Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Penggunaan alkohol di seluruh dunia tiap tahun semakin meningkat dimana salah satu kebutuhannya sebagai altematif energi semakin menggantikan posisi bahan bakar fosil yang kian berkurang. Seiring semakin menipisnya persediaan bahan bakar fosil maka setiap negara berlomba untuk mencari bahan baku serta proses altematif yang prospektif untuk dikembangkan serta dikomersilkan. Selama ini bahan altematif itu merupakan bahan organik yang diperoleh dari alam seperti starch jagung, ampas tebu, kayu, kertas dan juga kulit pisang.[1] Komponen bahan utama yang dibutuhkan adalah selulosa, karbohidrat (pati), lignin, hemiselulosa, dan rantai gula panjang Iainnya yang potensial untuk dikonversi menjadi etanol.

Penelitian ini akan bertujuan untuk melakukan perancangan awal produksi etanol dari bahan baku kulit pisang kepok dengan mengunakan metode hidrolisis dengan mengunakan asam, membahas sedikit tentang jenis pisang kepok yang baik, serta mengetahui kondisi operasi optimal fementasi. Asam yang digunakan adalah asam HCI 10% untuk mengubah pati menjadi gula yang diberi sebanyak dua kali berat sampel. Kemudian dilanjutkan tahap fermentasi dengan menggunakan ragi Sacharromyces cereviceae sebagai penghasil enzim untuk mengkonversi gula menjadi etanol. Variasi yang dilakukan adalah variasi jumlah ragi sebanyak 1,5 g dan 3 g per 50 ml sampel serta variasi Iamanya ferrnentasi antara 3 hingga 10 hari. Setealah dilakukan penyaringan, kadar alkohol dianalisa dengan menggunakan Gas Chromatography.

Dari variasi yang dilakukan diperoleh kadar alkohol tertinggi 14,7 % pada jumlah ragi 3 g per 50 ml sampel selama 6 hari fermentasi. Untuk ragi sebanyak 1, 5 g per 50 ml sampel pisang kuning diperoleh persamaan polinomial : Y=Y=0,0548X4-1,0867X3-11,029X R2=0,9286 Dan untuk ragi sebanyak 3 g per 50 ml sampel pisang kuning diperoleh persamaan : Y=-0,0686X5+2,3212X4-20,983X3+182,92X2-521,91X+561,81 R2=0,9712 Dengan Y=kadar alkohol dan X=waktu (hari) dengan rentang 3-10 hari.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Habibi
Abstrak :
Pregelatinisasi pati singkong (PPS) mempunyai kemampuan mengembang yang baik akan tetapi daya ikatnya rendah,sehingga menyebabkan tablet menjadi rapuh, khususnya pada tablet cepat hancur. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diantaranya adalah melalui modifikasi PPS dengan metode koproses. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat koprosesdari (PPS) dengan hidroksi propil metil selulosa(HPMC) yang selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur. Pada penelitian ini eksipien koproses dibuat dengan menggabungkan suspensi PPS dalam air dengan suspensi HPMC dalam air pada perbandingan 6:1, selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. Terhadap eksipien yang dihasilkan dilakukan evaluasi, selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur. Proses pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah. Tablet cepat hancur dibuat 4 formula (formula ABCD), tablet yang dihasilkan dievaluasi sifat fisiknya yang meliputi kekerasan, keregasan, waktu pembasahan, waktu hancur sesuai dengan persyaratantablet cepat hancur yang baik. Hasil evaluasi tablet yang dihasilkan menunjukkan hanya formula D yang dapat hancur sesuai dengan ketentuan Farmakope Eropa yaitu kurang dari 3 menit (88,16 ±10,61 detik), serta memiliki karakteristik sebagai berikut; kekerasan 1,73 kp ± 0,32, keregasan 0,69 ± 003,waktu pembasahan 142,66 ± 8,02 detik. Dapat disimpulkan bahwa hanya formula D memenuhi persyaratan tablet cepat hancur,baik sifat fisik maupun waktu hancur tablet. ......Pragelatinized cassava starch (PCS) has a good ability to swelled but low binding capacity in tablet formulation, that causing the tablet to become brittle, especially in fast disintegrating tablets. To overcome the lack of them is through the modification of the PCS with the coprocess method. The purpose of this research was to create coprocess excipient from PCS with hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC), then it was used in fast disintegrating tablets formulations by wet granulation method. In this study an excipient coprocess was made by combining of PPS suspension in water with of HPMC suspension in water at a ratio of 6: 1, then dried with drum dryer. The excipient product was characterized of physical properties. After that, it used in fast disintegrating