Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatimah Azzahra
Abstrak :
Evaluasi efikasi dan keamanan obat baru atau bahan kosmetik dengan menggunakan hewan merupakan percobaan yang memiliki permasalahan etika serta memakan waktu dan biaya tinggi. Berbagai alternatif diusulkan untuk menggantikan uji in vivo pada hewan, salah satunya perancah kulit buatan berupa matriks. Matriks adalah biomaterial yang terdiri dari jaringan polimer ikatan silang yang dapat dibuat dari rantai polimer, salah satunya dari polimes sintetis seperti polivinil alkohol (PVA). Akan tetapi, matriks dari polimer sintetis sebagai rekayasa jaringan in vitro masih memiliki kekurangan, terutama sifat fungsionalnya yang buruk. Upaya penyempurnaan sifat matriks dapat dilakukan dengan penggabungan polimer sintesis dan alami, dimana pada penelitian ini polimer PVA ditambahkan polimer kitosan atau alginat pada tahap fabrikasi matriks. Peninjauan formulasi optimal matriks nantinya akan dilihat dari tiga aspek, yaitu kemampuan adsorpsi protein, sitotoksisitas, dan efisiensi perlekatan sel matriks. Pada penelitian ini, penambahan kitosan dan alginat pada fabrikasi matriks PVA meningkatkan viabilitas sel (46.13±0.46%-61.53±1.21% dan 46.83%±1.23%-57.78%±01.73%) dan perlekatan sel (66.061±2.957%-97.879±0.262% dan 65.606±2.740%-99.091±0.455%). Dengan begitu, penambahan baik kitosan maupun alginat dapat meningkatkan sifat fungsional dari matriks PVA. ......Evaluation of the efficacy and safety of new drugs or cosmetic ingredients using animals is an experiment that has ethical issues, high-cost, and time-consuming. Various alternatives have been proposed to replace in vivo animal testing, one of which is an artificial skin scaffold in the form of a matrix. Matrix are biomaterials consisting of crosslinked polymer networks that can be made from polymer chains, one of which is from synthetic polymers such as polyvinyl alcohol (PVA). However, matrix from synthetic polymers as in vitro tissue engineering still has many drawbacks, especially their poor functional properties. Efforts to improve matrix properties can be made by combining synthetic and natural polymers, where in this study chitosan or alginate polymer is added to PVA polymer at the matrix fabrication stage. The study of optimal matrix formulation will be seen from three aspects, namely protein adsorption ability, cytotoxicity, and matrix cell attachment efficiency. In this study, the addition of chitosan and alginate to the PVA matrix fabrication increased cell viability (46.13±0.46%-61.53±1.21% and 46.83%±1.23%-57.78%±01.73%) and cell attachment (66.061±2.957%-97.879±0.262% and 65.606±2.740%-99.091±0.455%). Thus, the addition of both chitosan and alginate can improve the functional properties of the PVA matrix.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Lianti
Abstrak :
ABSTRAK
Penanggulangan penyakit Tuberkulosis terhambat disebabkan membutuhkan resimen penyembuhan yang lama. Selain itu, semua obat antituberkulosis lini pertama termasuk rifampisin (RIF) yang dikonsumsi secara oral memiliki efek samping, seperti: mual, hilangnya nafsu makan, dan iritasi kulit. Karena itu perlu dilakukan enkapsulasi obat. Enkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan polisakarida yaitu alginat dan kitosan. Enkapsulan dibentuk menjadi matrik dengan metode sintesis perakitan sendiri lapis demi lapis (Layer-by-Layer Self Assembly). Untuk memonitor pelepasan obat, sistem enkapsulasi dimodifikasi dengan penambahan samarium (Sm). Sintesis matrik memanfaatkan membran polikarbonat sebagai templatenya. Lapisan pertama layer dibentuk dari larutan kitosan (Chit) dan larutan alginat (Alg) sebagai pembentuk layer kedua. Hasil FTIR menunjukkan rifampisin termodifikasi samarium berhasil terjerap dalam matrik kitosan-alginat (Chit-Alg). Hasil karakterisasi menunjukkan distribusi ukuran partikel dapat membentuk ukuran hingga 0,17 µm dalam bentuk cair sedangkan dalam bentuk padatan, matrik Chit-Alg-RIF-Sm berukuran 2,27 ± 0,19 µm. Formulasi Chit-Alg-RIF-Sm dengan konsentrasi samarium 5500 ppm berhasil menjerap rifampisin hingga 71,22%. Matrik Chit-Alg-RIF-Sm berpotensi sebagai sistem penghantaran pembawa obat.
