Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Widyana
"Penelitian evaluasi ini bertujuan untuk mengembangkan konsep dan metode evaluasi pengembangan kapasitas implementasi GAP (Good Agricultural Practices) pada program Training SCOPI dengan menggunakan kerangka CIPP. Studi ini menyoroti kebaruan empiris dari pola Training yang mengutamakan fleksibilitas (menyesuaikan kebutuhan di lapangan) dengan meninjau kapasitas implementasinya. Literatur terkait topik ini masih banyak menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan aspek pengembangan kapasitas dalam implementasi GAP untuk menciptakan kesejahteraan pemanfaat program yang berkelanjutan belum banyak diperhatikan. Evaluasi sumatif ini dilakukan dengan metode kualitatif, melalui teknik wawancara mendalam dan observasi. Penggunaan kerangka analisis CIPP (Context, Input, Process, Product) digunakan untuk menilai sistem implementasi dan hasil jalannya program Training SCOPI. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan para pemanfaat program Training SCOPI terkait GAP (Good Agricultural Practice). Namun, upaya pengembangan kapasitas dalam implementasi GAP oleh pemanfaat program masih belum terukur dengan baik karena bergantung pada daya serap dan kemauan individu dari pemanfaat program. Pengembangan kapasitas secara signifikan dirasakan pada petani-petani unggulan yang dinobatkan menjadi Master Trainer. Hal ini menunjukan bahwa dimensi produk pada program Training SCOPI dapat dikategorikan cukup baik. Banyak faktor lain yang mempengaruhi besar kecilnya pengembangan kapasitas dalam implementasi GAP oleh pemanfaat program, diantaranya kemauan untuk berkembang, kemampuan mengembangkan ilmu yang didapat dan kecakapan dalam membangun relasi khususnya dalam industri kopi. Secara perencanaan program Training SCOPI dinilai sangat baik khususnya berkaitan dengan pemahaman pengelola terkait konteks program yang relevan dengan kebutuhan di lapangan. Dimensi input program Training SCOPI menunjukkan capaian cukup baik dengan nilai unggul pada kualifikasi dan kompetensi pengelola dan Master Trainer yang relevan dengan kebutuhan, dan terkait pendanaan dan pelaporannya. Namun, berkaitan dengan fasilitas, sarana dan prasarana masih kurang baik karena SCOPI hanya menyediakan fasilitas yang sifatnya umum untuk menunjang pengetahuan petani sedangkan fasilitas di lapangan tergantung pada pihak penyelenggara kegiatan Training SCOPI. Dimensi proses pada program Training SCOPI memiliki nilai yang cukup baik, dengan nilai unggul pada penyesuaian antara pelatihan dengan kebutuhan di lapangan, hal ini menunjukkan nilai relevansi yang tinggi. Namun, terkait penilaian dan monitoring pelaksanaannya bisa dikategorikan kurang baik karena adanya kesenjangan antara wilayah yang mendapat donatur tetap dengan yang tidak. Pada akhirnya pengukuran kapasitas implementasi GAP oleh pemanfaat program, dalam meninjau dampak program Training SCOPI hanya optimal pada segmen wilayah atau individu-individu tertentu tidak dapat menyeluruh, sedangkan dampak lainnya yang ditimbulkan seperti pada kehidupan masyarakat dan lingkungan atas adanya penerapan GAP masih belum bisa diukur secara pasti.