tablets formulations. The process of making the tablets was by wet granulation method in 4 formula (ABCD formula). The fast disintegrating tablets product was evaluated physical properties which include hardness, friability, wetting time, disintegrating time, in accordance with the requirements of a good fast disintegrating tablets. The results of the evaluation of the resulting tablets indicate only formula D that can be disintegrated in accordance with the European Pharmacopoeia, which is less than 3 minutes (88,16 ± 10,61second), beside that another properties were; hardness 1.73 ± 0.32 kp, friability ± 0.69 003, wetting time 142,66 ± 8.02 seconds. The conclusion is formula D eligible as fast disintegrating tablets, not only physical properties but also disintegrating time.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie Hapsari
Abstrak :
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan salah satu tanaman yang dianggap sebagai gulma yang dapat merusak ekosistem. Untuk mengurangi efek negatif dan meningkatkan nilai tambah dari eceng gondok, tanaman ini digunakan sebagai salah satu sumber alternatif dalam pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Proses pembuatan CMC meliputi beberapa tahapan yang dilakukan secara berurutan, yaitu alkalisasi, karboksimetilasi, netralisasi, purifikasi dan pengeringan. Dua tahap pertama dilakukan dengan mereaksikan serat selulosa eceng gondok yang telah diisolasi sebelumnya dengan NaOH dan ClCH2COOH dalam suatu media reaksi. Pada penelitian ini digunakan campuran pelarut isobutil-isopropil alkohol. Kemudian, proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan asam asetat, purifikasi dengan ethanol 96%, dan pengeringan dilakukan dengan memanaskan dalam oven pada suhu 60°C. Variasi variabel yang dilakukan pada penelitian ini, diantaranya konsentrasi NaOH sebesar 5%, 10%, 20%, 30% dan 35%, serta perbandingan komposisi media reaksi isobutil-isopropil alkohol sebesar 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, dan 80 ml:20 ml. Suhu reaksi karboksimetilasi yang ditetapkan ialah sebesar 55°C. CMC yang dihasilkan dikarakterisasi dengan pengukuran nilai Derajat Subtitusi (DS), kemurnian serta analisis gugus fungsional dengan menggunakan FTIR. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan CMC dengan nilai DS tertinggi sebesar 2,33 ada pada kondisi komposisi campuran isobutil-isopropil alkohol 20 ml:80 ml dan konsentrasi NaOH 10% serta rendemen 138,37%, dan kemurnian 94,02%. ......Water hyacinth (Eichhornia crassipes) is a plant that is considered as a weed that can damage ecosystems. In order to reduce the negative effects and to increase the added value of water hyacinth, this plant is used as one of the alternative sources in producing carboxymethyl cellulose (CMC) as it has fairly high cellulose content. CMC producing process includes several stages that are performed sequentially, i.e. alkalization, carboxymethylation, neutralization, purification and drying. The first two stages performed by reacting cellulose fibers that has been previously isolated by NaOH and sodium monochloroacetate (ClCH2COONa) in a solvent medium. This research uses a mixture of isobutyl-isopropyl alcohol as solvent. Then, the neutralization process is done by using acetic acid, purified with 96% ethanol, and drying stage is done by heating in an oven at a temperature of 60°C. Variations variables in this research, including NaOH concentration of 5%, 10%, 20%, 30% and 35%, and the ratio of composition-isobutyl isopropyl alcohol solvent at 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, and 80 ml:20 ml. Carboxymethylation reaction temperature is set at 55°C. CMC produced are characterized by measuring the value of (Degree of Substituion) DS, purity and functional group analysis using FTIR. Based on the results, the CMC with the highest DS value of 2.33 is at the condition of mixed composition isobutylisopropyl alcohol 20 ml: 80 ml and the concentration of NaOH 10%, yield of 138.37%, and purity of 94,02%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Auliya Husni
