Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Felix Marcel
"Pelaku usaha cenderungan untuk berusaha mempengaruhi harga baik melalui pengaturan kuota maupun melalui pemasaran produk barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Bersama-sama dengan pesaing, pelaku usaha membuat perjanjian pengaturan kuota dan wilayah pemasaran produk pada pasar bersangkutan (perjanjian kartel). Hampir semua negara mengatur mengenai larangan perjanjian kartel tersebut. Dalam menganalisa kartel, terdapat dua macam pendekatan hukum persaingan usaha terhadap kartel yang dipergunakan, yaitu Per Se Illegal dan Rule of Reason. Dalam Antitrust Law Amerika Serikat, kartel diatur dalam Article 1 Sherman Act, dengan pendekatan Per Se Illegal. Sedangkan pengaturan kartel di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menggunakan pendekatan Rule of Reason, berdasarkan pada tujuan dari perjanjian kartel, yaitu bermaksud mempengaruhi harga. Pendekatan tersebut dipergunakan oleh KPPU dalam menganalisa dan memutuskan kasus kartel Tarif Kargo Surabaya-Makassar dan kasus Distribusi Semen Gresik. Hal ini menjadi kelemahan undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam pelaksanaan penegakkan kartel di Indonesia, karena Undang-undang tersebut menganalisa penegakkan kartel hanya berdasarkan dampaknya terhadap harga di pasar bersangkutan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Haifa Arief
"Kartel adalah salah satu praktik anti persaingan yang dapat merugikan perekonomian, pelaku usaha, maupun konsumen. Kesulitan mengungkap praktik kartel di antara pelaku usaha adalah karena sifat kerahasiannya. Hal-hal tersebut menjadi alasan berlakunya leniency program di berbagai negara sebagai salah satu instrumen untuk membuktikan kartel. Penelitian ini akan membahas pengaturan leniency program di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan Jepang serta penerapannya menurut hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Leniency program yang diatur dalam leniency policy di berbagai negara memiliki desain yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan hukum masing-masing negara. Di Indonesia leniency program sempat diatur dalam Perkom No. 4 Tahun 2010 namun ketentuan mengenai leniency tersebut dicabut karena tidak ada landasan hukumnya. Untuk itu perlu dilakukan amandemen terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai payung hukum berlakunya leniency program sebagai salah satu pilihan instrumen pembuktian kartel di Indonesia.

Cartel is one of practices to restrict competition from economic loss that could harm entrepreneurs or even consumers. Difficulty in revealing cartel practice among entrepreneurs is due to its confidentiality which gave birth to leniency program enactment in several countries as an instrument to verify cartel. This research will discuss leniency program in several countries, such as United States, European Union, Australia and Japan, as well as its implementation according to competition law in Indonesia. This research is a normative legal research which uses qualitative analysis. In Indonesia, leniency program once regulated in KPPU Regulation Number 4 Year 2010, but it was revoked due to the absence of legal basis. Therefore Law Number 5 Year 1999 needs amendment as the umbrella act of leniency program enactment which acts as one of cartel verification instruments in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Fachri Barmansyach
"Pembuktian dan pemberantasan kartel merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi hukum persaingan usaha di Indonesia akibat sulitnya upaya untuk membuktikan keberadaan mengingat sifat dasar kartel yang seringkali dilakukan secara diam-diam. Oleh karena itu, timbul model pembuktian menggunakan circumstantial evidence yang dilakukan menggunakan analisis ekonomi dan komunikasi. Meskipun demikian, selama dua dekade terakhir, hanya sepersekian dari kasus kartel yang terjadi dapat dibuktikan. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait kemungkinan penerapan sistem whistleblower protection sebagai pendukung circumstantial evidence sebagai alat bukti dalam pemberantasan kasus kartel di Indonesia. Penelitian ini akan melakukan perbandingan dengan penerapan sistem whistleblower protection yang telah berlaku di Indonesia serta leniency program yang berlaku di Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif, yang menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa meskipun memiliki konsep yang serupa, penerapan whistleblower protection system tidak serta merta dapat diaplikasikan ke dalam hukum persaingan usaha dikarenakan keberlakuan whistleblower protection di Indonesia pun belum berlangsung secara maksimal. Penelitian ini memberikan saran kepada Pemerintah untuk mendalami urgensi sistem pengampunan dalam pemberantasan kartel, dengan menyempurnakan aplikasi whistleblower protection system yang berlaku di Indonesia.

Abolishing cartels is one of the most pressing issues regarding competition law in Indonesia simply due to the fact that there is a difficulty in detecting cartels as it is done quietly between competitors. Due to the pressing issues that occur, a new form of evidence develops which applies economic and communication analysis called circumstantial evidence. In spite of that, during the last two decades, only a few number of cartels have been proven and dealt with by corresponding law enforcers. This research focuses on a possibility of applying the whistleblower protection system in Indonesia as a means to support circumstantial evidence in abolishing cartels. This research will compare the application of Indonesia’s whistleblower protection system with the USA’s leniency program for cartels. The method used in this research is a juridical-normative approach, using secondary data from literature reviews to analyse the subject at hand. The result of this study indicates that even though the whistleblower protection system and the leniency program share similarities and base themselves on a comparable concept, applying one to the other would result poorly, as the whistleblower protection system in Indonesia still has its issues beforehand. This study provides suggestions to the government of Indonesia to increase its awareness on the urgency of an amnesty system on cartel abolishment by perfecting the whistleblower protection system that is applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nadira Luthfi Alya
"

Kartel adalah hal yang berbahaya, terutama di negara-negara berkembang karena kerusakan pada pasar sering diremehkan. Salah satu cara untuk penegakan hukuman bagi kartel adalah penerapan program keringanan hukuman. Dalam studi ini, implementasi program keringanan hukuman di Brasil, Cina, dan India akan dievaluasi, terutama mengenai tantangannya dalam pelaksanaan implementasi yang efektif. Hambatan di setiap negara diidentifikasi dengan menganalisis tiga pilar implementasi program keringanan hukuman yang efektif yang diberikan oleh Scott D. Hammond. Ketiga negara tersebut berhasil dalam memberi ancaman sanksi berat, meskipun masih berkembang dalam dua pilar lainnya yaitu risiko untuk terdeteksi dan transparansi dalam kebijakan penegakan hukum.


Cartels are harmful, especially in emerging countries because the damages to the market are underestimated. One of the means for cartel enforcement entails the implementation of a leniency program. In this study, the implementation of leniency programs in Brazil, China, and India will be evaluated, specifically its challenges in effective implementation. The obstacles in each country are identified by analyzing three cornerstones of effective leniency program implementation provided by Scott D. Hammond. Those three countries are successful in terms of inducing a threat of severe sanctions, although lacking in the two other cornerstones which are perceived risk of detection and transparency in enforcement policies."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover