Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juliana Murniati
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap struktur kognisi diri pada masyarakat di Indonesia. Minat terhadap studi ini beranjak dari temuan Hosfstede di tahun 70-an yang mengungkapkan bahwa budaya-budaya bervariasi menurut individualisme-kolektivisme (III); dengan mendasarkan pada bentuk hubungan individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat: jika hubungan antar individu dalam masyarakat itu erat berarti budaya kolektivisme; sebaliknya jika renggang, berarti individualisme. Bentuk kehidupan demikian berimplikasi terhadap struktur kognisi diri individunya: budaya individualisme akan membentuk struktur kognisi diri yang berorientasi pada pilihan dan prestasi personal; sementara budaya kolektivisme akan membentuk struktur kognisi diri yang berorientasi pada pilihan dan prestasi kelompok tempat ia menjadi anggota. Studi-studi mengenai kognisi diri telah banyak dilakukan dalam budaya individualisme maupun. kolektivisme, namun bukan di Indonesia, yang diindikasikan kolektivisme. Sejauh yang peneliti ketahui, belum ada penelitian intensif berkenaan dengan kognisi diri yang dilaksanakan dalam lingkungan Indonesia.
Penelitian ini berkiprah pada pandangan yang melihat self sebagai struktur kognisi. Hal ini berarti bahwa pembahasan akan beranjak dari pendekatan kognisi sosial, yakni kajian mengenai bagaimana individu memahami dirinya sendiri dan orang lain dalam situasi sosial. Struktur kognisi diri pada dasarnya adalah tampilan mental seseorang mengenai atribut-atribut pribadi, peran-peran sosial; pengalaman lampau, dan tujuan-tujuan mendatang.
Penelitian ini berupaya mengungkap struktur kognisi diri pada budaya-budaya yang tergolong besar Indonesia, yakni Jawa, Sunda, Minang, dan Batak. Sampel penelitian terdiri dari siswa/i SMU dari empat suku bangsa itu, yaitu Jawa, Sunda, Minang, dan Batak, baik yang berdiam di daerah asal maupun yang berdiam di Jakarta sejak lahir, tetapi masih menggolongkan dirinya ke dalam salah satu dari keempat suku bangsa itu. Dalam penelitian ini, keempat suku bangsa yang berdiam di Jakarta dikategorikan sebagai golongan budaya tersendiri, yakni budaya Jakarta. Usaha ini ditempuh dengan Twenty Statements Test (TST) atau the I am technique, yang pada dasarnya merupakan instrumen bebas budaya untuk menggali kekayaan kognisi diri yang muncul secara spontan dan salient. Data-data kemudian diolah dengan menggunakan analisa multidimensional scaling (MDS), analisa kluster, dan analisa koresponden.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur kognisi diri masyarakat Indonesia berada pada kontinuum privat-kolektif, yang juga berarti bahwa Indonesia berada dalam dimensi individualisme-kolektivisme, dan agaknya tepat berada di ambang individualisme. Meskipun tampaknya sedang terjadi pergeseran menuju individualisme, namun nilai-nilai budaya tampaknya masih cukup mengakar dalam kehidupan masyarakatnya. Tentu saja, ini adalah kesimpulan yang masih sangat dini, sehingga penelitian-penelitian lanjutan harus dilakukan.
Hasil analisa juga menunjukkan bahwa Jawa memiliki struktur kognisi diri publik, yang sangat concern dengan bagaimana orang lain menilai dirinya; Sunda cenderung ke struktur kognisi diri kolektif, yang mementingkan keanggotaan kelompok. Sementara Minang, Batak, dan Jakarta didekatkan satu sama lain oleh atribut-atribut psikologis yang menunjukkan struktur kognisi diri privat. Ketiga golongan budaya inilah yang tampaknya lebih condong pada individualisme. Tentu saja, kesimpulan ini masih dini, sehingga sangat diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Macmillan, 1981