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan serat rayon terikat silang yang memiliki ketahanan terhadap kondisi asam dan basa dengan gugus fungsional Akrilamida (AAm) dan Glisidil Metakrilat-Asam Iminodiasetat (GMA-IDA). Percobaan ini menggunakan teknik ozonasi dalam udara untuk menghasilkan gugus peroksida dan hidroperoksida yang dapat menginisiasi reaksi kopolimerisasi cangkok. Serat rayon terozonasi dicangkok dengan agen pengikat silang N,N?-Metilendiakrilamida (NBA) dalam media gas N2 dengan berbagai variasi laju alir ozon, lama ozonasi, konsentrasi monomer, dan suhu reaksi untuk mengetahui kondisi optimal pencangkokkan NBA pada serat selulosa. Serat yang telah terikat silang melalui pencangkokkan NBA kemudian diuji ketahanannya dalam asam dan basa. Ozonasi selanjutnya pada serat yang telah terikat silang digunakan untuk mencangkokkan monomer. Pada pencangkokkan monomer AAm, didapatkan bahwa lama ozonasi pada pencangkokkan NBA untuk menghasilkan serat terikat silang, berpengaruh pada kadar pencangkokkan AAm. Makin lama ozonasi untuk NBA, maka kadar pencangkokkan AAm menjadi berkurang. Pada pencangkokkan GMA, didapatkan bahwa konsentrasi optimum GMA yang bisa tercangkok pada serat terikat silang adalah sebesar 30% GMA dengan suhu 60°C. Selanjutnya GMA yang sudah tercangkok pada serat terikat silang direaksikan dengan IDA menghasilkan R-co-NBA-g-(GMA-IDA). Spektrum FT-IR menunjukkan telah tercangkoknya monomer-monomer pada serat melalui pengamatan gugus fungsi yang ada.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30492
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santoso
Abstrak :
Bakteri Acetobacter.xylinum merupakan bakteri Gram negatif yang mampu menghasilkan senyawa selulosa. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki derajat kemurnian yang tinggi dan layak untuk dikembangkan sebagai sumber alternatif penyediaan selulosa bagi berbagai bidang industri yang membutuhkannya. Selulosa bakteri diperoleh dengan cara memfermentasikan substrat cair yang mengandung gula dengan menggunakan bakteri A. xylinum. Di negara asalnya, Filipina, fermentasi tersebut menggunakan limbah cair air kelapa dan dikenal sebagai produk nata de coco. Produk inipun dikenal di Indonesia dengan nama dagang sari kelapa. Selain dikenal sebagai produk makanan seperti tersebut di atas, nata yang sebenarnya merupakan bacterial cellulose telah dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Pemanfaatan selulosa bakteri tersebut antara lain dalam bidang industri pembuatan kertas, membran akustik, obat-obatan, kosmetik dan produk makanan (Steinkraus 1983; Sudirjo 1985; Sanchez & Yoshida 1998). Di Indonesia, produk makanan sari kelapa sudah cukup dikenal, terutama di kota-kota besar. Pembuatan produk tersebut, sebagian besar dilakukan secara industri skala rumah tangga, walaupun beberapa pabrik skala besar juga memproduksi sari kelapa. Pada umumnya, para pembuat sari kelapa kurang atau tidak melakukan proses produksi secara steril. Kendala yang muncul adalah, sering kualitas produk yang dihasilkan menurun atau bahkan kegagalan pada produksi. Hal tersebut dikarenakan tingginya tingkat kontaminasi dari bibit yang digunakan. Oleh karenanya, isolasi dan pemurnian bakteri A. xylinum yang digunakan dalam industri lokal tersebut merupakan hal yang utama. Pemanfaatan bakterial selulosa bagi berbagai bidang industri membutuhkan kualitas produk yang stabil. Salah satu kendala yang juga akan dihadapi dalam pemanfaatan limbah bagi substrat fermentasi adalah kualitas substrat yang dapat sangat bervariasi. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan media fermentasi buatan yang komposisi dapat diatur dengan pasti.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Microbial xylanases or xylanolytic enzyme have received considerable attention over the last years owing to a multitude of possible applications. These enzymes have potential in the biodegradation of lignocellulosic biomass to fuels, chemicals, fruit juice, animal feed and in improving rumen digestion. More recently, the use of xylanases as bleaching agent in the pulp and paper industry has been suggested to replace of some of the chemicals presently used for this purpose. Such applications could have an important positive impact on the environment. The purpose of this research was determining the synergy of 3 recombinant xylanolytic enzymes (β-xylosidase, exo-xylanase and α-Larabinofuranosidase) from recombinant Eschericia coli BL21 (DE-star) in xylan hydrolysis by analysis the reduction sugar product. Purified of recombinant xylanolytic enzyme β-xylosidase (Xyl), exo-xylanase (Exo-Xyl) and α-Larabinofuranosidase (Abfa) with Ni-NTA resin. Seven samples of enzyme (each and enzyme mixture) used to hydrolyze xylan substrate (oat-spelt xylan). Analysis of hydrolysis product was done by HPLC. The xylanolytic activities of this enzyme before and after purification were 0,91 and 9,94 U/mL (Exo-Xyl); 1,65 and 14,2 U/mL (Xyl); 0,65 and 5,6 U/mL (Abfa). The xylosidase activity were 2,37 and 14,3 U/mL (Xyl); 1,49 and 10,5 U/mL (Exo-Xyl); 2,54 and 18,6 U/mL (Abfa). The highest hydrolysis product of xylan (xylose) shown in enzyme mixture of exoxylanase and β-xylosidase was 1,084 mg/mL
