Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Friscarina
"Dalam hal seseorang ingin melakukan poligami haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh Undang-undang Perkawinan dan juga hukum agama pihak yang ingin melaksanakan poligami tersebut. Salah satu syarat untuk melakukan perkawinan poligami adalah adanya izin dari isteri pertama. Dari uraian tersebut maka timbul permasalahan diantaranya bagaimana akibat hukum dari perkawinan poligami yang dilaksanakan dengan tidak memenuhi persyaratan dan bagaimanakah keabsahan perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa memenuhi syarat. Untuk dapat mencari jawaban dari permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data kepustakaan. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 1551/Pdt.G/2012/PA.Sby, permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh isteri pertama terhadap perkawinan yang kedua oleh suaminya yang dilakukan tanpa izin, telah ditolak seluruhnya oleh Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut, oleh karena permohonan pembatalan perkawinan tersebut diajukan tepat 1 (satu) tahun setelah kematian suaminya. Dalam hal ini sebaiknya pegawai Kantor Catatan Sipil / Kantor Urusan Agama sebagai pihak yang berwenang dalam pencatatan perkawinan lebih teliti dalam pemeriksaan berkas-berkas yang diperlukan sebagai persyaratan perkawinan untuk mencegah adanya praktek poligami tanpa izin.

In terms of commiting polygamy a person must fulfill the requirements set forth by the Marriage Law and The Religious Law based on their own faith. One of the requirements to work polygamous marriage is the consent of the first wife. Based upon that argument, it raised the question of how the legal effect of conducted polygamous marriage that doesn?t meet the requirements and its validity factor. To be able to find answers to these problems, the writer used juridical normative research using secondary data which obtained from the literature data. In Judgment of the Court of Religion No. 1551 / Pdt.G / 2012 / PA.Sby, marriage annulment pleadings filed by the first wife against her husband's second marriage conducted without her consent rejected entirely by the judges who decide the case since the pleadings was filed proper marriage annulment 1 (one) year after the death of her husband. In this case staff of the Registry / Office of Religious Affairs as the authority for registration of marriage should more conscientious in the examination of the files required as a condition of marriage to prevent the practice of unauthorized polygamous marriages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Maya Audina
"Perkawinan merupakan hubungan pria dan wanita untuk hidup bersama yang mana hubungan itu bersifat kekal dan diakui negara. Selama masa perkawinan terkumpul harta yang menjadi milik bersama. Namun, ada dorongan untuk dapat mengelola sendiri harta yang diperoleh selama masa perkawinan, adapun upaya yang dapat ditempuh untuk pemisahan harta benda dalam perkawinan yaitu dengan membuat perjanjian perkawinan. Dengan ini penulis ingin membuat penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana mekanisme dalam pembuatan perjanjian perkawinan yang berlaku surut dengan adanya Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 818/Pdt.P/2018/PN.Jkt.Sel 2) Bagaimana ketentuan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan yang berlaku surut? 3) Bagaimana peran Notaris dalam pembuatan perjanjian perkawinan pasca Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015?; Penelitian ini dibuat dengan metode penelitian Yuridis Normatif. UU Perkawinan mengatur perjanjian perkawinan dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang mengubah perjanjian perkawinan dapat dibuat selama dalam masa perkawinan. Di sisi lain. Adanya perubahan berdasarkan putusan tersebut membuat potensi bagi pasangan suami istri ingin mengatur harta bersama yang telah diperoleh selama perkawinannya. Perjanjian perkawinan tersebut dapat dibuat dengan cara pasangan suami istri terlebih dahulu meminta penetapan pengadilan untuk harta benda apa saja yang akan diatur pemisahannya, dengan begitu Notaris dapat membuat akta perjanjian perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan tersebut.

