Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustina Rahayu
Abstrak :
Gasifikasi pada umumnya menghasilkan gas sintesis dengan rasio mol H2/CO < 2. Gasifikasi dengan menggunakan uap air dapat meningkatkan komposisi H2 dalam gas sintesis. Kinetika reaksi gasifikasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan katalis K2CO3. Laju pemanasan terkontrol menentukan ukuran pori arang yang berpengaruh pada luas permukaan reaksi gasifikasi dan komposisi H2 dan CO dalam gas sintetis. Penelitian sebelumnya, pirolisis dilakukan tanpa memperhatikan kecepatan pirolisis. Percobaan dilakukan dengan metode steam catalytic gasification yang diarahkan untuk mencapai kondisi optimum untuk menghasilkan yield gas sintesis maksimum dengan rasio mol H2/CO≈2 dengan menggunakan arang batubara dengan luas permukaan yang telah diketahui. Laju pemanasan yang cepat pada tahap pirolisis akan meningkatkan surface area arang, sehingga yield gas akan meningkat. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpankan partikel arang batubara lignit Indonesia dan katalis K2CO3 ke dalam reaktor fixed bed dengan variasi rasio steam/char (2,2; 2,9; 4,0), dan suhu gasifikasi (750˚C, 825˚C, dan 900˚C). Rasio H2/CO tertinggi yang didapat dari kondisi suhu 750˚C dan rasio steam/char 2,2 yaitu 1,682. Yield gas terbesar yang didapat dari penelitian ini adalah 0,504 mol/g pada suhu 900˚C dan rasio steam/char 2,9. Kondisi optimum untuk produksi gas sintesis adalah pada suhu 750˚C dan rasio steam/char 2,2 dengan yield 0,353 dan rasio H2/CO 1,682. ......Generally, gasification produces syngas with H2/CO mole ratio <2. Gasification uses steam to improve the composition of H2 in the syngas. Gasification reaction kinetics can be improved by using K2CO3 catalyst. Controlled heating rate determines the pore size of charcoal that affects surface area of gasification reaction and composition of H2 and CO in the syngas. Previous studies, pyrolisis process was performed without regard to pyrolysis rate. Experiments was performed by catalytic steam gasification using charcoal which has known surface area to achieve optimum conditions and produce maximum yield of syngas with mole ratio of H2/CO ≈ 2. Rapid heating rate on pyrolysis stage will increase the surface area of charcoal, so it will increase gas yield. This study was performed by feeding Indonesian charcoal particles and K2CO3 catalyst into fixed bed reactor with variation of ratio of steam/charcoal (2.2; 2.9; 4.0), and gasification temperature (750˚C, 825˚C, and 900˚C). Highest ratio of H2/CO obtained at temperature of 750˚C and steam/charcoal ratio of 2.2 was 1.682. Largest gas yield obtained from this study was 0.504 mol/g at temperature of 900˚C and steam/charcoal ratio of 2.9. The optimum conditions for syngas production was temperature of 750˚C and steam/charcoal ratio of 2.2 with gas yield of 0.353 and H2/CO ratio of 1.682.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Arief Putra
Abstrak :
Sumber cadangan bijih besi yang terdapat di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan sehingga dibutuhkan usaha untuk mengolah cadangan tersebut untuk meningkatkan perekonomian. Mengingat UU No.4 Tahun 2009 yang berisikan tentang pengolahan mineral yang ada di Indonesia dilakukan didalam negeri. Berdasarkan kedua hal tersebut maka dibutuhkan sebuah teknologi sederhana yang dapat mengolah bijih besi tersebut hingga mendapatkan konsentrasi yang lebih tinggi dengan biaya yang terjangkau dan ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bijih besi laterit dari Kalimantan dan arang batok kelapa. Perbandingan rasio massa antara bijih besi dan arang batok kelapa divariasikan menjadi 1:1, 1:2, dan 1:3. Kedua material ini dicampur dan dibakar hingga api menyebar merata. Kemudian dimasukkan ke Rotary Kiln, blower dinyalakan dan ditahan selama 15 menit. Kemudian Rotary Kiln diputar dan dikondisikan proses berlangsung selama 30 menit. Karakterisasi dilakukan dengan XRD untuk