Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hickman, Craig R.
Taibei: Tian xia wen hua chu ban gu fen you xian gong si, 1996
SIN 650 HIC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Martoyo
Abstrak :
Pembangunan kilang minyak PT HPM yang berada di Cepu telah selesai pada tanggal 22 April 1998 dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 10.000 bbl/hari minyak mentah dengan menelan biaya kurang lebih sebesar Rp400 milyar. Namun sampai saat ini kilang tersebut belum bisa dioperasilkan. Penyebab belum dioperasikannya kilang tersebut ada dua. Penyebab pertama, tidak tersedianya bahan baku minyak mentah karena PT Humpuss Patragas (relaled company) gagal melakukan explorasi di Lapangan Banyu Urip dan Jambaran, Cepu. Hak TAC atas ladang tersebut telah dijual ke Exxon Mobil, namun sampai sekarang Exxon Mobil juga belum menghasilkan minyak mentah, diperkirakan masih Iiga tahun ke depan. Sehingga jika ingin mengoperasikan kilang tersebut dibutuhkan dana yang besar untuk mendatangkan minyak mentah dari tempat lain atau memasang pipa yang panjang. Penyebab kedua, PT HPM sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) sejak krisis moneter pada tahun 1998 menimpa Indonesia. Hal ini disebabkan karena hutang modal PT HPM sebagian besar berupa valuta asing (USS) dan Induk perusahaan (Humpuss Group) juga sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak bisa melakukan penambahan modal kerja. Permasalahan di atas harus segera dicarikan solusi unluk mengatasi financial distress yang berkepanjangan. Saat ini manajemen PT HPM mempunyai tiga pilihan strategi yaitu tetap membiarkan kilang seperti kondisi selama ini (do nothing), menjual kilang tersebut kepada pihak ketiga (likuidasi) atau mencari investor baru unluk melakukan operasi kilang tersebut. Selaku manager keuangan, Dwi diminta untuk membuat analisa terhadap ketiga strategi tersebut dan strategi mana yang menghasilkan net present value (NPV) terbesar bagi perusahaan. Hasil dan rekomendasi dari analisa tersebut harus segera dilaporkan kepada direksi paling lama lima bulan ke depan. Usaha untuk mencari investor sudah banyak dilakukan, namun saat ini hanya konsorsium TJU-Pilona yang menyatakan serius untuk menjalin kerjasama. Kesepakatan kerjasama saal ini masih dinegosiasikan oleh kedua belah pihak. Bentuk kerjasama yang ditawarkan oleh TJU-Pilona adalah kerjasama penggunaan kilang untuk pengolahan minyak. PT HPM akan mendapatkan fire per barrel sebesar US$1.5 atau US$1,9 (besarnya masih dinegosiasikan sampai sekarang). Bentuk kerjasama yang ditawarkan seperti sewa menyewa dengan fee seliap barrel minyak yang diproduksi, Konsorsiurn TJU-Pilona bertanggung jawab atas pcndanaan dan operasional, sedangkan PT HPM menyediakan kilang di Cepu. Dwiyono juga dirninta oleh direksi untuk membuat proyeksi ke depan atas tawaran Konsorsium ini. Sekedar sebagai bahan pertimbangan pemilihan strategi, Dwiyono mengatakan bahwa pemah ada investor yang mengajukan penawaran untuk membeli kilang di Cepu tersebut, namun hanya sekitar USS 2 juta. Penawaran ini sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya pembangunan kilang kurang lebih sebesar Rp400 miliar. Saat ini perusahaan juga mempunyai total bank loan kepada US Exim Bank sebesar US$53,128,748 yang terdiri dari pokok dan bunga pinjaman masing-masing sebesar US$34,930,440 dan US$18,198,308 yang sudah jatuh tempo. Jika Anda sebagai manajer keuangan, apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah financial disiress di alas dan alternatif strategi mana yang akan dipilih dari ketiga strategi tersebut? Sarannya adalah manajemen perusahaan harus segera melakukan langkah-langkah negosiasi untuk melakukan restrukturisasi hutang yang pemah ditawarkan oleh pihak US Exim melalui hair cut. Seiring dengan proses negosiasi dengan US Exim Bank perusahaan juga melakukan perhitungan untuk memilih altematif bagi perusahaan. Berdasarkan analisa forecasting maka altemtif strategi ketiga yang menghasilkan NPV terbesar, dimana perusahaan tetap menjalankan kilang dengan bekerjasama dengan konsorsium TJU-Pilona.
The construction of the refinery was substantially completed on April 22, 1998. A refining facility of 10,000 barrels per day capacity has been constructed at Cepu, Central Java. The carrying value of the refinery and related facilities not used in operations amounting to more than Rp400 billion as of December 31, 2004. The Company has not yet commenced commercial operations. The Company has delayed commencement of its commercial operation due to two factors, continuing postponement of the plan for crude oil supply and lack of financing. First, the postponement of the plan for crude oil supply because of PT Humpuss Patragas, a related company, had failed exploration in Banyu Urip and Jambaran tield, Cepu Block. Finally, on June 29, 2001, PT Humpuss Patragas, a related Company, sold its entire interest and rights in a Technical Assistance Contract (TAC) involving the Cepu Block to Mobil (Cepu) Ltd. In accordance with the sales and purchase agreements among those companies, Mobil (Cepu) Ltd. agreed to sell 10,000 barrels per day of crude oil