This evaluation research aims to develop concepts and methods for assessing the capacity-building implementation of Good Agricultural Practices (GAP) within the SCOPI Training program using the CIPP framework. The study emphasizes the innovative nature of a training pattern that prioritizes flexibility by adapting to field needs, examining its implementation capacity. While existing literature often focuses on meeting basic needs, this research considers the capacity building in GAP implementation necessary for sustainable well-being among program beneficiaries, a relatively unexplored area. This summative evaluation utilized qualitative methods, including in-depth interviews and observations. The CIPP (Context, Input, Process, Product) framework was applied to evaluate the implementation system and outcomes of the SCOPI Training program. The evaluation results indicate an increase in the knowledge and skills of SCOPI Training program beneficiaries regarding GAP. However, the efforts to build capacity in GAP implementation by program beneficiaries have not been thoroughly measured, as they depend on individual absorption capacity and willingness. Significant capacity development was observed among top farmers appointed as Master Trainers, suggesting that the product dimension of the SCOPI Training program is quite effective. Many factors influence the extent of capacity development in GAP implementation by program beneficiaries, including the willingness to grow, the ability to develop acquired knowledge, and proficiency in building relationships, particularly in the coffee industry. The SCOPI Training program planning is highly regarded, particularly for the managers' understanding of the program context relevant to field needs. The input dimension shows favorable results, with high scores in the qualifications and competencies of managers and Master Trainers, as well as in funding and reporting aspects. However, the facilities and infrastructure are less satisfactory because SCOPI only provides general facilities to support farmers' knowledge, while on-field facilities depend on the organizers of SCOPI Training activities. The process dimension of the SCOPI Training program is rated positively, with high scores in adapting training to field needs, demonstrating strong relevance. However, the evaluation and monitoring of its implementation are considered poor due to disparities between regions with regular donors and those without. Ultimately, measuring the capacity for GAP implementation by program beneficiaries, when reviewing the impact of the SCOPI Training program, is optimal only in certain regions or among specific individuals and cannot be generalized. The broader impacts on community life and the environment due to GAP implementation remain uncertain and cannot be measured precisely."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Pingky Stephanie
"Studi ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi menggunakan teori partisipasi dari Arnstein, serta dampak pada program pemberdayaan posyandu dari program CSR PT Phapros. Studi sebelumnya menemukan penggunaan metode evaluasi yang menggabungkan pengukuran dampak dan tingkatan partisipasi pada program CSR bidang kesehatan masih jarang dilakukan, serta belum mengukur hingga ke tingkat dampak. Padahal, faktor keberhasilan program-program CSR berbasis kesehatan adalah pendampingan melalui pemberdayaan, pemberian motivasi, pelatihan, serta evaluasi hingga ke tingkat dampak. Data pada penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode wawancara yang dilengkapi dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi program berada pada tingkatan kemitraan (partnership) yang terlihat melalui kerja sama yang adil dan pembagian tanggung jawab yang setara antara perusahaan dengan penerima manfaat. Inisiatif dan kemandirian kader menjadi faktor utama yang menghasilkan tingkatan partisipasi yang cukup tinggi pada penerima manfaat. Analisis Context, Input, Process, dan Output (CIPP) menunjukkan dimensi input masih menjadi kekurangan utama dalam program, yaitu tidak adanya fasilitator program dan dokumen perencanaan yang tidak rinci. Sementara itu, dimensi product justru menjadi keunggulan yang dihasilkan dari program yang ditandai oleh perubahan positif pada kesadaran penerima manfaat dan masyarakat sekitar terhadap isu kesehatan. Dengan demikian, dampak program yang baik bermuara dari partisipasi penerima manfaat yang aktif yang didukung oleh karakteristik komunitas yang unggul. Meskipun begitu, ketergantungan penerima manfaat kepada perusahaan masih menjadi tantangan utama yang perlu dibenahi agar mencapai penerima manfaat yang mandiri.
This study aims to analyze the level of participation using Arnstein's participation theory, as well as the impact on the posyandu empowerment program of PT Phapros' CSR program. Previous studies have found that the use of evaluation methods that combine impact measurement and participation levels in health CSR programs is still rare, and has not measured the impact level. In fact, the success factors of health-based CSR programs are facilitation through empowerment, motivation, training, and evaluation to the level of impact. The data in this study were collected using an interview method equipped with a questionnaire. The results show that the level of program participation is at the partnership level, which is seen through fair collaboration and equal division of responsibilities between the company and the beneficiaries. The initiative and independence of the cadres were the main factors that resulted in a high level of participation among the beneficiaries. Context, Input, Process, and Output (CIPP) analysis shows that the input dimension is still a major weakness in the program, namely the absence of a program facilitator and a planning document that is not detailed. Meanwhile, the product dimension is actually an excellence resulting from the program, which is marked by positive changes in the awareness of beneficiaries and the local community towards health issues. Thus, the good impact of the program came from active beneficiary participation supported by good community characteristics. Even so, the dependence of beneficiaries on the company is still a major challenge that needs to be addressed in order to achieve independent beneficiaries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library