Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Conny Riana Tjampakasari
Abstrak :
Ruang lingkup dan Metodologi : Penyebab utama kasus kandidosis adalah Candida albicans. Penanggulangan penyakit ini biasanya dikaitkan dengan pengobatan. Pada umumnya antimikotik yang sering digunakan untuk pengobatan adalah antimikotik golongan azol yaitu ketokonazol dan flukonazol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketokonazol dan flukonazol terhadap pertumbuhan Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Macrodilution/Tube Method. Pengujian terhadap ketokonazol dilakukan dengan konsentrasi antara 0,25 µg/ml sampai dengan konsentrasi terendah 128 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam dalam waktu pengamatan 24 dan 48 jam. Pengujian terhadap flukonazol dilakukan dengan konsentrasi antara 0,1 µg/ml sampai dengan konsentrasi 51,2 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam, dalam waktu pengamatan 24 dan > 48 jam. Hasil dan Kesimpulan : Ketokonazol berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan membunuh pada konsentrasi 32 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam dan bersifat menghambat pertumbuhannya pada konsentrasi 8 ug/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam. Flukonazol berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan membunuh pada konsentrasi 12,8 µg/ml dengan waktu pemaparan 2 x 24 jam dan konsentrasi 6,4 ug/ml dengan waktu pemaparan 3 x 24 jam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ketokonazol bersifat menghambat dan membunuh pertumbuhan Candida albicans dan flukonazol bersifat membunuh pertumbuhannya.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iednita Cahyadahrena
Abstrak :
Latar Belakang: Early childhood caries (ECC) merupakan penyakit kronik infeksius yang sering terjadi pada anak usia prasekolah, ditandai dengan adanya satu atau lebih gigi yang rusak atau hilang atau ditambal akibat karies. ECC disebabkan oleh mikroorganisme kariogenik seperti S. mutans serotype e dan Candida albicans. Faktor laju alir saliva pada dorsal lidah dapat memengaruhi perkembangan ECC. Tujuan: Menganalisis kuantitas antigen S. mutans serotype e dan antigen Candida albicans yang diisolasi dari dorsal lidah serta kaitannya dengan laju alir saliva anak ECC dan caries free. Metode: S. mutans serotype e dan Candida albicans dari dorsal lidah sampel ECC dan caries free diuji menggunakan indirect ELISA untuk memperoleh antigen dan dibaca dengan panjang gelombang 450 nm, kemudian nilai optical density kedua antigen tersebut dikorelasikan dengan laju alir saliva anak ECC dan caries free. Hasil: Tidak terdapat perbedaan (p>0,05) kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans pada anak ECC dan caries free. Terdapat kecenderungan hubungan positif antara kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans pada anak ECC dan caries free. Kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans paling tinggi ditemukan pada laju alir saliva normal anak ECC. Kesimpulan: Kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype e lebih banyak ditemukan pada dorsal lidah anak ECC dibandingkan dengan antigen Candida albicans. Pada laju alir saliva normal anak ECC dan caries free terjadi peningkatan kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans. ......Background: Early childhood caries (ECC) is a chronic infectious disease that often occurs in preschool children, characterized by the presence of one or more teeth that are damaged or missing or restored due to caries. ECC is caused by cariogenic microorganisms such as S. mutans serotype e and Candida albicans. Salivary flow rate in the dorsal tongue can influence the development of ECC. Objective: To analyze the quantities of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens isolated from the dorsal tongue and their relation to the salivary flow rate in ECC and caries free children. Method: S. mutans serotype e and Candida albicans from the dorsal tongue of children with ECC and caries free children were tested using indirect ELISA to obtain the antigens and they were being read with wavelengths of 450 nm, then the optical density values of the two antigens were correlated with the salivary flow rate of ECC and caries free children. Result: There was no significance (p> 0.05) quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens in ECC and caries free. There is a tendency for a positive correlation between quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens in ECC and caries free children. The highest quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens was found in the normal salivary flow rate of ECC children. Conclusion: Quantity of Streptococcus mutans serotype e antigens were higher than Candida albicans in the dorsal tongue of ECC children. At the normal salivary flow rate of ECC and caries free children, there was an increase quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Atika
