Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryati
"
ABSTRAK
Sejak berakhirnya perang saudara Cina antara pihak Komunis Cina (Gongchandang) dengan pihak Nasionalis (Kuomintang) pada tahun 1945-1949, maka Taiwan yang dikuasai pihak Nasionalis memisahkan diri dari kekuasaan Cina daratan yang dikuasai pihak Komunis. Akibatnya muncul dua pemerintahan Cina yang menguasai wilayah yang berbeda, yaitu Republik Cina (Zhonghua Minguo) di Taiwan, dan Republik Rakyat Cina (Zhonghua Renmin Gongheguo) di Cina daratan.
Dari keadaan tersebut, antara kedua negara Cina itu selalu terjadi konflik dan pertikaian mengenai siapa yang merupakan pemerintah Cina yang sah dan siapa yang merupakan wakil Cina di dunia internasional,hal tersebut Menimbulkan persaingan untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan bagi masing-masing pihak dari negara-negara lain.
Setelah melewati beberapa dekade hubungan yang semula membeku, berlahan-lahan mulai mencair dengan dibukanya hubungan dan dialog dalam bidang ekonomi dan sosial. Hubungan tersebut semakin meningkat dan berkembang, dan ditandai dengan dibangunnya dua badan non pemerintahan yang mengurus hubungan secara tak resmi dari kedua negara, yaitu SEF (Straits Exchange Foundation) dari pihak Taiwan dan ARATS (Association for Relations Across the Taiwan Straits) dari pihak RRC.
Masalah yang terjadi antara RRC-Taiwan juga tidak terlepas dari peran dan pengaruh Amerika Serikat yang sejak awal terlibat dalam pertikaian di Selat Taiwan tersebut. Sejak normalisasi hubungan AS-RRC dibuka, usulan mengenai reunifikasi damai mulai ditawarkan RRC pada Taiwan, sebagai upaya RRC mendapatkan Taiwan kembali ke pangkuannya. Tapi usulan tersebut ternyata menghadapi berbagai hambatan, terutama dari pihak Taiwan yang tidak menyetujui usulan tersebut yang dianggap merupakan usaha aneksasi dari pihak RRC. Kemudian RRC menawarkan formula satu negara dua sistem (yi guo Liang zhi) dan pemberian status SAR (Special Administration Region) bagi kembalinya Hong Kong, Macao, dan Taiwan ke pangkuan Cina daratan.
Perkembangan usaha reunifikasi Cina-Taiwan saat ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkembang di dalam negeri masing-masing dan situasi internasional, serta perkembangan hubungan kedua negara baik di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Setelah Hong Kong kembali ke pangkuan RRC pada tahun 1997, dan menyusul Macao pada tahun 1999, akankah pembicaraan mengenai reunifikasi Cina-Taiwan akan diwujudkan di masa mendatang, semua ini tergantung pada perkembangan situasi yang ada sekarang baik di dalam negeri Cina dan Taiwan, serta situasi dunia internasional yang sedang mengarah kepada tatanan global.
"
1998
S12875
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goldstein, Steven M.
"Relations between Taiwan and the People's Republic of China have oscillated between outright hostility and wary detente ever since the Archipelago seceded from the Communist mainland over six decades ago. While the mainland has long coveted the island, Taiwan has resisted - aided by the United States which continues to play a decisive role in cross-strait relations today. In this comprehensive analysis, noted China specialist Steven Goldstein shows that although relations between Taiwan and its larger neighbor have softened, underlying tensions remain unresolved. These embers of conflict could burst into flames at any point, engulfing the whole region and potentially dragging the United States into a dangerous confrontation with the PRC Guiding readers expertly through the historical background to the complexities of this fragile peace, Goldstein discusses the shifting economic, political and security terrain, and examines the pivotal role played by the United States in providing weapons and diplomatic support to Taiwan whilst managing a complex relationship with an increasingly powerful China. Drawing on a wealth of newly declassified material, this compelling and insightful book is an invaluable guide to one of the world's riskiest, long-running conflicts.
"
Cambridge, UK Malden, MA : Polity Press, 2015
327.5 GOL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rembulan Cahyaning Astari Wijanarko
"Pengakuan diplomatik merupakan salah satu unsur dalam kriteria negara berdaulat yang tercantum dalam Konvensi Montevideo 1933. Meskipun begitu, saat ini terdapat negara-negara yang hanya diakui oleh segelintir negara berdaulat, yang sering kali disebut sebagai negara de facto. Republik Tiongkok (Taiwan) merupakan salah satu negara de facto yang menjalin hubungan diplomatik dengan hanya 12 negara, di samping fakta bahwa negara tersebut merupakan pemain unggul dalam ekonomi global karena kehadirannya yang kuat di beberapa sektor utama industri. Kajian literatur ini bertujuan untuk memaparkan secara komprehensif terkait upaya Taiwan dalam mendapatkan dan mempertahankan mitra diplomatiknya, dalam rangka menjaga kedaulatannya sebagai negara bangsa. Penulis menggunakan metode taksonomi untuk mengorganisasikan literatur yang didapat setelah melakukan inklusi dan eksklusi terhadap literatur yang tersedia di platform akademik Scopus. Penulis mengelompokkan tema-tema utama dari 42 literatur ini menjadi: 1) sejarah singkat Taiwan; 2) konseptualisasi kedaulatan di Taiwan; 3) strategi mendapatkan pengakuan diplomatik; dan 4) tantangan mendapatkan pengakuan diplomatik. Berdasarkan kajian yang dilakukan, terdapat dua temuan utama. Pertama, upaya diplomatik Taiwan berpusat pada kawasan Dunia Ketiga karena “diplomasi dolar” bekerja paling baik terhadap negara-negara tersebut. Selain itu, tantangan struktural yang dihadapi Taiwan saat ini telah mencegahnya dari upaya deklarasi kemerdekaan. Meskipun literatur terkait topik ini telah berkembang, terutama setelah Taiwan mencapai tahap lepas landas (take-off) dalam ekonominya, penulis menemukan beberapa celah yang dapat dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut, seperti kajian mengenai tantangan domestik terhadap upaya diplomatik Taiwan, serta hubungan bilateral Taiwan dengan negara-negara demokrasi utama.

Diplomatic recognition is a fundamental criterion for statehood as delineated in the 1933 Montevideo Convention. However, certain entities, known as de facto states, receive recognition from only a limited number of sovereign nations. The Republic of China (Taiwan) exemplifies such a de facto state, maintaining diplomatic relations with only 12 countries despite its prominent role in the global economy, particularly in key industrial sectors. This literature review aims to provide a comprehensive analysis of Taiwan's strategies to secure and preserve diplomatic alliances to sustain its sovereignty. Utilizing a taxonomy method, the author organizes 42 selected works obtained from the Scopus academic database into four main themes: 1) an overview of Taiwan's history; 2) the conceptualization of sovereignty in the context of Taiwan; 3) strategies for obtaining diplomatic recognition; and 4) the challenges associated with achieving diplomatic recognition. The study yields two primary findings: first, Taiwan's diplomatic initiatives are concentrated in the Third World, where “dollar diplomacy” proves most effective; second, structural impediments currently preclude Taiwan from officially declaring independence. Although the body of literature on this topic has grown, particularly following Taiwan's economic take-off, the author identifies several gaps for further research, including an analysis of domestic challenges to Taiwan's diplomatic efforts and its bilateral relations with major democracies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library