Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atika Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang hubungan yang terjalin antara sales assistant, komoditas, dan customer (konsumen) dengan konsumerisme sebagai isu pokok penelitian. Konsumerisme dapat dipahami sebagai paham yang menganggap komoditas mewah sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan. Penelitian ini bermaksud menunjukkan bahwa konsumerisme bukan sekedar berbicara mengenai hubungan antara customer dengan komoditas, namun terdapat peran dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh sales assistant untuk mengidentifikasi customer. Penelitian ini mengambil lokasi di Mal Pacific Place yang terletak di kawasan Sudirman, Jakarta. Data-data yang digunakan dalam skripsi ini diperoleh melalui wawancara, kajian pustaka, dan pengamatan.
ABSTRACT
This thesis discusses about the relationship between sales assistant, commodities, and customer (consumer) with consumerism as the principal research topic. Consumerism is an idea that considers luxury commodities as a measure of happiness and pleasure. This research aims to demonstrate that consumerism is not only sustained by the relationship between customer and commodities, but also the important role of sales assistant‟s experiences and knowledge to identify customer. The research was undertaken at Pacific Place Mall located in Sudirman, Jakarta. The data used in this thesis were obtained through interviews, literature review, and observations.
[, ], 2014
S55287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fani Abdillah
Abstrak :
Dewasa ini para pecinta sepatu kets atau ‘sneakerhead’ kian menguat dalam menunjukkan minatnya terhadap sepatu kets. Penelitian terdahulu seputar sneakerhead telah mengeksplorasi budaya, norma, identitas sosial, reproduksi kultural, serta nilai dan makna konsumsi dibalik sepatu kets. Akan tetapi, studi terdahulu belum mengaitkan fenomena Fear of Missing Out (FoMO) pada media sosial dalam mendorong konsumerisme pada sneakerhead. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana FoMO di kalangan sneakerhead pada media sosial Instagram menghasilkan konsumerisme. Hasil penelitian menyatakan bahwa FoMO di kalangan sneakerhead pada media sosial Instagram mendorong sneakerhead untuk mengonsumsi sepatu kets. Media sosial Instagram menguatkan FoMO dengan mempertontonkan citra ‘the Ideal Self’ sehingga tercipta hasrat untuk mengikuti budaya sepatu kets dan mengonsumsi sepatu. Disaat yang sama, FoMO menyebabkan sneakerhead memproduksi dan mendistribusikan konten sehingga memicu pengikutnya untuk mengonsumsi sepatu kets. Temuan juga memperlihatkan bahwa fitur ‘Turn-on notification’ dan algoritma Instagram juga berperan penting dalam memelihara FoMO, serta cerita-cerita dibalik sepatu kets dapat memproduksi hasrat konsumsi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam pada informan sneakerhead yang mengikuti akun @urbansneakersociety dan influencer sepatu kets di Instagram, serta tinggal di DKI Jakarta. ...... Nowadays, the sneaker lover or ‘sneakerhead’ are getting stronger in showing their interest in sneakers. Past research on sneakerheads has explored culture, norms, social identity, cultural reproduction, and the value and meaning of consumption behind sneakers. However, previous studies have not linked the Fear of Missing Out (FoMO) phenomenon on social media in encouraging sneakerhead consumerism. This study aims to explore how FoMO among sneakerheads on Instagram social media generates consumerism. The research findings state that FoMO among sneakerheads on Instagram social media encourages sneakerheads to consume sneakers. Social media Instagram strengthens FoMO by displaying the image of ‘the Ideal Self’ so as to create a desire to follow the sneakers culture and consume sneakers. At the same time, FoMO causes sneakerheads produce and distribute content that triggers their followers to consume sneakers. The findings also show that Instagram’s ‘Turn-on notification’ feature and algorithm also play an important role in maintaining FoMO, and that the stories behind sneakers can produce consumer desire. This study uses a qualitative method with in-depth interviews with sneakerhead who follow the @urbansneakersociety and sneaker influencers account on Instagram, and also live in DKI Jakarta.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mufid Fadhilah Anggitasari