Abstrak :
Infeksi sistemik yang disebabkan oleh spesies kandida memiliki tingkat mortilitas tinggi. Spesies yang sering menginfeksi diantaranya adalah Candida albicans, Candida parapsilosis, Candida glabrata, Candida tropicalis, dan Candida krusei. Saat ini, telah banyak ditemukan beberapa kasus resistensi dalam pengobatan infeksi kandida. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan alternatif pengobatan baru. Bahan alam dikenal sebagai alternatif pengobatan yang potensial karena efek toksik rendah dan sumbernya yang melimpah. Minyak atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt.).merupakan salah satu bahan alam yang telah diketahui memiliki aktivitas antikandida Namun, mekanisme penghambatannya belum ditemukan. Dalam ulasan ini, kami mencoba mengkaji mekanisme penghambatan minyak atsiri Pala terhadap Candida sp. berdasarkan kandungan kimianya dan dibandingkan dengan obat antikandida yang sudah ada. Selain itu, juga akan dibahas beberapa metodologi yang dapat digunakan untuk pengujiannya berdasarkan studi literatur. Dari hasil ulasan ini, didapatkan beberapa kandungan kimia minyak atsiri Pala yang memiliki potensi penghambatan terhadap Candida sp. yaitu, α-pinene, β-pinene, terpinen-4-ol, dan limonene. Komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt.) menunjukan bahwa minyak atsiri ini berpotensi sebagai antikandida dengan multitarget. Namun, untuk memgonfirmasi potensi tersebut diperlukan studi lebih lanjut menggunakan beberapa metode diantaranya kuantifikasi biomassa sel dengan pengujian kristal violet, pengujian akivitas mitikondria dengan MTT, identifikasi potensi penghambatan dengan Time Addition Assay, observasi kerusakan permukaan sel menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), kuantifikasi gen menggunakan qPCR, identifikasi protein responsif, dan pengujian efek inhibisi di bawah tekanan osmotik. ......Systemic infections caused by candida species have a high mortality rate. Species that often infect them are Candida albicans, Candida parapsilosis, Candida glabrata, Candida tropicalis, and Candida krusei. At present, there have been many cases of resistance found in the treatment of candida infections. To overcome this problem, we needed new alternative treatments. Natural products already known as potential alternative treatment because of their low toxic effect and exist abundantly. Nutmeg essential oil (Myristica fragrans Houtt.) is one of the natural ingredients that has known to have anticandida activity. However, the mechanism of inhibition has not found. In this review, we try to examine the inhibition mechanism of Nutmeg essential oil against Candida sp. based on its chemical content and compare with commercial anticandida. Also, several methodologies that can use for testing are based on literature studies as well. From the results of this review, it has found that some of the chemical content of nutmeg essential oil has the potential as anticandida. There are α-pinene, β-pinene, terpinen-4-ol, and limonene. The chemical components contained in Nutmeg essential oil (Myristica fragrans Houtt.) show that this essential oil has the potential to be a multitarget anticandida. However, to confirm this potential, further studies are needed. There are several methods can be used including quantification of cell biomass with crystal violet assay, testing of mitochondrial activity with MTT assay, identification of inhibitory potential with Time Addition Assay, observation of cell surface damage using Scanning Electron Microscopy (SEM), quantification of genes using qPCR, identification of responsive proteins, and testing inhibitory effect under osmotic pressure.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Febrina
Abstrak :
Manifestasi kandidiasis oral berhubungan dengan pembentukan biofilm pada permukaan mukosa. Candida albicans merupakan jamur penyebab utama kandidiasis oral. Propolis dilaporkan berpengaruh terhadap pembentukan biofilm C.albicans. Tujuan: Menilai efektifitas permen dengan kandungan propolis terhadap pembentukan biofilm C.albicans dibandingkan dengan permen madu. Metode: C. albicans dipaparkan dengan larutan permen X, permen propolis madu, dan permen madu 50% pada 96-well plate yang sudah dicoating saliva dan serum. Untuk menganalisis pembentukan biofilm C. albicans dilakukan uji dengan MTT assay. Data dianalisis dengan uji one-way ANOVA. Hasil: Terdapat peningkatan yang signifikan pada perlakuan dengan permen X baik dengan coating saliva (p=0.000) maupun serum (p=0.000). Tidak terdapat perubahan yang signifikan pada pembentukan biofilm C. albicans yang ditambahkan permen propolis madu dengan coating saliva (p=0.187) maupun serum (p=0.386) serta