Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ella Kartika
Abstrak :
Karya akhir ini memberikan penjelasan mengenai penerapan strategi cornerstone growth, modifikasi cornerstone value dan kombinasi kedua strategi, pada transaksi saham di Bursa Efek Jakarta. Strategi cornerstone growth dan strategi cornerstone value telah diuji pada transakai saham di New York Stock Exchange oleh James P. O?Shaughnessy dan ternyata kombinasi kedua strategi menghasilkan portofolio dengan return yang lebih tinggi dari return pasar dan risiko yang lebih rendah dari risiko pasar. Analisis tethadap penerapan strategi tersebut di Bursa Efek Jakarta dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut: 1. Tahap pertama adalah pemilihan saham dengan strategi cornerstone growth. Dilakukan dengan kriteria: (1) dipilih dari seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang mempunyai minimal 52 hari perdagangan dalam satu tahun, (2) earning bertumbuh secara konsisten dalam tiga tahun terakhir, (3) Price-to-Sales Ratio di bawah 1,5, (4) harga saham berkinerja bagus dalam satu tahun terakhir. Terbentuk 3 portofolio daiam tiga periode penelitian. 2. Tahap kedua adalah pemilihan saham dengan strategi modifikasi cornerstone value. Dilakukan dengan kriteria: (1) mempunyai nilai kapitalisasi pasar di atas rata-rata pasar, (2) jumlah common stock outstanding di atas rata-rata pasar, (3) cash flow per share 75% terbes dan seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, (4) nilai penjualan 1,5 kali rata-rata pasar, (5) dividend yield dalam peningkat 100 perusahaan terbaik (modifikasi A) dan 150 perusahaan terbaik (modifikasi B). Terbentuk 3 portofolio sirategi cornerstone value modifikasi A untuk tiga periode dan 2 portofollo strategi cornerstone value modifikasi B untuk periode 1 dan periode 2. (Portofolio periode tiga modifikasi B sama dengan modifikasi A). 3. Tahap ketiga dibuat kombinasi masing-masing 50% antara strategi cornerstone growth dan modifikasi cornerstone value, terbentuk 5 portofolio kombinasi. 4. Tahap keempat adalah mengukur kinerja setiap portofolio yang terbentuk. Return diukur dengan arithmetic mean of return, risiko diukur dengan deviasi standar, risk adjusted return diukur dengan sharpe index dan treynor índex dibandingkan dengan IHSG dan LQ45 sebagai ukuran kinerja pasar, terakhir dihitung market adjusted return, yaitu; return yang sudah dikurangi return pasar. Periode pengujian dibagi dalam tiga periode, ynitu periode 1 sebelum krisis (1 Januari 1996 - 30 Juni 1997), periode 2 dimasa krisis (1 Juli 1999 - 31 Desember 1998) dan periode 3 setelah krisis (1 Januari 1999 - 30 Juni 2000). Hasil penelitian pada periode satu dan tiga menunjukkan bahwa portofolio yang terbentuk dengan strategi cornerstone growth dapat mengalahkan kinerja pasar secara significant. Kinerja portofolio yang terbentuk dengan strategi modifikasi cornerstone value hanya sedikit di atas kinerja pasar. Dan penggabungan kedua strategi akan memperburuk kinerja portofolio strategi cornerstone growth tapi meningkatkan kinerja portofolio sirategi modifikasi cornerstone value. Hasil penelitian pada periode dua (di masa krisis) menunjukan bahwa arithmetic mean of return semua portofolio yang terbentuk termasuk arithmetic mean of return pasar adalah bilangan negatif dengan nilah terkecil adalah return pasar, walaupun secara risiko portofolio dengan strategi cornerstone growth Growth mempunyai risiko yang Iebih kecil dari resiko pasar. Jelas bahwa dalam masa krisis penerapan kedua strategi akan menyebabkan kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi investor untuk mengetahui dengan jelas keadaan perekonomian sebelum melakukan investasi. Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa di luar masa krisis ekonomi sebaiknya dipilih strategi cornerstone growth untuk investasi saham di Bursa Efek Jakarta
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Fitriani
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan semakin berkembangnya Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai alternatif investasi, maka perlu kiranya dicari strategi-strategi pemilihan saham yang dapat membantu investor dalam melakukan investasi melalui BEJ. Sampai saat ini sudah banyak yang dapat membantu dan strategi pemilihan saham yang ditawarkan oleh para pakar asing yang telah sukses diterapkan di bursa-bursa Iuar negeri. Tetapi, keberhasilan strategi-strategi tersebut di bursa asing belum menjadi jaminan bahwa strategi tersebut akan berhasil pula bila diterapkan di BEJ, karena adanya perbedaan kondisi di Indonesia dengan kondisi di luar negeri, Untuk itu, sebelum diterapkan di Indonesia, strategi-strategi tersebut perlu diuji terlebih dahulu.

James O?Shaughnessy (1997) telah melakukan suatu penelitian yang menarik di Wall Street dengan membandingkan hasil antara satu strategi dengan strategi lain. Selanjutnya dari hasil perbandingan ini la membuat suatu strategi dasar yang disebut sebagai cornerstone value strategy dan cornerstone growth strategy.

