Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Prasetyawati
Abstrak :
Pada dasarnya hampir setiap orang yang cakap dalam hukum pernah membuat suatu perjanjian dengan pihak lainnya, baik antara orang perorangan maupun dengan badan hukum. Kepailitan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk penyelesaian perkara antara pihak yang berjanji dalam perjanjian tersebut. Permohonan pernyataan pailit dan penundaaan kewajiban pembayaran utang diajukan kepada Pengadilan melalui Panitera. Pengadilan yang dimaksud menurut Pasal 280 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum dan Pengailan Niaga tersebut dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Pasal 280 ayat (2), kewenangan Pengadilan Niaga adalah untuk memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain di bidang perniagaan yang mana penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Apabila dalam perjanjian terdapat klausula arbitrase dimana penyelesaiannya oleh para pihak memilih lembaga arbitrase sebagai kesepakatan bersama jika terjadi adanya sengketa diantara para pihak dalam perjanjian, dan bukanlah melalui Pengadilan Niaga. Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase, bila para pihak dalam perjanjian telah terikat perjanjian arbitrase maka Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili yang berarti bahwa kewenangan Pengadilan Niaga dikesampingkan karena adanya klausula arbitrase. Akan tetapi, disisi lain menurut ketentuan dalam kepailitan atau khususnya dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara kepailitan karena itu adanya klausula arbitrase dalam perjanjian dapat dikesampingkan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Basri
Abstrak :
Sejalan dengan kebutuhan dan permintaan rumah yang cukup banyak dari masyarakat Indonesia mengakibatkan para pengembang dalam memasarkan atau menjual produk rumahnya dengan sistem indent, yakni sistem penjualan rumah dengan cara memesan terlebih dahulu atau dengan kata lain rumah yang menjadi obyek jual beli belum dibangun atau didirikan (fisiknya belum ada), dimana dalam sistem ini konsumen telah mengeluarkan uang tanda jadi {booking fee) dan/atau uang muka (down payment) sebesar 10 sampai dengan 30 persen dari total harga rumah. Dalam prakteknya jual beli rumah dengan sistem indent ini banyak menimbulkan masalah antara konsumen dengan pengembang atau dengan pihak bank (jika jual beli rumahnya melalui kredit pemilikan rumah). Permasalahan tersebut pada gilirannya menimbulkan kerugian bagi para pihak yang terlibat,khususnya pihak konsumen yang telah mengeluarkan uang untuk memesan rumah dari pengembang, dimana seringkali pengembang sering melakukan wan prestasi atau cidera janji, dengan tidak memenuhi kewajibannya menyerahkan rumah kepada konsumen tepat waktu dan sesuai dengan spesifikasi tipe dan bahan bangunan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Akibat dari kejadian tersebut pada akhirnya menimbulkan dampak yuridis terhadap pihak konsumen, pengembang dan bank, bahkan jika jual beli tersebut sudah dilaksanakan akta jual beli dan akad kredit akan berdampak pula terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pihak yang berwenang membuat akta jual beli, surat kuasa membebankan hak tanggungan/ akta pemberian hak tanggungan, serta Notaris sebagai pihak yang berwenang membuat akta perjanjian kredit, akta bengakuan hutang, dimana akta-akta yang dibuat tersebut keberadaannya dapat digugat keabsahannya secara yuridis. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka diangkatlah permasalahan tersebut diatas untuk dibahas dan diteliti dalam tesis yang berjudul: "DAMPAK YURIDIS PELAKSANAAN AKTA DUAL BELI RUMAH DENGAN SISTEM INDENT DALAM KREDIT PEMILIKAN RUMAH TERHADAP KEPENTINGAN KONSUMEN".
