Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Amalul Fadly
Abstrak :
Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) merupakan periode fundamental dalam kehidupan manusia karena pada masa ini anak berkembang dengan sangat pesat dan tidak bisa diulang lagi. Kekurangan nutrisi pada 1000 HPK dapat menyebabkan stunting. Stunting memiliki dampak pada mutu sumberdaya manusia. Di masa depan anak yang stunting akan kesusahan dalam belajar, kualitas kerja rendah dan rentan terhadap penyakiit tidak menular. Untuk mengatasi masalah stunting pemerintah Indonesia meluncurkan strategi nasional penurunan stunting terintegrasi. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah intervensi gizi spesifik. Intervensi ini dilakukan untuk mengatasi penyebab langsung stunting berupa kekurangan gizi dan masalah kesehatan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada implementasi kebijakan intervensi gizi spesifik di Kabupaten Padang Lawas dengan menggunakan teori Van Meter dan Van Horn 1975 dengan variabel ukuran dan tujuan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Penelitian dilakukan secara kualitatif, melalui wawancara mendalam, dan telaah dokumen. Lokasi penelitian di Kabupaten Padang Lawas. Hasil penelitian adalah pada variabel ukuran dan tujuan kebijakan sudah ditemukan ada ada perbup dan indikator gizi sebagai dasar dan ukuran kebijakan. variabel kinerja implementasi kebijakan ditemukan prevalensi stunting masih diatas target indikator dan sebagian besar capaian kinerja gizi sudah tercapai. Variabel sumber daya masih terkendala dengan fasilitas yang masih kurang lengkap dan insentif khusus yang belum ada. Variabel karakteristik lembaga belum ada SOP khusus namun sudah ada SOP pelayan terkait intervensi gizi di puskesmas, fragmentasi yang baik namun SDM masih kurang. Variabel komunikasi, sosialisasi kebijakan sudah dilakukan dengan jelas dan konsisten disampaikan. Variabel disposisi pelaksana kebijakan sudah baik. Dan variabel lingkungan ekonomi, sosial dan politik cukup baik. Hal yang menghambat kebijakan adalah variabel sumberdaya; kinerja kebijakan; sumber daya manusia; dan lingkungan ekonomi sedangkan yang mendukung kebijakan ini adalah variabel disposisi pelaksana; komunikasi organisasi dan dukungan ekonomi, sosial dan politik. ......The first thousand days of life is a fundamental period in human life because during this period children develop very rapidly and it’s cannot be repeated. Nutritional deficiencies at 1000 days causes stunting. Stunting has an impact on human resources. In the future, children who are stunted will have difficulty in learning, have low work quality and are prone to non-communicable diseases. To solve the stunting problem, the Indonesian government launched an integrated national strategy for reducing stunting. One of the interventions that is carried out is nutrition-specific interventions. This intervention was carried out to address the direct causes of stunting in the form of malnutrition and other health problems. This study aims to analyze the implementation of specific nutrition intervention policies in Padang Lawas Regency using the theory of Van Meter and Van Horn 1975 with standards and objectives variabel, resources, characteristics of the implementing agencies, interorganizational communication, disposition of implementor, and the economic, social, and politics condition that affect the performance of policy implementation. The research was conducted qualitatively, through in-depth interviews and documents review. The result of this research is that the variable standar and objectives have found that there are regulations and indicators of nutrition-specific as standar and objectives. In the variable of policy performance, the
prevalence of stunting was still above the target indicator and most of the nutritionspecific performance had been achieved. Resource variables are still constrained by incomplete facilities and missing special incentives. The implementing agency variable. There is no specific SOP, but puskesmas is already has SOP’s health service, fragmentation is good but human resources are still lacking. Communication variables, policy socialization have been carried out clearly and consistently delivered. The disposition variable of the policy implementer is good. And the economic, social and political environment variables are quite good. The conclusion of this research is that the implementation of the policy is going quite well.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Rozzaqi Nurrafiani
Abstrak :
Latar Belakang : Malnutrisi energi protein sering terjadi pada penyakit ginjal kronik, terutama stadium lanjut (prevalensi 11-54% pada stadium 3 sampai 5). Phase angle (PA) pada BIA menggambarkan integritas membran sel yang nilai rendahnya dapat menjadi prediktor kuat malnutrisi di tingkat seluler.

