Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herliani Sudardja
Abstrak :
Latar Belakang. Indonesia adalah negara agraris dengan 45 % penduduknya bekerja sebagai petani. Untuk meningkatkan hasil pertanian, melindungi tanamannya dari serangan hama, serta memelihara mutu tanahnya, petani banyak menggunakan pestisida. Salah satu penyakit akibat pajanan pestisida adalah dermatitis kontak yang angka prevalensinya pada petani di Indonesia belum diketahui. Karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak pada petani, khususnya petani sayur, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Metode. Penelitian ini menggunakan disain krosseksional dengan jumlah subyek penelitian 436 orang petani sayur dari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Pengumpulan data dilaksanakan sejak September sampai Nopember 2002. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 10. Hasil. Ditemukan 40 orang (9.2 %) penderita dermatitis kontak klinis dan 72 orang (16.5 %) penderita dermatitis kontak subyektif. Risiko terjadinya dermatitis kontak (klinis dan subyektif) dipengaruhi oleh faktor kerja langsung dengan pestisida (OR = 8.636), riwayat atopi (OR = 2.519), dan bentuk formula pestisida yang digunakan (OR = L589). Risiko terjadinya dermatitis kontak klinis dipengaruhi oleh faktor riwayat atopi (OR = 2,998) dan bentuk formula pestisida yang digunakan (OR = 1065). Terhadap risiko terjadinya dermatitis kontak subyektif tidak ditemukan faktor yang dominan berpengaruh. Kesimpulan. Ditemukan prevalensi dermatitis kontak pada petani sayur sebesar 25.7 %. Hubungan antara pajanan pestisida organofosfat dengan dermatitis kontak pada petani sayur di Kecamatan Lembang dipengaruhi oleh faktor kerja langsung dengan pestisida, jumlah tugas saat bekerja dengan pestisida, bentuk formula pestisida yang digunakan, serta riwayat atopi.
The Correlation between Organophosphate Pesticide Exposure and Contact Dermatitis among Vegetable Farmers in the District of LembangBackground. Indonesia is an agricultural country, in which about 45 % of its populations are farmers. To improve the harvest, to prevent pests attack, and to maintain the fertility of their land , they use very large amount of pesticides. No prevalence data on contact dermatitis caused by exposure to pesticide among Indonesian farmers is currently available. So, a research to find the prevalence of contact dermatitis among farmers, especially vegetable farmers, and other influential factors was proposed. Method. Cross sectional design was used. The subjects consisted of 436 vegetable farmers from Lembang Subdistrict of Bandung District. Data collecting was performed from September to November 2002, and processed by utilizing SPSS 10 program. Result. 40 persons (9.2 %) suffered from clinical contact dermatitis and 72 persons (16.5 %) from subjective contact dermatitis. The risks of contact dermatitis (clinical and subjective) was influenced by direct work with pesticides (OR = 8.636), atopic history (OR = 2.519), and the pesticide formulations (OR = 1.589). While clinical contact dermatitis was influenced by atopic history (OR = 2.998) and pesticide formulations (OR = 2.065). No dominant factor that influenced the risk of subjective contact dermatitis was found. Conclusion. The prevalence of contact dermatitis among vegetable farmers was 25.7 %. The correlation between organophosphate exposure and contact dermatitis among vegetable farmers in the District of Lembang were influenced by the direct work with pesticides, the number of tasks while working with pesticides, the pesticide formulations, and the atopic history.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 8371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Kamsah
Abstrak :
Ruang lingkup dan metodologi penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi DKIK-T serta hubungan faktor endogen seperti umur, jenis kelamin, atopi dan faktor eksogen yang meliputi masa kerja, lama pajanan, kebersihan tangan setelah kerja, APD ( sarung Langan ) terhadap terjadinya DKIK-T. Penelitian ini merupakan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan faktor endogen dan faktor eksogen terhadap terjadinya DKIK-T. Desain yang digunakan adalah studi cross-sectional. Hasil penelitian Dari 107 responden yang menderita DKIK-T sebanyak 70 orang ( 65A % ). Faktor endogen yaitu umur, riwayat atopi dan faktor eksogen; masa kerja, lama pajanan, pH iritan mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya DKIK-T. Penggunaan APD ( sarung tangan ) mempunyai peran sebagai protektan terhadap terjadinya DKIK-T Pendidikan yang rendah meningkatkan risiko terjadinya DKIK-T, sedangkan jenis kelamin, kebersihan tangan pasca kerja tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna dengan terjadinya DKIK-T. Kesimpulan Prevalensi DKIK-T pada PKL di RS X Jakarta adalah 65.4 %. Faktor endogen dan eksogen yaitu umur, riwayat atopi, masa kerja, lama kerja, pH iritan merupakan faktor risiko terjadinya DKIK-T, sedangkan jenis kelamin dan kebersihan tangan pasca kerja bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya DKIK-T.
