Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Musridharta
Abstrak :
Latar belakang : Belum adanya perangkal untuk memprediksi keluaran pada pasien dewasa cedera kranioserebral. Penilaian awal yang akurat diperlukan sebagai dasar menilai keluaran. Tidak semua fasilitas kesehatan memiliki sarana diagnostik yang canggih sehingga membutuhkan pedoman praktis untuk memprediksi risiko kematian dalam 3 hari pertama pada pasien dewasa cedera kranioserebral derajat sedang dan berat. Tujuan : Penerapan sistim skor untuk memperkirakan kemungkinan kematian pasien dewasa cedera kranioserebral sedang dan berat. Metode : Dipergunakan desain nested case control yang bersarang pada penelitian prospektif tanpa pembanding. Pasien dewasa cedera kranioserebral derajat sedang dan berat yang mengalami kematian dalam 3 hari pertama dimasukkan sebagai kelompok kasus, kelompok kontrol diambil secara random dari pasien yang tidak mengalami kematian. Periode penelitian dari bulan Agustus 2005 sampai awal November 2005, didapatkan 103 pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk studi deskriptif. Dari pasien tersebut didapatkan jumlah kasus sebanyak 34 pasien dengan kontrol 34 pasien untuk studi analisis. Data diolah dan disusun dalam bentuk Label distribusi maupun tabel silang menggunakan perangkat SF55 versi 13.0. Hubungan antara variabel faktor resiko dan kematian dalam 3 hari pertama dinilai dengan uji Chi Square atau uji mutlak Fisher serta perhitungan nilai OR dengan batas kemaknaan sebesar 5%, diteniskan dengan analisa logistic regresi secara backward stepwise untuk merumuskan model prediksi. Hasil : Dari 103 pasien cedera kranioserebral didapatkan perbandingan jumlah pasien trauma kranioserebral perempuan dengan laki-laki adalah 1:6,3 dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 25-44 tahun (42,7%). 34 pasien meninggal dunia (33,0%), dari 27 pasien CKB yang meninggal 23 orang, 76 pasien CKS yang meninggal 11 orang. Pada uji multi variat backward stepwise didapat faktor penentu independen untuk keluaran dalam 3 hari pertama yaitu frekuensi nafas > 26 x 1 menit, respon membuka mata < 3 dan respon motorik < 5. Kesimpulan : Sistem skoring trauma kranioserebral ini menggunakan parameter respon motorik, frekuensi nafas dan respon membuka mata (M N M skor) yang merupakan prediktor bermakna dalam memperkirakan kematian dalam tiga hari pertama, pasien dengan total skoring yang minimal (nilai 0) memiliki probabililas kematian dalam 3 hari sebesar 5,3%, sedangkan pasien dengan total skoring maksimal (nilai 7) probabililas kematiannya adalah 97,4%. Kata Kunci : Trauma kranioserebral - prediksi keluaran - kemungkinan kematian - M N M skor
Background: The lack of tool to predict outcome of craniocerebral injury in adult patients. Accurate initial assessment is needed to predict outcome. Not all of the health facilities have modem and sophisticated diagnostic tool, and thus there is a need for practical guideline to predict mortality risk within first three days for adult patients with moderate to severe craniocerebral injury. Objective: To implement score system to predict mortality rate on adult patients with moderate to severe craniocerebral injury. Methods: Prospective nested case control study without external control. Adult patients with moderate to severe craniocerebral injury who died within first three days onset was included consecutively as case, while control was taken from random survive patients. The study was taken from August - November 2005, and 103 patients were included for descriptive study. Thirty four patients then were included as case and 34 as control for further analysis. SPSS for Windows v 13.0 was used for statistical analysis. The relationship between risk factors and mortality within first 3 days was assessed with chi square of Fisher test, then significant variables were further tested with logistic regression analysis using backward stepwise to formulate prediction model. Results: There were 103 craniocerebral injury patients, with the proportion of female and male 1 : 6.3, and most of them were from 25 - 44 year old group (42.7%). Thirty four (33.0%) died, 23 out of 27 severe head injury patients died, while 11 out of 76 moderate head injury patients died. On backward stepwise multivariate test, independent predictor factor for first three days outcome were respiration frequency 26 xfmin, response to eye opening t 3, and motor response < 5. Conclusions: This craniocerebral trauma scaring system uses motor response, respiration frequency, and response to eye opening parameter (M N M score), that can be used to predictor for mortality within first day of onset. Patients with minimal total score (score 0) has mortality probability 5.3%, while patients with maximal total score (score 7) has mortality probability 97.4%. Key Words: Craniocerebral trauma - outcome prediction - mortality probability - M N M score
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fritz Sumantri
Abstrak :