Tujuan Mengetahui sebaran nilai phase angle pada masing-masing stadium lanjut PGK yaitu stadium 3-5 non-dialisis, mengetahui gambaran komposisi tubuh meliputi indeks massa lemak, indeks massa bebas lemak, cairan tubuh, dan indeks edema yang bermanfaat untuk deteksi dini malnutrisi dan kelebihan cairan.

Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RSUP Fatmawati, dan RSUP Persahabatan pada Maret sampai Juli 2023. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling pada pasien PGK stadium 3-5 non-dialisis, usia 18-60 tahun, tanpa keganasan, sirosis hati, infeksi, maupun autoimun, dengan ADL normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan BIA dan SGA pada seluruh subjek.

Hasil Didapatkan 138 sampel, dengan dominasi wanita (58%) kategori obesitas derajat 1, dengan median eLFG 23,2  ml/menit. Proporsi malnutrisi berdasarkan SGA sebesar 19,5%. Profil phase angle mengalami tren penurunan seiring dengan meningkatnya stadium tanpa kemaknaan statistik (p=0,072). Indeks massa lemak menurun dengan p=0,038. Sedangkan ECW dan TBW meningkat bermakna (p=0,001 dan 0,031).

Kesimpulan Profil phase angle pada PGK non-dialisis cenderung sedikit menurun seiring dengan peningkatan stadium PGK. Profil ECW dan TBW mengalami peningkatan signifikan seiring dengan meningkatnya stadium PGK, tanpa disertai perubahan indeks edema (ECW/TBW). Profil FM dan FM-I mengalami penurunan seiring peningkatan stadium PGK. ......Background Chronic kidney disease, especially in its advanced stages, often coincide with protein and energy malnutrition with a prevalence of 11-54% in stages 3 to 5. The phase angle (PA) in BIA describes the integrity of cell membranes whose low values can be a strong predictor of malnutrition at the cellular level.

Objective Firstly, to determine the distribution of phase angle values in each advanced stage of CKD, namely the non-dialysis stages 3-5. Secondly, to identify the profile of body composition including fat mass index, fat-free mass index, body fluids, and oedema index which are useful for early detection of malnutrition and fluid excess.

Method This research is a cross sectional study. It was carried out at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), Fatmawati Hospital, and Persahabatan Hospital between March and July 2023. Consecutive sampling method was used with non-dialysis stages 3-5 CKD patients, aged 18-60 years, without malignancy, liver cirrhosis, infection, nor autoimmune, with normal ADLs. Then BIA and SGA examinations were performed on all subjects.

Results 138 samples were collected, which dominated by women (58%) and stage 1 obesity with a median eGFR of 23.2 ml/minute. The proportion of malnutrition based on SGA is 19.5%. Phase angle profile shows a decreasing trend with increasing stage of CKD without a statistical significancy (p=0.072). Fat mass index decreased significantly (p=0.038). ECW and TBW increased significantly (p=0.001 and 0.031) as the increasing stage of CKD.