ABSTRACT
First-line anti-tuberculosis drugs including Rifampicin (RIF) that consumed orally have detrimental effects. Therefore it’s necessary to encapsulate the drug with appropriate encapsulan. In this study, encapsulation was done by using alginate and chitosan as a matrix component. Layer-by-Layer Self-Assembly method was used to synthesis the matrix. To monitor drug delivery system, Rifampicin was modified by the addition of samarium (Sm). Polycarbonate membrane was used as the template. The first coating layer was formed by chitosan solution and alginate solution as the second. FTIR results showed samarium-modified Rifampicin successfully entrapped in chitosan-alginate (Chit-Alg) matrix. From the characterization, the matrix sizes showed up to 0,17 µm in liquid form while the solid matrix of Chit-Alg-RIF-Sm had sizes 2.27 ± 0.19 µm. Formulation Chit-Alg-RIF-Sm with 5500 ppm of Samarium can successfully adsorbed Rifampicin up to 71.22%. Chit-Alg-RIF-Sm has potential for drug delivery carrier system.
2015
S59633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadina Sabila Amany
Abstrak :
ABSTRAK
Fortifikasi pangan dianggap merupakan upaya yang paling sesuai untuk mengurangi penderita anemia akibat kekurangan zat besi atau Anemia Defisiensi Besi ADB. Namun, fortifikasi besi secara langsung dapat menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan karena besi mudah mengalami oksidasi pada kondisi pH tertentu. Metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode yang tepat untuk melindungi besi pada kondisi fluida tubuh, seperti lambung dan usus halus. Untuk mendapatkan mikropartikel yang efektif dalam mengkapsulasi besi II, modifikasi pada jumlah polimer diperlukan. Metode enkapsulasi yang digunakan adalah gelasi ionik yaitu menyalut 0,1g besi fumarat dengan polimer kitosan-alginat yang divariasikan berdasarkan rasio kitosan:alginat 0,5:0,5; 0,75:0,5; 1:0,5; serta 1,25:0,5g. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi enkapsulasi terbesar terdapat pada mikropartikel dengan kitosan 1,25g yaitu 62,66 dan loading capacity terbesar pada mikropartikel dengan kitosan 1g yaitu 1.92. Berdasarkan hasil uji karakteristik mikropartikel dengan analisis SEM dan FTIR, dapat diketahui bahwa besi fumarat berhasil terjerap dalam mikropartikel kitosan-alginat. Seluruh mikropartikel menghasilkan pola pelepasan cepat dengan pelepasan kumulatif terendah pada jumlah kitosan 0,5g yaitu 58 dan tertinggi pada kitosan 2,5g yaitu 94. Hasil uji pelepasan dari mikropartikel kitosan-besi fumarat tersalut alginat menunjukan potensi formulasi untuk digunakan dalam fortifikasi pangan yang memilki target pelepasan sistem pencernaan.
