Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Albertus Jonathan Sukardi
Abstrak :
Sebagaimana diatur berbagai negara termasuk Indonesia, modal saham dari suatu perseroan dapat disetorkan menggunakan bentuk nontunai seperti benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud. Dalam satu sisi, fleksibilitas ini mempermudah kegiatan ekonomi dan iklim berinvestasi suatu negara, namun di sisi lain juga dapat menimbulkan risiko bahkan potensi kerugian terutama bagi pihak ketiga apabila modal saham tidak disetorkan secara riil oleh pemegang saham atau tidak mencerminkan nilai ekonomis aktualnya. Hal ini menarik karena nilai permodalan suatu perseroan terbatas di atas kertas mungkin saja tidak sama dengan nilai riil dari objek yang menjadi sarana penyetoran modal. Penulis menggunakan metode penelitian doktrinal dengan studi kepustakaan untuk meneliti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 327/Pdt.G/2021/PN.JKT.SEL yang membahas mengenai penyetoran modal dengan cara konversi piutang menjadi modal saham yang tidak dilakukan penyetoran secara riil, termasuk bagaimana akibat hukumnya terhadap akta peningkatan modal yang bersangkutan dan tanggung jawab notaris yang membuat akta tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akta peningkatan modal yang tidak diikuti penyetoran modal secara riil seharusnya menjadi batal demi hukum karena tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan penyetoran lunas untuk penerbitan saham baru. Pengaturan penyetoran modal secara nontunai di Indonesia belum melindungi kepentingan pihak ketiga secara optimal karena tidak ada verifikasi bukti setor modal dari para pemegang saham dan notaris tidak bertanggung jawab atas kebenaran materiil dari setiap bukti penyetoran modal yang diberikan oleh penghadap pembuat akta. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mekanisme penyetoran modal secara nontunai perlu diatur dengan lebih spesifik demi melindungi pihak ketiga serta menyeimbangkan kemudahan berusaha dengan kepastian serta perlindungan hukum. ......As regulated by various countries including Indonesia, a company’s shares capital can be paid up using non-cash contributions such as movable/immovable, tangible/intangible objects. On one hand, this flexibility eases a country’s economic activities and investment climate, but on the other hand, also pose risks and potential loss especially for third parties if the capital is not actually paid up or does not reflect the actual economic value. This is particularly interesting because the value of a company’s capital on paper may not reflect the real value of the object used as capital contribution. The author uses doctrinal research method supported by library research to examine Jakarta Selatan District Court’s Decision Number 327/Pdt.G/2021/PN.JKT.SEL which discussed capital contribution by conversion of receivables into shares without actual capital injection, including the legal consequences towards the deed and the responsibility of the notary executing the deed. The study’s result shows that the capital increase deed not followed by actual capital payment/contribution should be null and void due to incompliance with regulations mandating payment in full for issuance of new shares. Non-cash capital contribution provisions in Indonesia have not optimally protected the interests of third parties due to the absence of third-party verification on the capital injection evidence submitted by the shareholders, and notary is not responsible for the material accuracy on capital contribution evidence provided by the party(ies). This research also shows that non-cash capital contribution mechanism needs to be more specifically regulated to protect third parties and balance ease of doing business with legal certainty and protection.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Yulia Jatiningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Penyetoran modal yang tidak dilakukan pendiri pada saat pendirian PT mempengaruhi likuiditas PT karena kekurangan modal usaha dan menunjukkan bahwa pendiri mengingkari komitmennya sejak awal. Tesis ini membahas permasalahan pendiri PT yang tidak menyetorkan modal pada saat pendirian; dan akibat hukumnya. Sebagai objek penelitian, tesis ini menggunakan studi kasus pendirian PT MBB Conggeang. Adapun tujuan penelitian yaitu pertama, menganalisis pendiri yang tidak menyetorkan modal PT sebagai pemegang saham menurut UUPT; kedua, menganalisis akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang sebagai pendiri yang tidak menyetorkan modal selama PT MBB Conggeang berdiri. Dengan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Statute Approach, Comparative Approach, dan Case-Study, tesis ini menyimpulkan bahwa pendiri yang tidak menyetorkan modal tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam UUPT. Hal ini karena mengambil bagian saham dan menyetorkan secara penuh merupakan ketentuan yang bersifat memaksa (dwingen recht) seperti yang ditentukan Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPT. Selain itu, pencatatan dalam daftar pemegang saham setelah modal disetorkan menjadi persyaratan bagi pendiri untuk dapat menjalankan hak-hak sebagai pemegang saham sesuai Pasal 52 UUPT. Adapun akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang selaku pendiri yang tidak menyetorkan modal adalah tidak memiliki hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS PT MBB Conggeang, termasuk menerima dividen apabila RUPS PT MBB Conggeang memutuskan untuk membagikan dividen.
ABSTRACT
The paid up capital that was not carried out by the founder raises liquidity problems for the limited company (PT) which was established due to lack of capital deposit. It shows that the founder reneged on his commitment from the start. This thesis discusses the problems of founders of PT who did not deposit paid-up capital at the time of establishment; and legal due. As an object of research, this thesis uses a case study of the establishment of PT Mitra Badan Usaha Milik Desa Bersama Conggeang (PT MBB Conggeang). The research objectives are first, to analyze the founders who do not deposit capital as shareholders according to UU No. 40 Tahun 2007 (UUPT); secondly, analyzing the legal consequences of Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang as the founder who did not deposit capital while PT MBB Conggeang was established. Applied by normative juridical with statute, comparative, and case study approach, the thesis concludes that founders who do not deposit paid-up capital cannot qualify as shareholders as referred to in the UUPT. This is because taking part in shares and making a full deposit is a dwingen recht as stipulated in Article 33 paragraph (1) and (2) UUPT. In addition, recording in the register of shareholders after the capital is deposited becomes a requirement for founders to be able to exercise their rights as shareholders in accordance with Article 52 UUPT. As for the legal consequences of the Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang as the founder who did not deposit capital, they did not have the right to attend and vote at the general meeting of PT MBB Conggeang, including receiving dividends if the PT MBB Conggeang decided to distribute dividends.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library