Conclusion The phase angle profile in non-dialysis CKD tends to decrease slightly with increasing CKD stage. ECW and TBW profiles increased as the CKD stage increased, but there was no change in oedema index (ECW/TBW). The FM and FM-I profiles decreased as the CKD stage increased.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfan
Abstrak :
Stunting adalah kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat asupan gizi kurang, penyakit infeksi dalam kurung waktu  lama yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan tidak sesuai dengan usinya. Stunting masih menjadi masalah kesehatan utama di Provinsi Aceh karena prevalensinya masih tinggi dan menduduki peringkat 3 secara nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan stunting pada anak usia 12 59 bulan di Provinsi Aceh. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel 1736 balita yang didapat dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan merupakan data SSGI 2021 milik BKPK. Variabel independen pada penelitian meliputi faktor anak (jenis kelamin, usia, berat badan lahir, panjang badan lahir, keragaman makanan, kelengkapan imunisasi, suplementasi vitamin A, ISPA, diare, jaminan kesehatan), faktor ibu (pendidikan ibu, kepesertaan KB, kepemilikan buku KIA, suplementasi TTD), faktor keluarga (jumlah anggota keluarga, kepemilikan aset, kerawanan pangan) dan faktor lingkungan (sanitasi layak, sumber air minum layak, kepemilikan jamban). Analisis data meliputi univariat dan bivariat menggunakan chii square serta multivariat menggunakan regresi logistic ganda. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada anak usia 12 – 59 bulan sebesar 35,1%. Hasil bivariate faktor anak: jenis kelami (p= 0,202), usia balita (p=0,580), berat lahir (p=0,001), panjang badan lahir (p=0,001), keragaman makanan (p=0,001), kelengkapan imunisasi (p=0,314), suplementasi vitamin A (p=0,459), ISPA (p=0,276), diare (p=0,040), JKN balita (p=0,064). Faktor keluarga: jumlah keluarga (p=0,092), kepemilikan aset (p=0,001), kerawanan pangan (p=0,001). Faktor lingkungan: sanitasi layak (p=0,001), sumber air minum layak (p=0,185), kepemilikan jamban (p=0,001). Hasil analisis multivariat diperoleh panjang badan lahir merupakan faktor dominan kejadian stunting di Provinsi Aceh dengan OR=2,37. Perlu pencegahan terhadap kejadian panjang badan bayi pendek dengan cara ibu hamil melakukan pemeriksaan rutin  selama kehamilan serta mengkonsumsi makanan beragama. Bayi panjang badan lahir pendek perlu mendapatkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, makanan tambahan serta intervensi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) gizi dan kesehatan pada ibu balita.  ......Stunting is a failure growth and development experienced by children due to malnutrition, infectious diseases in a long period with characterized length or height not match their age. Stunting is still a major public health problem in Aceh Province because the prevalences is still high and ranks 3rd. This study aims to determine the determinants of stunting in children 12 59 Months in Aceh Province. The research design used was cross sectional with a total sample of 1736 children obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used the SSGI 2021 data belonging to the Indonesian Ministry of Health BKPK.The independent variables included child factors (gender, age, birth weight, birth length,food diversity,vitamin A suplemtastation, ARI, diarrhea, health insurance), maternal factors (mother education, family planning membership,book ownership MCH, iron supplentation), family factors (number of family members, asset ownership, food insecurity) and environmental factors (proper sanitation, proper drinking water sources, toilet ownership). Data analysis includes univariate and bivariate using the chi square test and multivariate (logistic regression).The result showed that the proportion of stunting among children aged  12 59 Months was 35.1%. Bivariate result of children factors: sex (p=0.202), age (p=0.580), birth weight (p=0.001), birth length (p=0.001), food diversity (p=0.001), complete immunization (p=0.314), vitamin A supplementation (p=0.459), ARI (p=0.276), diarrhea (p=.,040),health insurance (p=.,064). Family factors: number of families (p=0.092), asset ownership (p=0.001), food insecurity (p=0.001). Environmental factors: proper sanitation (p=0.001), proper drinking water sources (p=0.185), ownership of toilet (p=0.001). Result of multivariate analysis obtained birth length was dominant factor in the incidence stunting in Aceh Province with OR = 2.37. Shortborn need to receive growth and development monitoring, supplementary food for children and interventions for mother children with health and nutrition communication.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Puspita Devi