ABSTRACT
Food fortification is considered to be the most suitable way to reduce iron deficiency anemia IDA. However, iron fortification can directly decrease organoleptic quality and shorten the shelf life because iron is susceptible to oxidation under certain pH conditions. The microencapsulation method is seen as an appropriate method for protecting iron in the fluid conditions in human body. To obtain microparticles that effective in encapsulating iron II, modification of polymer used is needed. Encapsulation was using 0.1 g of ferrous fumarate and coated with chitosan alginate polymer using ionic gelation method, which is varied on chitosan quantity in the microparticle as 0.5g, 0.75g, 1g, and 1.25g. Microencapsulation with 1.25 g of chitosan resulted the largest encapsulation efficiency as 62.66 and the largest loading capacity from microparticle with 1g chitosan that is 1.92. Based on the result of characteristic test with SEM and FTIR analysis, it can be seen that ferrous fumarate succeed to be encapsulated in chitosan alginate microparticles. Microparticle chitosan ferrous fumarate coated with alginate were found showing variated release profil in pH 7.4 58,8 94,8. Observations on in vitro release test of iron compounds indicate the potential of this formula used as food fortification that target is for digestive system.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Ayuthaya
Abstrak :
Latar belakang: Kelebihan besi akibat transfusi darah terus-menerus dapat dialami penderita penyakit hemoglobinopati seperti talasemia. Di Indonesia, prevalensi penderita talasemia terbilang cukup tinggi. Untuk mengatasi kondisi tersebut, dibutuhkan terapi kelasi besi namun, terapi kelasi yang tersedia memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu, dilakukan studi terhadap mangiferin yang memiliki efek kelasi besi. Oleh karena bioavailabilitas mangiferin rendah, perlu dibentuk sebagai nanopartikel kitosan-alginat. Pada studi terdahulu, efek mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat terhadap kadar MDA pada jantung tikus dengan kelebihan besi belum pernah dibuktikan Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat terhadap kadar MDA organ jantung tikus dengan kondisi kelebihan besi Metode: Sebanyak 25 ekor tikus Sprague-Dawley dibagi dalam 5 kelompok: kontrol (N), tikus kelebihan besi (IO), dan kelompok terapi per oral yaitu tikus IO yang diberi mangiferin dosis 50 mg/kgBB (IO + M50), mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB (IO + MN50), dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB (IO + MN25). Tikus kelebihan besi diinjeksikan iron dextran intraperitoneal 15 mg, dua kali seminggu selama empat minggu. Kadar MDA organ jantung diukur menggunakan spektrofotometer. Hasil: Rerata kadar MDA jantung tikus pada kelompok N, IO, MN, MN50, dan MN25 secara berurutan adalah 7,36, 2,53, 5,64, 4,80, dan 9,36 nMol/mg. Tidak ditemukan penurunan kadar MDA pada kelompok terapi terhadap kelompok IO. Meskipun begitu, terdapat perbedaan signifikan kadar MDA jaringan jantung tikus Sprague-Dawley pada setiap kelompok (ANOVA, p = 0,048). Ditemukan juga perbedaan bermakna antara kelompok IO dengan MN (P= 0,03) dan MN 50 (P=0,041). Kesimpulan: Mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak mampu menurunkan kadar MDA pada jantung tikus dengan keadaan besi berlebih. ......Introduction: Iron overload due to continuously blood transfusions is a problem that must be faced by people with hemoglobinopathy such as thalassemia. In Indonesia, the prevalence of patient with thalassemia is fairly high. To overcome the conditions of iron overload, iron chelator is needed. However, the available iron chelator therapy has many weaknesses. Therefore, a study of Mangiferin that has an iron chelator effect, has been conducted. However, the bioavailability of mangiferin is low so it needs to be formed as nanoparticles and wrap in chitosan-alginate. In previous studies, the mangiferin effect on MDA levels in the heart of rats with excess iron has not been measured Objective: This study aims to assess the ability of mangiferin and mangiferin in chitosan- alginate nanoparticles on MDA levels in the heart of rats with iron overload conditions. Method: Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided into five groups: control (N), iron overload rats (IO), and an oral therapy group, IO rats treated with mangiferin 50 mg/kg/day per oral (IO+M50), mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kg/day (IO+MN50), and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kg/day (IO+MN25).The rats were given Iron Dextran 15 mg intraperitoneal, twice a week for four weeks. MDA levels are measured in heart organs using a spectrophotometer. Result: The MDA concentration in heart at N, IO, MN, MN50, and MN25 groups were 7,36 nMol/mg, 2,53 nMol/mg, 5,64 nMol/mg, 4,80 nMol/mg, and 9,36 nMol/mg. There was no decline in MDA levels in the IO group compare to therapy group. However, there was a significant difference in MDA levels of the Sprague-Dawley mouse heart tissue in each group (ANOVA, P = 0.048). It was also found a significant difference between the IO group and MN (p = 0.03) and MN 50 (p = 0.041). Conclusion: Mangiferin and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles could not reduce MDA levels in the heart of mice with iron overload.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Qanita Vieriyal
Abstrak :
Prevalensi penyakit akibat inflamasi di Indonesia dilaporkan cukup tinggi, dengan dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan saraf, dan masalah peredaran darah. Salah satu faktor penyebab inflamasi adalah kolesterol tinggi dalam darah, yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Hiperkolesterolemia, kondisi di mana kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida dalam darah terlalu tinggi, merupakan masalah kesehatan yang signifikan. Bromelain, enzim dari buah nanas, telah terbukti memiliki sifat antiinflamasi dan antikolesterol. Meskipun bromelain dapat diserap dengan baik di usus halus, pemberian secara oral menghadapi tantangan asam lambung yang dapat mendenaturasi enzim ini, mengurangi efektivitasnya. Oleh karena itu, diperlukan enkapsulasi untuk melindungi bromelain dari asam lambung dan memastikan khasiatnya tetap terjaga. Penelitian ini telah mengkaji enkapsulasi bromelain dalam matriks kering beku kitosan-alginat-pektin, yang diharapkan dapat memungkinkan pelepasan lambat di lambung dan pelepasan kumulatif tinggi di usus halus. Kapsul HPMC dengan matriks kitosan-alginat-pektin menurunkan pelepasan bromelain sebesar 19% dalam SGF dan 17% dalam SIF, melindungi enzim dari degradasi asam dan memastikan lebih banyak bromelain aktif mencapai usus halus. Dalam pengujian aktivitas antiinflamasi, kapsul bromelain menunjukkan IC50 untuk inhibisi denaturasi protein pada 66,999 ppm, mendekati natrium diklofenak dan lebih efisien daripada ekstrak bromelain. Pada konsentrasi 100 µg/ml, efisiensi matriks bromelain mencapai 106%, lebih efektif daripada natrium diklorofenak. Pada konsentrasi tertinggi (1000 µg/ml), efisiensi adalah 84%, menunjukkan efektivitas pada konsentrasi menengah hingga tinggi. Dalam pengujian antikolesterol, matriks bromelain mencapai IC50 pada 33,18 ppm, lebih efektif dibandingkan ekstrak bromelain. Pada konsentrasi tertinggi (1000 µg/ml), efisiensi inhibisi mencapai 83%, menunjukkan bahwa pada konsentrasi tinggi, matriks bromelain hampir seefektif simvastatin. Pengujian in vivo menunjukkan matriks bromelain memiliki potensi signifikan dalam efek antiinflamasi dan antikolesterol, setara atau lebih tinggi dari ekstrak bromelain, didukung oleh hasil in vitro yang menunjukkan peningkatan stabilitas dan aktivitas enzimatik melalui enkapsulasi. ......The prevalence of inflammation-related diseases in Indonesia is reported to be quite high, with long-term impacts such as cancer, nerve disorders, and circulatory problems. One contributing factor to inflammation is high blood cholesterol, which increases the risk of heart disease and stroke. Hypercholesterolemia, a condition where total cholesterol, LDL, and triglyceride levels in the blood are excessively high, is a significant health issue. Bromelain, an enzyme from pineapple, has been proven to have anti-inflammatory and anti-cholesterol properties. Although bromelain is well absorbed in the small intestine, oral administration faces the challenge of stomach acid that can denature this enzyme, reducing its effectiveness. Therefore, encapsulation is needed to protect bromelain from stomach acid and ensure its efficacy. This study has examined the encapsulation of bromelain in a freeze-dried chitosan-alginate-pectin matrix, which is expected to allow slow release in the stomach and high cumulative release in the small intestine. HPMC capsules with a chitosan-alginate-pectin matrix reduced bromelain release by 19% in SGF and 17% in SIF, protecting the enzyme from acid degradation and ensuring more active bromelain reaches the small intestine. In