Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eva Devony
Abstrak :
Salah satu bentuk modal pembangunan adalah sumber daya manusia yang sehat yaitu sehat fisik, mental dan sosial. Remaja yang sehat dan memiliki daya tahan jantung paru yang baik akan mampu berprestasi dalam pelajaran maupun pekerjaan sehingga produktivitasnya meningkat, sementara dari hasil survei dan penelitian tentang kesegaran jasmani dari tahun 1990 sampai tahun 2000 ditemukan bahwa lebih dari 50% remaja siswa SMA mempunyai tingkat kesegaran jasmani kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran daya tahan jantung paru dan faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan daya tahan jantung paru yaitu persentase lemak tubuh, kadar hemoglobin, denyut nadi, kebiasaan merokok, frekuensi olahraga, lama olahraga, jenis olahraga, umur dan jenis kelamin pada siswa SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 kota Depok tahun 2004. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menggunakan rancangan cross sectional atau potong lintang. Sampel penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 kota Depok sebanyak 190 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur daya tahan jantung paru, persentase lemak tubuh, kadar hemoglobin, denyut nadi istirahat dan wawancara untuk mengetahui kebiasaan merokok, frekuensi olahraga, lama olahraga, jenis olahraga, umur dan jenis kelamin. Analisis data dilakukan secara univariat (rata-rata dan frekuensi), bivariat (uji korelasi dan Khai kuadrat untuk melihat faktor yang berhubungan dengan daya tahan jantung paru), multivariat (uji regresi logistrk berganda untuk melihat faktor yang paling dominan berhubungan dengan daya tahan jantung paru). Hasil penelitian menemukan sebagian besar siswa (68,9 %) mempunyai daya tahan jantung paru dengan kategori kurang dam hanya 31,1 % siswa dengan daya tahan jantung paru kategori baik. Analisis bivariat mendapatkan hubungan yang bermakna antara umur (p = 0,047), jenis kelamin (p = 0,019), persentase lemak tubuh (p = 0,013), kadar hemoglobin (p = 0,002), denyut nadi istirahat (p = 0,000), frekuensi olahraga seminggu (p = 0,000) dan lama olahraga seminggu (p = 0,000) dengan daya tahan jantung pare, sedangkan kebiasaan merokok tidak mempunyai hubungan yang bermakna (p = 0,34) dengan daya tahan jantung paru. Analisis multivariat mendapatkan vanabel yang paling dominan berhubungan dengan daya tahan jantung paru adalah frekuensi olahraga dalam seminggu (OR = 5,455). Pembinaan program olahraga intensif perlu dilakukan di sekolah baik pada saat jam pelajaran olahraga dan kesehatan maupun pembinaan kegiatan ekstrakurikuler maupun di rumah. Untuk menunjang pelaksanaan program ini perlu adanya kerjasama yang baik antara Departemen Pendidikan Nasional dengan Departemen Kesehatan dalam melakukan survei tingkat kesegaran jasmani pada remaja sekolah.
