Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Wahyunigtyas
Abstrak :
Asas kebebasan berkontrak mempunyai arti bahwa kebebasan yang diberikan kepada seseorang untuk menggdakan perjanjian, bebas untuk menentukan apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk perjanjiannya selama dan sepanjang yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang di larang. Pada dasarnya pelaku usaha (produsen) bebas menentukan sendiri pihak distributor suatu produk dimana perjanjian distributor dalam bentuk penetapan harga tidak selalu memiliki bargaining position yang seimbang karena produsen membuat perjanjian dengan distributor untuk menetapkan berlakunya suatu harga atas satu produk pada suatu pasar tertentu sehingga dapat mempengaruhi persaingan usaha tidak sehat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat. Penguasaan pasar secara tidak sehat akan dapat meniinbulkan praktek monopoli sehingga dianggap anti persaingan karena pelaku usaha, yang seharusnya bersaing, sepakat untuk tidak bersaing melalui kebijakan harga dalam menetapkan harga barang. Persaingan yang tidak sehat akan memunculkan pemusatan kekuatan ekonomi, mengakihatkan dikuasainya sektor produksi dan distribusi atas ba ang oleh pelaku usaha tertentu, sehingga merugikan kepentingan umum serta bertentangan dengan keadilan sosial. Suatu tindakan pelaku usaha merupikan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, maka undangundang menggunakan pendekatan per se illegal dan rule of reason sebagai acuannya. Oleh karenanya Pemerintah melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha berkewajiban, untuk mencegah persaingan yang tidak sehat melalui implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Freedom of Contract means the freedom given to someone who is executing the contract agreement, free to settle on the agreement's matters, as well as free to create the agreement's format as long as those performing matters are not something against the law. Basically producers have their own free to choose their products' distributors, whereas the distributor's agreement in the predatory price fixing is not always has its own balance 'bargaining power' because producer have made his/her own agreement with distributor to implement a fix price for a certain product in a particular market so that it influence unfair business competition. This research methodology is using juridical-normative method, which is included in the regulation of unfair business competition-related matters. Unfair market domination shall generate unfair business competition practices, which also said as being anti-competitive because the producer / business actors, who supposedly compete with others, have agreed not to compete by means of price policy in terms of fixing the price for a particular product. Unfair business competition will create centered economic control, thus producing controlled production sector and products' distribution by a certain business actors/producer, which will cause public disadvantage and against social equilibrium. Conduct of business performance by business actor / producer would be a violation against unfair business competition, the law would then be using 'per se illegal' and 'rule of reason' approaches as its references. Therefore, the Government by means of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) is obliged to anticipate unfair business competition via its Law No.5/3999, Law concerning prohibition of monopolistic and unfair business competition.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Wahyuningtyas
Abstrak :
Asas kebebasan berkontrak mempunyai arti bahwa kebebasan yang diberikan kepada seseorang untuk menggdakan perjanjian, bebas untuk menentukan apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk perjanjiannya selama dan sepanjang yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang di larang. Pada dasarnya pelaku usaha (produsen) bebas menentukan sendiri pihak distributor suatu produk dimana perjanjian distributor dalam bentuk penetapan harga tidak selalu memiliki bargaining position yang seimbang karena produsen membuat perjanjian dengan distributor untuk menetapkan berlakunya suatu harga atas satu produk pada suatu pasar tertentu sehingga dapat mempengaruhi persaingan usaha tidak sehat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat. Penguasaan pasar secara tidak sehat akan dapat meniinbulkan praktek monopoli sehingga dianggap anti persaingan karena pelaku usaha, yang seharusnya bersaing, sepakat untuk tidak bersaing melalui kebijakan harga dalam menetapkan harga barang. Persaingan yang tidak sehat akan memunculkan pemusatan kekuatan ekonomi, mengakihatkan dikuasainya sektor produksi dan distribusi atas ba ang oleh pelaku usaha tertentu, sehingga merugikan kepentingan umum serta bertentangan dengan keadilan sosial. Suatu tindakan pelaku usaha merupikan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, maka undangundang menggunakan pendekatan per se illegal dan rule of reason sebagai acuannya. Oleh karenanya Pemerintah melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha berkewajiban, untuk mencegah persaingan yang tidak sehat melalui implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Freedom of