Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Alwan Amiruddin Tamara
Abstrak :
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Dampak dari penyakit ini adalah menimbulkan pandemik dengan angka kematian yang sangat tinggi diseluruh dunia. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penderita dengan komorbid hipertensi dengan kejadian kematian akibat Covid-19 di Kota Tangerang Selatan tahun 2020-2021. Desain penelitian yang digunakan desain penelitiaan adalah case control dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan data NAR Kota Tangerang Selatan dan cacatan khusus surveilan pada kasus kematian akibat Covid-19 di Kota Tangerang Selatan berjumlah 13.166 yang terdata sampai tanggal 29 Juni 2021. Data yang dapat dianalisa berjumlah 766 data sampel tersebut didapatkan dengan cara Simple Random Sampling. Teknik analisa data yang dilakukan pada penelitian ini bertahap, meliputi analisa univariat, bivariat, stratifikasi dan analisa multivariat yang diolah menggunakan program statistic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi data dengan kematian akibat Covid-19 pada kelompok kasus dengan komorbid hipertensi sejumlah 189 (49,35%) pasien dan yang tidak komorbid pada kasus kematian yaitu 194 (50,65%), sedangkan yang tidak memiliki komorbid hipertensi dan tidak mengalami kematian akibat Covid-19 sebanyak 345 pasien (90,08%), serta yang memiliki komorbid hipertensi dan tidak mengalami kematian sebanyak 38 pasien (9,92%). Hasil analisis uji logistic regression model akhir menunjukkan hubungan yang signifikan antara komorbid hipertensi dengan kejadian kematian akibat covid-19 dengan OR 7,96 (95% CI: 5,19-12,2; p-value: 0,000) yang artinya bahwa komorbid Hipertensi pada kelompok kasus berisiko 7,96 kali lebih tinggi mengalami kematian akibat covid-19 dibanding kelompok kontrol setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, adanya gejala awal dan penyakit lainnya. ......Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is an infectious disease caused by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 is a new type of coronavirus that has never been previously identified in humans. The impact of this disease is causing a pandemic with a very high mortality rate throughout the world. The general purpose of this study was to determine the relationship between patients with comorbid hypertension and the incidence of death due to Covid-19 in South Tangerang City in 2020-2021. The research design used was a case control research design with a quantitative approach. This study uses NAR data from South Tangerang City and special surveillance records on cases of death due to Covid-19 in South Tangerang City totaling 13,166 recorded until June 29, 2021. The data that can be analyzed is 766. The sample data was obtained by means of Simple Random Sampling. Data analysis techniques carried out in this study were carried out in stages, including univariate, bivariate, stratification and multivariate analysis which were processed using statistical programs. The results showed that the proportion of data with deaths due to Covid-19 in the group of cases with comorbid hypertension was 189 (49.35%) patients and those who were not comorbid in cases of death were 194 (50.65%), while those without comorbid hypertension and 345 patients (90.08%) did not die from Covid-19, and 38 patients (9.92%) did not experience comorbid hypertension and did not experience death. The results of the final logistic regression test analysis showed a significant relationship between comorbid hypertension and the incidence of death due to covid-19 with an OR of 7.96 (95% CI: 5.19-12.2; p-value: 0.000) which means that comorbid hypertension the case group had a 7.96 times higher risk of dying from COVID-19 than the control group after controlling for variables of age, occupation, presence of early symptoms and have other diseases.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Yulianti
Abstrak :
Latar Belakang : Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan virus Sars Cov 2 yang baru diidentifikasi dan saat ini telah ditetapkan sebagai pandemi. Manifestasi klinis bervariasi dan progresivitas kondisi pasien COVID-19 dapat terjadi setelah satu minggu atau dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Dalam kondisi pandemi COVID-19, tenaga medis perlu untuk menentukan pasien yang harus ditatalaksana terlebih dahulu berdasarkan pertimbangan klinis serta prognosis pasien. Dibutuhkan parameter objektif yang dapat memperkirakan risiko mortalitas untuk memilah prioritas perawatan pasien. Hitung limfosit absolut dan C-reactive protein selama ini digunakan sebagai prediktor mortalitas berbagai penyakit, termasuk infeksi. Perlu ditentukan titik potong dan peran hitung limfosit absolut dan CRP kuantitatif saat admisi sebagai prediktor mortalitas pasien COVID19. Tujuan : Mengetahui titik potong dan peran hitung limfosit absolut dan CRP kuantitatif untuk memprediksi mortalitas pasien COVID 19. Metode : Penelitian kohort retrospektif terhadap 235 pasien probable dan terkonfirmasi COVID-19 di RSCM sejak Maret hingga Juni 2020 dengan metode consecutive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil: Sebanyak 235 subjek dianalisis dan didapatkan mortalitas sebesar 27,7%. Titik potong hitung limfosit absolut yang bermakna adalah 977,67 sel/µL dengan nilai AUC sebesar 0.704 (p <0.001 dengan