Penetitian ini menarik untuk dilakukan di Indonesia, karena dapat dipakai untuk mencari strategi yang cocok untuk diterapkan di Indonesia. Untuk itulah dalam tugas akhir ini dilakukan penelitian untuk membandingkan hasil yang didapat oleh berbagai kriterìa yang blasa dipakai untuk memilih saham. Perbandingan lebih difokuskan untuk membandingkan antara rasio rendah dengan rasio tinggi. kriteria tunggal dengan kriteria kombinasi, kategori seluruh saham dengan kategori saham besar serta rnembandingkan sirategi yang dapat memberikan hasil baik dengan hasil yang tidak memuaskan.

Untuk mendapatkan hasil tersebut maka pertama-tama dibentuklah dua kategori untuk membedakan antara populasi seluruh saham dengan saham besar. Kemudian dari kedua kategori ini dibentuk portofolio-portofolio yang terdiri dari 25 saham, dimana saham- saham tersebut dipilih berdasarkan beberapa kriteria, antara lain PER (Price to Earning Ratio), PSR (Price to Sales Ratio), PBV (Price to Book Value), ROE (Return on Equity), dividend yield dan relative price strength (RPS), strategi dasar value dan strategi dasar growth.

Strategi dasar value dan growth yang dimaksud dalam tugas akhir ¡ni adalah cornerstone value dan growth strategy yang diperkenalkan oleh Shaughnessy. Dalam strategi dasar value, saham-saham yang dipilih adalah saham yang memiliki dividend yield tertinggi dan saham-saham yang memiliki kriteria sebagai berikut:

. saham berasal dari kategori saham besar

. jumlah saham blasa outstanding yang dimiliki Iebih besar daripada rata-rata jumlah saham biasa outstanding bursa

. cashflow per share lebih besar danipada rata-rata cashflow per share bursa

. penjualan 1,5 x lebih besar daripada rata-rata penjualan saham-saham yang terdaftar di bursa.

Sedangkan dalam strategi dasar growth, saham-saham yang dipilih adalah saham yang memiliki relative price strength terbaik dan saham-saham yang memenuhi kniteria benikut:

. saham berasal dari kategori seluruh saham

. memiliki earning gain selama 5 tahun berturut-turut

. memiliki Price to Sales ratio dibawah 1,5

Sementara itu untuk membandingkan antara hasil rasio tinggi dan rendah, maka untuk kriteria PER., PSR dan PBV dibentuk masing-masing dua portofolio lagi, dimana portofolio pertama terdiri dari saham-saham yang memiliki rasio tertinggi, dan portofoio kedua terdiri dari saham-saham yang memiliki rasio terendah.

Selanjutnya, dibentuk pula portofollo yang saham-sahamnya dipilih dengan menggunakan kombinasi antara dua kriteria, yaitu dengan mengkombinasikan PER, PBV, PSR dan ROE dengan relative price strength.

Portofolio-portofolio ini mulai dibentuk pada awal bulan Mei 1993, dan dirubah setiap tahunnya sampai awal bulan Mei 1997 Sedangkan return dihitung sampai dengan akhir April 1998. Setelah portofolio tersebut dibentuk, kemudian dilakukan perbandingan kinerja masing-masing portofolio dengan menggunakan ranking berdasarkan return rata- rata per bulan, standard deviasi sebagal gambaran resiko, dan Sharpe Measure. Selain ¡tu diperbandingkan pula presentase return negatif yang diperoleh serta presentase return yang berhasil mengatakan return pasar.

Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa portofolio yang dibentuk dengan menggunakan kriteria PER, PBV dan PSR terendah memberikan hasil yang lebih balk daripada kriteria PER, PBV dan PSR tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan rasio rendab memberikan basil yang Iebih baik danipada penggunaan rasio tinggi.

Selain itu, bila diperbandingkan antara kategori seluruh saham dengan kategori saham besar, terlihat bahwa hasil yang didapat oleh saham besar tidak sebaik hasil yang ditunjukkan oleh kategori seluruh saham. Hasil ini diperkuat lagi oleh hasil yang didapat dan penelitian lanjutan yang rnembandingkan antara portofolio saham besar dengan portofolio saham kecil, dìmana terlihat kinerja portofoijo saham kecil memberikan hasil yang jauh lebih balk daripada portofolio saham besar. Penemuan ini menunjukkan hahwa pembatasan pemilihan saham pada saham besar dapat merugikan investor karena ternyata salinan keciI dapat memberikan kinerja yang Iebih baik, baik dari segi return nya saja maupun dan segi risk-aJdjusted return (Sharpe Measure).

Hal lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan kriteria kombinasi tidak dapat memperbaiki penggunaan kriteria tunggal. Terlepas dari ketidakakuratan pemilihan kriteria yang digabungkan tersebut, hasil ini dapat dijadikan petunjuk bahwa investor harus berhati-hati dLam menggunakan kriteria kombinasi karena hasilnya dapat memperburuk kinerja portofolionya.

