Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Chotidja
"Sepuluh Toserba di DKI langgar Perda, demikian pemberitaan dalam Kompas, Senin 31 Maret 2008. Kesepuluh Toserha dikatakan melanggar Perda dimaksud karena belum memenuhi kewajiban menyediakan ruang tempat usaha bagi usaha kecil atau informal seluas 20 persen dari bangunan. Bagaimanakah epistemologi Derrida akan menemukan jejak hak asasi manusia dalam prinsip-prinsip kapitalisme yang tersirat dalam Perda no. 2 tahun 2002 Tentang Perpasaran Swasta dan dalam praxis kapitalisme saat ini? Prinsip utama kapitalisme adalah kebebasan, antara lain kebebasan dalam berkontrak.
Prinsip utama hak asasi manusia juga kebebasan antara lain kebebasan untuk nafkah yang layak. Kebebasan dalam kapitalisme dan kebebasan dalam hak asasi manusia, berujung pada tujuan yang sama yakni 'the good life (kehidupan yang baik). Kapitalisme adalah sistim sosial yang mengakui hak individu dan melarang pengunaan kekerasan dalam hubungan antar manusia. Pada dasarnya hak hanya bisa dilanggar dengan kekerasan. Larangan melakukan kekerasan berarti implementasi praktis pengakuan hak individu. Pengakuan atas hak individu mengharuskan penghapusan penggunaan kekuatan kekerasan dalam hubungan hermasyarakat.
Pengakuan atas hak individu berarti mengakui bahwa manusia berhak sepenuhnya atas diri, pikiran, hidup, pekerjaan dan hasil pekerjaan atau usahanya.Bagi Rawls, ada dua prinsip yang disebutnya sebagai prinsip-prinsip keadilan yang akan membimbing sesama manusia dalam mendapatkan kehidupan yang baik. Dua prinsipnya ini berurutan dengan kebebasan menduduki posisi tertinggi. Disamping ini, bagi Rawls usaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya adalah sahih. sepanjang yang paling terpuruk juga diuntungkan.Bagi Derrida, sebuah teks sarat dengan banyak dinamika dan makna.
Kebenaran tidak satu dan baku dan ia menganjurkan agar kita jangan terlalu cepat menyatakan makna sebuah teks karena sebuah teks senantiasa berkorelasi, sebuah teks adalah kontekstual dan interkontekstual sehingga selalu mengandung kemungkinan makna¬makna yang lain.Dengan prosedur yang diberi nama 'dekonstruksi' Derrida berusaha mencairkan setiap pembakuan makna dan mempersoalkan secara radikal setiap pemastian makna teks.
Dekonstruksi adalah cara interpretasi, bukan dengan merekonstruksi kembali sebuah makna atau jaringan makna dengan mencoba merekonstruksinya dari sudut penulis sebagaimana dilakukan Dilthey, atau sebaliknya dari sudut pembaca sebagaimana dilakukan Ricoeur. Bagi Derrida, rekonstruksi makna sebuah teks untuk mendapatkan makna asali adalah mustahil karena adanya kendala jarak waktu antara pengarang dan pembaca dan juga karena tidak ada ur-text atau sub-text, tidak ada makna 'origin' (makna asli) sebagaimana dimaksud oleh pengarangnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T24757
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tahta Arash Madani
"Pajak merupakan salah satu instrumen kebijakan pemerintah yang sangat penting. Pajak
menjadi salah satu sumber penting penerimaan negara untuk membiayai kegiatan negara
dalam menjalankan tugasnya. Secara historis, pajak mulanya dipungut pemerintah untuk
menjalankan tugas negara yang bersifat sederhana, penegakan keamanan dan pembiayaan
perang. Namun dalam perkembangannya, pajak kini telah menjadi salah satu instrument
pemerintah untuk melakukan intervensi dan menciptakan keadilan, melalui kesetaraan
ekonomi. Skema pajak yang sering digunakan dan dipandang sebagai instrumen penciptaan
keadilan adalah pajak progresif, dengan menetapkan beban atau porsi pajak lebih besar
kepada individu atau kelompok yang memiliki kekayaan atau penghasilan lebih tinggi.
Secara sederhana, pajak progresif dibangun dari asumsi bahwa dibutuhkan intervensi
pemerintah yang lebih besar untuk menciptakan kesejahteraan, keadilan, dan redistribusi
kekayaan. artikel ini bertujuan untuk membantah asumsi keadilan, redistribusi dan perlunya
intervensi negara dalam mencapai kesejahteraan melalui pajak progresif dan menunjukkan
bahwa terdapat permasalahan kepentingan diri manusia yang menyebabkan kapitalisme
tidak cocok dengan pajak progresif. Untuk mencapai tujuan tersebut, artikel ini d isusun
menggunakan metode refutasi, dengan cara mendekomposisi pajak progresif, kemudian
melakukan refutasi (membantah) terhadap asumsi-asumsi tersebut. Sehingga, dapat dilihat
bahwa pajak progresif pada dasarnya tidak sesuai dengan asumsi-asumsi yang
membangunnya dan tidak cocok untuk dalam kondisi kapitalisme dan dunia saat ini yang
sudah semakin terbuka antara satu sama lain.
Tax is a very important government policy instrument. Tax is an important source of state
revenue to finance state activities in carrying out their duties. Historically, tax were initially
levied by the government to carry out simple state tasks, security enforcement and war
financing. But in its development, tax has now become one of the government instruments
to intervene and create justice, through economic equality. Tax scheme often used and seen
as instruments of creating justice are progressive taxes, by assigning a greater tax burden or
portion to individuals or groups who have higher wealth or income. Put simply, progressive
tax is built on the assumption that greater government intervention is needed to create
wealth, justice and redistribution of wealth. This article aims to refute the assumptions of
justice, redistribution and the need for state intervention in achieving prosperity through
progressive tax and shows that there are problems of human self-interest that cause
capitalism to be incompatible with progressive tax. To achieve this goal, this article has
been prepared using a refutation method, by decomposing progressive tax, then refute those
assumptions. So, it can be seen that progressive taxation is fundamentally incompatible
with the assumptions that built it and is not suitable for the current condition of capitalism
and the world that are increasingly open to each other."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hope, Wayne
"In this book Wayne Hope analyzes the double relation between time and global capitalism. In order to do this, he cross-relates four epistemes of time - epochality, time reckoning temporality and coevalness - with four materializations of time - hegemony, conflict, crisis and rupture. Using this framework allows Hope to argue that global capitalism is epochally distinctive, riven by conflicts, prone to recurring crises, and vulnerable to collective opposition. These critical insights are not easily thematized in a mediated world of real-time reflexivity, detemporalized presentism, and denials of coevalness associated with structural exclusions of the poor. However, the worldwide repercussions of the 2008 financial collapse and the resulting confluence of occupation movements, riots, protests, strike activity, and anti-austerity activism raises the prospect of a rupture within and beyond global capitalism"
New York: Palgrave Macmillan, 2016
304.237 HOP t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"This book combines theology, economy and philosophy in order to examine in detail the idea that the functioning of a free market economy depends upon sound cultural and ethical foundations.
This book offers new ideas for future sustainable development and responds to an increasing need for a new sense of responsibility for the common good in societal institutions and good leadership.;"
Dordrecht, Netherlands: [Springer, Springer], 2012
e20396848
eBooks  Universitas Indonesia Library