melihat secara kualitatif hasil reduksi dan efisiensi proses. Hasil XRD menunjukkan bahwa semakin banyak reduktor maka semakin terbentuk hasil reduksi. Terbukti peak maksimal pada 2θ antara 20-40 menunjukkan kenaikan dari setiap perbandingan rasio yang ada, dari intensitas 330 ke 630 (contoh perbandingan 1 : 2) dari peak maksimum Fe3O4. Hasil reduksi yang paling efisien terdapat pada perbandingan 1:2. Hal ini dikarenakan perubahan intensitas yang dimiliki antara perbandingan 1:2 dan 1:3 tidak terlalu signifikan. ......Iron ore sources are located in all of island of Indonesia so it takes some effort to process the sources to improve economic matters. Based on UU No.4 Tahun 2009 which requires that raw mineral mined must be processed in Indonesia. So, we need simple technology which can process iron ore with low cost and green. This research was use laterit iron ore from Kalimantan and coconut charcoal. Mass rasio beetwen iron ore and coconut charcoal variated to 1:1, 1:2 and 1:3. Both of them was mixed and burned until fire spread evenly. After that, both of them get into Rotary Kiln and blower was turned on. After that sample was holded in 15 minute. Then, Rotary Kiln was turned on and prosess did in 30 minute. Characterization use XRD to see in qualitative reduction result and efficiency process. XRD result showed, if there more reductor so more formed reduction result. it proved with intensity of maximum peak of Fe3O4 was ascent in every ratio, from 330 to 630 (example in Ratio 1 : 2). Efficient Process there in ratio 1 : 2, it proved that reduction result beetwen ratio 1 : 2 and 1 : 3 was not significanly changed.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55799
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romie Alpha
Abstrak :
Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan pengujian mikrohardness dengan metode dickers. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan epoksi jenis bisfenol A dengan penguat berupa arang kayu dengan variasi kadar beratnya. Arang kayu yang digunakan berupa arang kayu hitam. Sampel epoksi dibuat sebanyak 4 buah, dengan tiga variasi penambahan arang kayu dan satu sampel epoksi murni. Sampel diuji kekerasannya dengan alat pengujian mikrohardness dengan beban sebesar 25 gram. Sampel yang digunakan yaitu 25 gram epoksi murni, epoksi murni + 1 gram arang kayu, epoksi murni + 2 gram arang kayu, dan epoksi + 4 gram arang kayu. Setiap sampel tadi ditambahkan curing agent berupa polyamida sebanyak 6,6 gram. Pengujian dilakukan dengan penjejakan sebanyak 10 titik pada tiap sampel. Nilai kekerasan dari masing - masing titik ini dirata - ratakan sehingga menghasilkan satu nilai kekerasan yang representatif. Melalui pengujian ini, akan diketahui pengaruh penambahan arang kayu terhadap kekerasan epoksi. Untuk melengkapi pengujian kekerasan, maka dilakukan pengamatan SEM untuk melihat permukaan sampel epoksi murni dan permukaan sampel epoksi yang ditambahkan filler berupa arang kayu. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran lOOx, 500x, dan lOOOx. Selain itu, komposisi arang kayu juga diuji dengan EDX. Melalui pengujian komposisi, maka dapat diketahui unsur - unsur yang terkandung di dalam arang kayu.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Muflih Sandjaya
Abstrak :
Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian saat ini berfokus pada pembuatan nanoteknologi. Salah satu nanoteknologi yang sedang dikembangkan saat ini adalah nanofluida yang merupakan salah satu jenis thermal fluida dan dapat dijadikan sebagai media pendingin. Dalam penelitian ini, thermal fluida dibuat melalui metode 2 tahap, yaitu pembuatan partikel karbon dari karbon arang batok kelapa dengan cara di Ball mill dan kemudian partikel karbon didispersikan dalam fluida berupa air distilasi dengan konsentrasi partikel 0.1%, 0.3% dan 0.5% yang kemudian ditambahkan surfaktan SDBS dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30% untuk meningkatkan stabilitasnya, lalu di ultrasonifikasi. Thermal fluida tersebut kemudian digunakan sebagai media quench baja S45C yang diaustenisasi pada suhu 900°C untuk dilihat performanya. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penambahan surfaktan SDBS dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% pada thermal fluida cenderung akan menurunkan konduktvitas termal dari thermal fluida dan nilai konduktivitas termal tertinggi diperoleh thermal fluida dengan konsentrasi karbon 0.1% tanpa penambahan surfaktan SDBS, yaitu 0.75 W/m°C. Sementara nilai kekerasan baja tertinggi didapat dengan meng-quench baja dengan media quench thermal fluida dengan konsentrasi karbon 0.3% tanpa penambahan surfaktan SDBS yaitu 57 HRC. ......Current scientific and researches developments focuses on the manufacture of nanotechnology. One of the nanotechnology that being developed is nanofluids which is a type of thermal fluids and can be uses as cooling media. In this research, the thermal fluid is synthesized using a 2-step methods, which is carbon particle that synthesized by ball milling the coconut shell charcoal carbon and then dispersing the carbon particle with concentrations of 0.1%, 0.3% and 0.5% into distilatted water which was then added with SDBS surfactant with concentrations of 0%, 10%, 20% and 30% to increase their stability, then ultrasonication was performed. The Thermal fluids was the used as quench medium for S45C steel that was being austenitizing at temperature of 900°C to observe the performance. From the research conducterd, it is known that the addition of SDBS surfactant with concentrates of 10%, 20% and 30% will tend to decrease the thermal conductivity of thermal fluids and the highest thermal conductivity is approached by thermal fluid with 0.1% carbon concentration without SDBS surfactant added, which value is 0.75 W/m°C. Meanwhile, the highest hardness value is approache by the steel that being quenched using thermal fluids with 0.3% carbon concentration without surcactant added as quench medium which value is 57 HRC.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlatifah
Abstrak :
Karbon Aktif dikenal cukup luas penggunaannya baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga. Di Indonesia sudah didirikan beberapa industri karbon aktif, namun untuk penggunaan penyerap merkuri, produk tersebut masih impor. Karbon Aktif untuk penyerap merkuri masih menggunakan bahan baku batu bara yang dikenakan proses impregnasi dengan sulfur. Untuk mengamati kemung- kinan pembuatan karbon aktif untuk penyerap merkuri dengan bahan baku selain batu bara, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan karbon aktif serbuk gergaji yang diimpregnasi dengan sulfur. Sulfur yang digunakan adalah 10 %, 20 %, 30 %, 40 % dan 50 % berat bahan baku. Produk di uji sifat fisik, kimia dan struktur permukaannya. Diperoleh hasil bahwa penambahan belerang 30 % menghasilkan luas permukaan tertinggi. Hasil uji daya scrap menurun dengan bertambahnya sulfur sedangkan perubahan permukaan di amati dengan scanning electron microscopy (SEM).
Active carbon has been commonly used for industries and household. The material of active carbon can be used for food and non-food industries as well. In Indonesia some variety of carbon active has been manufactured. Nonetheless for mercury removal substance it is still being imported up to date. Coat is the basic ingredien in the production of active carbon for mercury removal, and it is impregnated with sulfur. Element of sulfur as impregnating agent is used in the range of 10 %, 20 %, 30 %, 40 % to 50 % by weight respectively. Physical and chemical properties of the products were analyzed in this investigation. The result shows that the maximum surface area had been reached for sulfur impregnated with 30 % by weight. Adsorption rate will decrease if sulfur content is increase. The change of it's external surface were examined by scanning electron microscopy (SEM).
