Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ian Kantona Tareqila
"Kualitas batubara kokas dapat diukur melalui banyak parameter. Volatile matter (VM) dan reflektansi virtrinit maksimum (RoMax) merupakan dua parameter kualitas batubara yang memiliki kekuatan korelasi paling kuat. Namun saat ini belum terdapat standar klasifikasi kualitas batubara kokas yang baku serta tidak terjangkaunya proses identifikasi saat penambangan jika harus menggunakan analisis petrografi maceral. Analisis cutoff volatile matter dapat menjadi alternatif dari permasalahan tersebut untuk mengidentifikasi batubara kokas yang memiliki VM lebih rendah (MV1) dan VM lebih tinggi (MV2). Lokasi penelitian berada di tambang Blok X Adaro Metcoal Companies yang memiliki 23 seam batubara dan dipengaruhi oleh tatanan geologi dari Cekungan Kutai Atas. Batubara kokas di daerah penelitian memiliki kualitas VM 23-36% dmmf (kelas Medium Volatile/MV) dan RoMax 1,01-1,30%. Untuk mengidentifikasi rank batubara kelas MV telah ditentukan bahwa RoMax = 1,15% ialah nilai tengah untuk MV1 dan MV2 dan akan menjadi acuan pemotongan nilai VM. Korelasi VM-RoMax dari data bor eksplorasi dipilih basis daf (dried ash free) karena memiliki kekuatan korelasi (Rsq) paling baik, yaitu 72,1%. Kemudian dari korelasi ini dilakukan koreksi anomali (sepeti kadar air dan ash) sehingga korelasi meningkat menjadi 76%. Dari hasil korelasi tersebut didapatkanlah cut-off VM 30% daf ialah nilai perpotongan RoMax 1,15. Kemudian untuk menguji validasi dan keberlanjutan kualitas tersebut antara kondisi saat eksplorasi terhadap penambangan saat ini dilakukanlah korelasi serupa, namun menggunakan pemodelan krigging dan data aktual melalui channel sampling. Deviasi nilai VM model dengan VM aktual rata-rata ±1,08% daf (STD = 2,40%). Oleh karena itu proses identifikasi dengan cutoff VM 30% daf ini valid dan dapat diterapkan untuk operasional penambangan.

The quality of coking coal is measured by several parameters. Volatile matter (VM) and vitrinite reflectance (RoMax) are the two most reliable coal parameter that have a very strong correlation. Unfortunately, the classification standard for coking coal has not readily been determined and the petrography analysis to determine RoMax is unaffordable. Cutoff volatile matter analysis can be used as an alternative to overcome those issue since the output is to identify coking coal by its volatile matter contains, which has lower VM (MV1) or higher VM (MV2). The location of the research is located in Blok X opened-active mining site Adaro Metcoal Companies that has 23 seams coal and affected by its geological setting particularly from Upper Kutai Basin. Thorugh several lab analysis, this coking coal contains 23-36% dmmf that made it classified as Medium Volatile (MV) class. The RoMax ranges between 1.01-1.30%. In order to identify the rank particularly for MV coking coal, it has been decided that RoMax = 1.15% is median for MV1 and MV2 which later will be a cut-off based. Drillholes data has shown the correlation of VM-RoMax is stronger when using daf (dried ash free) bases, where Rsq = 72,1%. The anomaly correction is later conducted and yields 76%, which is higher and better to use. By this correlation the VM cutoff through 1.15 RoMax is 30% daf. Then to test the validation and its sustainability, this research has undertaken a comparison study of exploration modelling data to actual (recent) data through channel sampling. So that from comparison study the difference slightly ranges in ±1,08% daf (STD = 2,40%). From then on using VM cut-off 30% daf for identification process is valid, relatively sustainable and can be applied for daily mining operations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deshtyan Erlangga Adi
"Industri Batubara Kokas Indonesia aktif beraktivitas sejak tahun 1990-an, sementara produksinya secara besar-besaran dimulai sejak tahun 2010. Peningkatan permintaan baja dunia dalam beberapa tahun terakhir berkontribusi pada eskalasi permintaan batubara kokas. Tren ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi batubara kokas. Namun, industri batubara kokas Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar, diantaranya adalah transportasi, logistik, dan sistem distribusi. Dalam aspek maritim, pemilik konsesi tambang harus mengirimkan batubara dengan melintasi Sungai Barito sepanjang 774 Km di Kalimantan Selatan, dan dengan kapasitas tongkang terbatas hanya sebesar 3.700 MT per tongkang. Hal ini mengakibatkan tidak optimalnya biaya logistik karena keterbatasan kapasitas tongkang, jumlah tongkang yang dibutuhkan, hari pelayaran yang terbatas dan kedalaman sungai yang dangkal. Penelitian ini berupaya merumuskan model logistik maritim yang optimal untuk meminimalisir total biaya logistik dan jumlah tongkang yang dibutuhkan. Studi kasus dilakukan di PT. XYZ, salah satu perusahaan batubara kokas terbesar di Indonesia, untuk merumuskan model tersebut. Fasilitas logistik berbasis model cross docking dikembangkan untuk menyelesaikan masalah penelitian. Pemilihan lokasi diputuskan dengan metode penilaian faktor, AHP, dan alokasi volume pengiriman optimal di seluruh model logistik yang tersedia diselesaikan dengan menggunakan metode pemrograman linear dengan tujuan untuk meminimalkan total biaya logistik. Didapatkan bahwa model cross docking dapat menjadi solusi untuk pengiriman batubara kokas volume sedang dan tinggi, sementara volume rendah masih dapat diakomodasi oleh model direct shipment.

Indonesia coking coal was actively started since 1990s while the production massively began since 2010. World steel demand is increasing in the recent years, contributing to the escalation of coking coal demand. This trend is an opportunity for Indonesia to increase coking coal production. However, Indonesia coking coal industry faces some major challenges, such as transportation, logistic, and distribution system. In the maritime aspect, mining owner has to ship the coal through 774 Km across Barito River in South Kalimantan, with limited barge capacity in 3.700 MT per barge. This created an un-optimal logistic cost due to the limitation of barge capacity, number of barges needed, limited sailable days and shallow river depth. This research attempts to formulate the optimal maritime logistic model to minimize the total logistic cost and number of barges needed. A case study was conducted in PT. XYZ to formulate the model, which is one of the biggest coking coal company in Indonesia. A logistic facility based on cross docking model is developed to solve the issues. The location is decided by factor rating method, AHP, and the optimal shipment volume allocation across the available logistic models is solved by linear programming with objective to minimize the total logistic cost. This research found that the cross docking model can be a solution for medium and high volume of coking coal shipment, while the low volume can still be accommodated by direct shipment model"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library