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini membahas Les Petits Enfants du Si cle sebagai sebuah karya sastra yang tidak hanya memiliki fungsi estetik saja, tetapi juga berfungsi sebagai cerminan realitas sosial dan media penyampai kritik. Les Petits Enfants du Si cle karya Christiane Rochefort adalah roman yang diterbitkan pasca Perang Dunia II. Karya ini menceritakan kehidupan Josyane dan keluarganya yang memanfaatkan tunjangan keluarga untuk bertahan hidup di era Les trente glorieuses masa kejayaan Prancis . Fokus tulisan ini adalah memperlihatkan realitas masyarakat konsumeris Prancis pasca Perang Dunia II yang cerminkan pada keluarga Josyane. Metode kualitatif digunakan untuk membahas fokus kajian secara deskriptif dan mendalam. Paham yang menjadi acuan dalam melihat gagasan konsumeris dalam karya ini adalah pemikiran Jean Beaudrillard mengenai masyarakat konsumeris Prancis pasca Perang Dunia II. Pendekatan struktural digunakan untuk melihat kesejajaran antara kedua gagasan konsumeris, yaitu gagasan yang ditunjukkan pada Les Petits Enfants du Si cle dengan gagasan Jean Beaudrillard.
ABSTRACT
This article discusses Les Petits Enfants du Si cle as a literary work that not only has an esthetic function, but is also used as a mirror reflection of social reality and a means to convey criticism. Les Petits Enfants du Si cle by Christiane Rocheforts is a novel published post World War II. It tells of the life of Josyane and her family who use their family rsquo s financial support to survive during Les trente glorieuses the French golden era . The focus of this article is to show the reality of the consumerist French society post World War II which is represented by Josyane rsquo s family. A qualitative method is used to discuss the focus of analysis which is descriptive and in depth. The idea used as a reference in observing the consumerist idea in this novel is the one expressed by Jean Baudrillard regarding the French consumerist society post World War II. A structural approach is used to observe the parallelism between these two consumerist ideas the idea expressed in Les Petits Enfants du Si cle and the idea expressed by Jean Baudrillard.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faizal Pradhana Putra Masemi
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah perbedaan preferensi gender dalam kegiatan berbelanja online masih terjadi hingga saat ini dimana pengguna internet antara laki-laki dan perempuan semakin menuju kata seimbang. Fokus yang ingin dilihat adalah dari segi tingkat emosional, tingkat kepraktisan, dan juga tingkat kepercayaan yang dirasakan oleh setiap individu dalam berbelanja online, yang dilihat hubungannya terhadap frekuensi belanja online dan pengeluaran belanja online. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara menyebarkan kuisioner yang dapat diisi secara online. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan lebih sering melakukan belanja online dibandingkan laki-laki, namun dalam hal total pengeluaran justru nilai yang dihasilkan oleh laki-laki lebih besar. Tingkat kepercayaan menjadi faktor terbesar bagi laki-laki dalam menentukan seberapa sering dan seberapa besar mereka melakukan kegiatan berbelanja online. Sifat risk aversion secara umum yang dimiliki oleh laki-laki memiliki pengaruh terhadap kegiatan mereka dalam belanja online, sedangkan perempuan tidak ada pengaruh yang signifikan.Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah perbedaan preferensi gender dalam kegiatan berbelanja online masih terjadi hingga saat ini dimana pengguna internet antara laki-laki dan perempuan semakin menuju kata seimbang. Fokus yang ingin dilihat adalah dari segi tingkat emosional, tingkat kepraktisan, dan juga tingkat kepercayaan yang dirasakan oleh setiap individu dalam berbelanja online, yang dilihat hubungannya terhadap frekuensi belanja online dan pengeluaran belanja online. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara menyebarkan kuisioner yang dapat diisi secara online. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan lebih sering melakukan belanja online dibandingkan laki-laki, namun dalam hal total pengeluaran justru nilai yang dihasilkan oleh laki-laki lebih besar. Tingkat kepercayaan menjadi faktor terbesar bagi laki-laki dalam menentukan seberapa sering dan seberapa besar mereka melakukan kegiatan berbelanja online. Sifat risk aversion secara umum yang dimiliki oleh laki-laki memiliki pengaruh terhadap kegiatan mereka dalam belanja online, sedangkan perempuan tidak ada pengaruh yang signifikan.