Prevalens And Factor In Related To Cumulative Contact Irritant Dermatitis Hand In Cleaning Service Workers At RS X JakartaScope and methodology The aim of this study is to find the prevalence of cumulative contact irritant dermatitis hands in cleaning service workers and the relationship with endogen factors as: age, sex, history of atopi and exogen factors as; working time, length of work, washing hand practice post work and hand gloves protection. The design of study is cross-sectional but analysis was conducted to identify the relationship with above endogen and exogen factor. Result : 70 respondent out of 107 cleaning service workers ( 65.4 % ) sufferet from cumulative contact irritant dermatitis hand. The result showed that is relationship between age, history of atopi, working time, length of work, pH irritant with cumulative contact irritant dermatitis hand. The usage of personal protection equipment such us gloves indicaties a protective effect. Low- level education in creased the risk of cumulative contact irritant dermatitis hand. No relationship between sex, washing hand post work with as an cumulative contact irritant dermatitis hand was found. Conclusion : Prevalence rate of cumulative contact irritant dermatitis hand is 65.4 % Age, history of atopi, working time, length of work, pH irritant the risk factor for the development of cumulative contac irritant dermatitis hand.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Sinatra Luwia
Abstrak :
Scope and method of study : The skin is the most commonly injured organ in industry to day with a clinical manifestation as contact dermatitis caused by chemical substances especially nickel and chrome. A knowledge of the role of risk factors on contact dermatitis is obviously very important to prevent the disease. This study involved 228 workers in the key manufacturing in Tangerang, west Java. It is necessary to observe all step of production, attitude of the employee and the environment parameters as temperature, humidity, metal & dust concentration in the working environment to prevent the outcome of the disease. All workers undergo clinical examination, while patch test to nickel & chromium were done to suspected cases of allergic contact dermatitis. Findings and conclusions : Prevalence of contact dermatitis is found in 46 workers (20,17 %), which consist of 20 (8,8 %) allergic contact dermatitis ; 11 (4,8 %) irritant contact dermatitis and 15 (6,6 %) other dermatitis aggravated for contact dermatitis. The results of patch test to nickel is positive in 7 cases (30 %) from 20 cases and chrome in 4 cases (20 %) from 20 cases. The most risk factors for contact dermatitis are low education, history of allergy and cleaning up after working.
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Kulit merupakan organ tubuh yang paling banyak mendapat trauma dalam dunia industri antara lain bermanifestasi dalam bentuk dermatitis kontak, kelainan tersebut di antaranya disebabkan oleh logam nikel dan krom, yang pemajanannya ditemukan di pabrik kunci. Untuk mengurangi dampak yang terjadi perlu diketahui faktor-faktor yang berperan pada terjadinya dermatitis kontak dalam proses pembuatan kunci agar dapat dilaksanakan usaha-usaha pencegahannya. Penelitian ini meliputi 228 tenaga kerja di bagian produksi pabrik kunci, dengan mempelajari proses yang terdapat di tiap bagian produksi, perilaku tenaga kerja dan mengukur beberapa parameter lingkungan yaitu panas, kelembaban, kadar logam dan debu. Anamnesa dan pemeriksaan kulit dilakukan terhadap semua . pekerja sedangkan perlakuan uji tempel terhadap nikel dan krom hanya pada kelompok yang diduga menderita dermatitis kontak alergi. Hasil dan Kesimpulan : Prevalensi dermatitis kontak mencapai 46 tenaga kerja (20,17 %) terdiri atas 20 (8,8 %) dermatitis kontak alergi. ; 11 (4,8 %) dermatitis kontak iritan dan 15 (6,8 7) dermatitis lain yang mempermudah terjadinya dermatitis kontak. Hasil uji tempel terhadap nikel 7 kasus (30%) positip dari 20 kasus dan terhadap krom 4 kasus (20%) positip dari 20 kasus. Faktor yang paling berperan untuk terjadinya dermatitis kontak ialah adanya faktor pendidikan yang rendah, riwayat alergi dan perilaku, cuci tangan setelah bekerja.
