Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Primasari
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif perempuan. Penelitian ini menempatkan pengalaman perempuan sebagai fokus perhatian utama. Kajian ini di1akukan di salah satu Kabupaten di daerah Bogor Barat, yaitu Kabupaten Leuwliliang, dengan melibatkan 10 perempuan sebagai informan utama. Penelitian ini mengkaji dampak pernikahan di usia dini yang mengakibatkan hilangnya otonomi perempuan, dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimanakah dampak pernikahan di usia dlni pada otonomi perempuan dan apa implikasinya lebih lanjut, khususnya terhadap kehidupan perempuan dan kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian ini ada tiga hal, pertama, bahwa mitos julukan "perawan tun" telah membuat praktek pernlkahan ini terus berlangsung di pedesaan Leuwiliang Bogor Barat sampai saat ini. Mitos tersebut telah meminggirkan kepentingan perempuan untuk memperoleh kehidupan pernikahan yang bahagia. Kedua adanya sistim pary'eur dan denda telah menjadikan perempuan sebagai obyek atau barang yang dapat dijadikan alat tukar transaksi. Perempuan dibeli dan kehilangan kendali terhadap dirinya sendiri. Kepentingan perempuan dalam memperoleh haknya serta menjalankan kehidupan sesuai kehendaknya, khususnya dalam memperoleh wawasan dan informasi seluas­ luasnya untuk berkembang, juga hilang. Negosiasi yang tidak dilakukan oleh perempuan sebagai calon pengantin menyebabkan perempuan kehilangan otonomi atas tubuhnya sendiri. Perempuan disubordinasi dan dijadikan "yang lain" dalam perkawinannya :sendiri Ketiga, perempuan menolak terjadinya pemikahan di usia dini, di samping tokoh agama, pejabat desa dan tokoh masyarakat lain yang juga menyadari.
2011
T31992
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anitia
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang determinan yang berhubungan dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian perkawinan anak di Indonesia dan hubungan antara faktor-faktor tersebut (individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial) dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan analisis multivariabel regresi logistik menggunakan sumber data dari data sekunder SDKI 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur berusia 15 – 24 tahun di Indonesia yang menjadi responden SDKI 2017, sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 15 – 24 tahun yang sudah menikah di Indonesia dan tercakup dalam SDKI 2017 yang berjumlah 3.939 responden. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil prevalensi perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia sebesar 54,9%. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara usia (AOR= 29,72; 95% CI= 18,32 – 48,21), lokasi tempat tinggal (AOR= 1,46; 95% CI= 1,19 – 1,79), tingkat pendidikan (AOR= 3,23; 95% CI= 2,47 – 4,23), status ekonomi (AOR= 2,10; 95% CI= 1,73 – 2,56), keterpaparan informasi (AOR= 0,67; 95% CI= 0,50 – 0,89), jumlah anggota keluarga (AOR= 0,70; 95% CI= 0,58 – 0,85), dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan menikah (AOR= 1,50; 95% CI= 1,22 – 1,84) terhadap kejadian perkawinan anak. Dapat disimpulkan, bahwa prevalensi perkawian anak masih tinggi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan (penyuluhan dan edukasi), sosialisasi dampak perkawinan anak, dan melakukan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak pada wanita muda di Indonesia. ......This study discusses the determinants associated with the incidence of child marriage in young women aged 15 – 24 years to know the description of the incidence of child marriage in Indonesia and the relationship between these factors (individuals, households, and the social environment) with the incidence of child marriage. in young women aged 15-24 years in Indonesia. The study design used in this study was cross-sectional (cross-sectional) with multivariable logistic regression analysis using data sources from secondary data from the 2017 IDHS. The study population was all women of childbearing age aged 15-24 years in Indonesia who were respondents to the 2017 IDHS. while the research sample was all women of childbearing age aged 15-24 who were married in Indonesia and included in the 2017 IDHS, totaling 3,939 respondents. In this study, it was found that the prevalence of child marriage among young women aged 15-24 years in Indonesia was 54.9% (95% CI: 52.7 - 57.1). Statistical test results showed a statistically significant relationship between age (AOR= 29.72; 95% CI= 18.32 – 48.21), location of residence (AOR= 1.46; 95% CI= 1.19 – 1.79), educational level (AOR= 3.23; 95% CI= 2.47 – 4.23), economic status (AOR= 2.10; 95% CI= 1.73 – 2.56), exposure information (AOR= 0.67; 95% CI= 0.50 – 0.89), number of family members (AOR= 0.70; 95% CI= 0.58 – 0.85), and the role of women in decision making married (AOR = 1.50; 95% CI = 1.22 – 1.84) on the incidence of child marriage. It can be concluded that the prevalence of child marriage is still high and is influenced by these factors. Therefore, increasing access to education (counseling and education), socializing the impact of child marriage and applicable regulations regarding the minimum age for marriage, as well as conducting community empowerment can be solutions to reduce the prevalence of child marriage among young women in Indonesia.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Rizki Khairani