IK 95% 0,624-0,785), sensitivitas 67,69% , spesifisitas 70,0%, NDP 46,32% dan NDN 85,0%. Pada analisis untuk kadar CRP kuantitatif didapatkan nilai AUC sebesar 0.656 (p <0.001 dengan 95%CI 0,578-0,733). Didapatkan nilai titik potong untuk kadar CRP kuantitatif sebesar 88.5 mg/L dengan sensitivitas 52,3% , spesifisitas 68,2%, NDP39,33%, NDN 79,45%. Penggabungan kedua variabel tersebut menghasilkan nilai AUC sebesar 0.737. Keduanya bersifat signifikan meningkatkan risiko mortalitas 4.70 dan 2.34 kali lipat pada pasien COVID-19. Simpulan:Hitung limfosit absolut dan/atau kadar CRP saat admisi dapat digunakan untuk menilai risiko mortalitas pasien COVID-19. ......Background: Coronavirus disease 2019 (COVID-19), an infectious disease caused by severe acute respiratory syndrome-coronavirus-2 (SARS-CoV2), has been declared as pandemic world wide. Various clinical manifestation and rapid deterioration from mild to severe symptoms , acute respiratory distress syndrome and deaths could occur in the first week of disease. In pandemic setting, physicians need rapid assessment and objective parameters to make clinical decisions to the patient. Absolute lymphocyte count (ALC) and C-reactive protein (CRP) have been used as mortality predictors in various disease. We need to determine cut off and the role of ALC and CRP in predicting mortality risk in COVID-19. Objective : To determine the cut off and role of ALC and CRP as mortality predictors in COVID-19 patients. Methods : A cohort retrospective study with consecutive sampling method. Subjects were adults that fulfilled criteria of probable and confirmed COVID-19 in WHO criteria in RSCM from March to June 2020. Data were obtained from medical record and electronic health record. Analysis was done by using SPSS Statitstic 20.0. Results : A total of 235 subjects were analysed. The cut off of ALC was 977,67 cell/µL (Sn 68.2% ; Sp 70.4%; PPV 46,32%; NPV 85%) with AUC 0.704 (p<0,001 ; 95% CI [0.627—0.786]) and CRP was 88,5 mg/L (Sn 52,3% ; Sp 68,2%; PPV 39,33%; NPV 79,45%) with AUC 0.656 (p<0,001 ; 95% CI [0.572-0.728]). ROC analysis of ALC and CRP showed AUC 0.737 (p<0,001 ; 95% CI [648—0.792]). Adjusted OR of ALC and CRP showed that mortality risk increased 4.70 and 2.34 times by using the cut off. Conclusions : ALC and CRP at admission could be used to determine mortality risk in COVID-19 patients.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Fidiaji Hiltono Santoso
Abstrak :
Latar Belakang: Angka mortalitas pasien Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia cukup tinggi, salah satu organ yang terlibat dalam memengaruhi tingginya mortalitas ini adalah jantung. Evaluasi ekokardiografi dapat membantu mengidentifikasi secara dini gangguan jantung yang berhubungan dengan mortalitas pasien. Saat ini data kelainan jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi pada pasien COVID-19 derajat berat-kritis di Indonesia.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kelainan ekokardiografi dengan mortalitas pada pasien COVID-19 derajat berat dan kritis.Metode: Data pasien COVID-19 derajat berat dan kritis di RSCM diambil berdasarkan rekam medis lalu dilakukan analisis data dengan menampilkan tabel deskriptif, analisis bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan regresi logistik.Hasil: Dari total 83 pasien, sebanyak 48 pasien (57,8%) meninggal. Kelainan fungsional yang paling banyak ditemukan pada ekokardiografi adalah mPAP yaitu sebanyak 51 pasien (68%) dan gangguan struktural terbanyak adalah remodelling konsentrik ventrikel kiri yaitu 48 pasien (58%). Hasil analisis chi-square terhadap variabel ekokardiografi memperlihatkan bahwa Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) dengan RR 7,29 (IK95%; 0,98 - 54,36), Right Ventricular Systolic Pressure (RVSP) dengan RR 10,21 (IK95%; 1,41 - 74,04), mean Pulmonary Artery Pressure (mPAP) dengan RR 1,44 (IK95%; 1,02 - 2,04), Pulmonary Acceleration Time (PAT) dengan RR 2,36 (IK95%; 1,14 - 4,86), dan Right Atrial Pressure (RAP) dengan RR 3,40 (IK95%; 1,06 - 10,95), memiliki hubungan signifikan dengan mortalitas. Sedangkan Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF), disfungsi diastolik ventrikel kiri (E/e’) dan cardiac output (CO) tidak terdapat hubungan yang signifikan. Analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukan bahwa variabel ekokardiografi yang secara independen berhubungan dengan mortalitas adalah RVSP dan RAP.Simpulan: Kelainan ekokardiografi yang berhubungan dengan mortalitas pasien COVID 19 derajat berat dan kritis adalah TAPSE, RVSP, mPAP, PAT dan estimasi RAP. ......Background: The mortality rate of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) patient in Indonesia is high and one of the organ that may contribute mortality is heart problem. Echocardiography can help clinician to identify early functional abnormalities and structural defect of heart that may correlates to mortality and patient’s prognosis. Currently, there are limited data in Indonesia about cardiac abnormalities in severe-critically ill COVID-19 patients that evaluated with echocardiography.Objective: This study aims to determine the relationship between echocardiography abnormalities and mortality in severe and critically ill COVID-19 patients.Methods: Severe and critically ill COVID-19 patients data taken from medical records and then analyzed by presenting descriptive