Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Adnan Kohar
Abstrak :
Permasalahan yang timbul ketika harapan dan arah kebijakan pemberantasan korupsi oleh penyidik Polri tidak diikuti dengan pembangunan sistem penyidikan yang baik atau konsep yang luar biasa (extra ordinary measure) pada organisasi Polri. Terutama jika dikaji dari sudut pandang sistem hukum baik dari aspek substansi hukum, struktur hukum maupun kultur hukum, maka sistem penegakan hukum oleh Polri belum dapat menjamin terwujudnya pemberantasan korupsi yang optimal. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian ini adalah bahwa kualitas Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri berkaitan dengan pengungkapan Tindak Pidana Korupsi masih tergolong rendah. Rendahnya kualitas diketahui berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut: 1) Kondisi proses penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidan Korupsi Bareskrim Polri saat ini masih belum efektif dan optimal. 2) Kondisi Penguasaan Undang-Undang Korupsi yang dikuasai oleh penyidik dan penyidik pembantu Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih sangat lemah sehingga penerapan pasal dan perundang-undangan menjadi kurang tepat. 3) Kondisi Sarana, Prasarana dan Anggaran yang dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih terbatas dalam rangka menopang kegiatan penyidikan perkara korupsi. Metode penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam perspektif presisi studi kasus pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dengan menggunakan layanan E-Manajemen Penyidikan. ......The problem that arises when the expectations and direction of the anti-corruption policy by Polri investigators are not followed by the construction of a good investigation system or an extra ordinary measure in the Polri organization. Especially if it is studied from the point of view of the legal system both from the aspects of legal substance, legal structure and legal culture, then the law enforcement system by the National Police has not been able to guarantee the realization of optimal eradication of corruption. In this study, the researcher used a qualitative approach. The result of this study is that the quality of investigators from the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police related to the disclosure of Corruption Crimes is still relatively low. The low quality is known based on the following indicators: 1) The condition of the corruption investigation process carried out by the Directorate of Corruption And Corruption of the Police Civic Police is currently still not effective and optimal. 2) The condition of control of the Corruption Law controlled by investigators and auxiliary investigators of the Directorate of Corruption Crimes, Civic Police, is still very weak so that the application of articles and laws is not appropriate. 3) The condition of the facilities, infrastructure and budget owned by the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police is still limited in order to support the investigation of corruption cases. The method of investigating the Directorate of Corruption Crimes of the Police CID in the perspective of precision of case studies at the Directorate of Corruption Crimes of the Police Circumcision using the E-Management Investigation service.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ismet Karnawan
Abstrak :
Tesis ini membahas mekanisme dan penentuan pihak-pihak yang terlibat tindak pidana korupsi dalam Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Penggunaan Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) BPKP sebagai alat bukti dalam Sistem Peradilan Pidana. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan (statute-approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach) yang hasilnya lalu dideskripsikan. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa mengingat bahwa banyaknya peraturan yang digunakan dalam pelaksanaan audit investigasi yang tumpang tindih satu sama lain, diperlukan sinkronisasi peraturan terutama tentang jenis-jenis bukti audit, pembicaraan dengan obrik (obyek yang diperiksa) pasca audit serta unsur-unsur perbuatan yang perlu diungkap dalam suatu audit investigasi. Dalam LHAI, secara hukum seyogyanya BPKP tidak melakukan penentuan pelaku yang diduga terlibat tindak pidana korupsi, karena penentuan pelaku adalah domain hukum pidana, dalam hal ini penyidik. BPKP lebih tepat kalau hanya hanya melakukan penghitungan kerugian keuangan negara dengan penggambaran secara deskriptif modus operandi tindak pidana korupsi sesuai dengan kompetensi BPKP selaku auditor intern pemerintah, MOU atau nota kesepahaman antara lembaga Kepolisian dan Kejaksaan dengan BPKP tidak perlu dipertahankan. Kerjasama penanganan perkara sebaiknya dilakukan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berdasar undang-undang, agar lebih kuat dan independen dari sisi pembuktian bilamana dipertanyakan oleh pihak-pihak di persidangan. ......This thesis discusses about the mechanism and the determination of the