permen madu dengan coating saliva (p=0.062) maupun serum (p=0.396). Simpulan: Pemberian larutan permen X bermakna dalam meningkatkan pembentukan biofilm C.albicans. Pemberian larutan permen propolis madu dan permen madu tidak mempengaruhi pembentukan biofilm C.albicans. ......Manifestations of oral candidiasis related with biofilm formation on mucosal sufaces. Candida albicans is the main microbial culprit in oral candidiasis. Propolis is reported to have an effect on biofilm formation of C.albicans. Objective: To evaluate effect of candy that contains propolis on in-vitro biofilm formation of C.albicans compared with honey candy. Methods: C. albicans was exposed with 50% X candy solutions, propolis honey candy solutions, and honey in 96-well plate that had been coated with saliva and serum. To analyze formation of C. albicans biofilm MTT assay was used. Data was analyzed with one-way ANOVA. Result: There were significant increases on biofilm formation of C.albicans with X candy treatment either coated with saliva (p=0.000) or serum (p=0.000). There were no significant differences of C. albicans biofilm formation with addition of propolis honey candy either coated with saliva (p=0.187) or serum (p=0.386) and honey candy either coated with saliva (p=0.062) or serum (p=0.396). Conclusion: Treatment with propolis honey candy and honey candy solutions has no significant effect for biofilm formation of C.albicans. Effect of treatment with X candy solution was significant in increasing C.albicans biofilm formation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Ika Irianti
Abstrak :
Candida albicans merupakan salah satu jenis fungi yang dapat menyebabkan infeksi dengan prevalensi yang tinggi di dalam tubuh manusia. Dalam menangani kandidiasis terdapat beberapa kendala sehingga diperlukan metode alternatif untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans. Patogenisitas Candida albicans erat kaitannya dengan terbentuknya biofilm. Biofilm adalahkoloni mikroba (biasanya penyebab suatu penyakit) yang membentuk suatu matriks polimer organik. Aptamer merupakan single-strand ribonucleic acid (ssRNA) dan single-strand deoxyribonucleic acid (ssDNA) yang mempunyai afinitas dan spesifisitas yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi aptamer dalam menghambat pembentukan biofilm pada beberapa galur Candida albicans. Galur Candida albicans yang dibandingkan antara lain galur ATCC 10231, isolat oral, dan isolat vaginal. Metode yang digunakan adalah pengujian menggunakan MTT untuk menentukan viabilitas sel, pengujian kristal violet untuk menentukan massa biofilm, dan kuantifikasi Candida albicans dengan real-time PCR. Waktu inkubasi yang digunakan dalam pembentukan biofilm adalah 1.5; 24; 48; 72 jam. Pengujian menggunakan MTT, kristal violet, dan Real-Time PCR menunjukkan adanya efek penghambatan biofilm oleh aptamer. Pada waktu inkubasi 48 jam, penambahan aptamer menunjukkan efek penghambatan biofilm secara pengujian MTT dan kristal violet. Terdapat perbedaan yang signifikan pada potensi aptamer dalam menghambat biofilm Candida albicans di waktu inkubasi 72 jam dengan pengujian MTT dan kristal violet (p<0.05). ...... Candida albicans is a fungal which has high prevalence in human body. There are some drawbacks in C.albicans treatment which is why an alternative method is required to cure infections caused by Candida albicans. Candida albicans pathogenecity closely related on biofilm formation. Biofilms are microbial colonies (usually the cause of a disease) which forms an organic polymer matrix. Aptamers are single-strand ribonucleic acid (ssRNA) and singlestrand deoxyribonucleic acid (ssDNA) which have high affinity and specificity to the target. The aim of this study is to know potencial of aptamer to inhibit biofilm formation in some strains Candida albicans. There are Candida albicans ATCC 10231, isolate oral, and isolate vaginal. Methods that used in this study are MTT assay to determine cell viability, crystal violet assay to determine biofilm mass, and quantification of Candida albicans by Real-Time PCR. Incubation times that used for biofilm formation are 1,5; 24; 48; 72 hours. There are inhibition effects of aptamer in biofilm formation by MTT assay, crystal violet assay, and Real-Time PCR. In incubation time 48 hours, there are inhibition effect of aptamer in biofilm formation by MTT assay and crystal violet method. There is significance difference of aptamer potential in biofilm formation from crystal violet assay and MTT assay in incubation time 72 hours (p<0.05).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Anggraini
Abstrak :
