Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vincentius Jody Rusli
Abstrak :
Minuman kopi adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia setiap hari. Secangkir kopi dapat mengandung 80 – 100 mg kafein (1,3,7-trimethylxanthine), senyawa alkaloid purin yang bila dikonsumsi dapat merangsang sistem saraf pusat. Banyak konsumen kopi minum untuk efek saraf ini atau hanya untuk kesenangan pribadi. Namun, meminum kafein secara berlebihan atau mereka yang memiliki toleransi rendah terhadap kafein dapat menghadapi berbagai efek buruk seperti pusing, mual, susah tidur, dan banyak efek negatif pada wanita hamil. Untuk memungkinkan penggila kopi atau mereka yang memiliki toleransi rendah terhadap kafein untuk minum kopi, kopi decaf dibuat. Kopi decaf adalah kopi bebas kafein yang dihasilkan dari biji kopi hijau yang telah melalui proses dekafeinasi. Proses Dekafeinasi Air Swiss adalah pilihan utama penghilangan kafein karena tidak menggunakan bahan kimia apa pun dalam prosesnya. Senyawa kafein dihilangkan dari larutan kopi dengan adsorpsi menggunakan karbon aktif. Karbon aktif mengikat molekul kafein melalui fisisorpsi gaya van der Waals, menciptakan larutan media bebas kafein untuk proses dekafeinasi lebih lanjut. Karbon aktif dapat dibuat dari banyak bahan organik seperti kulit pisang. Kulit pisang yang telah diolah terlebih dahulu biasanya dikarbonisasi dan kemudian diaktifkan secara kimiawi. Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu aktivasi kimia dengan ZnCl2, H2SO4, dan KOH pada larutan 6N, perbandingan karbon 3:1 pada suhu 85°C selama 3 jam. Karbon aktif kimiawi yang dihasilkan kemudian akan mengalami aktivasi termal pada 500°C selama 1 jam dengan aliran gas N2 ditetapkan pada 0,15 NL/menit. Karbon aktif yang dihasilkan memiliki perkiraan luas permukaan berdasarkan bilangan yodium sebesar 1228,76 m2/g untuk karbon aktif H2SO4, 1220,89 m2/g untuk karbon aktif ZnCl2 dan 1218,46 m2/g untuk karbon aktif KOH. Karakterisasi SEM dan EDS menghasilkan citra permukaan dan kandungan spesies karbon aktif yang dihasilkan dengan karbon aktif KOH yang memiliki struktur pori terbaik dan pengotor paling sedikit diantara ketiga sampel. Kafein diekstraksi dan larutan kopi yang dihasilkan dicampur dengan karbon aktif KOH konsentrasi 15% selama 1 dan 2 jam. Hasil HPLC menunjukkan bahwa setelah 2 jam, 99,4% kafein dihilangkan dari larutan ekstrak kafein baik Arabica maupun Robusta, sehingga membuktikan bahwa karbon aktif yang dibuat dari limbah kulit pisang efektif sebagai adsorben kafein untuk proses dekafeinasi. ......Coffee drink is one of the world’s most consumed beverages on a daily basis. A cup of coffee may contain 80 – 100 mg of caffeine (1,3,7-trimethylxanthine), a purine alkaloid compound that when consumed, may stimulate the central nervous system. A lot of coffee consumer drink for this neuro effects or simply for personal enjoyment. However, drinking caffeine in excess or those with low tolerance to caffeine may face various adverse effects such as dizziness, nausea, insomnia, and many negative effects on pregnant women. To allow coffee enthusiast or those that has low tolerance to caffeine to drink coffee, decaf coffee is made. Decaf coffee is caffeine free coffee that is produced from green coffee bean that has gone through the decaffeination process. The Swiss Water Decaffeination process is the leading choice of caffeine removal as it does not use any chemicals in the process. Caffeine compounds are removed from the coffee solution by adsorption using activated carbon. Activated carbon binds the caffeine molecules through physisorption of the van der Waals’ forces, creating a caffeine-free medium solution for further decaffeination process. Activated carbon can be prepared from many organic materials such as banana peels. The banana peel that has been pretreated are usually carbonized and then chemically activated. In this study, chemical activation by ZnCl2, H2SO4, and KOH at 6N, 3:1 solution to carbon ratio at 85°C for 3 hours are conducted first. The resulting chemically activated carbon will then undergo thermal activation at 500°C for 1 hour with N2 gas stream set at 0.15 NL/min. The activated carbon produced are shown to have an estimated surface area based on iodine number equal to 1228.76 m2/g for H2SO4 activated carbon is, 1220.89 m2/g for ZnCl2 activated carbon and 1218.46 m2/g for KOH activated carbon. The SEM and EDS characterization produced images on the surface and species content of the activated carbon produced with KOH activated carbon having the best porous structure and least impurities among the three samples. Caffeine is extracted and the resulting coffee solution are mixed with 15% concentration KOH activated carbon for 1 and 2 hours. The HPLC results shows that after 2 hours, 99.4% of the caffeine are removed from both Arabica and Robusta caffeine extract solution, hence proving that activated carbon prepared from banana peel waste are effective as caffeine adsorbent for decaffeination process.