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada isu terkait perlindungan anak, khususnya problematika perkawinan anak serta bagaimana kebijakan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak dengan statusnya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan kausalitas antara pengaruh budaya hukum (legal culture) terhadap kasus perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak, bagaimana hakim di Pengadilan Agama Siak mempertimbangkan unsur-unsur budaya hukum masyarakat dalam mengadili perkara dispensasi kawin, serta mencari tahu strategi perlindungan hak anak dari perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Sosio-Legal guna menganalisis hukum sebagai perilaku masyarakat yang berpola dan selalu berinteraksi dalam aspek kemasyarakatan melalui studi literatur dan studi lapangan untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep budaya hukum pada konteks perkawinan anak di Kabupaten Siak mengarah pada perbedaan persepsi dan kepatuhan hukum masyarakat dalam memahami batas usia kawin yang ditentukan oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pengaruh adat dan agama begitu melekat dalam diri orang Melayu dibandingkan dengan pemahaman terhadap undang-undang. Lebih lanjut, penafsiran perkawinan berdasarkan konsep keagamaan yang tekstual memberi celah untuk menikah muda sebab indikator aqil baligh dianggap sebagai suatu kepantasan untuk menikah daripada menjalin hubungan pacaran yang berpotensi besar melanggar syariat Islam. Strategi yang berkaitan dengan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak juga belum dirumuskan secara komprehensif. ......This research focuses on issues related to child protection, especially the problem of child marriage and how policies to prevent child marriage in Siak Regency, with its status as a Child Friendly City (KLA), The purpose of this study is to examine the causal relationship between the influence of legal culture on child marriage cases in Siak Regency, how judges in the Siak Religious Court consider elements of community legal culture in adjudicating marriage dispensation cases, and find out strategies to protect children's rights from child marriage in Siak District as a Child Friendly District (KLA). The method used in this research is Socio-Legal to analyze law as a patterned community behavior and always interact in social aspects through literature studies and field studies to find answers to research problems. The results of this study indicate that the concept of legal culture in the context of child marriage in Siak Regency leads to differences in public perception and legal compliance in understanding the marriage age limit determined by the state through Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. The influence of custom and religion is so inherent in the Malay people compared to their understanding of the law. Furthermore, the interpretation of marriage based on textual religious concepts provides a loophole for young marriage because the indicator of aqil baligh is considered an appropriateness for marriage rather than a dating relationship, which has great potential to violate Islamic law. Strategies related to the prevention of child marriage in Siak Regency have also not been formulated comprehensively.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bea Amanda Puteri
Abstrak :
Dispensasi kawin sebagai pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan semestinya didasarkan pada asas kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana ketentuan dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Berkenaan dengan dispensasi kawin, Pengadilan Agama Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dari tahun 2019-2024 menerima 82 permohonan dispensasi kawin, yang sebagian besarnya (73,1%) dikabulkan oleh hakim. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan mengenai perlindungan anak dalam pemberian dispensasi kawin, penting untuk dipahami secara komprehensif. Untuk itu, fokus dari penelitian ini adalah tentang perlindungan anak dalam pengimplementasian PERMA Nomor 5 Tahun 2019. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan menggunakan metode sosio-legal, melalui studi lapangan dan studi tekstual. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, dapat dijelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak tidak selalu tercermin dalam penetapan dispensasi perkawinan, karena dalam beberapa temuan kasus, hakim kerap mengabaikan isu problematik, seperti child grooming dan statutory rape. Di sisi lain, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak telah dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi kepada anak sekolah dan masyarakat, program ujian penyetaraan bagi anak yang putus sekolah, layanan kesehatan gratis untuk perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), dan pengadaan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (STRANAS PPA). Akan tetapi, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak terhambat karena suburnya perkawinan anak di bawah tangan yang sulit untuk ditelusuri. ......Dispensation of marriage as the granting of permission to marry by the court to a potential husband/wife who is not yet 19 years old to enter into marriage should be