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih
Abstrak :
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah juga dituntut untuk dapat menghasilkan keuntungan yang nantinya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Namun, dalam pelaksanaanya, BUMN kerap mendapatkan hambatan karena banyaknya peraturan yang tidak harmonis, seperti yang dialami oleh BUMN di sektor perbankan. Masih berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan piutang Negara yang mengatur penyelesaian piutang negara, dan penetapan kekayaan BUMN sebagai bagian dari kekayaan negara sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 2 (g), membawa implikasi terhadap pengelolaan kekayaan BUMN sebagai entitas badan hukum yang terpisah sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 angka 1. Penyertaan modal yang bersumber dari APBN yang dilakukan oleh negara melalui pemerintah pada BUMN hingga saat ini masih menjadi polemik yang berkepanjangan. Penggolongan kekayaan negara atas kekayaan yang dimiliki oleh BUMN membatasi ruang gerak manajemen bank BUMN untuk lebih leluasa dalam mengambil keputusan khususnya yang terkait dengan pengelolaan kredit macet. Meskipun sejak 2006, piutang bank BUMN telah dikelola sendiri oleh bank BUMN pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah yang berlandaskan pada Fatwa Mahkamah Agung nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang menyatakan bahwa piutang bank BUMN bukan piutang negara. Namun, karena masih berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 membuat bank BUMN tidak berani menyelesaikan kredit macet dengan menggunakan mekanisme hapus tagih (hair cut). Akibatnya, banyak debitor yang merasa dirugikan terhadap perbedaan perlakuan tersebut, seperti yang dialami oleh Grup Aspalindo, debitur PT Bank Negara Indonesia Tbk yang mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 77/PUU-IX/2011 menetapkan bahwa frasa-frasa negara yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dicabut, berakibat pada piutang BUMN bukan piutang negara, dan bank BUMN diberi kewenangan untuk menyelesaikan kredit bermasalah dengan mekanisme hapus tagih. ......State Owned Enterprises (SOE) which all or most of its capital derived from separated state wealth, is one of economic actors despite private enterprises and cooperatives.In running their businesses, SOEs, privates and cooperatives perform mutual support based on economic democracy. SOEs as a government’s arm is also required to be able generate profits than can later be used as much as possible for people’s prosperity, However, in its implementation, SOEs often get obstacles because there are many not harmonious rules, as experienced by SOEs in banking sector. The application of Law No.49 prp 1960 regarding State Receivables Committee and the Determination of SOEs wealth as part of State Wealth as stated on Law 17/2003 regarding State Finance Article 2 (g) lead implications for state-owned property management as a separate legal entity as stated in Law No.19/2013 regarding State-Owned Enterprises Article 1 Paragraph 1. The equity which derived from State Budget through the government to SOEs is still being prolonged debate. State wealth classification on SOEs’ property restricts state-owned bank management to be more flexible in making decisions especially related to non-performing loan management. Although since 2006, state-owned bank receivables have been managed by themselves after the issuance of Government Regulation No.33/2006 regarding Government Regulation Amendment No.14/2005 on Procedures for State/Regions Receivables Removal based on Supreme Court Decision No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 stating that state-owned banks receivables are not state’s receivables. However, because there is still controversy in defining state wealth and the enactment of Law No.49 prp/1960 makes state-owned banks are doubtful to end non-performing loan using hair cut mechanism as done by private banks. As a result, many debtors are feel aggrieved against the different treatment, as experienced by Aspalindo Group, debtor of PT Bank Negara Indonesia Tbk. At last Aspalindo Group filed a judicial review of Law No.49 prp/1960 to the Constitutional Court. In the decision No. 77/PUU-IX/2011 the Constitution Court set that state phrases contained in Law No.49 Prp/1960 revoked, resulting SOEs receivables is not the state and state-owned banks is authorized to solve non-performing loan using hair cut mechanism.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Netty Karolin
Abstrak :