Factors Related To Cardiorespiratory Endurance Of SMA 1 And SMa 3 Depok Students In 2004One primary point of view needed for succeeding all subjects of development and progree in this country is to have a good physical, mental and social health. Adolescent with good cardiorespiratory endurance will be able to reach a positive achievement whether in studying or working, so that their productivity increase. Whereas, other 50 % of SMA students still have a lower cardiorespiratory endurance. This research is aimed at knowing the perspective of cardiorespiratory endurance and several related factors surch as: body fat percentage, hemoglobin, pulse, smoking habits, duration and frequency of sportsactivity, sort of sports, age and gender of SMA 1 and SMA 3 Depok Students in 2004. The type of research is quantitative, using sectional cross device or transversal. Research samples are 190 SMA land SMA 3 Depok students. Data is gathered by measuring cardiorespiratory endurance, body fat percentage, hemoglobin level, pulse during resting, and by interviewing them of smoking habits, durations and frequency of sports activity, sort of sport, age and gender. Data analyzing process is applied univariantly (average and frequency), bivariaotly (correlation test and chi quadrat), Multivariant (double logistic regression) The research finally finds most students (58,9%) have a lower cardiorespiratory endurance while 31,1% have a good one. Bivariant analysis abtains a meaningful relationship between age (p = 0,047), gender (p = 0,019), body fat percentage (p = 0,013), hemoglobin level (p = 0,002), puts during resting (p = 0,000), sports activity frequency per week (p = 0,000), sports activity duration per week (p = 0,000) and cardiorespiratory endurance, whereas smoking habits has no relationship with cardiorespiratory endurance Multivariant analysis obtains most dominant variable connected with cardiorespiratory endurance : sports activity frequency per week (OR = 5,455), hemoglobin level (OR = 4,721), puts during resting (OR= 5,103) and body fat percentage (OR = 2,979). Establishing an intensive sports program is needed to apply at school whether in sports class/lesson or in extracurricular activities. Application of this program needs good cooperation between national education dept and health dept.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munadi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi tersering pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Angka kematian akan meningkat tajam bila pasien PPOK sudah mengalami komplikasi ini. Selama ini pengukuran tekanan arteri pulmonalis hanya diukur pada saat pasien PPOK eksaserbasi dirawat diruang intesif dengan cara invasif mengunakan alat Right heart catherization (RHC). Data kelompok PPOK stabil yang mengalami hipertensi pulmonal yang diukur dengan cara non invasif masih relatif sedikit yang di publikasi. Saat ini sudah ada Echocardiography Doppler yang dapat digunakan sebagai pengganti RHC pada kelompok PPOK stabil. Tujuan: Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Penurunan FEV1 % prediksi dengan Peningkatan Rerata Tekanan Arteri Pulmonalis dan mencari titik potong terbaik secara klinis antara FEV1 % prediksi dan mPAP Metode: Studi potong lintang pada lima puluh delapan subjek PPOK stabil yang dilakukan spirometri dan pengukuran mPAP dengan menggunakan Ekhokardiografi doppler pada potongan short axis setinggi aorta. Hasil: Nilai rerata FEV1 % prediksi 26,6 (SB 4,7) dan rerata mPAP 37,61 (18,1-59) mmHg. 74 % subjek mengalami hipertensi pulmonal, dengan karakteristik 24 % ringan, 31 % sedang dan 19 % berat. Terdapat korelasi negatif kuat antara penurunan FEV1 % prediksi dengan peningkatan mPAP. Semakin turun FEV1% prediksi semakin meningkat mPAP. Nilai titik potong terbaik secara klinis 55,3 % dengan sensitivitas 93% Kesimpulan: FEV1 % prediksi berkorelasi negatif yang sangat kuat dengan tekanan rerata arteri pulmonalis. FEV1 % prediksi 55,3 % memiliki kemampuan yang cukup baik membedakan PPOK stabil yang sudah mengalami hipertensi pulmonal
ABSTRACT