Marriage is a relationship between a man and a woman to live together in which such a relationship is eternal and recognized by the state. Throughout the marriage period, the jointly owned assets are collected. However, there is an urge to be able to manage the assets acquired during the marriage period personally, as for the efforts that can be taken for the separation of property in marriage, namely by making a marriage agreement. Based on the description above, the writer desires to make a research with the formulation of the problem as follows: 1) What are the provisions for making a marriage agreement in Indonesia? 2) What is the mechanism for making a retroactive marriage agreement? 3) What are the roles of the Notary in making a marriage agreement after the Judgment of the Constitutional Court No. 69/PUU-XIII/2015?. This research was made by applying a normative juridical research method. Marriage Law stipulates that a marriage agreement shall be made before or at the time of the marriage. In line with the development of society and legal needs, the Constitutional Court issued Judgment Number 69/PUU-XIII/2015 which amends that the marriage agreement can be made during the marriage period. Besides, the changes based on such judgment create the potential for married couples wanting to regulate joint assets that have been obtained during their marriage. The marriage agreement can be made by the marriage couple first requesting a court order for any property to be separated, so that the notary can make a marriage agreement deed based on the court's judgment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurinda Raha Mustika
"Kerusakan lahan gambut kerap terjadi akibat kebakaran lahan di Indonesia. PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) merupakan salah satu perusahaan sawit yang lahan gambutnya terbakar pada bulan Juni tahun 2013 silam. Untuk dapat menggugat berdasarkan gugatan perbuatan melawan hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus membuktikan perusakan yang dilakukan oleh PT JJP dengan berdasarkan pembuktian ilmiah dan keterangan ahli. Pembuktian ilmiah tersebut mencakup pendeteksian hotspot, analisa sampel laboratorium, penentuan penyebab kebakaran, penghitungan luas lahan yang terbakar, dan pengukuran kerusakan lahan. Namun masalah di sini terjadi saat Penggugat dan Tergugat mengajukan alat bukti ilmiah yang menguatkan dalil masing-masing, sehingga Hakim dituntut untuk memilih alat bukti ilmiah mana yang akan dipertimbangkan. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berupa, bagaimanakah pembuktian ilmiah dalam kerusakan lahan gambut akibat kebakaran lahan? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian ini menemukan bahwa hakim dapat menilai penerimaan alat bukti ilmiah dengan menggunakan standar Daubert yang memberikan empat kriteria untuk melihat validitas alat bukti. Kriteria tersebut tidak bersifat rigid, melainkan sebuah kerangka ilustratif untuk membangun kepercayaan hakim. Namun penerapan doktrin ini masih memerlukan peran hakim dalam kesediaannya mengadopsi doktrin luar untuk menjawab permasalahan pembuktian ilmiah yang dihadapi.

Peat land destruction often occur from land fires in Indonesia. PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) is one of the oil palm companies whose peatland was burned down in June 2013.  In order to sue based on tort, the Ministry of Environment and Forestry must prove the damage that is done by PT JJP based on scientific evidence and expert explanation. The scientific evidence includes detecting hotspots, laboratory samples analysis, determining the cause of fire, calculating the burned area, and measuring the land damage. But the problem here occurs when the Plaintiff and Defendant propose scientific evidences that strengthen their respective arguments, so that the Judges are required to choose which scientific evidence to consider. This undergraduate thesis wants to answer a question that is, how is the scientific evidence works in proving peatland destruction due to land fire? The research method used in this thesis is a normative juridical research. This research found that judges can assess the acceptance of scientific evidence using the Daubert standard which provides four criterias to see the validity of evidences. The criteria are not rigid, but in form of illustrative framework to build judge's conviction. But the application of this doctrine still requires the role of the judges in their willingness to adopt foreign doctrine to answer the problems of scientific evidence faced."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Rahma Alifia
"Skripsi ini membahas mengenai tolok ukur alasan-alasan yang dibenarkan dalam pemberian dispensasi kawin sebagai upaya meminimalisir atau menekan angka perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) perbandingan putusan mengenai dispensasi kawin dengan alasan pengajuan yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tolok ukur untuk alasan-alasan yang dibenarkan untuk mengajukan permohonan dispensasi dengan tujuan utama sebagai upaya meminimalisir perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur. Kontradiktif yang terjadi dari tujuan semula dari sebuah perubahan undang-undang untuk meminimalisir terjadinya perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur akan menjadi hambatan untuk menekan angka perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur.