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Airlangga. Institute of Tropical Disease], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil
Abstrak :
ABSTRAK
Kebakaran pada gudang penyimpanan kertas dan kayu membutuhkan sistem proteksi yang tidak merusak material yang terbakar. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi kadar konsentrasi oksigen yang berada pada udara normal. Metode ini bertujuan mengurangi resiko perambatan api saat terjadi kebakaran. Penelitian sifat bakar mengenai persentase pengurangan massa, laju pengurangan massa, dan laju pengurangan luas material selulosa terhadap pengaruh konsentrasi oksigen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah LOI (Limiting Oxygen Index) Penyalaan awal sampel menggunakan piloted ignition dilakukan pada posisi vertikal pada udara normal dan perambatan pada konsentrasi oksigen di bawah udara normal. Pengujian menggunakan empat variasi konsentrasi oksigen (% volum) yaitu 20,9 ; 19,6 ; 17,5 dan 16,3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pengurangan massa terbesar dan terkecil untuk sampel kayu dan kertas masing-masing pada konsentrasi 20,9 % dan 16,3 %. Hal yang sama juga terjadi pada laju perambatan luas sampel. Semakin rendah konsentrasi oksigen, maka semakin sedikit massa yang terbakar dan laju perambatan yang lebih lambat
ABSTRACT
Fire on wood and paper storage warehouse requires protection system that will not damage the burning material. One of the methods is by reducing oxygen concentration level at normal air. This method aims to reduce the risk of fire propagation during actual fire. Research is done on the nature of the fuel mass reduction percentage, the rate of mass reduction, and the rate of area reduction of cellulosic material as the effect of oxygen concentration. The method that was used in this research is based on LOI (Limiting Oxygen Index) . Ignition of the sample using piloted ignition was done in vertical position under normal air condition and propagation of fire at lower oxygen concentration in normal air. The tests used four variations of oxygen concentration (volume %), which were 20.9; 19.6; 17.5 and 16.3. The results showed thatthe largest and the smallest mass reduction percentage for wood and paper occurred at a concentration of 20.9% and 16.3%, respectively. The same thing happened in burned area propagation rate of the sample. The lower the oxygen concentration, the less the mass being burned and a slower rate of propagation
2015
T43824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wuryanti
Abstrak :
Salah satu penerapan selulosa adalah untuk isolator kalor. Sudah banyak orang melakukan penelitian selulosa untuk isolator, karena merupakan issu populer penghematan energi dengan biaya penanganannya cukup murah. Untuk itu, peneliti membuat selulosa dari alang-alang jenis imperata cylindrica dengan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi berupa serat selulosa. Serat selulosa dibuat lembaran dengan menambahkan Na-CMC (Sodium Carboksil Metyl Cellulose) sebesar 3,5%. Pembuatan lembaran dengan cara, serat diblender selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit kemudian masing-masing dimasukkan kedalam oven pada suhu 40oC selama 36 jam. Selanjutnya, pembuatan komposit menggunakan cold-press. Pengujian dilakukan terhadap tujuh parameter yakni massa jenis, kapasitas panas, konduktivitas panas, morphologi, TGA, FTIR dan sifat-sifat mekanik yang diuji menggunakan piknometer, DSC Jade Perkin Elmer, Joulemetter, SEM, TGA Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR Alpha Bruker, dan UTM Model UCT-5T. Hasil pengujian diperoleh massa jenis minimal 109 kg/m3 dan maksimal 455,5 kg/m3; kapasitas panas minimal 0,304 kJ/kg K dan maksimal 0.945 kJ/kg K; konduktivitas panas minimal 0,074 W/m K dan maksimal 0,153 W/m K; morfologi diperoleh hasil material yang hampir homogen; ketahanan panas minimal 195oC dan maksimal 246oC, hasil dari spektrofotometer terjadi ikatan; kekuatan tarik rata-rata minimal 9,1 MPa dan maksimal 14,2 Mpa; kekuatan tarik spesifik minimal 0,002 MPa/(kg/m3) dan maksimal 0,013 MPa/(kg/m3). ...... One application of cellulose is for isolator of heat. Many researche on cellulose for isolator have been conducted due to a popular issue of energy saving with its fairly cheap treatment cost. Cellulose is produced from imperata cylindrica reed by an extraction process. The results of extraction were in a form of cellulose fibers. The cellulose fibers were made to form of sheets by adding 3.5 % Na-CMC (Sodium Carboxyl Methyl Cellulose). The sheets are produced by blending fibers for 30, 45, and 60 minutes and then put it into the oven with temperature of 40oC for 36 hours. Tests were conducted for seven parameters, namely, density, heat capacity, thermal conductivity, morphology, TGA, FTIR and Mechanical properties were evaluated by picnometer, DSC, Joulemetter, SEM, TGA from Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR from Alpha Bruker, UCT-5T Model UTM. The test showed : minimal and maximal of densities were 109 kg/m3 and 455.5 kg/m3, respectively; minimal and maximal of heat capacity were 0,304 kJ/kg K and 0.945 kJ/kg K; minimal and maximal of thermal conductivity were 0,074 W/m K and 0,153 W/m K; morphology produce material nearly homogeneous, minimal and maximal of degradation temperature were 195oC and 246oC; result from spectrophotometer was occur a bond; minimal and maximal tensile strength were 9.1 MPa dan 14.2 MPa, respectively; and minimal and maximal specific tensile strength were 0.002 MPa/(kg/m3) and 0.013 MPa/(kg/m3).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D1866
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Kusmayati
Abstrak :
ABSTRAK
Propelan merupakan isian pendorong peluru yang berbahan baku antara lain nitroselulosa. Pemenuhan kebutuhan propelan di Indonesia saat ini masih dipenuhi dari pengadaan luar negeri. Dilain pihak sumberdaya alam belum diberdayakan semaksimal mungkin untuk membuat nitroselulosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi selulosa rami (Boehmeria nivea) menjadi nitroselulosa serta mencari kondisi kristalinitas selulosa rami yang optimal agar substitusi gugus -OH oleh ion nitronium maksimal. Untuk memperoleh Nitroselulosa rami, dilaksanakan proses esterifikasi selulosa dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat dengan formula H2SO4 : HNO3 : H2O = 67,75 % : 23,13 % : 9,12 % dengan waktu nitrasi yang optimal selama 4 jam. Proses nitrasi sempurna, apabila semua gugus -OH dari selulosa bereaksi sempurna dengan asam nitrat, maka akan dicapai derajat esterifikasi maksimal dengan kandungan nitrogen 14,5 %. Kandungan nitrogen nitroselulosa rami yang diperoleh dari hasil penelitian antara 11,94 - 13,31, besaran ini belum sepenuhnya memenuhi spesifikasi sebagai bahan baku propelan. Kristalinitas selulosa dari pulp rami merupakan salah satu parameter yang dapat dioptimalkan untuk maksimalisasi kandungan nitrogen nitroselulosa rami. Peningkatan fraksi amorf akan meningkatkan aksesibilitas ion nitronium untuk mensubstitusi gugus -OH bebas selama proses nitrasi. Perlakuan ballmilling terhadap selulosa dari pulp rami dilakukan untuk memutus ikatan hidrogen dan membuka struktur kristal alfa selulosa rami dan meningkatkan fraksi amorf, sehingga ikatan β-1,4 glukosidik memiliki kemampuan siap untuk disubstitusi oleh ion nitronium. Ballmilling dengan waktu 4 (empat) hari merupakan waktu yg optimal untuk mengkondisikan optimalisasi proses nitrasi. Melalui pengukuran SEM, serat rami menjadi lebih pendek dengan permukaan yang lebih terbuka dan bundel fibril terurai menjadi serat individu. Dengan ballmilling dapat menurunkan derajat kristalinitas selulosa rami dari 58,1 % menjadi 50,0 % dan meningkatkan kandungan nitrogen dari 13,31 % menjadi 13,59 % dengan panas pembakaran 2340 kkal/kg, sehingga nitroselulosa rami dapat digunakan sebagai bahan baku propela
ABSTRACT