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 dianggap tidak lagi relevan dan dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 ini juga merupakan dasar diubahnya OSS menjadi Online Single Submission Risk Based Approach atau yang biasa kita kenal dengan OSS Berbasis Risiko. Hadirnya layanan ini menjadi salah satu cara yang digunakan untuk semakin mempermudah pengajuan perizinan untuk berusaha di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di daerah, dengan menyeragamkan mekanisme serta proses pengurusan perizinan di seluruh wilayah Indonesia. Kehadiran OSS-RBA merupakan langkah penting pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan reformasi pelayanan dengan semangat demi memberikan kemudahan dan kepastian hukum untuk pelaku usaha di Indonesia. Namun dibalik semangat tersebut, ternyata keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tidak selamanya memberikan manfaat bagi semua pihak. Terdapat kekosongan hukum akibat pengaturan mengenai kewajiban Persekutuan Komanditer mencatatkan pendirian ke Kementerian Hukum dan HAM, yang sebelumnya diatur dalam, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, tidak diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021. Ketiadaan pengaturan ini menjadikan hilangnya dasar hukum penentu kedudukan hukum pendirian CV di Indonesia yang dikhawatirkan dapat berimplikasi pada ketidakpastian legalitas badan usaha Persekutuan Komanditer yang didirikan setelah diundangkannya peraturan pemerintah tersebut. Hal ini tidaksejalan dengan semangat Pemerintah dalam meningkatkan iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana legalitas badan usaha Persekutuan Komanditer dalam melakukan kegiatan usaha dan kedudukan hukum Persekutuan Komanditer, secara spesifik yang didirikan setelah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dalam menjalankan usahanya. ......With the enactment of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation, Government Regulation Number 24 of 2018 is deemed no longer relevant and revoked by Government Regulation Number 5 of 2021 concerning Implementation of Risk-Based Approach. Government Regulation Number 5 of 2021 is also the basis for changing OSS to Online Single Submission Risk Based Approach or what we usually know as Risk-Based OSS. The presence of this service is one of the ways used to make it easier to apply for permits for doing business in Indonesia, both at the central and regional levels, by uniforming the mechanism and process for obtaining permits in all regions of Indonesia. The presence of the OSS-RBA is an important step in the use of information technology in the implementation of service reform in the spirit of providing convenience and legal certainty for business actors in Indonesia. But behind this spirit, it turns out that the existence of Government Regulation Number 5 of 2021 does not always provide benefits for all parties. There is a legal vacuum due to the regulation regarding the obligation of Limited Partnerships to register their establishment with the Ministry of Law and Human Rights, which was previously regulated in Government Regulation Number 24 of 2018, but is not regulated in Government Regulation Number 5 of 2021. This absence of regulation results in the loss of the legal basis for determining legal standing the establishment of Limited Partnership in Indonesia which is feared to have implications for the uncertainty of the legality of the Limited Partnership business entity that was established after the promulgation of the government regulation. This is not in line with the spirit of the Government in improving the investment climate and ease of doing business in Indonesia. By using normative juridical research methods, this thesis will analyze how the legality of limited partnership business entities is in carrying out business activities and the legal status of limited partnerships, specifically those established after the issuance of Government Regulation Number 5 of 2021 in carrying out their business.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang berstatus badan hukum. Perseroan sebagai kesatuan hukum, mempunyai kapasitas yuridis yang sama dengan orang-perorangan, yaitu dapat melakukan perbuatan hukum. Dalam melakukan perbuatan hukum, perseroan diwakili oleh organ-organnya, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Organ-organ tersebut bertindak untuk kepentingan perseroan sesuai dengan kewenangannya yang telah ditentukan dalam UUPT dan Anggaran Dasar perseroan. Tindakan organ perseroan yang diluar kewenangannya (ultra vires) tidak mengikat perseroan, melainkan menjadi tanggung jawab pribadi organ yang bersangkutan. PT. Usaha Sandang (Penggugat) mengadakan perikatan dengan PT. Dhaseng dan PT. Interland (Tergugat I dan II), yang kemudian ternyata bahwa perikatan tersebut dibuat oleh direksi kedua badan hukum (Tergugat III) dengan melampaui batas kewenangannya. Dalam hal ini Penggugat sebagai pihak ketiga yang beritikad baik dapat mengemukakan bahwa pihaknya tidak mengetahui bahwa perikatan tersebut dibuat oleh Tergugat III dengan melampaui kewenangannya, sehingga perikatan tersebut tetap sah. Sesuai dengan ketentuan dalam UUPT, Tergugat III harus bertanggung jawab penuh secara pribadi. Sehubungan dengan perlindungan pihak ketiga, akan terasa lebih adil apabila perikatan tersebut tetap mengikat perseroan, sehingga perseroan dibebani kewajiban pemenuhan perikatan tersebut beserta dengan ganti kerugiannya. Kemudian perseroan dapat menagih hak regressnya terhadap direksi yang telah bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Alternatif ini diberikan dengan mengingat bahwa kekayaan perseroan lebih likuid dibandingkan dengan kekayaan direksi.