based on the principle of the best interests of the child as regulated in PERMA Number 5 of 2019 regarding Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensation. Regarding marriage dispensation, the Religious Court of Pandeglang District, Banten Province, from 2019-2024, received 82 applications, most of which the judge granted 73.1%. This fact shows that the issue of child protection in granting marriage dispensation must be comprehensively understood. For this reason, this research focuses on child protection in the implementation of PERMA Number 5 of 2019. This nondoctrinal legal research uses socio-legal methods, field studies, and textual studies. The data collected are then analyzed qualitatively. Based on the analysis, it can be explained that the principle of the best interests of the child is not always reflected in the decision of marriage dispensation because, in some case findings, judges often ignore problematic issues, such as child grooming and statutory rape. On the other hand, efforts to prevent and handle the practice of child marriage by state institutions and non-governmental institutions have been carried out through socialization and advocacy to school students and the general public, an equivalency exam program for school dropouts, accessible health services for women who experience unwanted pregnancies, and the drafting of the National Strategy for the Prevention and Handling of Child Marriage. However, these efforts to prevent and handle the practice of child marriage are hindered by the existence of unregistered child marriages that are difficult to trace.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiati Usadaningsih
Abstrak :
Tujuan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 ialah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. UU No. 1 Tahun 1974 mengandung prinsip bahwa calon suami isteri harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik, tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, mengisyaratkan seorang pria diperbolehkan melangsungkan perkawinan jika telah mencapai 19 tahun sedangkan wanita telah berumur 16 tahun. Walaupun batasan umur telah tegas -tegas diatur, dalam kenyataannya banyak terjadi perkawinan di bawah umur. Pengadilan dapat memberikan Izin Kawin dan Dispensasi Usia Kawin melalui Penetapan Pengadilan bila memenuhi prosedur dan syarat yang ditentukan. Permasalahan yang ada yaitu faktor-faktor apa yang menjadi penyebab perkawinan di bawah umur di daerah Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan Jakarta Utara? Apakah pertimbangan-pertimbangan hukum yang diberikan oleh Hakim berkaitan dengan dikabulkannya permohonan dispensasi perkawinan pada penetapan No. 0001/Pdt.P/1996/PADS sudah tepat? Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dan penelitian empiris. Alat pengumpul datanya studi dokumen dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Faktor¬faktor yang menjadi penyebab perkawinan di bawah umur di daerah Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara adalah faktor lingkungan, psikologi, ekonomi, pergaulan bebas, faktor kepercayaan dan adat istiadat. Pertimbangan-pertimbangan hukum yang diberikan oleh Hakim berkaitan dengan dikabulkannya permohonan penetapan dispensasi perkawinan pada penetapan No. 0001/Pdt.P/1996/PADS sudah tepat. Karena menurut penglihatan Majelis Hakim Indun fisiknya telah cukup dan sudah baliq, calon suaminya Wawan Efendi telah mempunyai penghasilan tetap dan bebar-benar mencintai Indun, dari sesuai hadist riwayat Buhori. ...... The aim of a marriage according to the LAW No.1 year 1974 is an effort to build a happy and everlasting family (a household) based upon the Divinity of Almighty God. The Law No.l year 1974 contains a principle which explains that both candidates for husband and a wife herein should have already had a maturity of both his and her and soul as well, in order they could bring about their marriage to create a good and everlasting marriage and free from any unavailable divorce to obtain a good and healthy offsprings thereof . Paragraph 7 article 1 of the Law No,1 year 1974 stipulated that a man had a right to get marriage if he has been 19 years old and 16 years old for a woman. Even though this time limit of age herein had been stipulated briefly and clearly, but in it happen frequently that there are still many underages marriage to take place. The court could give a permit to get married and a marriage age dispensation herein through a court decision if he/she had fulfilled a prerequisited procedure and requirement as well. The existing problem herein is what kind of factors which had caused the occurrence of an underage marriage at Kampung Bandan, village of Ancol, District of Pademangan North Jakarta ? How about the judgments which had been given by the judge concerning the issuance of a marriage dispensation permit based upon the stipulation No. 0001/Pdt.P/1996 /PAJS , is it correct ? A research method which has been used herein is an analytical descriptive method.The types of research which has been used are a normative research and an empirical research as well. The tools which have been used to collect datas are to study the documents and to implement interviews. Data analysis has been done by using a qualitative method. Factors which had caused an underage marriage occurrence at Kampung Bandan Village of Ancol District of Pademangan North Jakarta are environmental factor, psychological economical,free social association and faithful and custom factors as well . the legal judgments which had been given by the judge herein were related to the issuance of a marriage dispensation permit based upon the provision No. 00011Pdt.P119961PAJS is a correct one.It is because that due to the view of the court of justice that the physical condition had been reached, enough and mature for Indun and Wawan Efendi as a candidate for her husband has earned a regular income and he loves Indun body and soul and, had matched narrative of hadist of Buhori as well.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Carolina