305.4 LAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Brekhus, Wayne.
Cambridge, UK Malden: MA Polity Press, 2015
306.42 BRE c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmat Tri Putra
"Skripsi ini merupakan sebuah etnografi tentang komunitas sepeda motor di Jakarta yang melakukan pelanggaran hukum lewat kegiatan cornering di jalanan umum, tepatnya di sebuah rute jalan memutar di sekitar kawasan Tugu Monas yang disebut dengan Sirkuit Monasco. Terdapat dua komunitas sepeda motor yang dilibatkan, yaitu JUMPERS Jakarta dan Jakarta Cornering Lovers (CoVers). Masing-masing komunitas memiliki cara pandangnya tersendiri terhadap aturan hukum berlalu lintas lewat safety riding, serta mempunyai pemahamanya masing-masing dalam mempraktekan kegiatan cornering di dalam komunitasnya. Perbenturan antara nilai safety ridinglewat aturan hukum dan kegiatan cornering menjadi sorotan utama dalam tulisan ini. Terdapat konteks-konteks tertentu di dalam komunitas dalam melakukan kegiatan cornering.

This thesis is an ethnographic research about bikers community in Jakarta who have violated the law through the cornering activities on the public street especially in the route around  Monas which called as Monasco circuit. There are two bikers community that  involved in this research, the first is The Jumpers Jakarta and the second  is The Jakarta Cornering Lovers (CoVers). Each communities have their own perspective in interpreting of the traffic rules throughout the safety riding, as well as their understanding about practicing their cornering activities in the communities. The contradictions of the value of the safety riding and the cornering activities become the main focus of the research. There are some principal contexts in the communities when they do the activities of cornering."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Made Budiana Setiawan
"Penelitian ini berangkat dari pertanyaan mengenai konversi yang pada umumnya terjadi dari penganut agama-agama lokal ke agama-agama Samawi, karena mendapatkan legalitas dari negara. Namun pada komunitas Paguyuban Perguruan Budaya Tirta Padepokan Segara Gunung terjadi sebaliknya, berkonversi dari agama-agama Samawi ke ajaran Budaya Tirta. Meskipun demikian, ketentuan pemerintah yang mengharuskan setiap warga negara memeluk salah satu agama resmi menyebabkan komunitas ini memilih Hindu sebagai agama resminya. Sebagian lagi beradhesi, tidak mengubah identitas agamanya, namun tetap menjalankan ajaran dan praktik-praktik peribadatan dari ajaran Budaya Tirta. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan. Pertama, gejala sosial apakah yang dapat diketahui dari komunitas ini? Kedua, mengapa komunitas ini menginterpretasikan ajaran Budaya Tirta sebagai bagian dari agama Hindu. Ketiga, bagaimana ajaran Budaya Tirta dan agama Hindu saling terkait dalam memberikan fungsi psikologis bagi komunitas paguyuban ini? Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah ethos (etos) dan world view (pandangan hidup) dari Clifford Geertz, tahap-tahap konversi dari Lewis R. Rambo dan Charles E. Farhadian, dan rekacipta tradisi dari E.J. Hobsbawn dan Terrence O Ranger. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui metode participation observation (pengamatan terlibat), in-depth interview (wawancara mendalam), dan studi pustaka. Penelitian ini juga merupakan suatu bentuk ottoetnografi karena memakai pengalaman pribadi untuk menjelaskan kasus yang dipelajari oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komunitas ini meskipun memeluk agama-agama Samawi, namun etos dan pandangan hidup dari agama lokal sebelumnya tidak hilang, yang “tersimpan” melalui kearifan lokal dan tradisi-tradisi Kejawen yang masih dilaksanakan oleh mereka. Komunitas ini juga menginterpretasikan ajaran Budaya Tirta sebagai bagian dari agama Hindu karena konsep etos dan pandangan hidupnya sejalan dengan ajaran Hindu. Dalam kaitannya dengan konsep pandangan hidup, pemahaman tentang Tuhan dalam agama Hindu bersifat pantheistik. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai etos merujuk pada sejarah perkembangan agama Hindu di Indonesia yang banyak menyerap unsur-unsur kepercayaan dan tradisi lokal Nusantara. Keterkaitan dengan sejarah perkembangan agama Hindu menyebabkan komunitas ini melakukan rekacipta tradisi keagamaan yang sesuai dengan ajaran Hindu.