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Ruhdiat
Abstrak :
Penyakit kulit akibat kerja merupakan tiga besar penyakit akibat kerja yang banyak dilaporkan. Penyebab yang paling banyak terjadinya dermatitis kontak dengan bahan kimia, yang menyebabkan dermatitis kontak sebanyak 80%. Dermatitis kontak akibat kerja akan menyebabkan gangguan kenyamanan dan penurunan produktifitas kerja sehingga perlu diketahui dan dikendalikan. Penelitian ini merupakan sebuah observasi bersifat deskriptif yang dilihat secara cross sectional di laboratorium kimia di Jawa Barat tahun 2006. Tujuan utama untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja laboratorium kimia di PT Sucofindo. Dengan subyek penelitian adalah populasi pekerja analis. Seluruh subyek di wawancarai dengan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan fisik ujud kelainan kulit. Suhu dan kelembaban udara dilihat dari data sekunder yang dilakukan oleh perusahaan setiap bulan. Dari 61 subyek penelitian yang diwawancara dan diperiksa, 100% kontak dengan bahan kimia, 86,86% dermatitis kontak akibat kerja, dengan insidensi rate sebesar 75,41 per seratus pekerja dan prevalensi rate sebesar 86,88 perseratus pekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak, dan pemakaian APD (sarung tangan dan jas lab). Resiko terjadinya dermatitis kontak, sebesar 116 kali pada pekerja tanpa APD, sebesar 3,9 kali pada pekerja dengan riwayat atopi, dan sebesar 0,4 kali pada pekerja mempunyai perilaku mencuci tangan. Kesimpulannya adalah insidensi dan prevalensi rate dermatitis kontak akibat kerja di PT Sucofindo Laboratorium masih tinggi. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah adanya kontak, pemakaian alat pelindung diri, lama kontak dan frekuensi kontak, dengan faktor yang paling dominan adalah pemakaian alat pelindung diri. Saran-saran perlu ditingkatkannya kepedulian manajemen terhadap bahaya kontak dengan bahan kimia. Melakukan review standar operasi prosedur pemakaian sarung tangan menurut jenis dan kegunaannya. Training bagi semua pekerja mengenai bahaya kontak bahan kimia, dan perlu peningkatan program peduli kesehatan kulit sebagai upaya preventif terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
Work related skin disease is reported as top three of occupational disease. The most happening of occupational contact dermatitis due to contact with chemicals, causing contact dermatitis as approximately 80%. Occupational contact dermatitis will influence work and reduce productivity therefore it is important to recognize and controlled.This research represent a observation have the character of descriptive seen by cross sectional at a chemical laboratory in West Java in 2006. Especial target: to see factors influencing occupational contact dermatitis at worker of chemical laboratory in PT Sucofindo. By subject research is worker of analyst at chemical laboratory. All subject in holding an interview with using questioner and conducted by physical examination of existence of husk disparity. Temperature and humidity are obtained from data of secunder done by company each month. From 61 subject of research interviewed and checked, 100% contact with chemicals, 86,86% occupational contact dermatitis, by incidence rate equal to 75,41 1 100 workers and prevalence rate equal to 86,88 1 100 worker. Factors influencing the happening of contact dermatitis duration of contact, frequency of contact, and usage personal protective equipment (gloves and lab coat). Risk of contact dermatitis, equal to 116 times worker without personal protective equipment, equal to 3,9 times of worker with history atopy, and equal to 0,4 times worker have personal hygiene. Conclusion of research is still height rate of incidence and prevalence rate of occupational contact dermatitis in PT Sucofindo Laboratory. The most dominant factors is usage of personal protective equipment (gloves and lab coat). With suggestion require to improve of caring management to dangerous chemical especially it contact with them. Standard operating procedures must be reviewed usage of gloves according to his usefulness and type. Training must be conducted to improve appropriate program in order to prevent occupational contact dermatitis.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Nuraga
Abstrak :
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada industri dimana dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dermatitis kontak akibat kerja terjadi oleh karena pekerja kontak dengan bahan kimia termasuk Iogam sehingga menimbulkan kelainan kulit yaitu dermatitis kontak akibat kerja. Tujuan utama penulisan ini adalah untuk diketahuinya factor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja yang terpajan bahan kimia di PT Moric Indonesia Cibitung Jawa Barat tahun 2006. Penelitian bersifat deskriptif. Subyek penelitian diambil secara acak dengan stratified random sampling yang berjumlah 54 responden. Hasil dari penelitian yang semuanya kontak dengan bahan kimia termasuk logam, 74,07% (40 pekerja) mengalami dermatitis kontak akibat kerja : akut 25,92% 14 pekerja, sub akut 38,9% (21 pekerja), dan kronik 9,25% (5 pekerja) adalah subyek penelitian yang mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan analisis statistic multivariat terdapat 3 faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini yaitu: lama kontak, frekuensi kontak, dan yang paling dominan adalah penggunaan alat pelindung diri (APD). Kesimpulan dari penelitian ini adalah insidensi rate 64,81% per seratus pekerja, dan prevalensi rate 74,07% per seratus pekerja, Untuk meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja dengan penggunaan sarung tangan yang tepat, berdasar pengetahuan pekerja yang baik.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diesriqa Andri Hartantyo