Background: Pulmonary hypertension is the most common complication of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Mortality rate will increase when COPD complication with Pulmonary Hypertension. Right Heart Catheterization (RHC) is the most common tool to measure Mean Pulmonary Arterial Pressure either in COPD patients with exacerbations treated in intensive care unit. Data of pulmonary hypertension in stable COPD group is still relatively rare published. Alternatively to RHC, nowadays echocardiography is used to measure Mean Pulmonary Arterial Pressure in stable COPD group. Objective: To determine the correlation between forced expiratory volume in one second (FEV1 %) prediction and mean pulmonary arterial pressure. To determine the best clinically cut-off point between FEV1% prediction with mean pulmonary arterial pressure Methods: A cross-sectional study was conducted on fifty-eight stable male COPD patients (mean age : 67,6) under went spirometry. Mean pulmonary arterial pressure was measured using transthoracic echocardiography at short axis view in aortic level. Results: Mean value of FEV1% was 26,6 % (SD 4,7) with median value of mean pulmonary arterial pressure was 37,61 mmHg (range 18,3-59). 74% subjects were pulmonary hypertension; 24 % mild, 31 % moderate and 19% severe respectively. The correlation test showed a significant strong-negative correlation (r = - 0,948, p < 0,001). The best cut-off point of FEV1% prediction, which has a clinical value correlating to mean pulmonary arterial pressure, was 55,3% with the sensitivity 93 %. Conclusions: Forced expiratory volume in one second (FEV1 %) prediction has a significant correlation with mean pulmonary arterial pressure in stable chronic obstructive disease patients. The cut-off point FEV1 % prediction was 55,3% has a good capability to discriminate pulmonary hypertension in stable PPOK patient.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffani Managam Victoria
Abstrak :
ABSTRAK
Kebugaran kardiorespiratori yang buruk dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebugaran kardiorespiratori pada remaja masih tergolong rendah. Pengukuran VO2max secara langsung dinilai memerlukan waktu lebih banyak, peralatan yang mahal serta tenaga pelaksana terlatih. Penelitian ini bertujuan untuk membentuk model prediksi nilai VO2max pada kelompok usia remaja di SMA Islam Al-Azhar 3 Jakarta. Desain studi pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel dependen yaitu VO2max dan variabel independen yaitu jenis kelamin, status gizi IMT dan PLT , aktivitas fisik dan asupan zat gizi. Penelitian dilakukan terhadap 172 siswa yang terdiri dari 100 laki-laki dan 72 perempuan dengan rentang usia 14-17 tahun. Nilai estimasi VO2max diukur dengan metode 20-m shuttle run test Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin, status gizi IMT dan PLT , aktivitas fisik, asupan gizi makro protein dan lemak dan asupan gizi mikro vitamin B2 dengan nilai estimasi VO2max. Model prediksi dibentuk melalui analisis multi regresi linier R2= .975 VO2max = 61,5 ndash; 4,2 JK ndash; 0,1 PLT 0,99 AF 0,007 L ndash; 0,96 IMT . Nilai VO2max yang juga menggambarkan kebugaran kardiorespiratori dapat ditingkatkan dengan memiliki status gizi dan asupan gizi yang baik, serta aktivitas fisik secara teratur.
ABSTRACT
Low level of cardiorespiratory fitness would higher the risk of adolescents to have cardiovascular disease. Some studies show that cardiorespiratory fitness level in adolescent is still relatively low. A direct measurement of VO2max requires more time, high cost equipment and trainned personel.The purpose of this study was to develop a VO2max prediction model for adolescents in SMA Islam Al Azhar 3 Jakarta. A cross sectional design study was used with VO2max as the dependent variable meanwhile sex, body mass index, body fat percentage and dietary intake as the independent variables. Participants were 172 students consist of 100 boys an 72 girls aged 14 17 years. VO 2 max was measured using an indirect measurement, 20 m shuttle run test. Sex, body mass index, body fat percentage, physical activity and dietary intake protein, fat, and vitamin B2 were significantly related to VO2max. Multilpe regression analysis resulted in the development of following prediction model R2 .975 VO2max 61,5 ndash 4,2 JK ndash 0,1 PLT 0,99 AF 0,007 L ndash 0,96 IMT . VO2max which also describes a person rsquo's cardiorespiratory fitness could be improved by having a normal nutritional status, adequate dietary intake and increased physical activity.
2017
S67254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Atika Sari
Abstrak :