Abstrak :
Stunting merupakan kondisi malnutrisi pada anak yang berdampak pada penurunan produktivitas dan kerentanan pada penyakit degeneratif. Prevalensi stunting di Provinsi Jawa Barat merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa Tahun 2021. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sebaran dan faktor risiko prevalensi stunting di Provinsi Jawa Barat dengan mempertimbangkan efek spasial. Penelitian ini menggunakan desain ekologi dengan pendekatan spasial. Data yang dianalisis bersumber dari SSGI (Studi Status Gizi Indonesia) dan PK (Pendataan Keluarga) yang dikeluarkan pada Tahun 2021. Analisis data menggunakan Global Moran's I, LISA (Local Indicator of Spatial Autocorrelation), dan SEM (Spatial Error Model). Hasil menunjukkan tidak ada keterkaitan spasial prevalensi stunting namun terdapat korelasi spasial pada nilai residualnya. Analisis SEM menunjukkan proporsi keluarga miskin, proporsi sumber air minum tidak layak, proporsi unmet need, proporsi tidak aktif BKB (Bina Keluarga Balita) berpengaruh signifikan untuk meningkatkan prevalensi stunting di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan proporsi kehamilan tidak diinginkan dan proporsi tidak mengakses informasi melalui internet justru berpengaruh dalam menurunkan prevalensi stunting. Selain itu, penelitian ini tidak membuktikan bahwa prevalensi KB dapat menurunkan prevalensi stunting. ......Stunting is a condition of malnutrition in children which has an impact on decreasing productivity and susceptibility to degenerative diseases. The prevalence of stunting in West Java Province was the highest in Java Island in 2021. The purpose of this study was to analyze the distribution and risk factors for stunting prevalence in West Java Province by considering spatial effects. This study used an ecological design with a spatial approach. The data analyzed were sourced from the SSGI (Studi Status Gizi Indonesia) and PK (Pendataan Keluarga) issued in 2021. Data analysis used Global Moran's I, LISA (Local Indicator of Spatial Autocorrelation), and SEM (Spatial Error Model). The results show that there was no spatial correlation between stunting prevalence but there was a spatial correlation in the residual value. SEM analysis showed that the proportion of poor families, the proportion of inadequate drinking water sources, the proportion of unmet need, the proportion of inactive BKB (Bina Keluarga Balita) and the prevalence of family planning had a significant effect on increasing the prevalence of stunting in West Java Province. Meanwhile, the proportion of unwanted pregnancies and the proportion of not accessing information via the internet actually had an effect on reducing the prevalence of stunting. In addition, this study did not prove that the prevalence of family planning can reduce the prevalence of stunting.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Sartika
Abstrak :
Anak usia di bawah lima tahun (balita) termasuk dalam populasi berisiko untuk mengalami malnutrisi. Dalam masa tumbuh kembang, anak membutuhkan nutrisi yang tinggi. Orang tua mempunyai peran penting dalam hal pemenuhan nutrisi anak. Praktik pemberian makan yang baik disertai efikasi diri yang tinggi dari orang tua dapat mencegah terjadinya stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara praktik pemberian makan dan efikasi diri orang tua dengan kejadian stunting pada anak balita Kecamatan Sukamulya Kabupaten Tangerang. Metode penelitian menggunakan desain crossectional. Pengambilan sampel metode cluster sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 166 anak usia 24-59 bulan beserta ibunya. Instrumen praktik pemberian makan dan efikasi diri orang tua yang berisi pertanyaan-pertanyaan digunakan untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara praktik pemberian MP-ASI (p=0,000) dan efikasi diri orang tua (p=0,009) dengan kejadian stunting, sementara praktik pemberian ASI menunjukkan tidak ada hubungan dengan kejadian stunting pada anak balita di Kecamatan Sukamulya Kabupaten Tangerang (p=0,812). Variabel independen yang paling berhubungan dengan kejadian stunting pada penelitian ini adalah praktik pemberian MP-ASI dengan nilai Exp (B) = 4,557. Rekomendasi pengembangan intervensi keperawatan dengan pendekatan keluarga untuk mencegah atau merawat anak stunting.