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang : Dermatitis Kontak iritan (DKI), adalah penyakit iritasi (kerusakan) pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan zat kimia (asam, sabun, deterjen, dan pelarut/solvent) ataupun agen fisik yang dapat merusak permukaan kulit lebih cepat dari kemampuan kulit untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Penelitian ini untuk melihat pengaruh asam semut terhadap kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja di perusahaan pengolahan karet di Palembang. Metode : Penelitian ini menggunakan disain cross sectional komparatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner, observasi, pemeriksaan klinis. Diagnosis dermatitis kontak iritan ditegakkan oleh dokter spesialis kulit. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian dari 143 responden, didapatkan 57,3% pekerja di area basah(kadar asam semut tinggi), menderita dermatitis kontak iritan. Pada uji statistik didapat ada hubungan bermakna antara paparan asam semut tinggi dengan kejadian dermatitis kontak iritan dengan p < 0,001, dan risiko 24 kali lipat. Selama wawancara dan observasi didapatkan, adanya ketidakpatuhan pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri, sering melepas APD, karena air rendaman karet yang sering masuk ke dalam APD, bahkan tidak memakainya dengan alasan tidak nyaman. Kesimpulan : Disarankan kepada pekerja terutama di area basah (kadar asam semut tinggi), agar selalu menggunakan alat pelindung diri selama bekerja, bagi perusahaan menyediakan alat pelindung diri berupa sarung tangan dan sepatu karet yang tahan terhadap kimia berbahaya, dan membuat SOP penggunaan APD dan disosialisasikan kepada seluruh pekerja.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denta Aditya Episana
Abstrak :
Latar belakang Penyakit kulit atau kelainan kulit terjadi pada lebih dari 35% dari semua kelainan akibat kerja. Dermatitis kontak adalah penyakit akibat kerja yang paling dikenal di banyak negara (dengan dermatitis kontak iritan terhitung 80% dari kasus), namun kasus-kasus ini sering tidak dilaporkan. Salah satu penyebab dermatitis kontak iritan adalah cyclohexanone, bahan kimia yang dikenal sebagai oksidator yang dapat mengiritasi kulit. Laporan Kasus Berbasis Bukti ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi/bukti tentang pengaruh pajanan cyclohexanone terhadap kejadian dermatitis kontak iritan. Metode Kasus dalam studi ini adalah tentang seorang wanita berusia 37 tahun yang bekerja sebagai operator pencetakan logo di sebuah perusahaan manufaktur sepatu yang terpajan cyclohexanone dan didiagnosis dengan dermatitis kontak iritan. Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed, Scopus, dan ProQuest dan dilakukan dengan metode hand searching. Kriteria inklusi meliputi studi tinjauan sistematis, studi kohort, studi kasus- kontrol, studi potong lintang, dermatitis kontak iritan, cyclohexanone, dan pekerjaan. Kemudian, dinilai secara kritis menggunakan kriteria yang relevan dari Oxford Centre for Evidence-Based Medicine. Hasil Tiga studi potong lintang yang relevan ditemukan melalui pencarian literatur dan dinilai secara kritis. Besarnya perkiraan dan presisi mengenai hubungan antara pajanan dan hasil dalam studi pertama tidak dapat dinilai; penelitian ini hanya menyatakan tidak ada nilai p yang signifikan secara statistik dalam prevalensi dermatitis akibat kerja antar departemen dan pemeriksaan antar departemen. Studi kedua menunjukkan bahwa pekerja dengan pajanan campuran bahan kimia pelarut, termasuk cyclohexane, berkorelasi dengan gejala kulit, kulit kering atau gatal pada tangan atau lengan, POR 1,46 (95% CI 1,06-2,01), dan kemerahan pada tangan atau lengan, POR 1,50 (95% CI 1,09-2,70). Sebagai perbandingan, penelitian ketiga menunjukkan bahwa pekerja dengan pajanan tunggal cyclohexane yang tinggi pada kulit memiliki risiko lebih tinggi untuk kejadian dermatitis tangan dengan nilai OR 2,15 (95% CI 0,59-7,95) tanpa signifikansi statistik. Kesimpulan Bukti yang tersedia dari studi potong lintang tidak membuktikan hubungan antara papajan cyclohexanone dan dermatitis kontak iritan pada pekerja; hanya satu studi yang menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik. Namun, disarankan untuk menyediakan peralatan kerja untuk mencegah kontak langsung dengan bahan kimia; pekerja juga harus mengenakan sarung tangan pelindung yang sesuai untuk menghindari dermatitis kontak iritan