table, bivariate analysis using chi square and multivariate analysis using logistic regression.Results: Out of total 83 patients, 48 ​​patients (57.8%) died. The most common functional abnormality found on echocardiography was mPAP found in 51 patients (68%) and the most common structural defect was left ventricular concentric remodeling in 48 patients (58%). The results of chi-square analysis of echocardiographic variables are Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) RR 7,29 (95%CI; 0,98 - 54,36), Right Ventricular Systolic Pressure (RVSP) RR 10,21 (95% CI; 1,41 - 74,04), mean Pulmonary Artery Pressure (mPAP) RR 1,44 (95%CI; 1,02 - 2,04), Pulmonary Acceleration Time (PAT) RR 2,36 (95%CI; 1,14 - 4,86), dan Right Atrial Pressure (RAP) RR 3,40 (95% CI; 1,06 - 10,95)had a significant relationship with mortality. Meanwhile, left ventricular ejection fraction (LVEF), left ventricular diastolic dysfunction (E/e') and cardiac output (CO) had no significant relationship. Multivariate analysis using logistic regression showed that RVSP and RAP were independent variables that correlates to mortality.Conclusions: Echocardiography abnormalities that associated with mortality in severe-critically ill patients are TAPSE, RVSP, mPAP, PAT and estimated RAP
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Chrisanta Budiyatno
Abstrak :
Skrining penyakit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pada petugas kesehatan dan non kesehatan rumah sakit merupakan salah satu upaya mencegah penularan Covid-19 di rumah sakit. Siloam Hospitals Group menerapkan tiga komponen skrining Covid-19 pada petugas, yaitu pengkajian gejala klinis, penemuan kontak erat, serta pemeriksaan antibodi Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) secara berkala. Temuan positif pada minimal satu komponen skrining Covid-19 akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR). Meskipun demikian, keterlambatan penemuan kasus konfirmasi Covid-19 pada petugas di tahun 2020 menuntut penilaian terhadap kinerja skrining Covid-19 yang berjalan saat itu. Penelitian ini mengevaluasi kinerja skrining Covid-19 pada petugas di Siloam Hospitals Group pada tahun 2020 melalui analisis kuantitatif hubungan antara masing-masing komponen skrining Covid-19 dengan luaran hasil RT PCR, dilanjutkan dengan analisis kualitatif berdasarkan aspek evaluasi kinerja skrining menurut Wilson dan Jungner (1968). Desain kuantitatif penelitian ini berjenis kasus kontrol dengan memanfaatkan telaah data secara retrospektif. Data kualitatif penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap tiga kriteria informan dan telaah dokumen. Penelitian ini menemukan hubungan signifikan antara gejala klinis khas Covid-19 dan antibodi SARS-CoV-2 dengan luaran hasil RT PCR (p < 0,05), namun tidak terdapat hubungan signifikan antara riwayat kontak erat dengan luaran hasil RT PCR (p > 0,05). Gejala klinis merupakan komponen skrining Covid-19 yang menunjukkan kinerja paling baik dalam memperkirakan luaran hasil RT PCR pada kasus Covid-19 bergejala, namun untuk menangkap kasus Covid-19 presimptomatik dan asimptomatik, penemuan kontak erat seharusnya menjadi komponen skrining yang lebih unggul. Kejadian under reporting dan over reporting dalam penemuan kontak erat menyebabkan kasus konfirmasi Covid-19 terlewat untuk didiagnosis dan kasus non kontak erat terlaporkan sebagai kontak erat dengan mayoritas hasil RT PCR negatif. Uji antibodi SARS-CoV-2 memiliki kinerja yang paling buruk karena memberikan yield yang rendah dalam penemuan kasus dan pengambilan keputusan klinis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengkajian gejala klinis masih direkomendasikan sebagai komponen skrining Covid-19 yang memiliki kinerja baik. Penemuan kontak erat juga masih direkomendasikan sebagai komponen skrining Covid-19 meskipun kinerjanya memerlukan perbaikan. Sebaliknya, pemeriksaan antibodi SARS-CoV-2 berkala tidak lagi direkomendasikan sebagai komponen skrining Covid-19 karena menunjukkan kinerja yang paling buruk. Pemeriksaan berkala antigen SARS-CoV-2 atau pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) lainnya lebih direkomendasikan jika sudah tersedia. ......The Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) screening on healthcare and non-healthcare workers is one of the means to prevent Covid-19 transmission within hospitals. Siloam Hospitals Group implements three components for Covid-19 screening on hospitals’ workers which consists of clinical symptoms assessment, contact finding, and serial Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) antibody testing. Positive finding on at least one of Covid-19 screening components will be followed up by reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR) testing. However, delay in Covid-19 confirmed case findings in hospitals’ workers in 2020 period requires assessment regarding Covid-19 screening performance implemented at the time. This study evaluates Covid-19 screening performance in Siloam Hospitals Group’s workers in 2020 through quantitative analysis of correlation between each of the Covid-19 screening components and RT PCR result, followed by qualitative analysis based on Wilson and Jungner’s (1968) principles of screening performance evaluation. The quantitative approach uses case control study design which collects quantitative data retrospectively. Qualitative data is acquired through