Children under five years of age are one of population that is at risk for malnutrition. During growth and development, children need sufficient nutrition. Parents have an important role in fulfilling children’s nutrition. Good feeding practices along with high self-efficacy from parents can prevent stunting. This study aims to identify the relationships between feeding practices and parental self-efficacy and the incidence of stunting in children under five years of age in Sukamulya District, Tangerang Regency. A Crossectional design was used. Sampling using cluster sampling method. The number of respondents in this study were 166 children aged 24-59 months and their mothers. The parental feeding practice and self-efficacy containing questions was used to collect data. The results showed a significant relationship between complementary feeding practices (p=0,000) and self-efficacy of parents (p=0,009) and the incidence of stunting, while breastfeeding practices showed no relationship with the incidence of stunting in children under five in Sukamulya District, Tangerang Regency (p=0,812). The independent variable that is most associated with the incidence of stunting in this study is complementary feeding practices with Exp (B) = 4,557. Recommendations for develop nursing interventions with a family approach to prevent or take care of stunting children.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heidy Diandra Ciptaninggita
Abstrak :
Latar Belakang: Stunting merupakan salah satu bentuk dari malnutrisi dengan prevalensi paling tinggi. Kondisi ini terjadi di berbagai negara salah satunya di Indonesia dengan prevalensi terbesar berada di NTT. Dampak dari stunting bermacam-macam seperti meningkatkan resiko penyakit non-communicable pada saat dewasa, serta meningkatkan resiko obesitas pada saat dewasa. Pertumbuhan dipengaruhi oleh berbagai hormon, salah satunya adalah leptin. Leptin dapat diproduksi dalam jumlah sedikit pada kelenjar saliva mayor. Namun, penelitian yang menunjukan hubungan stunting dengan kadar leptin masih terbatas khususnya dalam penelitian yang menggunakan saliva sebagai sampel. Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar leptin pada saliva anak usia 6-8 tahun pada anak-anak berkategori stunting dan non-stunting serta menganalisis korelasinya. Metode: Penelitian ini menggunakan 84 sampel saliva anak usia 6-8 tahun di NTT yang dikategorikan menjadi stunting dan non-stunting. Saliva diteliti menggunakan BioEnzy© ELISA kit untuk melihat kadar leptin lalu dilakukan kuantifikasi menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm. Dari pembacaan tersebut didapatkan nilai absorbance dan konsenterasi sampel saliva. Selanjutnya konsenterasi leptin sampel saliva dianalisis secara statistik menggunakan SPSS untuk mengetahui nilai komparasi dan korelasi dengan status stunting dan non-stunting. Hasil: Rata-rata kadar leptin saliva anak-anak 6-8 tahun stunting ditemukan lebih tinggi daripada anak-anak non-stunting. Terdapat hubungan linear negatif sedang yang bermakna antara kadar leptin saliva anak 6-8 tahun dengan status stunting (r = -0,287, p < 0,05). Kesimpulan: Terdapat perbedaan dan hubungan antara kadar leptin pada saliva anak usia 6-8 tahun dengan status stunting dan non-stunting. Hal ini dapat terlihat dari rata-rata kadar leptin pada saliva yang lebih tinggi pada anak-anak berstatus stunting daripada non-stunting. ......Background: Stunting is a form of malnutrition with the highest prevalence. This condition occurs in various countries, one of which is Indonesia, with the greatest prevalence in NTT. The impact of stunting varies, such as increasing the risk of non-communicable diseases as adults and increasing the risk of obesity as adults. Growth is influenced by various hormones, one of which is leptin. Leptin can be produced in small amounts in the major salivary glands. However, research showing the relationship between stunting and leptin levels is still limited, especially in studies using saliva as a sample. Objectives: Analyzing the differences between salivary leptin levels in children aged 6-8 years in the stunting and non-stunting groups and analyzing the correlation between salivary leptin levels in children aged 6-8 years with stunting. Method: This study used 84 saliva samples of children aged 6-8 years in NTT who were categorized as stunting and non-stunting. Saliva was examined using the BioEnzy© ELISA kit to see leptin