1999
JIRM-1-3-Des1999-10
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu dan waktu vulkanisasi terhadap karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua. Karakterisik vulkanisasi kompon berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor perlakuan dan masing-masing diulang 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama adalah variasi ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu (50 mesh, 100 mesh dan 150 mesh), faktor kedua adalah variasi waktu vulkanisasi (20 menit dan 40 menit). Hasil penelitian pengaruh ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu dan waktu vulkanisasi terhadap karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua, menunjukkan bahwa pengaruh ukuran partikel arang aktif ampas tebu dan waktu vulkanisasi serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua, meliputi karakteristik waktu scorch (ts2), waktu matang optimum (t90), modulus torsi (t) dan laju vulkanisasi. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah kombinasi perlakuan P2W1 (ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu 150 mesh dan waktu vulkanisasi 20 menit dengan karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua meliputi waktu scorch 2,16 menit, waktu matang optimum 3,69 menit, modulus torsi 4,4 kg cm dan laju vulkanisasi 10,45 menit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu dan waktu vulkanisasi terhadap karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua. Karakterisik vulkanisasi kompon berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor perlakuan dan masing-masing diulang 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama adalah variasi ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu (50 mesh, 100 mesh dan 150 mesh), faktor kedua adalah variasi waktu vulkanisasi (20 menit dan 40 menit). Hasil penelitian pengaruh ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu dan waktu vulkanisasi terhadap karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua, menunjukkan bahwa pengaruh ukuran partikel arang aktif ampas tebu dan waktu vulkanisasi serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua, meliputi karakteristik waktu scorch (ts2), waktu matang optimum (t90), modulus torsi (t) dan laju vulkanisasi. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah kombinasi perlakuan P2W1 (ukuran partikel arang aktif dari ampas tebu 150 mesh dan waktu vulkanisasi 20 menit dengan karakteristik vulkanisasi kompon ban luar kendaraan bermotor roda dua meliputi waktu scorch 2,16 menit, waktu matang optimum 3,69 menit, modulus torsi 4,4 kg cm dan laju vulkanisasi 10,45 menit.
JDPI 23 (2) Desember 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Arief Widagdo
Abstrak :
Pestisida adalah salah satu zat agrokimia yang paling banyak digunakan dalam bidang pertanian, residu pestisida yang tertinggal dan dikonsumsi oleh manusia dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Salah satu cara untuk mengurangi residu pestisida adalah dengan menggunakan menambahkan arang atau Arang pada media tanam. Arang adalah sisa hasil pertanian yang dibakar menggunakan teknik pirolisis dan memiliki potensi untuk mengurangi residu pestisida. Penelitian dilakukan menggunakan desain studi quasi-experimental. Kelompok diberi enam perlakuan yang berbeda dengan satu kelompok kontrol dan diulangi sebanyak tiga kali. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 27 sampel. Arang yang digunakan dibakar dengan suhu 200-400oC. Sawi hijau ditumbuhkan menggunakan dua jenis Arang, Sekam Padi dan Tempurung kelapa, dengan masing-masing tiga konsentrasi yang berbeda (0.l%, 0.5%, dan 1% dari berat media tanam) dan satu kontrol. Setelah tanaman dipanen, tanaman ditimbang untuk mendapatkan berat dan dianalisis residu menggunakan alat Kromatografi Gas, teknik destruksi sampel menggunakan metode Quechers. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanaman dengan penambahan Arang memiliki mean residu yang berbeda signifikan dibanding dengan kelompok kontrol (P=0.049). Untuk setiap kenaikan konsentrasi Arang jenis Sekam Padi, residu pestisida berkurang sebanyak 25%, sedangkan untuk setiap kenaikan konsentrasi Arang jenis tempurung kelapa, residu pestisdia berkurang sebanyak 20.5%. Arang jenis Sekam Padi lebih efektif dalam mengadsorbsi pestisida dibandingkan Arang jenis tempurung kelapa. Dapat disimpulkan bahwa penambahan Arang mampu mengurangi residu pestisida di tanaman sawi.