[Universitas Indonesia, ], 2004
S23372
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Astriasari
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang mengikuti perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia termasuk memanfaatkan teknologi dalam bidang perdagangan. Perkembangan teknologi membantu kemajuan bidang perdagangan di Indonesia. Perdagangan di Indonesia berjalan dengan sangat cepat dengan adanya perkembangan teknologi. Kemajuan Perdagangan dengan bantuan teknologi memunculkan sistem bisnis baru yang disebut sistem dropship. Sistem dropship ini merupakan sistem baru dalam bidang perdagangan. Sistem dropship melibatkan tiga pihak, yaitu reseller dropship, dropshipper, dan user sebagai konsumen. Sistem dropship ini terdiri dari dua perjanjian yang dilakukan melalui transaksi elektronik. Kepastian hukum mengenai transaksi elektronik di Indonesia yaitu Undang-undang No 11 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012. Pentingnya kepastian hukum yang harus diakomodir oleh peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah untuk menjamin iklim perdagangan melalui media elektronik yang baik di Indonesia. ......Indonesia is a country which follows the technology growth. It is commonly used by Indonesian society including the usage of technology in trading area. This technology growth also helps the progression of trading area in Indonesia. Trade in Indonesia is growing fast by the growth of technology. The progression in trading area is giving a new system of trading which called by Dropship. Dropship is a new system in this trading area. It involves three parties who are the reseller of the dropship, dropshipper and the user of dropship as a consumer. It includes two kinds of contracts which held by electronic transaction. The electronic transaction in Indonesia is ruled by Law of 2008 Number 11 and Government Regulation of 2012 Number 82. Those regulations is important for giving such a guarantee of a good trading by any electronic media in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Sanjani Ramadhani
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap akuisisi pelaku usahaa industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, dengan studi kasus akuisisi INPEX Jawa Ltd oleh PT. Pertamina Hulu Energi. Analisis difokuskan kepada pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha atas dampak pelaksanaan akuisisi INPEX Jawa Ltd oleh PT. Pertamina Hulu Energi terhadap persiangan di kegiatan hulu minyak dan gas bumi, serta dampak langsung pada cadangan minyak dan gas bumi yang terdapat di dalam wilayah kerja tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. ......This research answers the problem on the assessment of shares acquisition by Komisi Pengawas Persaingan Usaha towards the acquisition of upstream oil and gas operator in Indonesia, by using the case study of the acquisition of INPEX Jawa Ltd by PT. Pertamina Hulu Energi. The analysis is focused on the opinion of Komisi Pengawas Persaingan Usaha for the acquisition of INPEX Jawa Ltd by PT. Pertamina Hulu Energi and its impact on upstream oil and gas industries,also its direct impact on oil and gas reserves in the work area. This research is a normative legal research which si conducted through literature study.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60930
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eduardy Armandana Eddin
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang analisa putusan hakim yang menyatakan tergugat telah wanprestasi berdasarkan Putusan No. 3129 K/Pdt/2013.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pertimbangan hakim dalam Putusan No. 576/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Sel, Putusan No. 55/PDT/2013/PT DKI, dan Putusan No. 3129 K/Pdt/2013 apakah sudah sesuai dengan yang seharusnya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan agar hakim dalam putusannya lebih menerapkan prinsip exceptio non adimpleti contractus sebagai pembelaan debitor yang telah dituduh wanprestasi.
ABSTRACT
The focus of this thesis is the analysis of court decision that the defendant has been declared breach of contract by decision No. 3129 K/Pdt/2013. The purpose of this study is to understand if judges considerations of court decision No. 576/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Sel, court decision No. 55/PDT/2013/PT DKI, and court decision No. 3129 K/Pdt/2013 is right. This research is qualitative descriptive. The researcher suggested that the judge in his decision must apply exceptio non adimpleti contractus as a defense for defendant.
2016
S63478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharofa, Ala Eddin
Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 2009
340.59 KHA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Goode, Roy
London: Penguin Books, 2004
346.07 GOO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>