Latar Belakang: Tingginya angka prevalensi denture stomatitis yang terjadi akibat pemakaian gigi tiruan serta pengaruh kestabilan oral candida. Tujuan: Mengamati pengaruh kekasaran bahan basis gigi tiruan terhadap koloni Candida albicans. Metode: mengukur uji kekasaran dengan Roughness tester serta spesimen dicelupkan kedalam eppendorf tube modifikasi yang berisi suspensi Candida albicans diinkubasi dalam waktu 24 dan 72 jam. Data analisis dengan Korelasi Bivariat (Pearson). Hasil: Penurunan jumlah kolonisasi Candida albicans terhadap kekasaran permukaan basis gigi tiruan dipoles dengan tidak dipoles. Terdapat perbedaan jumlah kolonisasi Candida albicans diikuti dengan lama waktu inkubasi. Kesimpulan: Penurunan nilai CFU Candida albicans dipengaruhi oleh penurunan nilai kekasaran permukaan setelah dilakukan pemolesan pada bahan basis gigi tiruan metal, resin akrilik, dan valplast. ...... Background: The high prevalence of denture stomatitis caused by the using of denture and predispose the stability of oral candida. Objective: The objective of this study is observing the effect of surface roughness of denture base material with the amount of Candida albicans. Method: measuring surface roughness by using roughness tester and the specimen was immersed int ependorf tube modification with a suspension Candida albicans and incubated for 24 and 72 hour. Data analyzed by Bivariate Correlation (Pearson). Results: Decrease the amount of Candida albicans colonization of the surface roughness of denture based on polished and not polished. There are differences in the number of Candida albicanos colonization followed by a long incubation time. Conclusion: The decrease in amount of Candida albicans was affected by the decreasing in the value of the surface roughness after polishing the denture base material metal, acrylic resin, and valplast.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parida Oktama Putri
Abstrak :
Jamur Candida merupakan penyebab infeksi paling banyak ditemukan pada manusia. Spesies paling sering menyebabkan kandidiasis yaitu Candida albicans. Saat ini, insidensi infeksi kandidiasis semakin meningkat. Candida adalah penyebab utama keempat infeksi darah di rumah sakit, dan di Amerika Serikat, angka kematian akibat kandidemia mencapai 40 per tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans dan Candida non albicans terhadap vorikonazol secara in vitro dari rekam medis 2010-2015 di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional. Pemilihan sampel menggunakan metode total sampling, data diproses menggunakan SPSS dan dianalisis menggunakan uji Fisher. Dari 546 sampel, hasil uji kepekaan Candida albicans terhadap vorikonazol menunjukkan 407 isolat sensitif 99,8 dan 1 isolat resisten 0,2. Uji kepekaan Candida non albicans terhadap vorikonazol menunjukkan 136 isolat sensitif 98,6 dan 2 isolat resisten 1,4 . Tidak terdapat perbedaan p=0,159 pola kepekaan Candida albicans dan Candida non albicans terhadap vorikonazol. Vorikonazol memilki aktivitas yang tinggi di dalam in vitro sehingga memberikan hasil yang baik untuk mengeradikasi Candida yang resisten terhadap flukonazol. Sebagai kesimpulan, tidak terdapat perbedaan pola kepekaan Candida albicans dan Candida non albicans terhadap vorikonazol. ...... Candida is the cause of most infections found in humans, mostly Candia albicans. Candida is the fourth leading cause of blood infection in hospitals, and in the United States, the death rate from Candidaemia reached 40 in year. The aim of this research is to determine the Candida albicans and Candida non albicans susceptibility profile in vitro to voriconazoleof the medical record 2010 2015 at the Mycology Laboratory of the Departement of Parasitology Faculty of Medicine University of Indonesia. This study uses a Cross sectional study. The sample selection was done with total sampling method. Data was processed using SPSS and analyzed using Fisher's test. From 546 samples, the susceptibility profile of Candida albicans are 407 samples 99.8 sensitive and 1 sample 0.2 resistant. Susceptibility profile of Candida non albicans are 136 samples 98.6 sensitive and 2 sample 1.4 resistant. The result indicated no significant association p 0.159 between susceptibility profile of Candida albicans and Candida non albicans to voriconazole. Voriconazole has high in vitro activities so as to provide good results to eradicate the Candida resistant to fluconazole. In conclusion, there are no significant association between Candida albicans and Candida non albicans susceptibility profile to voriconazole.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldriyety Merdiarsy
Abstrak :