in-depth interview with informants from three different criteria and through document study. This study finds significant correlation between Covid-19 clinical symptoms and RT PCR result as well as between SARS-CoV-2 antibody result and RT PCR result (p < 0,05), although no significant correlation is found between contact history and RT PCR result (p > 0,05). Clinical symptom is Covid-19 screening component which shows high performance in predicting RT PCR result for Covid-19 symptomatic cases. However, for Covid-19 presymptomatic and asymptomatic caeas, contact tracing should be placed as superior Covid-19 screening component. Under-reporting and over-reporting found in contact tracing implementation cause misdiagnosis of Covid-19 confirmed cases, while non-eligible contacts are reported as eligible contacts with predominant negative RT PCR results on follow up. SARS-CoV-2 antibody testing shows the lowest performance due to its low yield in case finding and clinical decision making. This study concludes that clinical symptoms assessment is still recommended as Covid-19 screening component with high performance. Contact tracing is also recommended to be used as Covid-19 screening component with performance improvement. In contrast, SARS-CoV-2 antibody testing is no longer recommended as Covid-19 screening component due to its low performance. Antigen SARS-CoV-2 or other Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) serial testing is more recommended, if available.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verry Adrian
Abstrak :
Infeksi SARS CoV-2 sebagai penyebab terjadinya pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) kini menjadi perhatian kesehatan masyarakat. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian, sehingga tidak jarang membutuhkan perawatan intensif. Diduga komorbiditas akan memperberat kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak komorbiditas yakni hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit paru obstrktif kronis terhadap kejadian perawatan intensif pada pasien COVID-19 di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan data registri pasien COVID-19 milik Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada Maret-Juni 2020 yand diperoleh dari formulir pencatatan dan pelaporan COVID-19. Kriteria inklusi adalah usia lebih dari 18 tahun, terdiagnosis COVID-19 dari hasil pemeriksaan swab PCR positif, dan pasien dirawat di Rumah Sakit di DKI Jakarta. Kriteria eksklusi adalah memiliki kondisi imunodefisiensi (HIV, keganasan, sedang menjalani kemoterapi atau radiasi). Data dianalisis secara bivariat dan multivariat menggunakan regresi logistik multipel dengan mempertimbangkan kovariat berupa usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, jumlah gejala dan durasi gejala yang dialami. Berdasarkan 12 699 pasien terkonfirmasi COVID-19 pada periode penelitian, terdapat 6 359 pasien yang memenuhi kriteria penelitian ini. Diketahui 623 (9,8%) mengalami hipertensi, 421 (6,62%) mengalami diabetes melitus, dan 133 (2,09%) mengalami PPOK. Sebanyak 166 (2,61%) diantaranya mendapat perawatan di ICU. Setelah dikontrol kovariat, ketiga komorbiditas tersebut secara independen meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di ICU, tertinggi pada penderita hipertensi tanpa diabetes yang memiliki lebih dari 2 gejala OR 23,98 (IK95% 12,83-44,83) diikuti penderita hipertensi yang disertai diabetes dan lebih dari 2 gejala OR 16,53 (IK95% 8,76-31,17). Penderita PPOK memiliki risiko OR 1,80 (IK95% 0,95-3,40) untuk dirawat di ICU. Disimpulkan bahwa hipertensi, diabetes melitus, dan PPOK meningkatkan risiko perawatan di ICU pada pasien COVID-19 di DKI Jakarta. ......COVID-19 cases can lead to pneumonia, acute respiratory distress syndrome, acute kidney failure, and death. The presence of comorbidities are tought to worsen that condition. This study aimed to investigate impact of hypertension, diabetes mellitus, and chronic obstructive pulmonary disease to admission to intensive care unit (ICU) among COVID-19 patients in DKI Jakarta. This cross sectional study utilize COVID-19 patients registry data owned by DKI Jakarta Provincial Health Office from March to June 2020. Inclusion criteria are aged 18 years old or older, confirmed by positive PCR swab test result, and hospitalized in DKI Jakarta. Exclusion criteria are patients with immunodeficiency condition (HIV, malignancy, in chemotherapy or radiation therapy). Data were analyzed in bivariate and multivariate analysis using multiple logistic regression by considering covariates (age, sex, working status, number of symptoms, and duration of symptoms). Among 12 699 patients, 6 359 were included. Approximately 623 (9,8%) had hypetension, 421 (6,62%) had diabetes mellitus, and 133 (2,09%) had COPD. Among them, 166 (2,61%) were admitted to ICU. After controlling for covariates, those comorbidities are independently increase risk of ICU admission. The highest risk are found among hypertension patients without diabetes melitus and had more than two symptoms OR 23,98 (95%CI 12,83-44,83) followed by hypertension patients with diabetes melitus and had more than two symptoms OR 16,53 (95%CI 8,76-31,17). COPD patients had risk OR 1,80 (95%CI 0,95-3,40) for ICU admission. In conclusion, hypertension, diabetes mellitus, and COPD increase risk of ICU admission among COVID-19 patients in DKI Jakarta.