Pesticide is one of the most utilized agrochemical substance during farming, although farmer benefited from the use of pesticide, pesticide residue may pose hazard towards human health. An onsite farming approach is best suited to reduce the uptake of pesticide in plant. One of the proposed method is using Biochar as a pesticide adsorbtion. Biochar is byproduct of biomass using pirolisis. This study was conducted using Quasi Experimental study. Sample was given six different treatment with one control and replicated three times, the total sample used in this study was 27. Sample was grown using two types of Biochar, Rice Husk and Coconut with three different concentration (0.1%, 0.5%, and 1% based on the growing soil). Biochar used in this experiment was pirolisis in 200-400oC. After the plant was harvested, sample was weighted and analyze using Gas Chromatography. Sample was destructed using Quechers method. The result shows that there are differences in residue uptake between plant without Biochar and plant with Biochar (P=0.049). For each increase in Biochar concentration, residue was reduced by 25% for rice husk while for coconut it reduce residue by 20.5% for each increase. In this study, Biochar from rice husk was more effective than Biochar from coconut. It can be concluded by this study that Biochar has the potential to reduce pesticide uptake in Caisim.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Rostiningtyas Lusiono
Abstrak :
Microbial Desalination Cell MDC adalah sistem bioelektrokimia pengembangan dari Microbial Fuel Cell MFC , yang memiliki kemampuan mendesalinasi air asin sekaligus memproduksi listrik dengan menggunakan bakteri eksoelektrogenik yang memproduksi energi listrik. MDC terdiri dari dua elektroda, yaitu anoda dan katoda. Harga material yang digunakan sebagai elektroda cukup mahal sehingga akan menjadi hambatan untuk aplikasi skala besar. Penggunaan arang sebagai elektroda MDC sangat potensial untuk mengurangi biaya perakitan MDC dan arang juga lebih ramah lingkungan karena tidak toksik dan bisa dibuang tanpa perlakuan khusus. Sekam padi memiliki sumber karbon yang cukup banyak dan dapat dikembangkan sebagai material elektroda. Penggunaan arang sekam padi sebagai anoda menurunkan kadar garam sebanyak 11,76. Selain elektroda, masalah lain yaitu ketidakseimbangan pH antar chamber selalu menjadi hambatan pada sistem MDC dan beberapa pendekatan yang ada berdampak pada peningkatan biaya kapital maupun biaya operasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut tanpa memakan biaya, air lindi AL dan natrium perkarbonat NP digunakan sebagai elektrolit berpenyangga alami pada penelitian ini karena keduanya memiliki sistem penyangga bikarbonat. Empat varian konsentrasi NP diuji dan kinerja desalinasi terbaik dengan katolit NP diperoleh pada konsentrasi NP sebesar 0,1 M SR = 14,36 . Performa natrium perkarbonat sebagai katolit juga dibandingkan dengan katolit komersil buffer fosfat. MDC dengan penggunaan natrium perkarbonat 0,1 M sebagai katolit menghasilkan kinerja desalinasi terbaik SR=14,36. ......Microbial Desalination Cell MDC is a bioelectrochemical development system of Microbial Fuel Cell MFC , which has the ability to desalinate saltwater while producing electricity using ecoelectrogenic bacteria that produce electrical energy. The MDC consists of two electrodes, the anode and the cathode. The price of materials used as an electrode is quite expensive so it will be a hindrance to large scale applications. The use of charcoal as an MDC electrode is very potential to reduce the cost of assembling MDC and charcoal is also more environmentally friendly because it is not toxic and can be disposed of without special treatment. The rice husk has a considerable carbon source and can be developed as an electrode material. The use of rice husk charcoal as an anode decreased salinity by 11, d76 . In addition to electrodes, another problem is the pH imbalance between chamber has always been an obstacle to the MDC system and some approaches that have an impact on increasing the cost of capital and operating costs. To answer the problem without cost, leachate AL and sodium percarbonate NP were used as natural buffer electrolyte in this study because both have bicarbonate buffer systems. Four variants of NP concentration were tested and the best desalination performance with catholyte NP was obtained at a NP concentration of 0.1 M SR 14.36 . Performance of sodium percarbonate as catholyte was also compared with commercial cytolite of phosphate buffer. MDC with 0.1 M sodium percarbonate as catholyte gave the best desalination performance SR 14,36
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chodijah
Abstrak :
ABSTRAK
Material karbon aktif berukuran mikro (mikro-karbon aktif) dikembangkan untuk memperoleh material penyimpan hidrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas penggunaan penggilingan bola planetari dengan parameter, ratio sampel terhadap bola 1:5 selama 30 jam, kecepatan 200 putaran/menit dalam kondisi penggilingan non-inert. Karbon aktifasi hasil pemilingan kemudian dibentuk pelet dengan penambahan gula cair sebagai pengikat dan KOH sebagai larutan aktifasi. Material karbon aktif berukuran 36,41 mikron meningkat setelah penggilingan bola sebanyak 13,6 % untuk batok kelapa dan 0,74 % untuk batubara. Pelet karbon aktif (batok kelapa) memiliki nilai penyerapan yang lebih tinggi jika dibandingkan serbuk karbon aktif. Kapasitas penyerapan pelet karbon aktif meningkat hingga ± 75,87% pada temperatur rendah -5oC dan ± 78 % pada temperatur ruang 25oC.
ABSTRACT
Micro-activated carbons have been developed for hydrogen storage materials. The research was conducted to observe the effect of planetary ball milling with the ratio sample to ball 1:5 for 30 hours, 200 rev / min in non-inert conditions. Ball milled activated carbon material were then formed as pellet with addition of liquid sugar as binder and KOH as activated reagents. The pellet was reactivated at 550o C for 1 hour. Fraction of activated carbon material with the size of less than 36.41 microns increased after ball milled as mucs as 13.6% for coconut shell and 0.74 for coal. Pellet activated carbon has higher adsorption capacity than powdered activated carbon. Adsorption capacity of pellet activated carbon up to ± 75.87% in low temperature -5oC and 78% in room temperatur 25oC.
2011
T30032
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rizkia Nabhani
Abstrak :
Dalam ranah ilmu geologi, kandungan polen dalam sedimen dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh aktivitas manusia terhadap lingkungan. Hal ini dilakukan dengan merekonstruksi ulang perubahan bentang vegetasi berdasarkan kandungan polen dan spora yang ada di dalam sedimen. Kehadiran charcoal dalam sedimen khususnya yang diambil dari wilayah tropis juga dapat mengindikasikan budaya masyarakat yang berkaitan dengan pembukaan lahan. Umumnya pembukaan lahan di Indonesia dilakukan dengan cara membakar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi perubahan bentang vegetasi dan sejarah api yang terjadi pada Kala Antroposen di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan analisis terhadap data palinologi, charcoal, dan umur absolut berdasarkan metode 210Pb. Terdapat dua belas perconto dengan panjang 110 cm dan interval 10 cm. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, sedimen yang diambil dari Teluk Balikpapan diendapkan pada lingkungan hutan bakau yang ditunjukkan oleh kelimpahan Rhizophoraceae dengan frekuensi yang sangat tinggi. Perubahan bentang vegetasi yang terjadi pada tiap zonasi polen berkaitan dengan aktivitas manusia seperti pembangunan kilang minyak, pertambangan batu bara, pembangunan kota, dan eksploitasi hutan. Sementara sejarah api menunjukkan bahwa penggunaan api di sekitar Teluk Balikpapan sudah cukup intensif sekitar 100 tahun yang lalu yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berkaitan dengan peristiwa ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), dan Proyek Sawah Sejuta Hektar. Intensitas api yang tinggi berkaitan dengan periode ENSO kuat. Berdasarkan data palinologi dan data charcoal, dapat disimpulkan bahwa perubahan bentang vegetasi dan sejarah api tidak memiliki kaitan.
In the realm of geology, the pollen content in sediments can be used to determine the effect of human activities on the environment. This is done by reconstructing changes in the vegetation landscape based on the pollen and spore content in the sediment. The presence of charcoal in sediments, especially those extracted from tropical areas, can also indicate community culture related to land clearing. Generally, land clearing in Indonesia is carried out by burning forests. This study aims to reconstruct changes in vegetation landscape and fire history that occurred during the Anthropocene in Balikpapan Bay, East Kalimantan. The approach taken in this study is to analyze data on palynology, charcoal, and absolute age based on the 210Pb method. There were twelve samples with a length of 110 cm and 10 cm intervals. Based on the analysis that has been done, sediments taken from Balikpapan Bay were deposited in the mangrove forest environment shown by the extremely high abundance of Rhizophoraceae. Changes in the vegetation landscape that occur in each pollen zone are related to human activities such as the oil refinery construction, coal mining, urban development, and forest exploitation. Meanwhile, the history of fire shows that the use of fire around Balikpapan Bay was quite intensive about 100 years ago which was influenced by weather conditions related to the events of ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), and the Million Hectare Rice Project. High fire intensity is associated with periods of strong ENSO. Based on palynological and charcoal data, it can be inferred that there is no connection between changes in vegetation landscape and fire history.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>