Pembentukan biofilm dan aktivitas enzim proteinase merupakan faktor virulensi utama dari Candida albicansdalam menyebabkan infeksi oportunistik.Temulawak mengandung zat aktif xanthorrhizolyang bersifat antifungal.Tujuan: Menganalisis pengaruh eradikasi biofilmC. albicans fase awal, menengah dan maturasi oleh ekstrak etanol temulawak terhadap aktivitas enzim proteinase C. albicans ATCC 10231. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm C. albicans berbagai fase biofilm dan dilanjutkan uji aktivitas enzim proteinase. Hasil: Zona aktivitas enzim proteinase C. albicans pada kelompok uji yang telah dipaparkan Kadar Eradikasi Biofilm Minimal (KEBM) pada ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas lebih sedkit dibandingkan kontrol negatif pada semua fase dan setara dengan Nystatin.Kesimpulan: Eradikasi berbagai fase Biofilm C. albicansoleh ekstrak etanol temulawak sejalan dengan penurunan aktivitas enzim proteinase.Latar belakang: Pembentukan biofilm dan aktivitas enzim proteinase merupakan faktor virulensi utama dari Candida albicansdalam menyebabkan infeksi oportunistik.Temulawak mengandung zat aktif xanthorrhizolyang bersifat antifungal.Tujuan: Menganalisis pengaruh eradikasi biofilmC. albicans fase awal, menengah dan maturasi oleh ekstrak etanol temulawak terhadap aktivitas enzim proteinase C. albicans ATCC 10231. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm C. albicans berbagai fase biofilm dan dilanjutkan uji aktivitas enzim proteinase. Hasil: Zona aktivitas enzim proteinase C. albicans pada kelompok uji yang telah dipaparkan Kadar Eradikasi Biofilm Minimal (KEBM) pada ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas lebih sedkit dibandingkan kontrol negatif pada semua fase dan setara dengan Nystatin.Kesimpulan: Eradikasi berbagai fase Biofilm C. albicansoleh ekstrak etanol temulawak sejalan dengan penurunan aktivitas enzim proteinase. ......The formation of biofilm and activity of proteinase enzymes are the main virulence factors of Candida albicans in causing opportunistic infections. Javanese turmeric contains an active substance xanthorrhizol that had been reported to have antifungal effect. Objective: To analyze the effect of Candida albicans biofilm eradication on the initial, intermediate and maturation phase by Javanese turmeric ethanol extract to the proteinase enzyme activity of C. albicans ATCC 10231. Methods: The Exposure of Javanese turmeric ethanol extract on Candida albicans biofilm in any phases and followed by the proteinase enzyme activity assay. Results: Proteinase enzym activity zone of C. Albicans on test group that had been exposed with Minimum Bactericidal Concentration (MBC) of Javanese Turmeric Ethanol Extract has less enzyme activity than negative controls and equivalent to Nystatin. Conclusion: Eradication on any phase of C. albicans by Temulawak is in accordance with decrased proteinase enzyme activity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Meuthia Arifin
Abstrak :
Candida albicans merupakan salah satu patogen umum penyebab kandidiasis invasif yang memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi sehingga diperlukan metode deteksi yang cepat, sensitif, dan spesifik untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. qPCR berbasis intercalating dye dapat menjadi salah satu metode yang digunakan untuk pendeteksian Candida albicans karena waktu pemrosesannya yang cepat dan dapat menggunakan volume sampel yang sedikit. Tetapi, penggunaan intercalating dye memiliki kelemahan yaitu dapat berikatan pada semua DNA untai ganda, sehingga diperlukan primer yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode deteksi Candida albicans menggunakan qPCR berbasis intercalating dye dengan melakukan perancangan primer spesifik untuk Candida albicans, pengujian spesifisitas primer terhadap spesies fungi lain, dan pengujian sensitivitas metode qPCR menggunakan sampel darah utuh. Hasil perancangan primer spesifik merupakan primer Ca2 yang memiliki panjang 22 dan 19 oligonukleotida untuk deteksi qPCR. Primer yang dirancang menargetkan gen ITS yang merupakan housekeeping gene untuk fungi. Hasil uji spesifisitas primer terhadap tiga spesies Candida lain dan satu spesies Malassezia menunjukkan melting curve yang memiliki puncak tunggal pada sampel yang terdapat DNA Candida albicans dan DNA campuran, yang menandakan primer secara spesifik mendeteksi Candida albicans. Hasil uji sensitivitas pada darah utuh menunjukkan hasil bahwa metode qPCR berbasis intercalating dye menggunakan primer Ca2 dapat mendeteksi DNA Candida albicans dalam sampel darah utuh hingga batas 100 sel/mL. ......Candida albicans is a common pathogen that can cause invasive candidiasis which has a fairly high mortality rate so a fast, sensitive, and specific detection method is needed to get the right diagnosis and treatment. Intercalating dye-based qPCR can be one of the methods used for the detection of Candida albicans because of its fast-processing time and use of a small volume sample. However, the use of intercalating dye has a disadvantage, as it can bind to all double-stranded DNA, so a specific primer is needed. This study aims to develop a Candida albicans