Contract means the freedom given to someone who is executing the contract agreement, free to settle on the agreement's matters, as well as free to create the agreement's format as long as those performing matters are not something against the law. Basically producers have their own free to choose their products' distributors, whereas the distributor's agreement in the predatory price fixing is not always has its own balance 'bargaining power' because producer have made his/her own agreement with distributor to implement a fix price for a certain product in a particular market so that it influence unfair business competition. This research methodology is using juridical-normative method, which is included in the regulation of unfair business competition-related matters. Unfair market domination shall generate unfair business competition practices, which also said as being anti-competitive because the producer / business actors, who supposedly compete with others, have agreed not to compete by means of price policy in terms of fixing the price for a particular product. Unfair business competition will create centered economic control, thus producing controlled production sector and products' distribution by a certain business actors/producer, which will cause public disadvantage and against social equilibrium. Conduct of business performance by business actor / producer would be a violation against unfair business competition, the law would then be using 'per se illegal' and 'rule of reason' approaches as its references. Therefore, the Government by means of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) is obliged to anticipate unfair business competition via its Law No.5/3999, Law concerning prohibition of monopolistic and unfair business competition.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T 02332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lignita Elisabeth S. M.
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan melalui penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham perusahaan dikaitkan dengan pemanfaatan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya terbatas dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber data. Hasil penelitian menyimpulkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sektor telekomunikasi mengenai kewajiban pelaporan dan memperoleh izin dari regulator dalam hal adanya pengabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham perusahaan telah sejalan dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundangundangan mengenai persaingan usaha. Namun dibutuhkan adanya panduan yang lebih rinci dan spesifik mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan di sektor telekomunikasi sehingga disarankan regulator perlu segera menerbitkan peraturan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang sekurang-kurangnya memuat 4 (empat) hal yaitu ketentuan mengenai tata cara pemberitahuan rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan; aspek-aspek yang menjadi bahan evaluasi dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan; syarat-syarat untuk dapat dilakukannya penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan antar pelaku-pelaku usaha dalam sektor telekomunikasi; serta prosedur koordinasi dalam memberikan persetujuan atau penolakan rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan antara pemerintah sebagai regulator yang dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan komisi yang ditetapkan undang-undang sebagai badan pengawas persaingan usaha yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha. ...... This thesis discuss about the efforts that can be done to prevent monopolistic practices and unfair business competition conducted through merger, consolidation, and acquisition related with the utilization of radio frequency spectrum as a limited resources in telecommunications. This thesis uses methods of library research with secondary data as the data source. The results concluded the provisions in telecommunications sector’s legislation regarding reporting obligations and obtain permission from the regulator in terms of merger, consolidation, and acquisition has in line with the provisions in the legislation concerning competition. But there need to be more detailed and specific guidance about the merger, consolidation, and acquisition in the telecommunications sector. It is recommended that regulator should immediately issue regulations regarding the merger, consolidation, and acquisition in the telecommunications sector that shall contain at least 4 (four) things which is the provisions regarding the procedures of notification of merger, consolidation, and acquisition plan; aspects subjected for evaluation in giving approval or rejection of the plan of merger, consolidation, and acquisition; requirements to be able to do the merger, consolidation and acquisition between business actors in the telecommunications sector; as well as coordination procedures in the approval or rejection of a merger, consolidation and acquisition plan between government as regulator, in this case is the Ministry of Communications and Information Technology and the commission formed by law as the supervisor of business competition, whic is Business Competition Supervisory Commission.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Elsa Ruth Paranita