akibat kerja. Sebuah desain studi yang lebih baik seperti kohort atau kasus-kontrol diperlukan untuk memberikan bukti substansial bahwa papajan cyclohexanone dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan pada pekerja. ......Background Skin disorders or abnormalities occurred in more than 35% of all occupational disorders. Contact dermatitis is the most recognized occupational disease in many countries and the cases are often not reported. Irritant contact dermatitis occurs in 80% of cases This evidence-based case report aims to get evidence about the effect of cyclohexanone exposure on the incidence of irritant contact dermatitis. Method The case is about a 37-year-old woman who worked as an operator at logo screen printing in a shoe manufacturing company, exposed to cyclohexanone, and was diagnosed with irritant contact dermatitis. A literature search was conducted through PubMed, Scopus, and ProQuest and also performed with the hand searching method. The inclusion criteria were cohort study, case-control study, cross-sectional study, irritant contact dermatitis, cyclohexanone, and occupational. Then, critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-Based Medicine. Result Three relevant cross-sectional studies were found through literature searching and after being critically appraised, it can be concluded that all the articles were valid. The magnitude and the precision of the estimate of the association between the exposure and outcome in the first study cannot be assessed, only stated no statistically significant p- value in occupational skin dermatitis prevalence between departments and the examination between departments. The second study showed that workers with solvent chemical mixture exposure including cyclohexane have a relationship in skin symptoms, dry or itchy skin on the hands or arms, POR 1.46 (95% CI 1.06-2.01), and redness on hands or arms, POR 1.50 (95% CI 1.09-2.70). While the third study showed that workers with a high dermal single exposure to cyclohexane have a higher risk for the incidence of major hand dermatitis, OR 2.15 (95% CI 0.59-7.95) but was not significant statistically. Conclusion The available evidence from cross-sectional studies did not sufficient to prove an association between cyclohexanone exposure and irritant contact dermatitis in workers and only one study shows a significant association statistically. However, it is recommended to provide tools for working to prevent the workers from direct contact with the chemical and they should wear appropriate protective gloves while working to avoid the incidence of occupational irritant contact dermatitis. A better study design such as cohort or case-control is needed to provide stronger evidence that cyclohexanone exposure can cause irritant contact dermatitis in workers.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Kusriastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untut mengetahui hubungan bagian kerja terhadap kejadian dermatitis kontak serta faktor~faktor yang mempengaruhinya. Sumber data untuk penelitian ini adalah data primer yang diambil dengan wawancara dan pemeriksaan fisik pada pekerja- pekerja industri tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara, tahun 1992. Setelah dilakukan pembersihan data didapat responden 152 orang. Dan sebanyak 32 orang bekerja di bagian penyaringan (21%). Dari hasil analisa data diperoleh bahwa pekerja di bagian penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena dermatitis kontak dibanding pekerja yang hekerja di bagian lainnya dengan tingkat signifikansi p= 0.000. Risiko tersebut meningkat 7 kali setelah di"adjust" oleh faktor jam kerja dan jenis kelamin. Terdapat juga perbedaan menurut umur, masa kerja, pindah bagian, pemakaian alat pelindung, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Dalam rangka upaya menurunkan risiko terjadinya dermatitis kontak pada pekerja di industri tahu maka dianjurkan untuk : - memakai alat pelindung yang baik dan berlr. - mekanisasi peralatan dengan teknologi tepat guna. - penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan kerja bagi para pekerja. - penataran bagi petugas kesehatan yang akan membina wilayah mengenai program kesehatan kerja.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Knowledge in the field of allergic contact dermatitis continues to expand rapidly owing to progress in the chemical, immunological, and clinical fields, including improved techniques of patch testing and prick testing. The third edition of this important book, which includes additional color illustrations, has been extensively revised, updated, and expanded to reflect the most recent developments. These include advances in patch testing methodology, in particular the new chambers that are appearing on the market, revision of the baseline series of patch tests to reflect the latest evidence-based work, and additional testing procedures. The result is a superb guide to the current management of positive and negative patch test and prick test reactions.
Berlin : Springer, 2012
e20426335
eBooks  Universitas Indonesia Library