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumastuti Dahayu Desi Juwitasari
Abstrak :
Dinamika pola spasial memberikan kontribusi pada proses spasial yang nyata dalam aspek lingkungan ataupun budaya. Salah satu penerapan penggunaan konsep pola spasial adalah bidang perniagaan, di mana memiliki pergerakan unik pada tiap unitnya untuk memasarkan barang. Dalam penelitian ini, analisis pola spasial tertuju pada pedagang kopi keliling di daerah Senen, Jakarta Pusat. Para pedagang tersebut membentuk satu komunitas PKL yaitu Kampung Starling yang berdiri sejak tahun 2010 yang beranggotakan masyarakat suku Madura perantau dari Kabupaten Sampang. Suku Madura memiliki karakteristik dan caranya tersendiri dalam menentukan pergerakan aktivitas penjualan mereka, karena menentukan hasil penjualan mereka dari berbagai aspek. Hal inilah yang menyebabkan Kampung Starling menjadi homogen dan sangat jarang ada suku lain yang bergabung. Indikator yang menjadi pokok analisis dibagi menjadi dua jenis, yaitu karakteristik pedagang dan aktivitas pedagang. Indikator karakteristik terdiri dari usia, suku, hubungan kekerabatan dengan agen, lama waktu berdagang, serta pendapatan pedagang. Sementara indikator aktivitas terdiri dari rute, waktu, dan panjang rute berdagang. Penelitian ini memanfaatkan penggunaan metode deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Data primer didulang dari observasi dan wawancara mendalam para PKL. Data sekunder diambil dari dokumentasi. Pengolahan data melakukan klasifikasi dan pemetaan data terhadap transkripsi wawancara. Teknik dalam menganalisis data yang diterapkan adalah deskriptif kualitatif melalui triangulasi data. Hasil dilaksanakannya riset ini membuktikan bahwa pola spasial yang berbeda di antara pedagang sebagian besar merupakan loyalitas pengamalan nilai-nilai kemaduraan yang senioritas, serta homogenitas suku memberi kemudahan dan kelancaran interaksi antara pedagang dan agen. ......The dynamics of spatial patterns contributes to spatial processes in many environmental or cultural aspects. One application of the use of the spatial pattern concept is in the field of commerce, where each unit has a unique movement to market goods. In this study, spatial pattern analysis focuses on mobile coffee trader in Kecamatan Senen, Central Jakarta. These traders formed a community of street vendors, namely Kampung Starling, which was established in 2010 with members of the overseas Madurese community from Sampang Regency. The Madurese have their own characteristics and ways of determining the movement of their sales activities, thus determining their sales results from various aspects. This is what causes Kampung Starling to become homogeneous and it is very rare for other ethnic groups to join. The indicators that are the subject of analysis are divided into two types: characteristic of the traders and activity of the traders. Characteristic indicators consist of age, ethnicity, kinship with the agent, length of trading time, and trader's income, while activity indicators consist of routes, time, and length of trading routes. This research utilizes the use of a qualitative descriptive method through a case study approach. Primary data was obtained from observations and in-depth interviews with street vendors. Secondary data is taken from the documentation. Data processing performs classification and mapping of data against interview transcriptions. The technique used in analyzing the data is descriptive qualitative through data triangulation. The results of this research prove that the different spatial patterns among traders are mostly a form of loyalty to the tribal practice of seniority, and ethnic homogeneity provides ease and smoothness of interaction between traders and agents.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library