Salah satu  kompetensi prosedur yang harus dicapai mahasiswa profesi pada mata kuliah praktik klinik gawat darurat adalah melakukan tindakan resusitasi jantung paru. Efikasi diri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber-sumber yang berhubungan dengan tingak efikasi diri dalam melakukan resusitasi jantung paru menggunakan metode survei analitik pendekatan cross sectional. Penelitian ini melibatkan 84 mahasiswa profesi ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang merupakan lulusan sarjana reguler. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online kemudian data dianalisis menggunakan SPSS 24. Berdasarkan hasil analisis data menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara verbal persussion (p = 0,047) dan physiological and affective state (p = 0,003) dengan tingkat efikasi diri dalam melakukan resusitasi jantung paru. Fasilitator diharapkan untuk selalu memberikan feedback positif terhadap pencapaian mahasiswa meskipun belum maksimal dan menyampaikan komentar dan kritik yang positif sehingga memotivasi mahasiswa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Selain itu, mahasiswa diharapkan untuk selalu berpikir positif guna mengurangi tingkat kecemasan, stres, mauun depresi dan meningkatkan physiological and affective state. ...... One of the competency procedures that must be achieved by internship nursing students in clinical emergency practice courses is to perform cardiac pulmonary resuscitation. Self-efficacy is one of the factors that influences the success rate of cardiopulmonary resuscitation. The research aimed to identify the sources that related to the level of self-efficacy in performing cardiopulmonary resuscitation used analitic cross sectional design study. The research involved 84 internship nursing students of Faculty of Nursing Universitas Indonesia who came from regular undergraduate program. The research shown a significant association between verbal persussion with cardiopulmonary self-efficacy rate (p = 0,047) and physiological and affective state with cardiopulmonary self-efficacy rate  (p = 0,003). Facilitators are expected to always provide positive feedback on student achievement even though it has not been maximized and deliver positive comments and criticisms so it can motivates students to continue improve their abilities. In addition, students are expected to always think positively in order to reduce levels of anxiety, stress, depression, and improve their physiological and affective state.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Warliani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Kebutuhan atas penilaian kapasitas fungsi individu dengan cara yang sederhana tetapi reliabel terus dikembangkan dan mendapat perhatian khusus di kalangan ilmuwan. Hal ini sejalan dengan besarnya kepentingan untuk terus meningkatkan kualitas hidup. Ambilan oksigen maksimal (O2max ) merupakan nilai yang digunakan sebagai penilaian kapasitas fungsi kardiorespirai. Salah satu uji yang dapat digunakan untuk menilai prediksi O2max adalah uji jalan enam menit, namun pada kenyataannya tidak seluruh fasilitas kesehatan memiliki lahan yang cukup untuk melakukan uji ini. Penelitian ini bermaksud menilai apakah uji naik turun bangku metode Queen’s college yang membutuhkan perlengkapan lebih sederhana dapat digunakan sebagai alternatif penilaian prediksi O2max. Metode : Penilitian ini merupakan uji analitik potong lintang, terdiri dari 56 responden berusia antara 18-50 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan, tidak memiliki gangguan keseimbangan, riwayat penyakit jantung, paru dan metabolik yang tidak terkontrol, tidak menggunakan alat bantu jalan, tidak memiliki perbedaan panjang tungkai, dan tidak memiliki obesitas derajat dua. Dilakukan pemeriksaan fisik secara umum. Uji jalan enam menit yang digunakan mengacu pada protokol Nury yang sudah disesuaian dengan antropometri orang Indonesia, disesuaikan dengan nilai prediksi O2max uji naik turun bangku metode Queen’s college. Kedua uji dilakukan pada hari yang berbeda untuk mencegah rasa lelah. Hasil : Dari 56 responden, didapatkan rerata usia 29,05 (7,072) tahun, rerata tinggi badan 161,57 (6,84)cm, panjang tungkai 85,91 (5,2) cm. Prediksi O2max uji jalan enam menit protokol Nury dengan rumus dua reratanya 19,96 (3,61), sedangkan dengan menggunakan rumus tiga didapatkan rerata 20,35 (3,71). Nilai prediksi O2max dengan menggunakan uji naik turun bangku reratanya sebesar 47,29 (7,56). Dimana dalam penelitian ini tidakdidapatkan korelasi dan kesesuaian antara nilai prediksi O2max kedua uji. Kesimpulan : Walau pun kedua uji terbukti aman dan dapat digunakan sebagai penilaian prediksi O2max tetapi dalam penelitian ini tidak didapatkan korelasi dan kesesuaian antara nilai prediksi O2max.