This study starts from questions of conversion, that generally occurs from adherents of local religions to Samawi religions, which is supported by legality of government. But there is an opposite occurs for the community of Paguyuban Perguruan Budaya Tirta Padepokan Segara Gunung, which converting from Samawi religions to the teaching of Budaya Tirta. Nevertheless, the government's regulation that requires every citizen to embrace one of the official religions lead this community chose Hinduism as their official religion. Apart of them chose to adhesion, do not change their religious identity, but practice the teaching of Budaya Tirta worship. This statements raises several questions. First, what social phenomenons that can be seen from this community? Second, why does the community interprets the teachings of Budaya Tirta as part of Hinduism? Third, how the teaching of Budaya Tirta and Hinduism are intertwined in providing psychological function for this community? Theories that are used in this research, i.e.: ethos and world view of Clifford Geertz, conversion phases of Lewis R. Rambo and Charles E. Farhadian, and invented tradition of E .J. Hobsbawm and Terence O. Ranger. This study is a qualitative research. Techniques for data collection through method of observation participation, in-depth interviews, and literature study. This research is an ottoetnography too, because using personal experience of the researcher for explain the cases that studied. The result of this study shows that even the community embraced Samawi religions, but their ethos and worldview of the local religion had not previously lost, but "saved" through local wisdom and Kejawen traditions which are carried out by them. The community also interpret the teachings of Budaya Tirta as part of Hinduism because ethos and worldview of the teaching of Budaya Tirta in line with Hinduism. The linkage to the worldview is understanding of God in Hinduism is pantheistic. The linkage the ethos is refer to the historical of development of Hinduism in Indonesia, which absorb elements of local beliefs and traditions of the archipelago. The linkage to the historical of development of Hinduism lead this community doing invented tradition of religious that in accordance with Hinduism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Dzikira
"Penelitian ini membahas mengenai kegiatan sukarela yang memperoleh prestise di Radio Telekomunikasi Cipta Universitas Indonesia (RTC UI). Radio ini melakukan transmisi kebudayaan organisasi secara terus-menerus melalui kegiatan perkenalan, seleksi, pengukuhan, pelatihan, ekskursi, dan interaksi sosial sehari-hari. Transmisi kebudayaan berhubungan erat dengan sosialisasi dan enkulturasi sehingga anggota dapat menyerap nilai-nilai organisasi. Proses penyampaian nilai organisasi dilakukan secara tidak kaku antara senior dan junior. Senior memiliki peranan penting dalam membentuk diri junior. Sosialisasi dan enkulturasi juga mendorong pembentukan prestise dalam diri anggota RTC UI. Prestise dilihat melalui penyaluran elemen kesenangan dalam diri anggota, penerapan “standarisasi” baru dalam kehidupan anggota, dan kemunculan eksistensi diri. Selanjutnya, anggota menemukan pemenuhan dirinya terhadap pencarian jati diri, talenta, dan pergaulan. Melalui metode anthropology at home, penelitian ini menganalisis kelima informan di lingkungan sosialkultural pada saat sebelum dan sesudah mengikuti kesukarelawan di RTC UI.

This research focus on the voluntary activity that obtain the prestige at Radio Telekomunikasi Cipta Universitas Indonesia (RTC UI). This radio do the organizational culture transmission constantly through introduction, selection, training, excursion, and daily social interaction. Next, the organizational culture transmission related socialization and enculturation in order to the members pervade organization values. It is delivered by senior to junior happily. The senior has central position to provide junior’s self. And then, socialization and enculturation too provide creating the prestige in RTC UI’self-members. The prestige is seen through spreading happiness element within members, applying new “standardization” in their life, and emerging the self-existence. Furthermore, the members find fulfillment about self-identity, talent, and social intercourse. Based on an anthropology at home method, this research will analyze five informants while before and after participating in volunteerism at RTC UI."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Durham, N.C. : Duke University Press, 2005
362.734 CUL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bloch, Maurice, 1939-
"Machine generated contents note: 1. Why social scientists should not avoid cognitive issues; 2. Innateness and social scientists? fears; 3. How anthropology abandoned a naturalist epistemology; 4. The nature/culture wars; 5. Time and the anthropologists; 6. Reconciling social science and cognitive science notions of the ?self?; 7. What goes without saying; 8. Memory."
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012
153 BLO s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shweder, Richard A.
Cambridge, UK: Harvard University Press, 1991
155.8 SHW t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Antonietti, Alessandro
New York: Cambridge University Press, 2014
370.152 4 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>