Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
La Ode Muhammad Faisal Akbar
Abstrak :
Aturan Peralihan atau transitional provisions merupakan suatu prinsip transisi hukum yang berkaitan dengan adanya perubahan norma sehingga digunakan untuk tetap memberlakukan norma lama menuju keberlakuan norma baru yang sifatnya sekali-selesai. Sifat transisi tersebut kemudian diadopsi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) untuk tetap memberlakukan segala peraturan perundang-undangan yang terbentuk dari sistem hukum lama. Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI 1945 ini sesuai original intent mengamanatkan untuk segera dilakukan penyesuaian peraturan perundang-undangan agar berdasar kepada UUD hasil perubahan untuk mengakhiri masa transisi hukum. Namun karena tidak dicantumkan secara tegas batasan waktu transisi, sampai saat ini masih banyak peraturan perundang-undangan dari sistem hukum lama terus berlaku yang berdampak pada pengabaian UUD NRI 1945 dan pertentangan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pembangunan materi hukum nasional masuk dalam rencana pembangunan nasional, sehingga mestinya segala peraturan perundang-undangan yang lahir dari sistem hukum lama menjadi skala prioritas dalam perancangan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) setiap tahunnya. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian ini akan menganalisis teori perundang-undangan melihat Aturan Peralihan UUD NRI 1945 yang melingkupi pengkajian original intent. Selain itu akan menganalisis implementasi amanat dari original intent Aturan Peralihan UUD NRI 1945 yang akan memberikan gambaran pengaruh hukum terhadap pembentukan perundang-undangan nasional yang dapat menggunakan instrumen Prolegnas. ......Transitional provisions or transitional provisions are a principle of legal transition related to changes in norms so that they are used to continue to enforce old norms towards the implementation of new norms which are one-time in nature. This transitional nature was later adopted in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (1945 Constitution of the Republic of Indonesia) to continue to enforce all laws and regulations that were formed from the old legal system. Article I of the Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is in accordance with the original intent of mandating immediate adjustments to laws and regulations so that they are based on the amended Constitution to end the legal transition period. However, because no time limit for the transition is explicitly stated, to date there are still many laws and regulations from the old legal system that continue to apply which results in the abandonment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and conflicts with Law Number 12 of 2011 concerning the Formation of Legislation. The development of national legal materials is included in the national development plan, so that all laws and regulations that were born from the old legal system should become a priority scale in designing the National Legislation Program (Prolegnas) every year. By using the doctrinal research method, this study will analyze the theory of legislation looking at the Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which cover the study of original intent. In addition, it will analyze the implementation of the mandate from the original intent of the Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which will provide an overview of the legal influence on the formation of national legislation that can use the Prolegnas instrument.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Benny Sabdo Nugroho
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XI/2013 terhadap hak budget Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tesis ini membahas bagaimana implikasi putusan MK Nomor 35/PUU-XI/2013 terhadap hak budget dan fungsi anggaran DPR, dan bagaimana mereposisi hak budget DPR berdasarkan dengan putusan MK Nomor 35/PUU-XI/2013 sebagaimana diamanatkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan teori keuangan negara menurut Rene Stourm. Penelitian yang menggunakan pendekatan hukum normatif ini mengungkapkan wewenang DPR dalam memberikan persetujuan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dibatasi hanya sampai pada unit organisasi, fungsi, dan program. DPR memiliki hak budget sebagai hak yang mutlak dalam bentuk menerima atau menolak Rancangan APBN yang diajukan pemerintah. DPR sebagai representasi kedaulatan rakyat memiliki hak budget dan hak pengawasan. Oleh karena itu, persetujuan DPR terhadap alokasi anggaran lainnya diserahkan kepada pemerintah untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan bernegara ......This thesis aims to analyze judgment the Constitutional Court Number 35/PUU-XI/2013 to reposition the right budget the House of Representatives. The thesis discussed how implication judgment the Constitutional Court Number 35/PUU-XI/2013 to reposition the right budget and function budget the House of Representatives, and how to reposition the right budget the House of Representatives based on the judgement the Constitution Court mandated article 23 paragraph 1 the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 and the theory of state budget according to Rene Stourm. This thesis uses normative legal approach. The thesis expresses authority the House of Representatives to provide approval to state budget restricted only up to organizational unit, function, and program. The House of Representatives has the right budget as a right absolute in the form of accept or reject a state budget proposed the government. The House of Representatives as representation sovereignty the people has the right budget and the right supervision. Hence, approval the House of Representatives to budget allocation other submitted to the government to guarantee the implementation of government and development to achieve a purpose state.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Rianita Rehulina
Abstrak :
Sebelum adanya Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016, dalam prakteknya, Mahkamah Agung (MA) pernah menerima pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengajuan PK tersebut menimbulkan pro dan kontra karena kekaburan norma sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam implementasinya. Dalam perkembangannya, dibentuk UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan), peraturan ini memberikan kewenangan kepada JPU untuk mengajukan PK dalam perkara pidana. Munculnya UU Kejaksaan dengan tidak memperhatikan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 selanjutnya akan dilakukan pengkajian, terutama menyangkut bagaimana kekuatan final dan mengikat serta keberlakuan Putusan MK Nomor Nomor 33/PUU-XIV/2016 pasca terbitnya UU Kejaksaan. Lebih lanjut penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, dengan hasil penelitian sebagai berikut: kekuatan final dan mengikat Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 menjadi hapus (tidak lagi menjadi final dan mengikat) dan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 menjadi tidak berlaku pasca diterbitkannya UU Kejaksaan sehingga yang disampaikan MK dalam pertimbangannya bahwa JPU tidak berwenang mengajukan PK dalam perkara pidana telah menjadi konstitusional dan dibenarkan menurut hukum sejak terbitnya UU Kejaksaan. ......Prior to the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016, in practice, the Supreme Court (MA) had received a judicial review (PK) in a criminal case submitted by the Public Prosecutor (JPU). The submission of the PK raises pros and cons because of the ambiguity of norms, resulting in legal uncertainty in its implementation. In its development, Law Number 11 of 2021 concerning Amendments to Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office (AGO) was formed. The emergence of the Prosecutor's Law without paying attention to the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016 will then be studied, especially regarding how the final and binding force and the enforceability of the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016 after the issuance of the Prosecutor Law. Furthermore, this research uses normative juridical law research with a statutory approach and a conceptual approach, with the following research results: the final and binding force of the Constitutional Court Decision Number 33/PUU-XIV/2016 becomes null and void (no longer final and binding) and The Constitutional Court Number 33/PUU- XIV/2016 became invalid after the issuance of the Prosecutor's Law so that what was conveyed by the Court in its consideration that the Public Prosecutor was not authorized to file a PK in a criminal case had become constitutional and justified according to law since the issuance of the Prosecutor's Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Formulasi Ideal Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Kebijakan Presiden dalam pembentukan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan kondisi atau parameter yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi mengenai “keadaan memaksa” yang memaksa Presiden untuk membentuk Perppu. Dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 disebutkan adanya keadaan atau kebutuhan mendesak yang harus segera diselesaikan hanya dengan undang-undang, tetapi undang-undang yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah atau kebutuhan mendesak tersebut belum ada, atau hukum tidak cukup untuk menyelesaikan masalah mendesak atau kebutuhan-kebutuhan tersebut. Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang memiliki kedudukan yang sama dengan undang-undang. Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut sistem presidensial harus tetap dipertahankan keberadaannya, yang harus ditekankan dengan memperhatikan persyaratan “Kegentingan yang memaksa” sebagai dasar dikeluarkannya Perppu. Presiden sebagai penggagas Perppu, sepintas lalu dengan mudah menerbitkannya, bermaksud untuk memenuhi tekanan kelompok kepentingan, tanpa mempertimbangkan substansi persyaratan penerbitan Perppu, bahkan sebulan sebelum undang-undang itu berlaku, karena ada tekanan, Perppu segera dikeluarkan. Untuk menjawab mmakna urgensi yang mendesak, perlu dirumuskan secara jelas baik definisi maupun syarat agar opini subjektif presiden berada dalam koridor yang jelas. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas- asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. ......This thesis discusses the Ideal Formulation of the Formation of Government Regulations in Lieu of Laws. The President's policy in the formation of Perppu Number 1 of 2020 contradicts the conditions or parameters set by the Constitutional Court regarding the "forced circumstances" that forced the President to form the Perppu. In the decision of the Constitutional Court Number 138/PUU-VII/2009 it is stated that there are urgent situations or needs that must be resolved immediately only by law, but the laws needed to solve the problems or urgent needs do not yet exist, or the law is not sufficient to solve the problems urgent or those needs. Government regulations in lieu of laws have the same position as laws. In the system of the Unitary State of the Republic of Indonesia, which adheres to a presidential system, its existence must be maintained, which must be emphasized by taking into account the requirements of "Forcing urgency" as the basis for the issuance of a Perppu. The President as the initiator of the Perppu, at first glance easily issued it, intended to meet the pressure of interest groups, without considering the substance of the requirements for the issuance of the Perppu. To answer the meaning of urgent urgency, it is necessary to clearly formulate both definitions and requirements so that the president's subjective opinion is in a clear corridor. This thesis uses normative juridical research because it focuses on library research which essentially examines legal principles, legal systems, and legal synchronization by analyzing them. The data obtained were analyzed using a qualitative descriptive method
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Joko Puruitomo
Abstrak :
Pada tahun 2013, terdapat sebuah kasus mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi oleh Presiden. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peraturan perundang-undangan yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, serta mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang secara praktik dapat diterapkan di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 adalah UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011. Sifat transparan dan partisipatif juga sangat menentukan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang diterima di masyarakat Indonesia. ...... In 2013, there is a case regarding the constitutional judges appointing mechanism by the President of Indonesia. This research is focused on analyzing the regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia, and the most applicable mechanism on appointing a constitutional judge. The method that is used for this research are literature studies and interview with the informants. Through this research, it can be ascertained that regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia are Law Number 24 Year 2003 and Law Number 8 Year 2011. Transparancy and participative mechanism are needed to be applied on appointing constitutional judge that can be accepted by the citizens of Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Demadevina
Abstrak :
[ABSTRAK Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar.
ABSTRACT , This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in order to implement the principles of ‘rule of law’, protect human rights, uphold the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the essence of establishing constitutional court, and completely implement the function of constitutional review, and empirically there has been many cases in constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of Republic of Indonesia is to amend the constitution.]
2015
S58266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Corry
Abstrak :
Skripsi ini membahas persetujuan tertulis Presiden dalam pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang diduga melakukan tindak pidana dengan menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/2014. Skripsi ini juga menjabarkan persetujuan tertulis dalam penyelidikan dan penyidikan yang diberlakukan bagi pejabat publik lainnya di Indonesia serta beberapa negara lain. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan analisa data kualitatif. Hasilnya, pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/2014 tidak konsisten, baik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi sebelumya maupun terhadap pertimbangan lain dalam putusan tersebut. ...... The focus of this study is President?s written authorization in summoning and questioning of parliamentary member of Republic of Indonesia that suspected commiting a criminal act by analyzing Constitutional Court's Decision No. 76/PUU-XII/2014. This study also explain about written authorization in criminal proceedings of other public officials in Indonesia and other states. This study categorized as normative legal study with qualitative data analysis. The result of this study proves that the consideration of Constitutional Court's Decision No. 76/PUU-XII/2014 is inconsistent with Constitutional Court's previous decision and other consideration within this decision.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditia Gumirah Dati
Abstrak :
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan juga keluarga ibunya. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, telah memberikan perubahan terhadap kedudukan anak luar kawin. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dikatakan bahwa anak luar kawin dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya apabila dapat dibuktikan memiliki hubungan darah berdasarkan ilmu pengetahuann dan tekonologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak mengatur mengenai ruang lingkup atau sejauh mana hubungan keperdataan antara anak luar kawin dengan ayah biologisnya. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan anak luar kawin sebelum dan sesudah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, apakah hubungan keperdataan yang terdapat antara anak luar kawin dengan ayahnya termasuk pula hak mewaris atau tidak, serta melihat bagaimanakah penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengenai kedudukan anak luar kawin dalam Penetapan Nomor 0156/Pdt.P/2013/PA.JS, Penetapan Nomor 0008/Pdt.P/2013/PA.Yk, Penetapan Nomor 183/Pdt.P/2015/PN.Sda, dan Penetapan Nomor 229/Pdt.P/2015/PN.Kdl. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian yuridis normatif yang diuraikan secara deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 anak luar kawin tidak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja, tetapi anak luar kawin juga memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya, dan hubungan keperdataan tersebut termasuk juga hak mewaris antara anak luar kawin dengan ayah biologisnya. ...... Illegitimate child has only a civil relation with their mother and their mother?s family. Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 has provided a change the position of illegitimate children. Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 has revised legal relation of illegitimate child with their biological father. Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 proclaimed that the illegitimate child may have civil relations with their biological father if it is proven scientifically that the children are related or tied by filiations, and/or other evidence according to the law. The Constitutional Court Decision does not regulate the scope or extent of civil relationship between the illegitimate child and their biological father. Issues examined in this research are about status of illegitimate child previous to and post Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010, whether the relationship of civil between illegitimate child and their father including the inheritance rights or not, and the applications of Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 regarding the status of illegitimate child in Ascertainment Number 0156/Pdt.P/2013/PA.JS, Ascertainment Number 0008/Pdt.P/2013/PA.Yk, Ascertainment Number 183/Pdt.P/2015/PN.Sda, and Ascertainment Number 229/Pdt.P/2015/PN.Kdl. This research is based on normative juridical method elaborated descriptively. Through this research, we learn that after the application of Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010, illegitimate child not only have civil relation with their mother but also with their biological father, that includes the inheritance right.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusumaningrum
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai multitafsir mengenai saat gugurnya praperadilan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 serta perlindungan hukum bagi Pemohon setelah adanya putusan gugur praperadilan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu data dari penelitian ini sebagian besar didapat melalui studi kepustakaan dan wawancara kepada narasumber. Hasil penelitian ppenulis mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 ditemukan dua multitafsir mengenai waktu gugur praperadilan yaitu saat adanya pelimpahan berkas pokok perkara ke Pengadilan Negeri yang diikuti penetapan hari sidang pertama pokok perkara dan saat dimulainya sidang pokok perkara. Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 tidak ditemukan lagi multitafsir tersebut dengan merujuk pada interpretasi Mahkamah Konstitusi. Perlindungan hukum bagi pemohon setelah gugurnya praperadilan dapat dilakukan dengan mengajukan kembali objek praperadilan dalam sidang pokok perkara untuk memberikan kepastian hukum atau melaporkan petugas yang dianggap melakukan tindakan sewenang-wenang dalam upaya paksa kepada atasannya.
This study discusses about multi interpretation of the pretrial rsquo s decision before Thdecision of the Constitutional Court Number 102 PUU XIII 2015 and legal protection of the applicant after the pretrial rsquo s abort decision. This study using Juridical Normative method where most of data gain from books, literatures, and interview. The result of this research are there rsquo s some multi interpretation regarding abort decision of Pretrial before The Jurisprudence of Constitutional Court Number 102 PUU XIII 2015 which is adduction document of the case to the Court and the first day of Court rsquo s examination regarding the case. Moreover, after The Jurisprudence of Constitutional Court Number 102 PUU XIII 2015 there are nomore multi interpretation about multi interpretation of the pretial rsquo s decision. Law protection of the Applicant after the Pretrial rsquo s abort decision could be performed by filed back the object of Pretrial rsquo s to the Court as part of the main case to get law certainty or report the officer whose considered do the arbitrary action to his superiors.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Konrad Adenauer Stiftung, 2005
342.02 JIM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>