This thesis discusses the benchmarks of the reasons justified in granting marriage dispensation as an effort to minimize or suppress the number of child marriages or underage marriages as regulated in Article 7 of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 about marriage. This research is a normative juridical research using a qualitative approach. This study uses 2 (two) comparisons of decisions regarding dispensation for marriage with different reasons for filing. The purpose of this study is to find out how the benchmarks for justified reasons for submitting a dispensation application with the main objective as an effort to minimize child marriage or underage marriage. Contradictions that occur from the original purpose of a law change to minimize the occurrence of child marriages or underage marriages will be an obstacle to suppress the number of child marriages or underage marriages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chyka Yustika Anggraini
"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) telah mengatur mengenai Pembatalan Perkawinan dalam ketentuan Pasal 22 sampai dengan Pasal 28. Hal-hal yang diatur mengenai Pembatalan Perkawinan di dalam UU Perkawinan sendiri adalah mengenai alasan-alasan apa saja yang dapat menjadi penyebab dibatalkannya suatu perkawinan. Bahwa secara keseluruhan dibatalkannya suatu perkawinan adalah karena tidak dipenuhinya syarat-syarat bagi suami dan/atau isteri untuk melangsungkan perkawinan. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa salah satu alasan suatu perkawinan dapat dimohonkan pembatalannya adalah karena terdapat salah sangka atas diri suami atau isteri. Ketentuan inilah yang menjadi dasar adanya permohonan perkawinan yang diajukan Pemohon dalam perkara Nomor 1360 K/Pdt/2012, dimana Pemohon yang berkedudukan sebagai Isteri mendalilkan telah adanya salah sangka terhadap keadaan orientasi seksual Termohon—suami yang dinikahinya. Hakim pada Pengadilan Negeri maupun sampai dengan Mahkamah Agung, menolak adanya permohonan ini dengan alasan bahwa keadaan salah sangka tidak mencakup keadaan orientasi seksual dan perkawinan yang terjadi tidak menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, setelah dikaji lebih lanjut dapat dipahami bahwa perkawinan yang demikian sebenarnya telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan yang mengamanatkan kehidupan perkawinan yang langgeng. Lebih lanjut, dikaitkan dengan kajian psikologis mengenai kelainan orientasi seksual, dapat dipahami bahwa orientasi seksual merupakan bagian dari identitas diri seorang individu, sehingga merupakan bagian dari diri seseorang sebagaimana rumusan dari Pasal 27 ayat 2 UU Perkawinan. Untuk itu perkawinan yang demikian sepatutnya dibatalkan.

Marriage Regulation Number 1 Year 1994 as amended with The First Amendment of Marriage Regulation Number 16 Year 2019 (later on mentioned as “UU Perkawinan”) has regulated the annulment of marriage in the provisions of Article 22 through Article 28. UU Perkawinan regulates regarding what are the reasons that can be the cause of marriage being annulled. In general, the annulment of marriage can happen because of the conditions that already been established in UU Perkawinan is not fulfilled by the husband and/or the wife. In the provision of Article 27 verse (2) mentioned that one of the reason why marriage can be annulled is because there has been such misinterpretation towards the husband and/or the wife. This provision later became the main reason of marriage annulment petition that requested by the applicant in the case number 1360 K/Pdt/2012 in which the applicant has a legal standing as the wife that postulates that there had been some sort of misinterpretation towards her husband’s sexual orientation. Judges in Pengadilan Negeri and Mahkamah Agung rejected this petition with consideration that misinterpretation as mentioned in the provision of Article 27 verse 2 can not be applied for sexual orientation and there was no one in that marriage violates marriage law, thus, the petition can not be granted. However, after further study it can be understood that this kind of marriage is not comply with the provision of Article 1 UU Perkawinan which mandates that any marriage should expected to be last for a lifetime. Furthermore, related with physicology perspective regarding sexual orientation, it can be understood that sexual orientation is a part of the identity of an individual, therefore it is part of oneself as is mentioned in the Article of 27 verse (2) UU Perkawinan. For this reason such marriages should be cancelled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Aulia Denizar
"Dispensasi perkawinan merupakan suatu kelonggaran yang diberikan oleh pengadilan kepada calon suami istri yang belum mencapai batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan. Penelitian ini menganalisis urgensi dispensasi perkawinan terhadap anak dibawah umur dalam Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Perkawinan serta meninjau pelaksanaan aturan batasan umur perkawinan pasca perubahan Undang-Undang Perkawinan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kualitatif. Setelah perubahan Undang-Undang Perkawinan sebagai upaya perlindungan terhadap perempuan, jumlah perkawinan dibawah umur justru semakin meningkat. Padahal, telah dibentuk pula Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Perkawinan sebagai upaya perlindungan. Hal ini karena tidak mengatur alasan-alasan yang dapat dibenarkan untuk diberikan izin dispensasi perkawinan oleh pengadilan. Penelitian ini mengklasifikasikan 20 (dua puluh) penetapan terkait dispensasi perkawinan di Pengadilan Negeri Manado berdasarkan alasan yang diajukan oleh Pemohon. Sebagian besar permohonan dispensasi perkawinan di Pengadilan Negeri Manado dilakukan dengan alasan telah terjadi kehamilan diluar perkawinan atau atas keinginan orang tua. Ketidakjelasan alasan-alasan yang dimaksud dalam Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Perkawinan mengakibatkan tidak banyak Hakim yang menimbang perkara dispensasi perkawinan dengan peraturan tersebut. Hakim lebih memperhatikan UU No. 16 Tahun 2019 daripada Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan.