anti-inflammatory activity testing, bromelain capsules showed an IC50 for protein denaturation inhibition at 66.999 ppm, close to that of diclofenac sodium and more efficient than bromelain extract. At a concentration of 100 µg/ml, the efficiency of the bromelain matrix reached 106%, more effective than diclofenac sodium. At the highest concentration (1000 µg/ml), the efficiency was 84%, indicating effectiveness at medium to high concentrations. In anti-cholesterol testing, the bromelain matrix achieved an IC50 at 33.18 ppm, more effective than bromelain extract. At the highest concentration (1000 µg/ml), the inhibition efficiency reached 83%, indicating that at high concentrations, the bromelain matrix is almost as effective as simvastatin. In vivo testing shows that the bromelain matrix has significant potential in anti-inflammatory and anti-cholesterol effects, comparable to or higher than bromelain extract, supported by in vitro results showing increased stability and enzymatic activity through encapsulation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kianti Kasya Kiresya
Abstrak :
ABSTRAK
Good Manufacturing Practices atau GMP merupakan pedoman yang penting dan harus diterapkan dalam penelitian ndash; penelitian, terutama dalam bidang medis dan kimia. Namun, meskipun pengetahuan mengenai GMP telah diketahui secara luas, dalam penelitian yang dilakukan tidak menerapkan pedoman tersebut, sehingga hasil penelitian yang dilakukan saat diujikan lebih lanjut akan memberikan hasil yang berbeda nyata dan tidak memiliki efek farmakologis. Penelitian dilakukan dengan mengikuti pengaturan GMP dalam masalah penanganan bahan baku dan bahan mentah, peralatan, pengarsipan dan dokumentasi, serta dalam perihal kebersihan pribadi dan ruang kerja. Penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang medis ataupun kimia ialah pengembangan obat anti kanker. Herbal menjadi salah satu sebagai pengobatan alternative yang digunakan untuk menangkal efek negative tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan, dipilih bahan utama herbal yakni mangostin. Prinsip pelepasan terkendali sebagai sarana penghantaran obat digunakan untuk perancangan obat yang efektif pada organ target kolon. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikropartikel kitosan tersalut alginat sebagai bahan pembawa obat berdasarkan pedoman GMP. Pembuatan mikropartikel dilakukan dengan menggunakan metode taut silang antara kitosan ndash; TPP ndash; mangostin dan gelasi ionotropik Alginat - CaCl2 sebagai penyalut kitosan, dengan perbandingan kitosan:alginat yang digunakan ialah 1:0,25 w/w dengan variasi ekstrak 0,1, 0,2, dan 0,4 gram. Mikropartikel yang telah disiapkan dengan menerapkan pedoman GMP tersebut memberikan hasil ekstraksi dan loading mikropartikel yang lebih tinggi dibandingkan non-GMP dan mampu menahan pelepasan senyawa bioaktif hingga target pelepasan, yaitu kolon.
ABSTRACT
Good Manufacturing Practices or GMP is an important guide and should be applied in researches, especially in the medical and chemical field. However, despite the knowledge of GMP has been widely acknowledged, the researches done didn rsquo t implement GMP, so that the further research will give significantly different results when evaluated and did not have a pharmacological effect. Research is conducted by following GMP arrangements in handling ingredients and raw materials, equipment, filing and documentation, as well as in personal hygiene and workspace hygiene. Research is mostly done in the field of medical or chemical is the development of anti cancer drugs. Herbs become one as alternative medicine used to counteract such negative effects. In research conducted, the main ingredient called mangostin. The principle of controlled release as a means of delivery of drugs is used to design effective drugs on the target organ of the colon. In this experiment, crystallized chitosan microparticles of alginate was made as drug carrier based on GMP guideline. Microparticle preparation was performed using crosslinking method between chitosan TPP mangostin and ionotropic gelation Alginate CaCl2 as coating of chitosan, with chitosan alginate used was 1 0.25 w w with variation extract 0.1, 0.2, and 0.4 grams. The microparticles prepared by applying the GMP guidelines provide higher extraction and loading microparticles than non GMP and are able to withstand the release of bioactive compounds to release targets, the colon.
2017
S67298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library