ABSTRACT
Background : The need for the functional capacity assessment of an individual with a simple but it’s reliable have been developed and receive special attension in the scientist. This is in line with the increasing concern to improve the quality of life. Maximum oxygen uptake (O2max ) is a value that used to describe the cardiorespiratory function. One of the easiest test may be used to assess O2max is the sixth minute walking test, but in fact not all of health facilities have enough space to performed this test. This study mean to assess wether the Queen’s college step test that more simple can be used as an alternative to assess the prediction of O2max. Methods : This is an analitic cross sectional study, with 56 respondents age ranged between 18-50 years old meet the inclussion criteria, respondents excluded if had impaired balance, history of heart, lungs and uncontrolled metabolic diseases, using walking aid, and had grade II obesity. We performed general physical examination. Nury’s protocol and O2max prediction formulas used as the sixth minute walking test, and Queen’s college metode as the step test. Level of agreement between O2max prediction from both test measured using Bland altman test. Both of test performed in different day to prevent fatigue. Results : 56 respondents, mean of age 29,05 (7,072) years old, mean of heigth 161,57 (6,84) cm, mean of leg length 85,91 (5,2) cm. The mean of O2max prediction from sixth minute walking test Nury’s protocol were 19,96 (3,61) and 29, 35 (3,7). The mean O2max prediction using Queen’s college step test is 47,29 (7,56). In this study we found there were no significant correlation and agreement between prediction O2max value from both test. Conclusion : Even though both of test proved to be save and can be done to measure the prediction of O2max , but both of prediction value did not meet the significant correlation and level of agreement.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suprohaita
Abstrak :
Latar belakang: Penurunan curah jantung merupakan masalah yang penting dalam penatalaksanaan pasca-bedah jantung terbuka karena penurunan curah jantung ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Modalitas untuk pemantauan curah jantung bergeser dari invasif ke non-invasif. Alat ultrasonic cardiac output monitor (USCOM) dan ekokardiografi menjadi alat baru yang non-invasif. Bila dibandingkan dengan alat ekokardiografi yang membutuhkan keahlian khusus, alat USCOM dapat dijadikan alat pengukuran indeks curah jantung alternatif secara intermiten oleh tenaga medis terlatih. Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian hasil pengukuran indeks curah jantung dengan alat USCOM dibandingkan ekokardiografi pada anak pasca-bedah jantung terbuka dengan pintasan jantung paru. Metode: Studi potong lintang (cross sectional) pada anak pasca-bedah jantung terbuka dengan PJP dengan metode pengukuran simultan indeks curah jantung dengan alat USCOM dan ekokardiografi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari bulan Juni-Juli 2014. Hasil: Tiga belas pasien yang menjalani bedah jantung terbuka berhasil diukur dengan alat USCOM dan ekokardiografi secara simultan. Subyek terdiri atas 8 laki-laki dan 5 perempuan dengan median usia 3 tahun (1-12 tahun). Median berat badan, tinggi badan, dan luas permukaan tubuh berturut-turut 11 kg (5,5-29 kg), 82 cm (63-133 cm), dan 0,53 m2 (0,32- 0,98 m2). Diagnosis terbanyak berturut-turut adalah tetralogi Fallot (5 subyek), defek septum ventrikel (3 subyek), dan DORV (2 subyek). Pada analisis Bland-Altman indeks curah jantung yang diukur dengan alat USCOM dibandingkan ekokardiografi didapatkan perbedaan rerata sebesar 0,115 L/menit/m2 (IK95% -0,536 hingga 0,766) dan batas kesesuaian -3,616 hingga 3,846 L/menit/m2. Hasil tambahan penelitian ini berupa perbedaan rerata indeks isi sekuncup 0,03 mL/m2 (IK95% -5,002 hingga 5,065) dan batas kesesuaian -28,822 hingga 28,885 mL/m2. Perbedaan rerata diameter LVOT -0,017 cm (IK95% -0,098 hingga 0,064) dan batas kesesuaian -0,285 hingga 0,251 cm. Perbedaan rerata nilai VTI didapatkan sebesar -2,991 cm (IK95% -4,670 hingga -1,311) dan batas kesesuaian -12,616 hingga 6,635 cm. Kesimpulan: Pengukuran indeks curah jantung dengan alat USCOM dibandingkan ekokardiografi pada anak pasca-bedah jantung terbuka dengan PJP didapatkan perbedaan rerata kedua pengukuran kecil dan batas kesesuaian 95% yang lebar. Pada pengukuran indeks curah jantung yang makin rendah, perbedaan atau selisih rerata semakin kecil dan memiliki kesesuaiannya lebih baik.