Nitrocellulose is a main component of the propellant on the system of munition. In the recent time, the fulfilling of the propellant need is still provided by the foreign manufactur. On the other hand domestic natural resources has never been maximally empowered on nitrocellulose production. This study is aim to explore the potential of rami cellulose optimally and search for the best condition of the cristalinity of rami cellulose in order to provide the suitable substitution of free hydroksil group by the nytronium ion. In order to have a nitrocellulose, the cellulose esterification was conducted by mixture acids of nitric acid and sulfat acid with the formula of H2SO4 : HNO3 : H2O = 67,75 % : 23,13 % : 9,12 % for 4 hours. The nitration process will be done completely, if the free hydroksil group substituted totally by nytronium ion, and the esterification degree done completely with nytrogen content 14,5 %. In this study, the nytrogen content of rami nitrocellulose in the range of 11,94 - 13,31. This figure is not yet meet the specification for the propellant material. The crystalinity of rami cellulose is one of the main parameters which could be optimize in order to enhance the nitrogen content of rami Nytrocellulose. The improvement of amorf fraction will enhance the accessibility of free hydroksil group to be substituted by nytronium ion in the nitration process. Ballmilling method which imply on rami cellulose was done to cut the hydrogen bonding and opened the criystal structure of rami cellulose. Ballmilling enhanced the amorf fraction, widening the interplanar and decreasing the degree of crystalinity. 4 days ballmillling is the optimal condition. By SEM, rami fiber shortened and opened the surface and loosened the bundle of fiber to be the individual fiber. Ballmilling could decrease the crystalinity degree from 58,1 % to 55 % and enhancing the nytrogent content from 13,31 to 13,59 % and resulted the combustion energy 2340 kkal/kg. In this condition, nitrocellulose rami could be used as a propellant material.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
D2359
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nabilah
Abstrak :
Hidrogel superabsorben telah berhasil disintesis dengan karboksimetil selulosa (CMC) sebagai kerangka utama, akrilamida (AAm) sebagai monomer, N,N’- metilena-bis-akrilamida (MBA) sebagai pengikat silang, dan amonium persulfat (APS) sebagai inisiator. Karakterisasi dilakukan dengan spektroskopi FTIR untuk analisis gugus fungsi dan SEM untuk melihat morfologi permukaan hidrogel. Spektrum IR memperlihatkan adanya serapan baru dan kuat pada bilangan gelombang sekitar 1660 cm-1 karena adanya vibrasi regangan dari gugus karbonil pada amida. Hasil foto SEM memperlihatkan perbedaan CMC sebelum tercangkok yang berupa fibril-fibril terpisah menjadi menyatu setelah dilakukan pencangkokan terhadap poliakrilamida. Kapasitas pengembangan hidrogel terbesar didapat sebesar 27,62 g/g pada konsentrasi AAm sebesar 30%, MBA 1,5%, APS 1% (%w/v), dan CMC 0,7 g dengan suhu reaksi 80ºC. Modifikasi menjadi hidrogel berpori dengan penambahan CaCO3 dapat meningkatkan kapasitas pengembangan sebesar 98,27 g/g. Hidrolisis pada sebagian gugus amida pada hidrogel dapat meningkatkan kapasitas pengembangan hingga 204,72 g/g. Hidrogel hasil hidrolisis memiliki kinetika penyerapan urea mengikuti model kinetika orde satu, sedangkan kinetika pelepasannya mengikuti model kinetika orde nol dan Higuchi yang berarti laju pelepasannya tidak dipengaruhi konsentrasi urea dalam hidrogel. ......The superabsorbent hydrogel based on carboxymethyl cellulose (CMC) grafted polyacrylamide (PAM) was successfully synthesized with N,N’-methylene-bis- acrylamide (MBA) as a crosslinker and ammonium persulfate (APS) as an initiator. The hydrogel was characterized using FTIR spectroscopy and SEM. FTIR spectrum showed new and strong peak on 1660 cm-1 because of stretching vibration from carbonyl group (-C=O) of amide. Pictures of SEM characterization showed that CMC before grafting was seen as separated fibryl while CMC grafted polyacrylamide was seen as united fibryl. The highest swelling capacity of superabsorbent hydrogel in water was 27,26 g/ g at 80°C with 30% AAm, 1,5% MBA, 1%APS (w/v), and 0,7g/10mL CMC. Synthesis of porous hydrogel with adding 3g of CaCO3 was increasing swelling capacity to 98,27 g/g. Furthermore, swelling capacity of hydrogel after partial hydrolisis reaction was increased to 204,72 g/g. Swelling kinetics of hydrolized-hydrogel in urea solution showed a first order kinetics and releasing kinetic of urea in water showed zero order kinetic and Higuchi model which means the concentration of urea in hydrogel didn’t effect releasing rate.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>