Abstrak :
Indonesia telah ikut ambil bagian dalam berbagai perjanjian dan ketentuan-ketentuan dari hukum internasional yang berkaitan dengan pernikahan anak, termasuk CEDAW (United Nation Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 1979), yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan CRC (United Nation Convention Convention on the Rights of Child 1989), yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Ratifikasi Indonesia berarti menundukan diri dan berkomitmen kepada ketentuan internasional yang telah disepakati, akan tetapi pernikahan anak masih kerap terjadi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa usia dewasa adalah seseorang yang telah berusia 21 tahun dan/atau sudah menikah, yakni dengan ketentuan perempuan berumur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun. Hal ini bertentangan dengan komitmen Indonesia terutama dalam CEDAW dan CRC. Pelanggaran komitmen yakni melanggengkan pernikahan anak terutama anak gadis yang berumur di bawah 18 tahun. Badan-badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah banyak mempromosikan bahaya daripada pernikahan anak. Bukan hanya di Indonesia saja namun banyak dari negara-negara berkembang dan negara dunia ketiga yang mengalami masalah dalam menyesuaikan hukum internasinal dengan hukum nasional dalam memandang pernikahan anak tersebut ......Indonesia has participated in the various agreements and provisions of international law related to child marriage, including CEDAW (United Nation Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 1979), which Indonesia has ratified through Law No. 7 of 1984 and the CRC (United Nation Convention Convention on the Rights of Child 1989) ratified by Presidential Decree No. 36 of 1990. Ratification means subduing the self of the state and are committed to the internationally agreed provisions, but the marriage of children still frequently occur in Indonesia. Law No. 1 of 1974 states that age of consent is someone who has aged 21 years old and/or married, ie the provision of 16-year-old woman and men aged 19 years old. This is contrary to the commitment of Indonesia, especially in the CEDAW and the CRC. Violations of commitments are perpetuate child marriage of girls especially under 18 years old. United Nations agencies has been heavily promoting the dangers of child marriage. Not only in Indonesia, but many of the developing countries and the third world countries that have problems in adjusting to International law with national law in the view of the child marriage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Numberi, Yuliana Yacomina
Abstrak :
ABSTRAK
Fokus tesis ini pada kekuasaan terhadap tubuh anak perempuan akibat konstruksi patriarki yang mendominasi kehidupan masyarakat dalam adat dan budaya suku Arfak. Pertanyaan penelitian adalah "bagaimana budaya perjodohan perkawinan anak perempuan di perdesaan dan implikasinya terhadap kesehatan reproduksi perempuan". Pertanyaan turunan adalah 1) bagaimana anak perempuan diposisikan dalam adat dan budaya suku Arfak di Perdesaan; 2) bagaimana anak perempuan diposisikan dalam prosesi perkawinan di suku Arfak di perdesaan; 3) bagaimana pengalaman anak perempuan korban perjodohan perkawinan anak suku Arfak di wilayah perdesaan menjalankan fungsi reproduksinya; dan 4) bagaimana anak perempuan suku Arfak korban perjodohan perkawinan anak bertahan di dalam perkawinan adat mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus di Distrik Nenei, Kabupaten Manokwari Selatan. Penelitian ini menggunakan teori feminis radikal oleh Jaggar tentang otoritas tubuh perempuan dan politik sekusal oleh Millet sebagai pisau analisis untuk membedah masalah perkawinan anak karena perjodohan membuat anak perempuan tidak mempunyai otoritas atas tubuhnya. Temuan penelitian ini adalah : 1) anak perempuan yang dikawinkan pada usia anak tidak memiliki kuasa atas tubunya; 2) perjodohan yang terjadi pada masyarakat suku Arfak diakibatkan karena keinginan mendapatkan harta dan status sosial; 3) perempuan korban perkawinan anak tidak memahami kesehatan reproduksi; 4) perempuan Arfak menjalani fungsi reproduksi masih mengikuti tradisi; 5) perkawinan anak menghadirkan ketidakadilan gender bagi perempuan Arfak. Berdasarkan temuan lapangan dapat disimpulkan bahwa konstruksi sosial mayarakat melalui budaya patriaki masih kuat di masyarakat suku Arfak. Anak perempuan suku Arfak tidak berkuasa atas dirinya karena budaya perjodohan. Anak perempuan suku Arfak sebagai objek pada budaya perjodohan dan perjodohan menjadi faktor pendukung banyaknya praktik perkawinan anak di Distrik Nenei.