levels and then quantified using an ELISA reader with a wavelength of 450 nm. From the readings, the absorbance and concentration values of the saliva samples were obtained. Furthermore, the leptin concentration of saliva samples was analyzed statistically using SPSS. Results: The average salivary leptin level of stunted children aged 6-8 years was found to be higher than the non-stunted children. There was a significant negative linear correlation between salivary leptin levels in children aged 6-8 years and stunting status (r = -0.287, p <0.05). Conclusion: There is a significant difference between leptin levels in the saliva of children aged 6-8 years with stunting and non-stunting status. There is also a significant correlation between leptin levels in the saliva of children aged 6-8 years with stunting and non-stunting status. This can be seen from the average leptin level in saliva which is higher in stunted children than non-stunted children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Rania
Abstrak :
Prevalensi penyakit ginjal kronik pada anak selalu meningkat dan dapat menyebabkan malnutrisi hingga gagal tumbuh. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran status gizi dan mencari hubungan status gizi dengan faktor yang berhubungan pada anak dengan PGK fase pradialisis dengan desain cross-sectional. Data diambil di Poliklinik Nefrologi RSCM Jakarta. Analisis data menggunakan metode ANOVA, independent sample t-test, spearman, dan mann-whitney dengan SPSS Versi 25. Rerata status gizi berdasarkan IMT/U didapatkan bergizi baik, yakni -1,02. Rerata perawakan berdasarkan TB/U didapatkan perawakan pendek dengan z-score -2,71. Terdapat 8 subjek berusia di bawah 10 tahun dengan median z-score BB/U di rentang berat badan kurang, yakni -2,77. Analisis bivariat antara BB/U, IMT/U, dan TB/U dengan stadium penyakit ginjal kronik, jenis kelamin, faktor etiologi primer, hipertensi, anemia, usia, status ekonomi keluarga, durasi penyakit, dan tingkat pendidikan orangtua tidak menunjukkan hubungan signifikan (p>0,05). Analisis bivariat antara BB/U dan IMT/U dengan gangguan mineral tulang tidak berhubungan signifikan (p>0,05). Namun, analisis bivariat TB/U dengan gangguan mineral tulang (p=0,005) memiliki hubungan signifikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rerata status gizi anak PGK stadium 3—5 fase pradialisis memiliki berat badan kurang, perawakan pendek, tetapi bergizi baik. Terdapat hubungan antara status gizi anak dengan gangguan mineral tulang tetapi tidak berhubungan dengan faktor lainnya. ......The prevalence of pediatric chronic kidney disease is increasing annually and can lead to malnutrition to failure to thrive. This study aims to identify the nutritional status of children with chronic kidney disease and its related factors using cross-sectional design held at Pediatric Nephrology Clinic RSCM Jakarta. Data were analyzed using ANOVA, independent sample t-test, spearman, and mann-whitney with SPSS Version 25. Nutritional status based on BMI-for-age showed the subjects had good nutrition with a mean z-score of -1.02. Stature based on height-for-age showed a mean z-score of -2,71, classified as stunted. There were 8 subjects under the age of 10 with a median z-score -2,77, classified as underweight based on the weight-for-age. Bivariate analysis between weight-for-age, height-for-age, and BMI-for-age with CKD stage, gender, primary etiological factor, hypertension, anaemia, age, family economic status, duration of illness, and parental education level did not show a significant association (p>0.05). Bivariate analysis between weight-for-age and BMI-for-age with mineral and bone disorder was also not significantly related (p>0.05). However, bivariate analysis of height-for-age with CKD-MBD (p=0.005) had a significant association. This study concluded that children with CKD stage 3-5 in the predialysis phase were underweight, stunted, but well-nourished. There was a significant association between nutritional status and CKD-MBD but no association with other factors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Yusnita
Abstrak :