Depok: Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomu Juliani
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi badai sitokin atau hiperinflamasi pada COVID-19 dapat berakibat fatal pada pasien. Inflamasi juga dapat menyebabkan gangguan koagulasi. Rasio netrofil limfosit (RNL) dan rasio platelet limfosit (RPL) telah diketahui dapat menjadi penanda inflamasi pada beberapa penyakit. Status koagulasi pasien dapat dilihat dari parameter nilai D-dimer. Peran penanda hayati yang dapat menggambarkan keadaan tromboinflamasi pada pasien COVID-19 tersebut perlu ditelaah lebih lanjut. Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan nilai RNL, RPL dan D-dimer terhadap luaran tatalaksana pasien COVID-19 terkonfirmasi di RSUP Persahabatan. Metode penelitian: Analisis observasional kohort retrospektif terhadap pasien COVID-19 terkonfirmasi yang dirawat di RSUP Persahabatan secara total sampling diperoleh dari bulan Maret sampai dengan Juli 2020. Kami meninjau 214 rekam medis pasien COVID-19 terkonfirmasi yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian: Rerata usia pasien pada penelitian ini adalah 54,35 tahun, didominasi oleh laki-laki sebanyak 60,7%. Status gizi pasien paling banyak adalah normal sebesar 54,7%. Proporsi pasien yang memiliki komorbid sebanyak 65,4%. Komorbid yang paling banyak adalah hipertensi, kedua adalah diabetes melitus. Derajat penyakit paling banyak adalah berat-kritis sebanyak 76,1%, diikuti sedang 20,1%, ringan 3,7%. Median lama rawat adalah 12 hari. Pasien meninggal sebanyak 60 orang (28%). Nilai median RNL, RPL dan D-dimer awal pasien adalah 5,75 (0,68-81,5), 243,5 (44,7-1607) dan 1140 (190-141300), secara berurutan. Terdapat hubungan antara nilai RNL (p=0,000), RPL (0,013) dan D-dimer (0,032) terhadap luaran pasien. Kesimpulan: Nilai RNL, RPL dan D-dimer awal perawatan pasien COVID-19 terkonfirmasi di RSUP Persahabatan berhubungan dengan luaran tatalaksana pasien. ......Backgrounds: Cytokine storm or hyperinflammation in COVID-19 can cause fatal outcome for patients. Imflammation also can cause hypercoagulation. Neutrophil lymphocyte ratio (NLR) and platelet lymphocyte ratio (PLR) have already known as inflammation marker in several diseases. Coagulation status in patients could be measured by D-dimer value. The role of biomarkers for that thromboinflammation in COVID-19 should be explored. Aims: to know the association between NLR, PLR and D-dimer value with confirmed COVID-19 patients’ outcome in Persahabatan hospital, Jakarta Methods: We performed observational retrospective cohort analysis of confirmed COVID-19 patients hospitalized in Persahataban hospital. Subjects by means of total sampling were confirmed COVID-19 patients between March till July 2020. We reviewed the medical record of 214 patients whom met the inclusion criteria. Results: Mean age of patients in this study were 54,35 years old, dominated by males (60,7%). Most of the patients were with normal nutritional status (54,7%) and presented with comorbidity (65,4%). Diabetes melitus was the most frequent comorbidity, second was hypertension. Disease severity was severe to critical in 76,1% patients, 20,1% in moderate cases and 3,7% in mild case. Length of hospital stay was 12 days. Death patients were 60 (28%). The median of initial NLR, PLR and D-dimer value were 5,75 (0,68-81,5), 243,5 (44,7-1607) dan 1140 (190- 141300), respectively. There were an association between NLR (p=0,000), PLR (0,013) and D-dimer value (p=0,032) with patients’ outcome. Conclusions: There were association between NLR, PLR and D-dimer value on admission with confirmed COVID-19 patients’ outcome in Persahabatan hospital.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarpramita Darmaputri
Abstrak :
Latar belakang. Coronavirus disease-2019 (COVID-19) memiliki spektrum penyakit yang sangat luas dari gejala ringan sampai berat, hingga kematian. Reaksi inflamasi berat akibat dari COVID-19 ini menimbulkan gangguan hemostasis yang disebut dengan COVID-19 associated coagulopathy. Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil koagulasi pada pasien dalam pemantauan (PDP) ataupun terkonfirmasi COVID-19 serta hubungannya terhadap mortalitas 30-hari pasien. Metode. Studi ini merupakan studi kohort retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama Maret 2020 hingga Juni 2020. Sebanyak 106 subjek yang sesuai kriteria inklusi dianalisis dari data rekam medis. Dilakukan pengambilan data berupa data demografik, klinis atau hemodinamik pasien, profil koagulasi saat subjek ditentukan sebagai PDP atau terkonfirmasi COVID-19, pemberian terapi tromboprofilaksis heparin, dan status mortalitas 30 hari setelah admisi. Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package of Social Science (SPSS) versi 24.0. Profil koagulasi subjek penyintas 30 hari dibandingkan dengan subjek yang mengalami mortalitas. Variabel profil koagulasi yang bermakna kemudian dianalisis dengan analisis bivariat dan regresi logistik multivariat. Hasil. Pada kelompok yang mengalami mortalitas 30-hari ditemukan adanya peningkatan jumlah leukosit (p: 0,022), penurunan kadar trombosit (p: 0,016), dan waktu protrombin (PT) dan waktu activated partial thromboplastin time (APTT) yang lebih panjang (p: 0,002 dan p: 0,018) dibandingkan pada kelompok penyintas 30-hari. Tidak ditemukan perbedaan fibrinogen dan d-Dimer yang bermakna secara statistik. PT merupakan suatu profil koagulasi tunggal yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30-hari dengan odds ratio (95% CI) sebesar 1,407 (1,072 – 1,846), nilai p: 0,014. Simpulan. Terdapat hubungan antara faktor koagulasi pasien COVID-19 dengan mortalitas 30 hari di RSCM, khususnya PT yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30-hari. .......Background. Coronavirus disease-2019 (COVID-19) has a very broad spectrum of disease from mild to severe symptoms, to death. The severe inflammatory reaction as a result of COVID-19 infection causes a hemostasis disorder called COVID-19 associated coagulopathy. This study aims to assess the coagulation profile of patients under monitoring (PDP) or confirmed COVID-19 and its relationship with 30-day mortality. Method. This retrospective cohort study was conducted at RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) from March 2020 to June 2020. A total of 106 subjects who met the inclusion criteria were analyzed from medical record data. Data were collected in the form of patient demographic, clinical or hemodynamic data, coagulation profile when the subject was determined as PDP or confirmed as COVID-19, administration of heparin thromboprophylaxis therapy, and mortality status 30 days after admission. Statistical calculations were performed using the Statistical Package of Social Science (SPSS) version 24.0. We compared the coagulation profiles of the survivor group in contrast to the non-survivor group. Significant coagulation profile variables were analyzed using bivariate analysis and multivariate logistic regression. Results. There was elevated number of leukocytes (p: 0.022), reduced platelet levels (p: 0.016), and longer prothrombin time (PT) as well as activated partial thromboplastin time (APTT) (p: 0.002 and p: 0.018, consecutively) in non-survivor group. There were no statistical differences in fibrinogen and d-Dimer levels in both groups. Additionally, PT is a single coagulation profile which predicted 30-day mortality with an odds ratio (95% CI) of 1.407 (1.072 - 1.846), and p value: 0.014. Conclusion. This present study shows abnormal coagulation results are associated with 30-day mortality in COVID-19 patients at RSCM. Prolonged PT was an independent predictor for 30-day mortality in COVID-19 patients
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfalast Susetyo Dewanto
Abstrak :
Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 merupakan pandemi yang menjangkiti di lebih dari 200 negara di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara terpadat keempat di dunia, diprediksi akan menghadapi ancaman besar pandemi ini. Sebagai ibukota negara, wilayah DKI Jakarta sangat terinfeksi dan disebut sebagai episentrum penyebaran COVID-19 di Indonesia. Upaya pemerintah DKI Jakarta menekan penyebaran virus yakni penerapan kebijakan perketatan atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal 25 Maret hingga 4 Juni 2020, selanjutnya diterapkan kebijakan PSBB transisi atau pelonggaran untuk memulihkan ekonomi. Kenaikan jumlah kasus positif dan kematian yang siginfikan pasca PSBB pelonggaran mengindikasikan adanya potensi manfaat (benefit) yang dapat diperoleh apabila terus dilakukan PSBB perketatan terus menerus. Penelitian ini ingin mengetahui besarnya benefit dari selisih antara kebijakan PSBB pelonggaran, dengan simulasi PSBB perketatan terus menerus sampai batasan tanggal 31 Agustus 2020. Benefit dampak kesehatan dihitung melalui morbiditas cost of illness diantaranya: Biaya Medis dan kehilangan produktivitas (TPL). Juga mortalitas menggunakan Nilai Statistik Kehidupan (VSL). Model ARIMA digunakan untuk simulasi prediksi pada data kasus positif dan metode transfer nilai satuan untuk prediksi kasus kematian. Apabila terus dilakukan perketatan, secara total kasus positif DKI Jakarta menurun sebesar 54,2% menjadi 18.460 kasus dan kematian hanya 550 kasus. Manfaat biaya medis yang dapat diperoleh bisa menghemat anggaran kesehatan sebesar Rp1,26 Trilyun. TPL berimbas pada kebanyakan rentang usia 30-34, 25-29, dan di atas 60 tahun dan memiliki manfaat sebesar Rp56 Milyar. Kematian banyak terjadi pada rentang usia di atas 60 tahun, manfaat VSL yang didapat Rp15,5 Trilyun. ......Coronavirus Disease 2019 or COVID-19 is a pandemic that has affected more than 200 countries around the world. Indonesia, as the fourth most populous country in the world, is predicted to face a huge threat from this pandemic. As the national capital, the DKI Jakarta area is highly infected and is referred to as the epicenter of the spread of COVID-19 in Indonesia. The efforts of the DKI Jakarta government to suppress the spread of the virus through the implementation of more restrictive policies