ABSTRACT
The focus of this thesis is on the power over girl's body due to patriarchal construction dominates the life of the community in the customs and culture of the Arfak tribe. The research question is "How the marriage culture of girls in rural areas and their implications on women reproductive health". The questions derived are 1) How girls are positioned in the customs and culture of the Arfak tribe in the rural areas; 2) How girls are positioned in the marriage procession in the Arfak tribe in rural areas; 3) How the experience of the young girl of the Arfak tribe marriage victim in a rural area performs its reproductive function; and 4) How the Arfak girl of child marriage matchmaking victim survives in their customary marriages. This study uses a qualitative approach with case study in Nenei District, South Manokwari District. This research uses radical feminist theory by Jaggar on women's body and political authority as well as Millet as a tool to analyze the child marriage problem due to matchmaking, while matchmaking makes girls have no authority over their bodies. The findings of this study are: 1) girls who are married at underage have no power over their bodies; 2) matchmaking that occurred in the community of Arfak tribe caused by the desire to get property and social status; 3) women victims of child marriage do not understand about reproductive health; 4) Arfak women undergoing reproductive functions still follow the tradition; 5) child marriage presents gender inequality for Arfak women. Based on the findings it can be concluded that social construction through patriarchy culture is still robust in the people of Arfak tribe. The girls of the Arfak tribe do not have power over theirselves because of the matchmaking culture and they serve as objects. Matchmaking itself has contributed to the number of child marriage practices at Nenei District.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T51305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emiria Aulia Devi Patria
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai hak kewarisan dari seorang anak yang dilahirkan dalam pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan dan pembagian waris bagi para ahli waris dari seorang Pewaris yang pernah menikah dibawah tangan sebelumnya dan menikah lagi untuk kedua kali (bukan dengan perempuan yang sama) dengan pernikahan yang sesuai Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Tesis ini juga merupakan studi kasus atas Putusan Majelis Hakim Perkara Nomor 0931/Pdt.G/2017/PA.JP. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Hasil penelitian menyarankan bahwa penyelesaian masalah pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan adalah dengan mengajukan permohonan istbat nikah ke Pengadilan Agama setempat agar kemudian pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan bisa dicatatkan ke Kantor Urusan Agama. Untuk mengajukan hak sebagai ahli waris, anak kandung hasil pernikahan siri dan nikah dibawah tangan juga bisa mengajukan permohonan asal-usul anak dan melakukan tes DNA. Setelah itu anak kandung hasil pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan dapat mengajukan gugatan atas sengketa waris atau permohonan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama setempat. Notaris memiliki peranan dalam masalah kewarisan Islam, khususnya dalam pembagian wasiat wajibah bagi orang-orang yang beragama Islam. ......This thesis has examined about the legacy of a birth children of siri marriage and unregistered marriage for the distribution of an inheritance to all of a member of the family, in a family where the Heir of a heritance had married two times, first is a siri marriage and second time is a legal marriage with another bride. This thesis is also a case study of a Judgment of a State Islamic Court in Jakarta Pusat at 2017 case 0931/Pdt.G/2017/PA.JP. This research is normative juridical research method from secondary data as the source of the data, which is obtained from the literature. The result of the research prompt that the solution to the issue of a siri marriage and a marriage which not registered is to submit a marriage court istbat application to the State Islamic Court, so then the siri marriage can be recorded by a State Marriage Departement. The other way are to apply pleading for the origin of a family as a birth children of siri marriage to State Islamic Court and or do a DNA test, so then the biological children of siri marriage can submit a claim for inheritance dispute or request for the determination of the heir to the local State Islamic Court. Notary also has a role in a cases of inheritance of a moslem, especially for a distribution of wasiat wajibah.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Alifia Husna