produced hom the Cepu Block to PT Humpuss Patragas or its related parties. But until now Mobil (Cepu) Ltd. has not yet commenced commercial operation, it?s predicted three years again. So, if the Company (PT HPM) wants to operate this refinery, they should purchase of crude oil supply from another company which longer distance. It needs much more financing for pipe construction. Second, commercial operations have not yet commenced due to lack of required financing, including working capital. The company has on the financial distress situation since Indonesia?s monetary crisis in 1998 caused by the increase of bank loans due to foreign exchange rate. Most of Company?s loan denominated in U.S Dollar Currency, monetary crisis caused the decreasing of the exchange rate rupiah to U.S Dollar. On the other hand Humpuss holding, as parent company, had not enough money to support additional working capital to PT HPM. The Company has to looking for the solution to solve those problems of financial distress. Now, management has three available strategies: first, do nothing strategy or running business as usual, second, sells the refinery to third party and the third is operates the refinery with looking for the new investor to support working capital. As finance manager, Mr. Dwiyono was asked to make analyzing and calculation of those three available strategies for the next five months. Mr. Dwiyono will choose the alternative that yield the highest net present value (NPV). The company has tried to negotiate with many investors to operate the refinery, but only TJU-Pilona that make a good deal. The company will received fee USS] .5 or US$1.9 of processing crude oil per barrel. The final agreement between TJU-Pilona and the company still is negotiated. Based on the early negotiation, TJU-Pilona agreed to provide all required fund, include working capital and responsible for all refinery operation. Mr. Dwiyono was asked for preparing the cash flow projection and NPV calculation of this offering. Mr. Dwiyono also said that this refinery had been offered by investor amounting of US$2 million which less than the carrying value of the refinery and related facilities Rp400 billion. Because of the continuous financial distress the company has not yet paid US Exim Bank loan US$53,128,748, which consist of principal loan US$34,930,440 and interest USS] 8,198,308 that has been due date. If you are as finance manager like Mr. Dwiyono, what will we do to solve those problems and what the alternative should be chosen? I recommend to management to negotiate immediately to US Exim Bank for loan restructuring. Based on the projected cash flow analysis, we conclude that the company has to choose the third alternative because the highest NPV will be earned. So, the Company should continue to operate their refinery with consortium TJU-Pilona.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Widiyanto
Abstrak :
Turnaround adalah suatu proyek unik dengan probabilitas perubahan lingkup kerja tinggi, kemungkinan bertambahnya biaya proyek, dan kompleksitas penjadwalan waktu, penelitian ini menyajikan pengelolaan proyek turnaround pada kilang LNG, menyoroti pengembangan kompetensi pelaksana proyek dalam mencapai hasil optimal dalam lingkungan multi-disiplin dan kompleks. Kompetensi merupakan variabel yang penting dalam penelitian ini, penulisan ini membantu mengembangkan standar kompetensi pengelolaan proyek Turnaround untuk meningkatkan kinerja proyek dengan didasarkan pada pendekatan Capital value process yang terbukti handal dalam meningkatkan efisiensi proyek, hasil penelitian didapat variabel dominan dan pendukung yang mempengaruhi kinerja waktu, termasuk tindakan preventif dan korektif kompetensi pelaksana dalam meningkatkan kinerja waktu proyek.
Turnaround is a unique project with high probability of changes in scope of work, possibility of increasing project cost, and complexity of time scheduling, this research presents a project management turnaround at LNG plant, highlighting the competency development of project executors in achieving optimal results in multi-disciplinary complex. Competence is an important variabel in this research, this paper helps develop standards competency of project management Turnaround to improve the performance of the project with the Capital value process approach, which proved reliable in improving the project efficiency, the final research results obtained dominant variabels and support will impact on time performance, including preventive and corrective action to be implemented to improve project time performance.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T46634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Syafitri
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak Repelita I sampai dengan Repelita IV pembangunan sektor peternakan sapi yang diarahkan pada u.saha intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas petrnakan rakyat, telah dilaksanakan dalam Repelita V. Selanjutnya program mi masih akan terus dilanjutkan dan dikembangkan dengan mengikutsertakan investor swasta dalam penyediaan kredit jangka panjang.