Abstrak :
Saat harga minyak goreng sawit melonjak sejak akhir tahun 2021 hingga kuartal I tahun 2022, pemerintah menginformasikan kepada publik bahwa kenaikan yang terjadi disebabkan oleh faktor kenaikan harga bahan baku. Namun, hal itu menimbulkan kontroversi mengingat Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Fenomena kenaikan harga yang kemudian diikuti dengan kondisi kelangkaan di masyarakat menimbulkan kecurigaan KPPU bahwa telah terjadi praktik anti persaingan. Penelitian ini membahas indikasi persaingan usaha tidak sehat dan kontribusi kebijakan pemerintah dalam peristiwa kenaikan harga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU No.5 Tahun 1999 yang digunakan oleh KPPU dalam proses penegakan hukum persaingan usaha, serta kontribusi dari kebijakan pemerintah yang dikeluarkan selama periode kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan menggunakan wawancara dari lembaga terkait untuk memperoleh informasi penelitian. Adapun hasil penelitan penulis ialah pasar minyak goreng kemasan dan curah merupakan pasar yang berbeda. Penegakan hukum dapat tetap dilanjutkan dengan 2 (dua) opsi, yakni membedakan pembuktiannya atau hanya membuktikan pelanggaran pada pasar minyak goreng kemasan karena seluruh terlapor memproduksi minyak goreng kemasan dan tidak untuk minyak goreng curah. Pasal 5 tentang penetapan harga dapat terbukti meski perjanjian secara tertulis sulit dibuktikan oleh investigator. Investigator dapat menggunakan bukti tidak langsung yang didukung dengan analisis plus factor untuk menghasilkan alat bukti petunjuk. Kemudian, unsur Pasal 19 huruf c tidak terbukti karena pembatasan peredaran minyak goreng tidak disertai dengan persyaratan untuk mendapatkan pasokan meski tindakan tersebut merugikan konsumen. Di sisi lain, kebijakan pemerintah berupa DMO, DPO, dan HET memberikan hambatan persaingan bagi pelaku usaha eksportir yang tidak memiliki sumber daya sawit sendiri serta pedagang pasar yang tidak dapat memenuhi syarat administrasi dalam mengikuti kebijakan pemerintah terkait penjualan minyak goreng. ......When the price of palm cooking oil soared from the end of 2021 until the first quarter of 2022, the government informed that the increase was caused by the rise in raw material prices. However, it caused controversy considering that Indonesia is the largest palm oil producer in the world. The rising prices followed by scarcity in the community raise the KPPU's suspicion that anti-competitive practices have occurred. This study discusses indications of unfair business competition and the contribution of government policies. The goal of this study is to examine Article 5 and Article 19 letter c of Law No. 5 of 1999, which are used by the KPPU in the process of enforcing the law on business competition, as well as the contribution of government policies issued during the period of rising cooking oil prices and scarcity. This research is juridical normative and uses interviews from relevant institutions to obtain research information. The study's findings show that the packaged and bulk cooking oil market is distinct. Law enforcement can proceed with two options: distinguishing the evidence or demonstrating only the violation of the packaged cooking oil market because all of the reported parties produce packaged cooking oil but not all of them manufacture bulk cooking oil. Article 5 regarding price fixing can be proven, even though the written agreement is difficult for investigators to prove. Investigators can generate clues by using circumstantial evidence supported by plus-factor analysis. However, the element of Article 19 letter c is not proven because the restriction on the circulation of palm cooking oil is not accompanied by a requirement to obtain supplies, despite the fact that the action is detrimental to consumers. Government policies in the form of DMO, DPO, and HET, on the other hand, create competition barriers for exporters who do not have their own palm oil resources and market traders who are unable to meet administrative requirements in order to comply with government policies.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Hamadhani
Abstrak :
Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang penegakan hukum persaingan usaha baik formil maupun materiil. Berdasarkan latar belakang tersebut penulisan ini akan dibahas pelaksanaan upaya hukum keberatan atas putusan KPPU dan pemeriksaan tambahan dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan penerapannya pada putusan No. 