Latar belakang : Proses yang mengikuti setelah terjadinya cedera kranioserebral berat ada 2 , yaitu kerusakan primer dan sekunder . Disfungsi pernafasan adalah salah satu hal yang terjadi pada kerusakan otak sekunder dan dapat kita ketahui dari pemeriksaan analisa gas darah yang kita lakukan . Dari hasil pemeriksaan analisa gas darah tersebut, kita dapati PaO2 dan PaCO2 . Tekanan tekanan oksigen dan karbondioksida tersebut ternyata memiliki pengaruh terhadap perubahan laju aliran darah kcotak . Di mana peningkatan PaCO2 dan penurunan PaO2 akan meningkatkan laju aliran darah ke otak , sehingga dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Sedangkan penurunan PaCO2 dan peningkatan PaO2 dapat menurunkan laju aliran darah ke otak yang akan mengancam terjadinya proses iskemik . Perubahan perubahan tekanan gas diatas disinyalir memiliki hubungan dengan hasil akhir yang didapat pada cedera kranioserebral. Oleh sebab itu kami melakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara tekanan gas gas tersebut terhadap hasil akhir , khususnya PaCO2 yang tinggi (> 45 mmHg) dan PaO2 yang rendah ( < 85 mmHg ) terhadap hasil akhir setelah perawatan selama 3 hari . Obyektif : mengetahui peranan PaCO2 tinggi dan PaO2 rendah terhadap hasil akhir setelah 3 hari perawatan pada pasien pasien cedera kranioserebral berat . Metade : cross sectional, dengan membandingkan nilai PaO2 dan PaCO2 pads waktu pasien datang dengan hasil akhir yang terjadi setelah 3 hari perawatan. Hasil : dari 84 sampel yang terkumpul , dilakukan pemeriksaan analisa gas darah sewaktu pasien datang, kemudian dilihat hasil akhir setelah 3 hari perawatan . Didapatkan suatu hasil bahwa PaO2 yang rendah akan mempunyai kecenderungan resiko kematian dalam 3 hari yang lebih besar, dibanding penderita yang PaO2 nya normal (p Background: Two processes following a severe craniocerebral injury are primary and secondary damage. Respiratory dysfunction is one of the secondary damage which can be detected by blood gas analysis revealing 02 and CO2 arterial pressure (Pa02 and PaCO2). These arterial PaO2 and PaCO2 influence the blood flow velocity to the brain, whereas elevation of PaCO2 and reduction of PaO2 will increase the blood flow velocity to the brain and thus increase intracranial pressure. On the contrary, reduction of PaCO2 and elevation of PaO2 will decrease the blood flow velocity to the brain and could be a thread for ischemic process. The alteration of blood gas above is suggested to have a correlation with the outcome of craniocerebral injury patients. In this study, we explored the correlation of blood gas pressure especially high PaCO2 (>45 mmHg) and low Pa02 (<85 mmHg) with patient's outcome after 3 days of hospital care. Objective: To know the correlation of high PaCO2 and low PaO2 with the outcome of severe craniocerebral injury patients after 3 days of hospital care. Methods: This is a cross-sectional study. Patient's initial arterial PaO2 and PaCO2 was compared with patients arterial Pa02 and PaCO2 after 3 days of hospital care. Results: Blood gas analysis was done in 84 samples at their initial admission and compared with the blood gas analysis taken after 3 days of hospital case_ It was shown that patients with low PaO2 have a tendency for higher risk of death within 3 days, if compared with patients with normal Pa02 (p<0,05); patients with high PaCO2 have a tendency for higher risk of death within 3 days, if compared with patients with normal PaCO2 (p<0,05); and patients with low PaCO2 have a tendency for higher risk of death within 3 days, if compared with patients with normal PaCO2 (p<0,05). Conclusion: Arterial PaO2 and PCaO2 can be used as one of the consideration for predicting the outcome of severe craniocerebral injury patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubiana Nurhayati
Abstrak :
Latar Belakang: Pada cedera kranioserebral sedang dan berat terjadi stimulasi aksis HPA, aktivasi sel imunokompeten yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi. Peningkatan sitokin menyebabkan stimulasi aksis HPA yang menyebabkan terpacunya pelepasan barman kortisol oleh korteks kelenjar adrenal. Beberapa penelitian menunjukkan semakin tinggi kadar kortisol dalam plasma pada penderita cedera kranioserebral maka semakin buruk prognosis karena tingginya mortalitas. Metode: Studi porospektif tanpa kelompok pembanding untuk melihat hubungan kadar kortisol dalam darah pada onset < 48 jam terhadap keluaran kematian dan hidup selama 3 hari perawatan pada penderita cedera kranioserebral dengan skala koma glasgow 3-12. Hasil: Dari 64 subyek, terdapat 54,7% subyek mati pada 3 hari perawatan pertama. Rerata kadar kortisol darah subyek adalah 32,88+10,16 µg/dl, sedangkan rerata nilai SKG adalah 9,17+2,49. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kortisol dengan nilai SKG dimana pada nilai SKG 3-6 kadar kortisol dalam darah paling tinggi (p<0.05). Rerata kadar kortisol pada keluaran mati lebih tinggi bermakna dibadingkan dengan keluaran hidup yaitu 44,38+8,87 µg/dl (p<0.05). Titik potong kadar kortisol untuk kematian adalah 31,1 µg/dl, spesifisitas 94,3% dan sensitifitas 96,6%. Pada nilai SKG 3-8, 85,7% subyek mati. Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai SKG dengan keluaran mati. Kesimpulan: Keluaran kematian pada penderita cedera kranioserebral menunjukkan kadar kortisol dalam darah yang Iebih tinggi dan nilai SKG yang lebih rendah dibandingkan dengan keluaran hidup.
