 Tahun 2000 sebagaimana tertuang pada tesis ini. Disarankan Pegadaian melaksanakan prosedur hukum fidusia untuk kredit yang menggunakan nama fidusia dan Notaris memberikan saran-saran kepada penerima Kreasi dari Pegadaian.
ABSTRAK
The pawn represent one of loan agreement assumed practical specially by small society. Public Company of Pawnship office represent one of financial institution conducting the function. To fulfill requirement of small industries, Public Company Pawnship office launch defrayal product by the name Fiduciary Instalment Credit System (KREASI). Utilize its well guaranted is rule of law for Creditor, Code Number 42 Year 1999 and the Governmental Regulation (PP) No. 86 Year 2000 and its application regulation give obligation to Creditor (Fiduciary Receiver) to be registered in Office Fiduciary Office. The problem is, whether the clauses in Agreement of Fidusia Instalment Credit System have as according to the law and regulation and also mount of the agreement can give certainty to Pawnship office in the case of credit return through defrayal KREASI product. This research applicate the bibliography method supported with field research in the form of document study, related interview'and observation by the basis for credit execution and law. The result; Fidusia Instalment Credit System for very small business community not as intact as executing rule as arranged in Code of Fiducyary and there are no clause which is concerning Fiduciary Guarantee Registration coherent Rule of law to the credit agreement is not as strong as if guarantee registered. If rule of Fiduciary Guarantee executed as intact as hence the credit agreement for that have to be made by Notaries like arranged by Section 2 sentence (2) letter a of Government Regulation Number 86 Year 2000 as decanted in this thesis. The writer suggested that a Pawnship office execute procedure of Fiduciary Regulation for the credit using fiduciary as a Notary and give suggestion to receiver Kreasi from Pawnship office.
2007
T19648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>