Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tutty Kartawidjaja
Abstrak :
Judul dan masalah pokok skripsi diambil dari buku karangan Theodore Roszak berjudul : The Making of A Counterculture dengan anak judul : Reflections on the Technocratic Society and Its Youthful Opposition. Dalam buku tersebut Roszak rnemperkenalkan istilah Counterculture yang oleh penulis diberi padanan dalam bahasa Indonesia Kebudayaan Tandingan. Roszak dalam karangannya tersebut mengemukakan bahwa dalam kebudayaan teknokratis yang melanda dunia secara dahsyat setelah Perang Dunia II, dalam tahun 1960-an ada kelompok kecil, suatu minoritas yang terutama terdiri dari kalangan muda yang berani menyuarakan ketidakpuasan mereka dengan disertai tindakan. Mereka merasa terasing dari generasi, orangtua mereka dan masyarakat sekelilingnya. Mereka sendiri tidak tahu apa yang ingin mereka capai. Mereka merupakan barisan orang muda yang tidak puas dengan tatanan mayarakat yang ada. Mereka muncul di berbagai pelosok negara bagian Arnerika Serikat dan negara maju lainnya sebagai barisan yang tidak terorganisir yang ingin berontak terhadap Cara hidup orangtua mereka. Mereka menunjukkan gejala kebudayaan tandingan sebab mereka menganut nilai-nilai yang berbeda secara radikal dari apa yang berlaku dalam masyarakat mapan, yang dewasa kini dikuasai teknokrasi. Menurut Roszak teknokrasi yang menguasai dunia itu ternyata hanya mampu mengurangi ketegangan yang ada dalam hidup bermasyarakat termasuk kesengsaraan dan ketidakadilan. Teknokrasi tidak mampu mengatasi atau melenyapkannya. Para pemuda ini menolak apa yang ditawarkan teknokrasi dam oleh orangtua dan masyarakat sekeliling mereka dan berpaling kepada nilai-nilai dunia Timur, termasuk agama dan mistik. Mereka juga menggunakan psikedelika dalam upaya mencari kebenaran dan mengadakan eksperimen mencari bentuk-bentuk baru atas Cara hidup komunal. Roszak berpendapat bahwa walaupun para pemuda itu merupakan suatu minoritas dan tempat berpijak mereka masih sangat goyah untuk menimbulkan suatu Umwentlung, mereka merupakan barisan depan suatu gelombang pembaharuan, skripsi juga mengetengahkan pemikiran Prof. Pr. C. A. van Peursen dalam buku berjudul Cultuur in Stroomversnelling een geheel bewerkte uitgave van Strategic van de Cultuur, terbit dalam tahun 1970 di negeri Belanda, dan Alvin Toffler dalam buku karangannya berjudul Future Shock yang terbit di Amerika Serikat dalam tahun 1970 sebagai bahan pembanding. Penulis berpendapat bahwa gejala Kebudayaan Tandingan terdapat pada setiap kebudayaan manapun dan merupakan hal yang relevan juga untuk Indonesia yang kini dalam tahap pembangunan.
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Permadi
Abstrak :
ABSTRAK Karya Akhir ini membahas mengenai upaya sineas perempuan melalui film perempuan untuk melakukan upaya counter-culture terhadap budaya patriarkis. Karya akhir ini berusaha melihat sejarah bagaimana pemerintah Orde Baru membentuk hegemoni budaya dominan yang patriarkis melalui kebijakan, ideologi, dan media massa pada saat itu. Termasuk juga konteks perfilman nasional saat itu, yang dikekang oleh penyensoran oleh BSF (Badan Sensor Film) dan kuatnya dominasi laki-laki di dalam industri film. Setelah era Orde Baru berakhir, nilai dan norma masyarakat yang bersifat patriarkis mulai ditentang oleh kelompok feminis, termasuk oleh para sineas perempuan. Melalui film-film perempuan, upaya counter-culture terhadap budaya patriarki dilakukan. Analisa mengenai counter-culture dalam karya akhir ini dilakukan bedasarkan definisi counter-culture dari Keith A. Roberts. Melalui pemikiran Roberts, penulis menemukan bahwa counter-culture yang dilakukan oleh sineas perempuan dilakukan dengan cara menawarkan budaya alternatif, yaitu feminisme.
ABSTRACT This thesis discusses about an attempt of woman filmmakers through woman's films in order to make a counter-culture towards patriarchy. This thesis attempts to see the history of how our government in the New Order, known as 'Orde Baru', developed a dominant (which is patriarchal) culture hegemony through policies, ideology, and mass media including national films which was limited by the censors known as Badan Sensor Film? and man's domination which was strong in film industry. Feminists, including woman filmmakers, started to against the patriarchal value. The attempt of the counter-culture towards patriarchy was done through their films. The analysis is done using definition of counter-culture by Keith A. Roberts. Through Roberts? thoughts, we find that the counter-culture done by woman filmmakers is done by offering the alternative culture, which is feminism.
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heath, Joseph
Chichester : Capstone, 2005
306.3 HEA r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library