Background: There are many processes in moderate and severe head injury, such as HPA axis stimulation, immuno-competent cell activation that cause releasing of inflammation mediator. Increasing of cytokine causes HPA axis stimulation and triggers cortisol release by adrenal cortex. Previous studies showed that the increasing of plasma cortisol related with poor outcome in head injury patient. Methods: Prospective study without control in head injury patients with GCS 3-12 and onset less than 48 hours. The aim of this study was to see relation between blood cortisol level and outcome in three days of hospitalization. Results: From 64 subjects, there are 54.7% subjects who died within 3 days of hospitalization. Mean of blood cortisol is 32.88+10.16 µg/dl, while mean of GCS is 9.17+2.49. There is significant correlation between blood cortisol level and GCS which is blood cortisol level is highest in subjects with GCS 3-6 (p<0.05). Mean cortisol level in poor outcome subjects is significantly higher (44.38+8-87 p.gldl) than good outcome subjects (p<0.05). Cut-off point of cortisol level for poor outcome is 31.1 µg/dl with 94.3% specificity and 96.6% sensitivity. In GCS 3-8 group, 85.7% subjects have poor outcome. There is significant correlation between GCS and poor outcome. Conclusion: Moderate and severe head injury patient with poor outcome show higher blood cortisol level and lower GCS compare with patient with good outcome.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wid Patria Wijaya
Abstrak :
Latar belakang. Cedera kranio-serebral (CK) masih menjadi masalah kesehatan dan sosial yang besar karena akibatnya menyangkut kerugian sumber daya manusia dan materi yang besar Oleh sebab itu penatalaksanaan penderita CK haruslah menjadi perhatian kita untuk mencegah terjadinya kematian dan kecacatan. Disamping pemeriksaan penunjang yang ada seperti CT-scan saat ini juga disebutkan pemeriksaan kadar enzim NSE yang diketahui merupakan enzim glikolitik yang predominan terdapat dalam sitoplasma neuron dan akan lepas kedalam cairan tubuh (darah dan LSS) apabila terjadi kerusakan sel neuron, sehingga oleh beberapa peneliti NSE ini dijadikan pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan neuron. Metodologi. Diteliti 60 penderita CK tertutup derajat sedang dan berat (GCS 12-3) di RSUPN Ciptomangunkusumo jakarta sejak Agustus 1997-Januari 1998, umur 17-45 tahun, dengan gambaran kontusio pada CT-scan serta tidak mendapatkan tindakan operasi dan tanpa komplikasi sistemik. Penilaian GCS: 6 jam pasca tindakan resusitasi, pengambilan sampel darah vena: 10 jam pasca trauma Pemeriksaan NSE dilakuka dilaboratorium Prodia dengan metode NSE Enzyme Immuno Assay. Kadar normal NSE orang dewasa sehat ≤13,2 ng/ml. Keluaran adalah: hidup / mati selama 2 minggu pasca trauma. Hasil Dari 60 penderita, terdapat 50 pria dan 10 wanita, tidak ada perbedaan bermakna terhadap proporsi kematian antara pria dan wanita (p>0,05) Terdapat perbedaan bermakna terhadap kejadian kematian pada kelompok penderita dengan NSE>13,2 ng/ml dan kejadian kematian 2,5 kali lebih besar (RR 2,5 ). Secara keseluruhan didapatkan risiko kematian semakin besar dengan semakin tinggi usia, semakin rendah GCS dan semakin tinggi kadar NSE. Kesimpulan. Pemeriksaan kadar NSE serum pada penderita CK fase akut dapat merupakan indikator kerusakan jaringan otak yang terjadi. Semakin tinggi kadar NSE serum, maka semakin besar kerusakan yang terjadi dan semakin buruk keluaran. ......Bllckgrollnd. Head injury ( HI) constitutes major health and social problems since its consequences are loss in human resources and material. Therefore management of HI patients should be the focus of our attention to prevent mortality and disability. In addition to the supporting examination, such as CT -scan, currently there is also an examination ofNSE enzyme content, wich is known as glycolitic enzyme, predominantly found in neurone cytoplasm and will be released into body fluid ( blood and Cerebro spinal fluid/CSF ) when neuronal damage occurred. Consequently some researchers use NSE as a means for examining the extent of neuronal damage. Methodology. Research was