or Large-Scale Social Restrictions (PSBB) from March 25 to June 4, 2020, then the implementation of loosening of the restriction of the PSBB policy to recover the economy have impacted on various aspects. The increase in the number of positive cases and deaths, which became quite significant after the relaxation of the restrictions, states that the potential benefits that can be obtained through the continuation of the implementation of PSBB are conspicuously obtrusive. This study, in consequence, wants to see the major ideals of the difference in the policy of alleviating the rigorousness of the restriction (PSBB), and in the progressive suppression of PSBB execution that had taken place until 31 August 2020. The health impact benefits are calculated through the morbidity of disease costs, including: Medical Costs and lost productivity (TPL), while the mortality using the Value Statistics of Life (VSL). ARIMA model is used for prediction simulation on positive case data and unit value transfer method for prediction of death cases. If the strict rules are saliently successful in containing the development of positive cases, then the total cases in DKI Jakarta will only have 54.2% or 18,460 cases and the death will only be 550 cases. Benefits of medical costs that can incur are a cut of the health budget amounting up to IDR 1.26 trillion. TPL affects most of those aged between 30-34, 25-29, and above 60 years and it also yields a benefit of IDR 56 billion. From the death of many aged above 60 years, it will contribute to the benefits of VSL that totals up to IDR 15.5 trillion.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidia Ayu
Abstrak :
Coronavirus Disease (COVID-19) adalah penyakit baru yang melanda dunia tahun 2020. Penyakit ini diperkirakan berasal dari Wuhan, China (Rothan HA, 2020). WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi karena penyakit ini telah berhasil menginfeksi lebih dari 190 negara di dunia. DKI Jakarta adalah Ibu Kota di Indonesia yang turut menjadi salah satu Provinsi dengan kasus konfirmasi positif COVID-19 tertinggi sampai akhir Juli 2020. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan rate kasus COVID-19 pada 15 kecamatan Jakarta dengan intensitas tertinggi. Alasan dipilihnya 15 kecamatan dengan intensitas tertinggi untuk menjadi area penelitian karena lebih dari 63,43% kasus konfirmasi COVID-19 dilaporkan dari 15 kecamatan, yakni Kecamatan Gambir, Menteng, Sawah Besar, Kemayoran, Taman Sari, Senen, Tanah Abang, Johar Baru, Tambora, Grogol Petamburan, Cempaka Putih, Pademangan, Setia Budi, Matraman, dan Palmerah. Rate kasus COVID-19 pada area ini kemudian dibuat model GSTAR, model ini merupakan salah satu pemodelan dalam time seriesstokastik yang mempertimbangkan indeks spasial atau lokasi dan waktu (Budi, 2019). Matriks bobot biner, matriks bobot seragam, dan matriks bobot jarak pada penelitian ini dibentuk sebagai matriks dependensi spasial antar lokasi atau disebut matriks bobot W. Hasil identifikasi STACF dan STPACF untuk semua matriks pembobot spasial didapatkan model yang sama, yaitu GSTAR(3,1). Pendugaan parameter model GSTAR(3,1) dilakukan untuk setiap matriks pembobot tersebut. Model GSTAR(3,1) yang terbaik diperoleh berdasarkan matriks pembobot jarak, dengan RMSE terkecil yaitu 0.1271. ......Coronavirus Disease (COVID-19) is a new disease that hit the world in 2020. This disease is thought to have originated in Wuhan, China (Rothan HA, 2020). WHO has designated COVID-19 as a pandemic because this disease has successfully infected more than 190 countries in world. DKI Jakarta is the capital city in Indonesia which is also one of the provinces with the highest positive confirmed cases of COVID-19 until the end of July 2020. This study aims to model the level of COVID-19 cases in 15 sub-districts of DKI Jakarta with the highest intensity. The reason for choosing 15 sub-districts with the highest intensity to be the research area was because more than 63.43% of confirmed COVID-19 cases were reported from 15 sub-districts, that is Gambir, Menteng, Sawah Besar, Kemayoran, Taman Sari, Senen, Tanah Abang, Johar Baru Districts , Tambora, Grogol Petamburan, Cempaka Putih, Pademangan, Setia Budi, Matraman, and Palmerah. Rate of COVID-19 cases in this area is then made a GSTAR model, this model is one of the models in a stochastic time series that considers spatial index or location and time (Budi, 2019). The binary weight matrix, uniform weight matrix, and distance weight matrix in this study were formed as a spatial dependency matrix between locations or called the W weight matrix. The results of STACF and STPACF services for all spatial weighting matrices obtained the same model, that is GSTAR (3,1). Estimation of parameters of the GSTAR model (3,1) is carried out for each weighting matrix. The best GSTAR (3,1) model is based on a distance weighted matrix, with an RMSE of 0.1271
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina
Abstrak :