parties involved corruption in the Audit Report of Investigation (LHAI) Board of Finance and Development Control (BPKP) and the use of the Audit Report of Investigation (LHAI) BPKP as evidence in the Criminal Justice System. This study is a normative juridical approach to research legislation (Statute-approach), conceptual approach and the comparative approach the results and then described. The results of this study suggest that the number of rules used in the audit investigations that overlap each other, the synchronization rules are needed, especially regarding the types of audit evidence, talks with the ?obrik? (the object being examined) the post audit and elements that need to act disclosed in an audit investigation. In LHAI, legally BPKP should not make the determination of the parties allegedly involved in corruption, because the determination of the parties is the domain of criminal law, and not the investigator. BPKP more appropriate if only just calculating financial losses in a descriptive depiction of the state with the ?modus operandi? of corruption in accordance with the competence of internal auditors BPKP as government, MOU or a memorandum of understanding between National Police and State Prosecutor with BPKP not need to be maintained. Cooperation case handling should be done by the Supreme Audit Board (BPK) is based on legislation, to be more robust and independent of the evidence when questioned by the parties in court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28984
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Arin Swandari
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2019
345.023 ARI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Widjojanto
Abstrak :
Abstract: On alleged criminalization of Bambang Widjojanto, former commisioner for Indonesian Corruption Eradication Commission.
Malang: Intrans Publishing, 2016
345.023 BAM b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: O.C. Kaligis & Associates bekerjasama dengan penerbit P.T. Alumni, 2006
345.023 KAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Valentino
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis mengenai sengketa kewenangan yang terjadi di antara lembaga negara bantu KPK dengan POLRI. Kehadiran lembaga negara bantu berkembang di Indonesia pasca perubahan UUD NRI 1945. Berbagai lembaga negara bantu tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam. Beberapa diantaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang memperoleh legitimasi berdasarkan undang-undang. Apabila terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menyelesaikan perkara tersebut, namun di dalam pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 membatasi Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa kewenangan antara lembaga negara hanya terhadap lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945, Sehingga apabila terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh UUD NRI 1945 akan terjadi kekosongan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan pendekatan perundangundangan, yaitu mencari sumber data dan mencari sumber informasi melalui Undang-Undang. Data pada penelitian ini juga diperoleh melalui data yang sudah terkodifikasi dalam bentuk buku, jurnal, maupun artikel yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah, KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang diberi kewenangan yang kuat bukan berada di luar sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam UUD 1945, Serta belum adanya kepastian hukum mengenai proses penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh UUD NRI 1945.
ABSTRACT
This thesis explains KPK?s legal standing as a state auxilary organ in the constutional system of Republic of Indonesia, and the analysis of the dispute between KPK and POLRI. The existence of State Auxilary Organ has been developing since the amandment of the Republic of Indonesia Constitution of 1945. Some state auxilary organs were not established at the same legal ground. Some were established by the delegation of The Constitution, some were legitimated by Indonesian laws. In an event of dispute between the organs, The Constitutional Court has the jurisdiction to settle those matters. Article 24C no. 1 of The Constitution limits the Constitutional Court competence to only conduct dispute settlements between the organs established by The Constitution. So, in the matter of disputes between the organs established by another Indonesian laws, it will constitute an absence of law. This thesis uses a jurisdical-normative method. The author uses different sources; laws and codified data such as books, journals, and articles related to this thesis. The conclusion of this thesis is that firstly, KPK belongs to the constitutional system, supported by the authority delegation from The Constitution. Secondly, there is an uncertainty in Indonesian law regarding the competence dispute of the state auxilary organs established by other Indonesian laws.
2016
S65570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>