conducted on 60 moderate and severe HI patients ( GCS : 12 - 3 ) at Cipto Mangunkusumo Hospital-Jakarta from August 1997 until January 1998, age: 17 - 45 years, with contusion image at CT -scan and not subject to surgery, without systemic complication. GCS evaluation: was done 6 hours after resuscitation, sample of venous blood was taken: 10 hours after trauma. NSE examination was conducted at Prodia laboratory with NSE enzyme immuno assay method. The NSE content for healthy adults is ::; 13,2 nglml. The outcome is : alive I dead during the first two weeks after trauma. Results. The material consisted of 60 patients (50 males and 10 females ); no significant difference was found in the proportion of mortality between male and female ( p>0,05 ). There was a significant difference in mortality among the patients in the group with NSE > 13,2 ng/ml and the mortality incidence in the group with NSE > 13,2 ngiml was 2,5 times higher than the group with normal NSE concentrtion ( RR = 2,5 ). This sample showed mortality rate was higher in the older patients, in the group with lower GCS score and those with higher serum NSE. Conclllsion. The examination of NSE serum ( S-NSE ) in the acute stage of HI patients can be used as an indicator of the severity of brain damage. The higher of NSE serum, the more extensive the damage and the worse outcome will encounted.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Imam Santoso
Abstrak :
Latar Belakang: Cedera kranioserebral merupakan penyebab kematian paling sering pada orang dewasa muda. Dari penelitian perkiraan keluaran pasien cedera kranioserebral sudah dapat diprediksi dalam 3 hari perawatan (3 x 24 jam). Skor Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) yang terdiri dari perubahan suhu tubuh, nadi, pernafasan dan peningkatan jumlah lekosit darah dapat memprediksi kejadian infeksi, kematian pada trauma. Pada penelitian sebelumnya bila digabung dengan SKG dapat memprediksi kematian cukup akurat sebanding dengan skala prediktor lain yang ada sebelumnya. Tujuan: Merumuskan model prediksi gabungan SKG dengan skor SIRS untuk mengetahui risiko kematian 3 hari pertama pada pasien dewasa cedera kranioserebral derajat sedang dan berat. Desain dan Metode: Studi dengan disain prospektif potong lintang yang dilanjutkan dengan nested case control tanpa pembanding antara pasien cedera kranioserebral derajat sedang dan berat yang mengalami kematian dalam 3 hari pertama sebagai kelompok studi dengan kelompok kontrol yang diambil secara acak dari pasien-pasien yang tidak mengalami kematian dini. Hasil: Dari 113 subyek penelitian didapatkan 18 (15.9%) penderita mengalami CKB dan 95 (84.1%) penderita mengalami CKS. Terdapat 27 (23.9%) penderita yang meninggal dalam 3 hari pertama. Skor SIRS 22 terjadi pada 83 (73.4%) penderita. Faktor yang berpengaruh terhadap kematian adalah SKG, skor SIRS ≥2 dan frekuensi nafas > 20 kali/menit (p 0.000). Hasil analisis multi variat enter menunjukan bahwa faktor risiko independen kematian 3 hari pertama adalah SKG<9 (p-0.000) dan skor SIRS 2 (p-0.001), dengan probabilitas kematian 99.9% Kesimpulan: Gabungan Skor SIRS ≥2 dan SKG <9 dapat memprediksi kematian dalam 3 hari pertama. Takipneu sebagai komponen SIRS berperan sebagai faktor risiko terjadinya kematian pasien dewasa cedera kranioserebral sedang dan berat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: CRC Press, 2008
614.1 FOR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reynolds, Cecil R., editor
Abstrak :
The second edition of Detection of Malingering during Head Injury Litigation offers the latest detection tools and techniques for veteran and novice alike. As in its initial incarnation, this practical revision demonstrates how to combine clinical expertise, carefully-gathered data, and the use of actuarial models as well as common sense in making sound evaluations and reducing ambiguous results. And, the book navigates the reader through the many caveats that come with the job, beginning with the scenario that an individual may be malingering despite having an actual brain injury.
New York: [Springer, ], 2012
e20410723
eBooks  Universitas Indonesia Library