ABSTRACT
This study aimed to see if the difference of gender preference in online shopping still happens to this day. Our focused are about the emotional level, the level of practicality, and also the level of trust felt by every individual in terms of online shopping, which views its relationship towards the frequency of online shopping and the total amount spent on online shopping. The technique of data collection is done by questionnaire that can be filled online. on online shopping done by women. This research found that women are more often do online shopping than men, but in terms of total spending, men spend more than women. Level of trust become the biggest factor for men in deciding how often they do online shopping and how much money they spend in online shopping. The nature of risk aversion generally owned by men have influence on their activities in online shopping, while women no significant effects.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wulandari
Abstrak :
Budaya konsumerisme merupakan fenomena yang terjadi pada masyarakat saat ini, di mana barang-barang komoditas serta bagaimana cara masyarakatnya mengkonsumsi barang-barang tersebut telah menjadi sesuatu yang begitu penting. Keadaan ini tentu saja didorong oleh banyak faktor, terutama perkembangan yang terjadi di bidang teknologi informasi. Oleh karena itu, keberadaan media massa sebagai penghubung antara kapitalis sebagai produsen dengan konsumen telah menjadi sesuatu yang sangat besar pengaruhnya terhadap gaya hidup yang dimiliki masyarakat saat ini. Sebagai sarana informasi, kehadiran media massa memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, sehingga bukannya tidak mungkin semua informasi yang disajikan dapat menjadi suatu ukuran yang dipercaya oleh masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terdapat dalam suatu masyarakat saat ini adalah nilai-nilai yang juga ikut dipenganihi oleh media. Sesuai dengan pendapat Jean Baudrillard, bahwa saat ini kita hidup di era hiperrealitas, dan media merupakan salah satu yang selalu menyajikan simulasi didalamnya, sehingga image serta peristiwa yang ditampilkan merupakan sesuatu yang palsu. Permasalahan mengenai nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat budaya konsumerisme ini lah yang menjadi fokus penelitian ini. Penulis mengawalinya dengan melihat bagaimana media massa telah mempengaruhi masyarakat begitu kuat dalam pembentukan image terhadap sesuatu (misalnya tubuh ideal, cantik ideal, keluarga ideal, dan sebagainya), sehingga pada akhirnya masyarakat digiring untuk mengenal suatu nilai yang bersifat absolut. Mengatasi permasalahan ini, penulis melihat pentingnya kehadiran budaya tandingan (counterculture) dalam suatu masyarakat. Sebagai masyarakat yang memiliki nilai-nilai kultural yang sangat kental, pada saat ini masyarakat Indonesia juga hams menghadapi arus globalisasi. Mengikuti pemikiran Sebastian Kappen, sikap kritis terhadap nilai-nilai yang sudah ada, baik dari sisi tradisional maupun dari sisi global, sangat diperlukan dengan mengambil sisi positif dan humans dan keduanya agar kita bisa menyadari posisi kita dan mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Budaya konsumerisme merupakan fenomena yang telah terjadi pada masyarakat saat ini, namun untuk menjadi bagian dari budaya ini, bukan berarti kita harus larut ke dalamnya dengan mengikuti identitas palsu yang ditawarkan oleh kapitalis. Berdasarkan pendapat Michael Walzer, maka sangat penting untuk menghargai dan menyadari pluralisme yang terdapat dalam masyarakat. Walaupun saat ini kita selalu dihadapkan pada informasi dari media atau pun papan-papan reklame, namun mempertahankan nilai plural yang sudah dimiliki sangatlah penting untuk menunjukkan identitas kita yang sebenarnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library