Sampai saat mi penyediaan bibit sapi unggul masih. sangat diperlukan. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan bibit sapi yang terus meningkat, baik sapi perah maupun sapi potong yang belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga upaya impor tidak dapat dihindarkan.

Impor bibit sapi Indonesia dalam tahun-tahun terakhir mi masih cukup besar, bahkan secara umum cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1985 impor bibit sapi Indonesia mencapai 4.431 ribu ekor dengan nilai US$2,739 ribu meningkat menjadi 5.2 11 ribu ekor dengan nilai US$4,444 ribu pada tahun 1986 dan terus meningkat hingga path tahun 1988 telah mencapai 17.469 ribu ekor (US$16,148 ribu). Tetapi pada tahun 1989 impor bibit sapi mi mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu hanya mencapai 8,965 ribu ekor dengan nilai US$8,299 ribu dan pada tahun-tahun berikutrya impor bibit sapi mi masih diperlukan.

Meskipun produksi hasil ternak dalam negeri dari tahun ke tahun nampak meningkat terus, Indonesia temyata terus mengimpor daging berkualitas tinggi yang tiap tahunnya mencapai sekitar. 3.000 ton per tahun. Impor tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan daging pada restoran dan hotel-hotel bertaraf internasional. Upaya-upaya kearah produksi daging berkualitas tinggi di dalam negeri sebenarnya telah lama diusahakan oleh Pemerintah melalui pola Peru sahaan Inti Rakyat (PIR) sapi potong. Namun tanpa ada peran serta dari pihak swasta yang lebih besar lagi, untuk menghilangkan impor daging mi memerlukan waktu yang lama. Dirjen Peternakan, Drh, Soehadji menjelaskan, sekarang mi saja jumlah perusahaan yang melaksanakan usaha penggemukan sapi makin banyak, tetapi barn mencapai kapasitas produksi 20.000 ekor per tahun. Padahal untuk menutupi impor daging yang sebesar 3.000 ton per tahun, paling tidak kapasitasnya 150.000 ekor per tahun.

Impor bibit sapi Indonesia selama mi didatangkan dari beberapa negara yaitu Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Jepang. Pada tahun 1985 impor bibit sapi Indonesia hanya didatangkan dari Australia sebanyak 4.431 ribu ekor dengan nilai US$ 2,739 ribu, kemudian path tahun 1986 selain dari Australia bibit sapi juga diimpor dan Selandia Barn yang sampai saat mi masih mengekspor bibit sapi Ice Indonesia. Pada tahun 1987 impor bibit sapi dari Amerika Serikat mulai memasuki Indonesia dan sampai sekarang impor bibit sapi dari negara mi masih terus dibutuhkan, karena menurut para ahli bibit sapi, khususnya sapi perah dari Amenka Serikat mi memiliki sifat genetic yang lebih unggul.

PT. "X", merupakan perusahaan daging sapi potong yang relatif baru dalam industri daging sapi potong. Produknya adalah daging sapi potong segar dan beku. Daging potong ini sifatnya cepat rusak sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Bila ingin disimpan dalam waktu yang relatif lama, maka diperlukan perlakuan tambahan, misalnya dengan membekukan daging sapi potong tersebut.

Dalam kegiatannya perusahaan mi hanya melayani konsumen yang benada pada segmen pasar tertentu, dimana permintaan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan belum dapat dipenuhi oleh perusahaan secara keseluruhan.

Dilihat dari kondisi di atas, maka perusahaan mi mempunyai peluang untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Namun kenyataannya perusahaan ini mengalami kesulitan dalam operasionalnya, sehingga gambaran hasil operasi perusahaan terus menerus mengalami kerugian. Kerugian mi dapat disebabkan oleh laba bruto yang terlalu rendah atau biaya operasi yang terlalu tinggi.

Setelah dianalisis, perusahaan mi harus menerapkan strategi manajemen yaitu strategi turnaround. Untuk menerapkan strategi mi ada beberapa tindakan yang terdiri dan beberapa tahap yang harus dilalui perusahaan untuk menyelamatkan perusahaan kepada kondisi yang menguntungkan. Adapun tahap-tahap yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah tahap penghematan yaitu berupa mengurangi biaya, dan mengurangi harta yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan perusahaan dalam jangka pendek dan tahap penyehatan kembali antara lain melalui penetapan kebijaksanaan dalam pengelolaan piutang, dan pengelolaan persediaan dan terus meningkatkan kulaitas pelayanan kepada konsumen.

Setelah melalui tahapan-tahapan dalam strategi turnaround, terlihat bahwa perusahaan dapat melewati masa kritis dan sekarang sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan, dimana dari hasil perbandingan rugi-laba semester akhir 1992 dan Semester pertama 1993, perushaan terlihat telah mulai menikmati keuntungan walaupun belum begitu memuaskan bagi perusahaan, namun untuk jangka pendek PT X telah dapat mengatasi kesulitannya. Dan untuk jangka panjang hal mi diharapkan akan memperbaiki keadaan kesehatan perusahaan seperti yang diharapkan.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library