Coronavirus Disease 2019 (disingkat COVID-19) ditetapkan sebagai pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Pemberitaan tentang pandemik pun menjadi luar biasa banyaknya. Media massa sebagai pemancar informasi yang dapat melewati batas waktu dan geografi sebenarnya memegang peranan penting di masa pandemik COVID-19 ini, yakni untuk memberikan informasi, instruksi dan motivasi perilaku perlindungan diri yang sesuai; menginformasikan perkembangan situasi; membangun kepercayaan pada pejabat/pemerintah; dan menghilangkan rumor. Di sisi lain, media juga memiliki agenda tersendiri dan cara membingkai isu yang sesuai dengan agendanya, yang bisa jadi berlawanan dengan tujuan komunikasi risiko. Salah satu media di Indonesia yang aktif memberitakan situasi terkini terkait pandemik COVID-19, juga aktif melaksanakan fungsi kontrol sosialnya dan lantang menyuarakan kritik adalah majalah Tempo. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menggambarkan isi publikasi majalah Tempo mengenai pandemik COVID-19 periode Maret-Mei 2020 melalui metode analisis isi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja (rentang 4,8%-22,9%) publikasi mengenai pandemik COVID-19 pada majalah Tempo periode Maret-Mei 2020 yang mengandung unsur komunikasi risiko. Aspek data epidemiologi dan sifat alamiah penyakit hanya mendominasi publikasi pada edisi ke satu bulan Marei 2020, namun terus menurun pada edisi-edisi selanjutnya. Framing Peran Pemerintah juga mendominasi publikasi mengenai pandemik COVID-19 pada publikasi majalah Tempo periode Maret-Mei 2020 yakni dengan persentase 93,9 %, disusul Peran Sosial sebesar 73,8 % dan Dampak Pandemik sebesar 34,3 %. Konsistensi majalah Tempo dalam menjalankan peran sosialnya sebagai “anjing penjaga” yang kritis pada pemerintah kali ini berbenturan dengan anjuran WHO mengenai peran penting media di masa pandemik. Meski proporsi penggunaan framing Peran Pemerintah mulai turun pada bulan Mei dan disusul dengan kenaikan proporsi penggunaan framing Peran Sosial, namun kesan negatif yang terus dipublikasi Tempo menggagalkan salah satu tujuan penting komunikasi di masa pandemik: membangun kepercayaan pada pemerintah. Padahal berdasarkan krisis kesehatan masyarakat di masa lampau yang dipaparkan dalam berbagai penelitian, komunikasi yang tidak tepat yang memicu hilangnya kepercayaan masyarakat pada kemampuan pemerintah untuk mengelola krisis, mengakibatkan hasil tidak terduga dan sangat tidak diinginkan dalam penanganan pandemik terutama terhadap populasi rentan. ......Coronavirus Disease 2019 (abbreviated as COVID-19) was declared as a pandemic by the World Health Organization (WHO) on March 11th, 2020. The news about the pandemic thus become overwhelming. The mass media as a transmitter of information that can cross time and geographic boundaries supposedly play an important role in the pandemic, namely to provide information and motivation to the appropriate self-protecting behavior; update risk information; build trust in officials/government; and dispel rumors. On the other hand, the media also have individual agendas and ways of framing issues that fit the agenda, which may go against the objectives of risk communication. One of the media in Indonesia that actively reports on the current situation related to the COVID-19 pandemic, and also active in carrying out its social control function and voices criticism is Tempo magazine. Therefore, the aim of this study is to describe the contents of the Tempo magazine regarding the COVID-19 pandemic for the period March-May 2020 through content analysis. The results of this study indicate that only a small proportion (ranging from 4.8% to 22.9%) of the publications regarding COVID-19 in Tempo magazine in March-May 2020 which contains elements of risk communication. The aspects of epidemiological data and the nature of the disease only dominate the publication in the initial edition of the study, in the first edition of Maret 2020 tp be precise, but continue to decline in the subsequent editions. The ‘Government's Role’ frames (with the proportion of 93.9%) also dominates the publication regarding COVID-19 in Tempo magazine in March-May 2020, followed by ‘Social’s Roles’ by 73.8% and the ‘Impact of the Pandemic’ by 34.3%. Tempo's consistency in carrying out its social role as a critical "guard dog" for the government, collided with WHO's recommendation regarding the important role of the media during the pandemic. Although the use of the ‘Government’s Role’ frames began to decline in May and was followed by the widespread use of the ‘Social’s Role’ frames, the negative impression that was published by Tempo thwarted one of the important goals of communication during the pandemic: building trust in the government. This is very unfortunate, because based on past public health crises described in various studies, inappropriate communication has led to a loss of public trust in the government's ability to manage the crisis, resulting in unexpected and highly undesirable outcomes in handling the pandemics, especially for vulnerable populations.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>