Background: Low cardiac output is important problem in post-open heart surgery management because this condition increase morbidity and mortality. Modality of cardiac output monitoring shifted from invasive to non-invasive. Ultrasonic cardiac output monitor (USCOM) and echocardiography are new non-invasive tools. Echocardiography needs special skill, but USCOM can used by trained user because of fast learning curve of skill. Objectives: To determine the agreement of cardiac index measurement by USCOM and echocardiography in children after open heart surgery with cardiopulmonary bypass. Methods: Cross sectional study using simultaneous measurement of cardiac index by USCOM and echocardiography on post-open heart surgery patient in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, from Juni-Juli 2014. Results: Thirteen post-open heart surgery of pediatric patient were enrolled (8 male and 5 female, median of age 3 years old (1-12 years old). Median of body weight, height, and body surface area respectively were 11 kg (5,5-29 kg), 82 cm (63-133 cm), dan 0,53 m2 (0,32-0,98 m2). Diagnosis of patient were tetralogi Fallot (5 subject), ventricular septal defect (3 subject), dan double outlet right ventricle (2 subject). This study using Bland-Altman analysis of cardiac index measurement by USCOM and echocardiography. Mean bias was 0,115 L/minute/m2 (95%CI -0,536 to 0,766) and limit of agreement was -3,616 to 3,846 L/minute/m2. Secondary outcome of this study was mean bias of stroke volume index 0,03 mL/m2 (95%CI -5,002 to 5,065) and limit of agreement was -28,822 to 28,885 mL/m2. Mean bias of LVOT diameter was -0,017 cm (95%CI -0,098 to 0,064) and limit of agreement was -0,285 to 0,251 cm. Mean bias of VTI was -2,991 cm (95%CI -4,670 to -1,311) and limit of agreement -12,616 to 6,635 cm. Conclusion: Cardiac index measurement by USCOM and echocardiography in children after open heart surgery has narrow mean bias and wide limit of agreement. Mean bias was narrower and good agreement in patient with low cardiac index.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakrul Ardiansyah
Abstrak :
ABSTRAK
Henti jantung sering terjadi di instalasi gawat darurat dan Return of spontaneus circulation ROSC masih rendah. ROSC dipengaruhi oleh kualitas kompresi RJP yang dilakukan perawat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kualitas kompresi RJP. Penelitian ini menggunakan metode Crossectional yang melibatkan 72 responden dengan teknik Stratified Sampling di ruang IGD, Kamar Bedah, ICU, HCU, HCU paru, dan CVCU. Variabel independen usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, kelelahan, frekuensi pelatihan, pengetahuan, dan kesadaran diri dianalisis hubungannya variabel dependent variabel dependent kualitas kompresi pada RJP. Hasil analisis uji chi-square dan uji regresi logistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, kelelahan, frekuensi pelatihan, pengetahuan, kesadaran diri dengan kualitas kompresi pada resusitasi jantung paru p
ABSTRACT
Cardiac arrest often occurs in emergency unit and Return of spontaneus circulation ROSC is still low. ROSC is influenced by the quality of CPR compression performed by nurses. This study aimed to identify factors related to CPR compression quality. This research used crossectional method involving 72 respondents with Stratified Sampling technique in Emergency Unit, Surgical Unit, Intensive Care Unit, High Care Unit, and Cardio Vasculare Care Unit. Independent variables including age, sex, body mass index, fatigue, training frequencies, knowledge, and self awareness are analyzed the dependent variable of CPR compression quality. The result of chi square test and logistic regression test show the significant correlation between age, sex, body mass index BMI , fatigue, training frequencies, knowledge, self awareness with CPR compression quality p
2018
T50244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farial Indra
Abstrak :
Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa penurunan pulsa oksigen terjadi sebelum laju jantung yang dapat dicapai pada uji latih dengan respon iskemi positif dan penurunan pulsa oksigen berhubungan dengan perubahan EKG yang terjadi. Dilakukan penelitian retrospektif di RS jatung "Harapan Kita" terhadap Semua pasien yang dilakukan uji latih kardiopulmonal dengan "metode Bruce" dari bulan Januari - Desember 1998. Pasien dengan depresi segmen ST "upsloping", BBB, Old infark, rekaman EKG istirahat menunjukkan iskemi, gagal jantung penyakit jantung lain kecuali PJK disingkirkan. Penurunan pulsa oksigen dianggap ada, jika saat latihan penurunan pulsa oksigen melebihi saat istirahat. Laju jantung saat pulsa oksigen mulai menurun dan dan depresi segmen ST dinyatakan dalam persen terhadap target laju jantung. Target laju jantung ditentukan berdasarkan 220 umur. Hasilnya terdapat 37 pasien yang masuk dalam kriteria penelitian. Dari 18 pasien dengan depresi segmen ST, 10 orang dengan penurunan pulsa oksigen, 8 tanpa penurunan pulsa oksigen. Pada pasien dengan penurunan pulsa oksigen lima orang dengan depresi segmen ST 2 1 mm dan sisanya dengan depresi segmen ST 2 2 mm. Pada pasien tanpa penurunan pulsa oksigen, 4 orag dengan depresi segmen ST ≥ 1 mm dan 4 pasien dengan depresi segmen ST 22 mm. Pada pasien tanpa depresi segmen ST, tidak ada penurunan pulsa oksigen. Satu pasicn sudah dilakukan angiografi koroner dan terbukti arteri koroner normal, sedangkan hasil uji latih menunjukkan depresi segmen ST 2 mm tanpa penurunan pulsa oksigen. Penurunan pulsa oksigen mulai terjadi 68,2+9 % dari target laju jantung. Laju jantung yang dicapai pada pasien dengan depresi segmen ST adalah 91,0+14 % dari target laju jantung Ini menunjukkan bahwa penurunan pulsa oksigen sudah terjadi sebelum laju jantung yang dapat dicapai (P 0,0001). Penurunan pulsa oksigen cenderung terjadi dengan semakin dalamnya depresi segmen ST (P-0,0001). Kesimpulan : Penurunan pulsa oksigen terjadi sebelum depresi segmen ST, pada 56 % ujilatih kardiopulmonal dengan respon iskemi positif. Dan terjadinya penurunan pulsa oksigen sebelum depresi segmen ST ini, meningkat dengan semakin dalamnya depresi segmen ST.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Adi Parmana
Abstrak :
Penyakit jantung koroner (PJK) menyebabkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan metabolik miokard dalam melakukan fungsi sirkulasi dan homeostasis. Baku emas terapi PJK adalah bedah pintas arteri koroner (BPAK). Prosedur BPAK dengan mesin pintas jantung paru (PJP) dapat mencetuskan cedera miokard tingkat selular sehingga memerlukan aplikasi proteksi miokard. Glutamin adalah asam amino conditionally essential yang berperan dalam proteksi miokard dengan membentuk energi selama periode iskemia, tetapi belum teruji penggunaannya pada pasien dengan fraksi ejeksi rendah. Padahal, pasien fraksi ejeksi (EF) rendah lebih rentan terhadap cedera miokard, sehingga glutamin diharapkan dapat memberi proteksi. Penelitian menggunakan desain double blind randomized controlled trial di Instalasi Bedah Jantung Dewasa RSJPDHK Jakarta pada bulan Januari–Agustus 2021 dengan subjek penelitian 60 pasien sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Alokasi random subjek untuk memilih 30 pasien mendapatkan 500 mL glutamin 0,5 g/kg dalam NaCl 0,9% sebagai kelompok intervensi (glutamin), dan 30 pasien mendapatkan NaCl 0,9% sebanyak 500 mL sebagai kelompok kontrol selama 24 jam pertama. Pengukuran yang dilakukan meliputi kadar glutamin plasma, kadar α-KG, myocardial injury score, indeks apoptosis, ekspresi anti-kardiak troponin I, kadar troponin I, EF, indeks jantung dan kadar laktat. Dua subjek drop out sehingga analisis dilakukan terhadap 58 subjek. Efek proteksi miokard glutamin terlihat pada kadar troponin I, laktat plasma, dan myocardical injury score yang lebih rendah pada kelompok glutamin, serta ekspresi anti-kardiak troponin I jaringan apendiks atrium kanan jantung setelah mesin PJP dilepas lebih tinggi dibandingkan kontrol. Tidak didapatkan perbedaan bermakna indeks apoptosis jaringan apendiks atrium kanan, fraksi ejeksi pasca-operasi, penggunaan vasoaktif dan inotropik pasca-operasi, durasi penggunaan ventilator dan durasi perawatan intensif pasca-operasi pada kedua kelompok. Simpulan: Pemberian preoperatif glutamin 0,5 g/kg secara intravena dalam 24 jam pertama memiliki efek proteksi miokard pada pasien BPAK elektif dengan EF rendah yang menggunakan mesin PJP. ......Coronary heart disease (CHD) causes a myocardial metabolic supply and demand imbalance in performing circulatory and homeostatic functions. The gold standard treatment of CHD is coronary artery bypass graft (CABG). The CABG procedure with a cardiopulmonary bypass (CPB) machine can trigger myocardial injury at cellular level due to ischemia and reperfusion. Glutamine is a conditionally essential amino acid in the human body which has a role as myocardial protector through energy production during myocardial ischemia. However, its application has not been tested in low ejection fraction (EF) patients. Meanwhile, patients with low EF are more vulnerable to myocardial injury. Thus, glutamine administration was expected to provide myocardial protection. The study was a double-blind, randomized controlled trial design and was performed at the Adult Cardiac Surgery Installation of the National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta from January to August 2021 with a sample size of 60 patients meeting the inclusion and exclusion criteria. Subjects were randomly allocated into intervention (glutamine): 30 patients were administered a solution of glutamine 0.5 g/kg dissolved in 0.9% NaCl up to 500 mL in total volume and control group; 30 patients were administered 500 mL of 0.9% NaCl, both over a period of the first 24 hours. Parameters measured include plasma glutamine levels, α-KG levels, myocardial injury scores, apoptotic index, anti-cardiac troponin I expression, troponin I levels, EF, cardiac index and lactate levels. Two samples were dropped out; hence 58 patients were analyzed in this study. Myocardial protective effects of glutamine are observed in plasma troponin I, lactate levels, and myocardial injury score of right atrial appendage tissue, which were significantly lower in the glutamine group and higher anti-cardiac troponin I expression of right atrial appendage tissue in the glutamine group. Apoptotic index of right atrial appendage tissue, postoperative ejection fraction, postoperative use of vasoactive and inotropic, ventilator time, and duration of intensive care showed no significant differences in both groups. Conclusion: Preoperative administration of intravenous glutamine 0.5 g/kg in the first 24 hours has a cardioprotective effect in low EF patients underwent elective on-pump CABG.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas ndonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Tatgyana Suatan
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai efek suplementasi BCAA terhadap nilai VO2max pada atlet dayung rowing nasional tahun 2014. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah praeksperimental dengan melibatkan 17 atlet dayung rowing nasional, yang terbagi menjadi 9 atlet dan 8 atlet wanita tahun 2014. Seluruh atlet yang bersedia menjadi responden dan telah dipilah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dikelompokkan hanya ke dalam satu kelompok yang sama, yaitu kelompok perlakuan. Suplemen yang diberikan adalah suplemen BCAA (brancedchain amino acid). Suplemen diberikan setiap pagi pukul 07.00 WIB dengan dosis 4 kapsul untuk pria dan 3 kapsul untuk wanita dalam satu kali minum. Nilai VO2max atlet diukur dengan menggunakan rowing ergometer pada saat perlakuan belum diberikan, yaitu pada bulan Maret 2014. Setelah perlakuan selama 1 bulan, nilai VO2max atlet kembali diukur, yaitu pada bulan April 2014. Terdapat perbedaan bermakna antara nilai VO2max sebelum perlakuan (63,05&lusmn;2,22 ml/kg/menit) dan nilai VO2max setelah perlakuan (54,90&lusmn;3,54 ml/kg/menit) pada atlet pria, sedangkan pada atlet wanita tidak terlihat perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang bermakna pada nilai VO2max atlet pria menunjukkan hasil yang negatif karena terjadi penurunan nilai VO2max setelah diberikan perlakuan berupa suplemen BCAA.
This thesis is discussing about the effect of BCAA supplementation to VO2max value in national rowing athlete, 2014. The study was a quantitive study with preexperimental design conducted in 17 national rowing athletes, nine male athletes and eight female athletes. All athletes have been sorted by inclusion and exclusion criteria then be grouped into only one group, the experimental group. The supplementation was given every morning at 07.00 WIB at dose 4 capsules for men and 3 capsules for women. The VO2max value of the athletes were measured twice, that is before intervention and after intervention. The interval of measurement was a month. First measurement (before intervention) be held on March, 2014. The last measurement (after intervention) be held on April 2014. The result was there is a significant association between men's VO2max value before intervention (63,05&lusmn;2,22 ml/kg/min) and VO2max value after intervention (54,90&lusmn;3,54 ml/kg/min), whereas there is no significant assciation between women's VO2max value before intervention and after intervention. The significant difference on men's VO2max value shows a negative result because there was a VO2max value reduction.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>