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST. Upaya hukum keberatan atas putusan KPPU adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU dan pelaksanaannya berdasar pada pengaturan pasal 44 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo. pasal 65 Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 jo. Perma 3 tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Terhadap Putusan KPPU. Sedangkan Pemeriksaan tambahan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU sehubungan dengan perintah Majelis Hakim yang memeriksa dalam upaya keberatan, pelaksanaannya berdasar pada pasal 6 Perma 3 Tahun 2005 jo. pasal 69, 70, dan 71 Peraturan KPPU 1 tahun 2010. Pada putusan upaya keberatan atas putusan KPPU No. 03/KPPU/2010/PN.JKT.PST, pengajuan dan pemeriksaan telah sesuai dengan pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Perma 3 Tahun 2005. Pelaksanaan pemeriksaan tambahan dalam hal ini juga telah sesuai dengan pengaturan Perma 3 Tahun 2005. ......Enforcement of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition became a new step for Indonesia in term of conduct a settlement in field of enforcement of business competition law enforcement both formal and substantive. Based on this background, this minithesis will discuss the implementation of objection of the decisions of Commission for The Supervision of Business Competition and an additional investigation in the setting of Law Number 5 Year 1999 and its application to the verdict Number 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST. Objection to the decisions of Commission for The Supervision of Business Competition is a remedies that can be achieved by businessesperson that is not accepted the verdict of Commission and the implementation based on the regulation of article 44 paragraph 2 and 3 of law Number 5 Year 1999 jo. article 65 of Commission for The Supervision of Business Competition's regulation Number 1 Year 2010 jo. Regulation of The Supreme Court of The Republic of Indonesia Number 3 Year 2005 concerning the procedures for filing objection to the decisions of Commission for The Supervision of Business Competition. While the additional investigation is investigation done by commission in relation with the orders from the panel of Judges who handle the objection, that the implementation based on article 6 Regulation of The Supreme Court of The Republic of Indonesia Number 3 Year 2005 jo. article 69, 70, and 71 Commission for The Supervision of Business Competition's regulation Number 1 Year 2010. In verdict of objection to the decisions of Commission for The Supervision of Business Competition Number 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST, filing and investigation has compliance with law Number 5 Year 1999 and Regulation of The Supreme Court of The Republic of Indonesia Number 3 Year 2005. The Implementation of additional investigation has been in accordance with Regulation of The Supreme Court of The Republic of Indonesia Number 3 Year 2005.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1291
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desiana Chrismasari Putri
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai Filed Rate Doctrine yang berkembang di Amerika mengenai peranan peraturan sektoral dalam penentuan harga. Isu penting pembahasan Filed Rate Doctrine adalah pengaturan harga diserahkan kepada sebuah badan sektoral yang khusus ditunjuk oleh pemerintah dan pengadilan tidak memiliki kewenangan intervensi dalam persoalan terkait harga, meliputi penentuan excessive price atau penetapan pembayaran ganti rugi sehingga konsumen tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terkait harga yang dianggap excessive. Penelitian terhadap doktrin ini diperlukan, mengingat sangatlah sulit mengukur presisi harga yang dianggap excessive dan penghitungan ganti rugi dari KPPU. Filed Rate Doctrine dapat dijadikan contoh sebagai solusi permasalahan di atas. ......This thesis discusses about Filed rate Doctrine that flourished in America on the role of the sectoral regulations of pricing. The important issue of Filed Rate Doctrine is that a specific sectoral body appointed by the government to sets the price, including the determination of excessive price nor compensation which causes the consumer not being able to file a claim for damages related to the excessive price considered. Research of this doctrine is essential, given the level of difficulty to measure the precise price that is considered excessive and calculation of damages from KPPU. Filed Rate Doctrine can be a form of solution for the aforementioned problem.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1817
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Aditya Burhan
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai salah satu upaya pencegahan pelanggaran terhadap Hukum Persaingan Usaha dengan menyelenggarakan program kepatuhan hukum persaingan usaha yang terdapat pada negara Malaysia, Singapura dan Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk membuat program kepatuhan hukum persaingan usaha lebih efektif maka harus diadakan kompensasi bagi pelaku usaha yang menyelenggarakannya.
ABSTRACT
This thesis discusses one of the efforts to prevent violation of Competition Law by organizing Competition Compliance Program which existed in Malaysia, Singapore and Indonesia. The form of research used in this research is a juridical normative approach with descriptie research typology that aims to provide an overview or formulate the problem in accordance with existing circumstances facts. The results suggest that in order to make the compliance program of business competition law more effective, then compensation must be made for the business actors who execute it.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Nelson B.L.