Marriage dispensation is a concession granted by the court to prospective husband and wife who have not yet reached the minimum age limit for marriage. This research analyzes the urgency of marriage dispensations for minors in the Supreme Court Regulations concerning Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensations and reviews the implementation of the age limit regulations for marriage after changes to the Marriage Law. This research was prepared using doctrinal research methods with a qualitative approach. After changes to the Marriage Law as an effort to protect women, the number of underage marriages actually increased. In fact, a Supreme Court Regulation regarding Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensations has also been established as a protective measure. This is because it does not regulate the reasons that can be justified for the court to grant a marriage dispensation. This research classifies 20 (twenty) decisions regarding marriage dispensations at the Manado District Court based on the reasons submitted by the Petitioner. Most requests for marriage dispensation at the Manado District Court are made on the grounds that there has been a pregnancy outside of marriage or because of the parents' wishes. The lack of clarity on the reasons referred to in the Supreme Court Regulations concerning Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensations has resulted in not many Judges weighing marriage dispensation cases in accordance with these regulations. Judges pay more attention to Law no. 16 of 2019 rather than Supreme Court Regulation no. 5 of 2019 in granting requests for marriage dispensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Measurement of non-invasive blood glucose is one way to increase the frequency of self-monitoring of blood glucose
(SMBG). For NIR reflectance spectroscopy, its application in non-invasive constrained by high value of standard error
of prediction. The mean standard error of prediction was 25 mg/dL. Theoretically, NIR reflectance spectroscopy still
can be used to predict blood glucose levels in certain conditions such as hypoglycemia (<55 mg/dL), controlled fasting
blood glucose (FBG) (70-115 mg/dL), and hyperglycemia (>225 mg/dL), which the difference between the three
conditions is more than 25 mg/dL. The results showed that there were significant differences in standards values of
photometer measurement between controlled FBG and hyperglycemic conditions (p = 0.002). The results also showed
that the photometer can be used to assist the monitoring of blood glucose in FBG under control and hyperglycemic
conditions. It can be seen from the average percentage of the daily controlled FBG conditionsin patients conducting
SMBG in photometer-assisted compared to in patientsonly use SMBG once a day (28% versus 18%, p = 0.344).