Abstrak :
Pulau Kalimantan merupakan pulau dengan provinsi yang memilili kejadian perkawinan anak tertinggi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Banyak dampak kesehatan yang timbul akibat perkawinan anak, pemerintah Indonesia dalam RPJMN dan Dunia dalam SDG’s menargetkan penghapusan praktik perkawinan anak turun menjadi 8,74% (2024) dan 6,94% (2030). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren dan determinan perkawinan anak pada wanita menikah usia 15-29 tahun di Pulau Kalimantan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sampel penelitian adalah seluruh wanita menikah berusia 15-29 tahun yang terpilih menjadi responden dalam SDKI 2007, 2012 dan 2017 di Pulau Kalimantan dan dianalisis menggunakan analisis regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan tren kejadian perkawinan anak dari tahun 2007-2017 stagnan (Prevalensi2007: 54,4%; Prevalensi2012:52,3%; Prevalensi2017:52,4%). Pendidikan, pendidikan pasangan, perbedaan umur, wilayah tempat tinggal, dan indeks kekayaan merupakan determinan perkawinan anak tahun 2007 dan 2007-2017. Pendidikan, perbedaan umur, wilayah tempat tinggal, dan indeks kekayaan merupakan determinan perkawinan anak tahun 2012. Pendidikan, pendidikan pasangan, pekerjaan pasangan, dan perbedaan umur merupakan determinan perkawinan anak tahun 2017. Selanjutnya, determinan utama yang mempengaruhi perkawinan anak di Pulau Kalimantan secara berturut-turut yakni status pendidikan (OR 2,9;95%CI:1,17-5), perbedaan umur (OR 2,9; 95%CI: 2,2-3,7), pekerjaan pasangan (OR 13,9; 95%CI: 1,4-137,5), dan perbedaan umur (OR 2,6; 95%CI: 2,2-3). ......Kalimantan Island is an island with the highest number of child marriages in Indonesia in the last 10 years. Due to many health impacts resulting from child marriage, Indonesian government in the RPJMN and SDG’s targeting the elimination of the practice of child marriage to fall to 8.74% (2024) and 6.94% (2030). This research aims to determine trends and determinants of child marriage among married women aged 15-29 years on the island of Kalimantan. This study used a cross-sectional design. The research sample was all married women aged 15-29 years who were selected as respondents in the 2007, 2012 and 2017 IDHS on Kalimantan Island and analyzed using multiple logistic regression analysis. The research results show that the trend in the incidence of child marriage from 2007-2017 was stagnant (Prevalence2007: 54,4%; Prevalence2012:52,3%; Prevalence2017:52,4%). Education, partner's education, age difference, area of residence, and wealth index are determinants of child marriage for 2007 and 2007-2017. Education, age difference, area of residence, and wealth index are determinants of child marriage for 2012. Education, partner’s education, partner's occupation, and age difference are determinants of child marriage for 2017. Furthermore, the main determinants that influence child marriage on Kalimantan Island respectively namely education (OR 2.9; 95%CI: 1.17-5), age difference (OR 2.9; 95%CI: 2.2-3.7), partner's occupation (OR 13.9; 95%CI: 1.4-137.5), and age differences (OR 2.6; 95%CI: 2.2-3).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dewi
Abstrak :
Paktik perkawinan anak adalah fenomena sosial yang dialami oleh banyak perempuan di berbagai belahan dunia. Temuan Unicef mencatat pada tahun 2014 lebih dari 700 juta perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, sementara Indonesia berada di urutan kedua tertinggi di ASEAN. Disertasi ini di tulis untuk mengungkap dan memaparkan proses reproduksi budaya praktik perkawinan anak yang berkelindan dengan beragam aspek dan konteks serta pengalaman dan negosiasi perempuan dalam menjalani perkawinan anak pada orang Kaili di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Suatu kajian etnografi feminis yang meggunakan teori habitus dan practice, Pierre Bourdieu untuk mengungkap relasi antara gagasan budaya dan aspek sejarah dengan praktik perkawinan anak. Teori intersectionality dari patricia Hill Collins untuk menganalisis posisi subyek dengan rangkaian persinggungan relasi kuasa yang mempengaruhi pengalaman hidup subyek perkawinan anak serta teori agency dan resistance dari Saba Mahmood untuk menguraikan upaya perempuan dalam membangun subyektivitasnya. Penelitian dilakukan bulan Juli 2016 - Maret 2019 melaui observasi dan wawancara mendalam serta metode life history dan genealogi. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah 1). Bagaimana praktik perkawinan anak menjadi bagian dari sistem sosial orang Kaili dari masa ke masa? 2). Bagaimana reproduksi kultural praktik perkawinan anak dimaknai oleh subyek dari berbagai latar belakang sosial dalam generasi yang berbeda? 3). Bagaimana perempuan Kaili membangun subjektivitasnya selama menjalani praktik perkawinan anak dan menggunakan subyektifitas tersebut untuk menegosiasikan posisinya? Temuan penelitian menujukan bahwa praktik perkawinan anak merupakan disposisi atas berbagai masalah terutama yang menyangkut kehormatan dan martabat perempuan yang membentuk habitus. Praktik tidak selalu identik dengan usaha untuk meneguhkan dominasi seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu. Pada kondisi tertentu praktik sosial terkadang mengekspresikan ketulusan dalam menjalin relasi yang intim antara manusia seperti relasi antara orang tua dan anak. Pada masa lampau perkawinan anak menjadi pilihan paling rasional saat itu, untuk menjaga kehormatan dan harga diri perempuan. Pada generasi masa kini perkawinan anak ditafsir kembali sebagai strategi mengatasi dinamika kontekstual dalam kehidupan sosial, baik pribadi maupun kelompok. Selanjutnya tidak semua perempuan subyek perkawinan anak kemudian menjadi powerless. Berbagai cara dan mekanisme yang dikembangkan oleh para subyek menegaskan bahwa praktik ini bukan fenomena tunggal dengan reason yang tunggal pula, akan tetapi didalamnya terdapat para individu dengan beragam kepentingan (self interest) lalu mengembangkan berbagai mekanisme sesuai dengan kondisi diri dan keluarga yang melingkupinya. ......The practice of child marriage is a social phenomenon experienced by many women in various parts of the world. Unicef's findings noted that in 2014 more than 700 million women were married under the age of 18, while Indonesia was the second highest in ASEAN. This dissertation was written to reveal and describe the cultural reproduction process of child marriage practices that are intertwined with various aspects and contexts as well as experiences and negotiations of women in undergoing child marriage to Kaili people in Donggala Regency, Central Sulawesi. A feminist ethnographic study that uses habitus and practice theory, Pierre Bourdieu is used to reveal the relationship between cultural ideas and historical aspects and the practice of child marriage. The intersectionality theory from Patricia Hill Collins is used to analyze the subject's position with a series of power relations that affect the life experience of the subject of child marriage and the theory of agency and resistance from Saba Mahmood is used to describe women's efforts in building their subjectivity. The research was conducted in July 2016 - March 2019 through observation and in-depth interviews as well as methods of life history and genealogy. The research questions posed are 1). How has the practice of child marriage been part of the Kaili social system from time to time? 2). How can the cultural reproduction of child marriage practices be interpreted by subjects from various social backgrounds in different generations? 3). How did Kaili women develop their subjectivity during the practice of child marriage and use this subjectivity to negotiate their positions? The research findings show that the practice of child marriage is a disposition to various problems, especially those concerning the honor and dignity of women who form the habitus. The practice is not always in line with efforts to assert domination as argued by Bourdieu. In certain conditions social practice sometimes expresses sincerity in forging intimate relationships between humans such as relationships between parents and children. In the past, child marriage was the most rational choice at that time, to protect women's honor and dignity. In the current generation, child marriage is reinterpreted as a strategy to overcome contextual dynamics in social life, both individually and in groups. Furthermore, not all women who are subject to child marriage become powerless. The various ways and mechanisms developed by the subjects emphasize that this practice is not a single phenomenon with a single reason, but there exist individuals with various interests (self-interest) then develop various mechanisms according to their own conditions and the family conditions that surrounds it.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>