Abstrak :
Penulis ingin meneliti dan menganalisis praktik persekongkolan dalam tender di Indonesia, khususnya persekongkolan dalam tender penjualan (divestasi) 2 unit kapal tanker (Very Large Crude Carrier/VLCC) milik Perseroan Terbatas Pertamina (selanjutnya disebut dengan PT Pertamina (Persero)). Perkara tersebut telah diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indenesia (selanjutnya disebut dengan KPPU). Dalam Putusan KPPU, persekongkolan dalam kegiatan tender antara PT Pertamina Persero dengan pelaku usaha terbukti dilakukan melalui persekongkolan tender secara horizontal dan vertikal. Di samping itu, pengajuan upaya hukum keberatan para Terlapor ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (selanjutnya disebut dengan PN Jakarta Pusar) terhadap Putusan KPPU, pembatalan Putusan KPPU oleh PN Jakarta Pusat dan pengajuan upaya hukum kasasi oleh KPPU ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (selanjutnya disebut dengan MA) atas Putusan PN Jakarta Pusat, Serta penguatan permohonan kasasi oleh MA, membuat kasus tersebut sebagai "landmark case" bagi penegakan UU Antimonopoli di Indonesia. Merupakan hal menarik untuk mencermati pandangan dan pertimbangan pengadilan dalam memahami UU Antimonopoli, khususnya analisis hakim terhadap indikasi persekongkolan tender dalam perkara tersebut. Perkara dimaksud berindikasi KKN karena dilakukan melalui persekongkolan dalam kegiatan tender, sehingga menimbulkan kerugian negara. Pengalaman menunjukkan bahwa titik rawan KKN di Indonesia adalah saat transaksi pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui persekongkolan dalam kegiatan tender. Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji perkara tender penjualan (divestasi) 2 dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero) melanggar ketentuan UU Antimonopoli. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji metode pendekatan hukum yang digunakan oleh KPPU membuktikan persekongkolan tender dalam pemeriksaan perkara penjualan (divestasi) 2 (dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero). 3. Untuk mengetahui dan mengkaji argumentasi atau dalil-dalil yang digunakan oleh oleh pengadilan membuktikan persekongkolan tender dalam perkara penjualan (divestasi) 2 (dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Dharmadi
Abstrak :
Untuk memajukan industri yang mampu bersaing serta memberikan perlindungan hukum bagi para pendesain diberlakukanlah Undang-Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Akan tetapi aturan hukum di bidang desain industri belum sepenuhnya mendukung perkembangan desain industri di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari maraknya kasus pembatalan desain industri yang terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor utama yang menyebabkan terjadinya pembatalan desain industri, yaitu tidak adanya kepastian mengenai kebaruan (novelty). Novelty merupakan persyaratan utama dalam paten dan desain. Suatu desain dianggap baru apabila ada perbedaan yang menyolok dengan desain yang sudah ada sebelumnya. Namun apabila perbedaan tersebut hanya terletak pada perbedaan yang minim, terkait beberapa unsur saja, baik itu warna maupun lekuk penampang luar, maka tidak akan bisa dianggap baru. Belum ada Pasal dalam Undang- Undang Desain Industri yang mengatur mengenai persamaan pada pokoknya yang dapat menentukan nilai kemiripan suatu desain industri yang dapat dijadikan acuan untuk menolak atau mengabulkan suatu permohonan desain industri. Dalam Pasal 2 ayat (2) menggunakan kata ?tidak sama? akan tetapi di dalam penjelasannya tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian maupun batasan kata "tidak sama" ataupun kemiripan antara desain yang satu dengan yang lain yang dapat dikatakan mempunyai unsur persamaan pada pokoknya atau berbeda. Undang-undang desain industri di Indonesia menganut stelsel pendaftaran/pendaftar pertama atau "first to file" dalam hal klaim atas hak desain industri yang baru. Lebih jauh dijelaskan dalam Pasal 26 ayat (5) menyatakan bahwa pemeriksaan substantif tidak akan dilakukan apabila tidak adanya keberatan dari pihak lain. Dengan tidak adanya pemeriksaan substantif mengakibatkan setiap permohonan desain industri harus dikabulkan dan langsung diberikan sertifikat desain industri. Apabila pemeriksaan substantif tidak dilakukan maka apabila terdapat 2 (dua) desain industri yang memiliki kemiripan ataupun sama, dan 2 (dua) desain industri tersebut tidak diajukan keberatan, maka kedua desain industri tersebut berhak mendapatkan sertifikat desain industri. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya sengketa desain industri dan maka dari itu harus diajukan pembatalan desain industri. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data yang dilakukan secara kualitatif. ...... The imposition of Law No. 31/2000 on Industrial Design is aimed to develop industry which is able to compete and to give legal protection to designers. However, Legal provisions in industrial design do not support the industrial design in Indonesia. It can be seen from various kinds of cancellation in industrial design. The results of the research showed that main factors which caused the cancellation of the industrial design is the uncertainty regarding novelty. Novelty is a patentability requirement. A design could be considered new, if there is a significant distinctive with the prior design. However, if the difference that just lays in distinctive minim one, concerning severally elemental only, therefore it can't be looked on as a new one. There is no article in Law on Industrial Design No. 31/2000, which rules the resemblance of an industrial design which can be used as the reference for rejecting or accepting a application request for an industrial design. Based on Article 2 Paragraph (2) uses the phrase "not similar", but in its explanation it does not clarify the term "not similar" or not resemble between one design and the other. The industrial design law in Indonesia embraces the "first to file" system in order to claiming the rights of the newest Industrial Designs. According to Article 26, paragraph (5) which states that the substantive examination will not be carried out if there is no complaint from other parties. The absence of substantive examination will cause the certificate for industrial design to be given. Substantive examination will not be carried out if there are 2 (two) industrial designs which resemble to each other; if there is no complaint about them, they have the right to get industrial design certificate. This will cause industrial design dispute; the result is that it has to be cancelled. The research used judicial normative approach, using literature materials and secondary data. The nature of the research was descriptive analysis; the data were analyzed qualitatively.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timothy, Michael
Abstrak :
Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) merupakan kesepakatan antar beberapa produsen kelapa sawit yang terbesar di Indonesia yang dibuat pada UN Climate Summit tahun 2014. IPOP lahir sebagai reaksi atas stigma negatif yang disematkan pada industri kelapa sawit Indonesia terutama dalam hal pengrusakan lingkungan. Kesepakatan IPOP bertujuan untuk merevolusi industri kelapa sawit dengan menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di seluruh lini produksi. Meski berniat baik, kesepakatan IPOP ini banyak ditentang salah satunya karena menyebabkan banyak petani kelapa sawit yang tidak dapat memasok ke perusahaan yang tergabung dalam IPOP karena tidak dapat memenuhi standar IPOP yang tinggi. Puncaknya yaitu pada tanggal 22 Desember 2015, KPPU mengirim surat ke Ikatan Dagang Indonesia (KADIN) yang isinya menyatakan bahwa IPOP terindikasi dijadikan sebagai sarana kartel sehingga dapat menyebabkan monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penelitian ini bermaksud untuk menguji hipotesa (raison d?etre) dan analisa KPPU atas kesepakatan IPOP dan apakah pembuatan berikut implementasi IPOP merupakan bentuk perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer, data sekunder, dan data tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.
Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) is an agreement between some of Indonesia biggest palm oil producer made during the 2014 UN Climate Summit. IPOP exist as a response towards negative stigma pinned against Indonesia's palm-oil industry especially in terms of environmental damage. IPOP agreement aims to revolutionize the whole palm-oil industry by creating a sustainable and environmentally friendly palm oil industry in every production line. Although intends to serve good purposes, IPOP agreement face many opposition due to the impact it causes to many palm oil farmers who were unable to meet the IPOP high standard (i.e. not being able to supply to IPOP member). The culmination of event occurs on 22 December 2015 when Indonesian Anti Monopoly Supervisory Board (Komisi Pengawas Persaingan Usaha - KPPU) sent a letter Indonesian Trade Association (Ikatan Dagang Indonesia - KADIN) stipulating that IPOP is indicated as a cartel which may cause anti monopoly and/or unfair business competition. This research attempts to test KPPU's raison d'etre and analysis over IPOP and whether the IPOP arrangement constitute as an illegal aggreement as stipulated under Article 11 of Law Number 5 Year 1999 regarding Prohibition of Anti Monpoly and Unfair Business Competition This research is normative and descriptive in nature. The data used in this is derived from primary, secondary and tertiary data collected using library research technique. The data is then analyzed in a normative and qualitative manner.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>