Fotometer Sederhana sebagai Alat Bantu Pengukuran Glukosa Darah. Pengukuran glukosa darah secara noninvasif
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan frekuensi pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM). Untuk
yang berbasis spektoskopi reflektansi NIR, penerapannya secara non-invasif terkendala nilai standar error of prediction
yang tinggi. Namun demikian metode ini secara teori masih dapat dipakai untuk memprediksi kadar glukosa darah pada
kondisi tertentu seperti keadaan hipoglikemia (<55 mg/dL), gula darah puasa (GDP) terkendali (70-115 mg/dL), dan
hiperglikemia (>225 mg/dL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna standar nilai
pengukuran fotometer antara kondisi GDP terkendali dan hiperglikemia (p = 0,002). Fotometer yang digunakan dapat
membantu pemantauan glukosa darah (PGDM pada kondisi GDP terkendali dan hiperglikemia). Hal ini dapat dilihat
dari rata-rata persentase jumlah hari dengan kondisi GDP harian terkendali yang lebih besar pada PGDM yang dibantu
dengan fotometer dibandingkan PDGM yang dilakukan hanya satu kali sehari (28% berbanding 18%, p = 0,344)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuuz Nauli
"Perkawinan adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan sebagai seorang suami dan seorang istri berdasarkan ketuhanan yang maha esa, untuk membuat suatu keluarga yang bahagia dan kekal. Perkawinan memiliki banyak akibat yang berhubungan langsung kepada kemaslahatan hidup manusia, contohnya status anak, yang kemudian akan menentukan apakah anak tersebut berhak atas pengurusan serta nafkah dari sang ayah, kemudian terhadap kejelasan status seorang istri, apakah merupakan seorang istri yang sah, yang tentunya akan mendapatkan hak tambahan, seperti nafkah dari seorang suami. Indonesia adalah Negara yang sangat luas dan beragam adat istiadatnya, karenanya proses pendataan peristiwa yang begitu penting tersebut sangatlah bermanfaat untuk melindungi pihak istri dan anak, sehingga kemudian Negara mewajibkan kepada para pasangan suami istri untuk mencatatkan perkawinannya kepada pegawai pencatat. Jangka waktu pencatatan tersebut adalah 60 enam puluh hari, namun karena beragam alasan, tidak semua perkawinan mengikuti ketentuan tersebut. Pengadilan Negeri kemudian dipiih sebagai jalan keluar bagi perkawinan yang lalai dicatatkan.

Marriage is a sacred bond between men and woman as a husband and wife that pledge their unification in the name of God which purpose is to build a happy and everlasting family. family. Marriage itself has its own consequences that has direct effect to the well being of a human being, e.g. the status of a child and a woman as lawfully wedded wife. Henceforth, Marriage registration become very substantial, as a means of protecting a child, the wife, and the marriage itself from the forthcoming legal activity in the course of human 39 s life. In Indonesia, the due date of marriage registration itself is 60 days. However due to various reasons, there are conditions that could cause a marriage to become unregistered in 60 days. Court Decree becomes the solution for the situation stated above.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Cahya Farhani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami perubahan prosedur dispensasi kawin setelah diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2019 serta implikasinya terhadap penetapan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Polewali Mandar. Penelitian disusun dengan menggunakan metode doktrinal dengan studi kasus pada dua penetapan dispensasi kawin yang dipilih. Data diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perma No. 5 Tahun 2019 memberikan pedoman yang lebih ketat dalam proses permohonan dispensasi kawin, dengan tujuan untuk melindungi hak anak dan mengurangi angka pernikahan usia dini. Studi kasus pada Penetapan Nomor 1/Pdt.P/2023/PA.Pwl dan Nomor 121/Pdt.P/2024/PA.Pwl mengungkapkan adanya peningkatan tuntutan pembuktian bagi pemohon dispensasi serta peran aktif hakim dalam menggali alasan dan urgensi permohonan. Penetapan dalam kedua kasus tersebut mencerminkan penerapan Perma No. 5 Tahun 2019 yang lebih detail dan berorientasi pada perlindungan kepentingan terbaik anak. Perma No. 5 Tahun 2019 berpengaruh signifikan terhadap proses dan hasil putusan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Polewali Mandar, dengan adanya penekanan pada aspek perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas utama.

The objective of this study is to examine the changes in marriage dispensation procedures that took place after the issuance of Supreme Court Regulation (Perma) No. 5 of 2019 and its implications for the determination of marriage dispensation in the Polewali Mandar Religious Court. The research was prepared using the doctrinal method with case studies on two selected marriage dispensation decisions. Data were obtained through document studies and interviews with relevant parties. The findings indicate that Perma No. 5 of 2019 introduces stricter guidelines for the marriage dispensation application process, aimed at safeguarding children's rights and reducing the incidence of early marriages. Case studies of Stipulations No. 1/Pdt.P/2023/PA.Pwl and No. 121/Pdt.P/2024/PA.Pwl reveal an increase in evidentiary requirements for dispensation applicants and the active role of judges in exploring the reasons and urgency of the application. The stipulations in both cases reflect a more thorough application of Perma No. 5/2019 and prioritize the protection of the child's best interests.. Perma No. 5/2019 has a significant effect on the process and outcome of marriage dispensation decisions at the Polewali Mandar Religious Court, with a focus on child protection and prioritizing the best interests of the child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>