Masalah pemenuhan nutrisi adalah masalah yang umum terjadi pada bayi prematur. Malnutrisi yang terjadi pada awal kehidupan dapat berdampak pada kelangsungan hidup bayi. Tujuan penulisan ini adalah memberikan gambaran penerapan Model Konservasi Levine pada asuhan nutrisi bayi prematur melalui penggunaan ASI. Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus terhadap lima bayi prematur yang mengalami masalah nutrisi melalui pendekatan proses keperawatan. Masalah tersebut dapat menghambat proses adaptasi bayi prematur dalam mencapai keutuhannya sehingga intervensi yang dilakukan menggunakan Model Konservasi Levine melalui empat prinsip konservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Konservasi Levine dapat digunakan dalam asuhan nutrisi bayi prematur melalui penggunaan ASI. Keluarga berperan aktif dalam penyediaan ASI sehingga bayi dapat memperoleh asupan nutrisi yang sesuai. Model Konservasi Levine dapat diterapkan dalam optimalisasi asuhan nutrisi bayi prematur yang memiliki masalah nutrisi. ......Nutritional fulfillment problems is a common problem in preterm infants. Malnutrition that occurs early in life can later have an impact on the survival of the infants. The purpose of this study is to provide an overview of the application of Levine’s Conservation Model on the nutritional care of premature infants through the use of breast milk. The research was conducted by case study method on five preterm infants who experienced nutritional problems through the nursing process approach. This problems can obstruct the process of adaptation of premature infants in achieving wholeness so that interventions made using the Levine’s Conservation Model through four conservation principles. The results of nursing care show that Levine's Conservation Model can be used in nutritional care for preterm infants through the use of breast milk. The family plays an active role in providing breast milk so that the preterm infants can obtain the appropriate intake of nutrients. Levine's Conservation Model can be applied in optimizing the care of preterm infants who have nutrition problems.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi Husain
Abstrak :
WHO mengestimasi prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2022 masih sangat tinggi, yaitu 31%. Walaupun menurut Survey Status Gizi Indonesia 2022 prevalensi stunting nasional hanya 21,6% namun 101 kabupaten/kota masih di atas 30%. Di sisi lain, program imunisasi nasional sebagai salah satu intervensi pencegahan dan penanganan stunting telah mencapai sejumlah kesuksesan tetapi 20% kelahiran per tahun terutama di daerah tertinggal belum memperoleh imunisasi lengkap bahkan tidak imunisasi sama sekali. Akibatnya, berbagai penyakit yang dapat menghambat tumbuh-kembang anak masih terjadi di berbagai daerah. Dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022 penelitian ini mencoba melakukan estimasi pengaruh cakupan imunisasi dasar lengkap terhadap prevalensi stunting di 514 kabupaten/kota di Indonesia. Metode Ordinary Least Square (OLS) digunakan dengan mengestimasi berbagai variabel yang juga berpengaruh terhadap prevalensi stunting. Hasil estimasi menunjukkan imunisasi dasar lengkap berasosiasi terhadap 0,11% penurunan prevalensi stunting secara nasional dan 0,15% di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). ......The World Health Organization (WHO) estimated that the prevalence of stunting in Indonesia in 2022 remained significantly high at 31%. According to the 2022 Indonesian Nutrition Status Survey (SSGI), the national prevalence of stunting was reported to be 21.6%. However, the prevalence of stunting in 101 districts/cities exceeded 30%. Despite the national immunization program achieving considerable success in preventing stunting, approximately 20% of births annually, particularly in underdeveloped areas, remain under-immunized or unimmunized. Consequently, various immunization-preventable diseases that impede children's growth persist in many regions. Utilizing data from the 2022 National Socioeconomic Survey (SUSENAS), this study aims to estimate the impact of the coverage of full basic immunization on the prevalence of stunting across 514 districts and cities in Indonesia. The Ordinary Least Square (OLS) regression method was employed to estimate various factors influencing the coverage of full basic immunization and stunting prevalence. The regression results indicate that the coverage of full basic immunization is associated with a 0,11% reduction in stunting prevalence nationally and 0,15% in underdeveloped districts.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grant, P. James
New York: Oxford University Press, 1988
362.71 GRA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>