detection method using intercalating dye-based qPCR by designing a specific primer for Candida albicans, testing the primer specificity for other fungal species, and testing the sensitivity of the qPCR method using whole blood samples. The results of the design of specific primers are Ca2 primers which have lengths of 22 and 19 oligonucleotides for qPCR detection. The primers are designed to target the ITS gene which is a housekeeping gene for fungi. The results of the primer specificity test for three other Candida species and one Malassezia species showed a melting curve that had a single peak in the sample containing Candida albicans DNA and mixed DNA, which indicated that the primer specifically detected Candida albicans. The results of the sensitivity test showed that the intercalating dye-based qPCR method using Ca2 primers could detect Candida albicans DNA in whole blood samples up to a limit of 100 cells/mL.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Kosasih
Abstrak :
Latar belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang mengandung zat aktif xanthorrhizol adalah salah satu tanaman herbal asli Indonesia yang memiliki efek anti candida albicans. Keamanan dan kualitas tanaman herbal dipengaruhi oleh kemampuannya mempertahankan karakteristik fisik, kimia serta biologisnya. Karakteristik biologis ekstrak etanol temulawak dapat diamati dengan pengujian kontaminasi mikroba. Tujuan: Menganalisis bagaimana pengaruh lingkungan tumbuh tanaman terhadap karakteristik biologis ekstrak etanol temulawak (EET). Metode: Ekstrak etanol temulawak yang berasal dari dua sumber yaitu Balitro Jawa Barat dan Materia Medica Jawa Timur disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu 4⁰C. Selanjutnya dilakukan pengenceran pada EET dengan metode serial dilution dan ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) kemudian dilakukan triplo. Media agar yang telah diberikan perlakuan berupa pemberian EET diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37⁰C. Perhitungan jumlah koloni pada setiap agar dilakukan secara manual dan kemudian dimasukkan ke dalam rumus perhitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Perbedaan jumlah koloni C. albicans yang dipapar EET dari sumber yang berbeda dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak yang berasal dari Balitro steril dan sepenuhnya tidak mengalami kontaminasi mikroba sedangkan ekstrak etanol temulawak yang berasal dari materia medica mengalami kontaminasi minimal yaitu sebesar 3 x 101 CFU/ml dan 2 x 102 CFU/ml setelah penyimpanan 1 bulan serta sebesar 3 x 101 CFU/ml setelah penyimpanan 2 bulan. Tidak ada perbedaan signifikan jumlah koloni C. albicans yang dipapar EET dari dua sumber berbeda (p ≥ 0,05). Kesimpulan: Perbedaan lingkungan tumbuh tanaman temulawak tidak mempengaruhi karakteristik biologis EET. ......Background: One of the original Indonesian herbal plants is Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) which contains the active substance xanthorrhizol and has an anti-candida albicans effect. The safety and quality of herbal plants are influenced by their ability to maintain their physical, chemical and biological characteristics. Biological characteristics of temulawak ethanol extract can be observed by testing for microbial contamination. Aim: To determine the effect of herbs cultivation environment on the biological characteristics of temulawak ethanol extract. Methods: Ethanol extract of temulawak from two sources, Balitro, West Java and Materia Medica, East java, were stored for 1 month and 2 months at 4⁰C temperature. Subsequently, the ethanol extract of temulawak was diluted using the serial dilution method and grown on Plate Count Agar (PCA) medium, then carried triplo. The media which had been treated in the form of temulawak ethanol extract were incubated for 48 hours at 37⁰C temperature. The colonies calculation on each agar was count manually and then entered into the colony calculation formula to obtain CFU/mL units. The difference of C. albicans colony number after being exposed to Temulawak ethanol extract from two different sources were analyzed by the Mann-Whitney statistical test. Results: Ethanol extract of temulawak from Balitro was sterile and entirely contamination free while ethanol extract of temulawak from Materia Medica had minimal contamination, specifically 3 x 101 CFU/mL and 2 x 102 CFU/mL after 1 month and 3 x 101 CFU/mL after 2 months of storage. No significant difference of C. albicans colony number after being exposed to the two Temulawak ethanol extract derived from different source (p ≥ 0,05). Conclusion: Different cultivation environment of the Temulawak plant does not significantly affect the biological characteristic of Temulawak ethanol extract.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>