Selain itu, dalam penelitian ini juga terlihat bahwa kinerja terbaik ditunjukkan oleh portofolio-portofolio yang menggunakan kriteria PER terendah, PBV terendah, dividend yield tertìnggi dan ROE tertinggi, dimana keempatnya dapat mengarahkan pasar. Dari keempat kriteria ini, portofolio yang dibentuk dengan kriteria PBV terendah memiliki resiko tertinggi, sedangkan portofollo dengan kriteria ROE tertinggi memiliki resio terendah. Sementara ¡tu, kriteria PER terendab dapat menghasilkan return yang tertinggi.

Bila hasil kriteria PBV terendah dibandingkan dengan kriteria PER terendah dan dividend yield tertinggi, terlihat bahwa kriteria PBV menempati urutan terbawah dari segi return, tetapi menempati urutan teratas dari segi resiko. ini berarti dengan menggunakan kriteria ini investor menghadapi resiko yang Iebih tinggi untuk mendapatkan return yang lebih rendah.

Sementara itu, diantara keempat kriteria tersebut, kriteria ROE memiliki return terendah dan resiko terendah pula. Jadi. kriteria ¡ni dapat dipakai untuk investor yang tidak mau menanggung resiko yang tinggi. tetapi menghendaki return yang cukup baik, yaitu return yang dapat mengalahkan return pasar.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Fardiansyah
Abstrak :
ABSTRAK Sekuritas derivative adalah sekuritas yang nilainya ditentukan oleh nilai dari suatu aset dasar Contoh dari sekuritas derivative adalah option (opsi). kontrak berjangka (forward)future contract) dan swaps. Dan aset dasar dan derivative dapat berupa sabam, kurs mata uang, dan komoditi. Pasar derivative telah berkembang dengan pesat dan telah banyak digunakan oleh investor yang profesional maupun oleh individu-individu di seluruh dunia. Di negara kita. Indonesia tercinta ini, penggunaaan derivative sebagai sarana untuk melakukan investasi belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan belum diketahuinya secara jelas oleh masyarakat kita apa yang dimaksud dengan sekuritas derivative dan apakah dapat digunakan sebagai alat investasi yang akan membenikan keuntungan bagi investor. Disamping itu juga disebabkan belum adanya wadah/pasar perdagangan derivative yang terorganisasi seperti perdagangan saham dan obligasi yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Jakarta. Karya akhir ini membahas mengenai option yang aset dasarnya adalah saham-saham yang telah tercatat di Bursa Efek Jakarta. Dan secara khusus melakukan estimasi nilai ?call option? yang perode waktu jatuh temponya adalah 1 bulan, yang aset dasarnya adalah saham PT. HM Sampoema, PT. Astra International Indonesia, PT. Bakrie & Brothers, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Corporation dan PT. Lippo Banic Estimasi nilai (harga) call option dilakukan pada 30 titik sampel dalam periode Februari 1994 ? JuIl 1996, dan dilakukan dengan menggunakan 4 harga patokan (strike price) yaitu, +5%, -5%, +2,5% dan ?2,5% dari harga saham pada setiap tanggal titik sampel dalam periode tersebut. Estimasi misi call option pada saham-saham tersebut dilakukan dengan mengunakan ?Black-Scholes Option Pricing Model? yang telah mengantarkan Fisher Black dan Myron Scholes meraih hadiah Nobel. Berikut ini adalah formula Black-Scholes tersebut : C = S. N (d1) ? X.e-n(t-1)N (d2). C adalah nilai dari call option dengan aset dasar (saham) berharga S, periode waktu jatuh tempo T. Sementara X adalah harga patokan (strike ptice) dan N (.) adalah fungsi distribusi normal kumulatif. Selanjutnya d1 dan d2 adalah variabel yang nilainya tergantung dan S, X, T, dan volatility harga aset dasar (saham). Setelah mendapatkan nilai call option 1-bulan pada 30 titik sampel perhitungan, dilakukan analisa keuntungan/kerugian yang didapatkan seorang investor yang melakukan investasi dengan membeli 1 kontrak call option 1-bulan pada masing-masing saham pada setiap titik sampel tersebut di saat call option jatuh tempo. Selanjutnya dilakukan analisa total keuntungan/kerugian yang diperoleh investor tersebut yang melakukan investasi dengan membeli 1 kontrak call option 1-bulan secara simultan pada 5 saham yang telah disebutkan di atas, selajutnya disebut dengan portfolio call option 1-bulan. Hasil analisa memperlihatkan bahwa investasi yang dilakukan seorang investor dengan membeli 30 (tiga puluh) portfolio call option 1-bulan yang aset dasamya adalah 5 (lima) saham (HMSP. ASII, BNBR, INKP, LPBN) pada 4 barga patokan dalani periode Maret ?94 - Agustus ?96 adalah menguntungkan. Keuntungan yang diperoleh investor tersebut yang lebih besar dari pada yang diperoleh jika investor tersebut menabungkan uangnya pada suku bunga bebas risiko. Jadi, dapat dikatakan investasi pada call option 1-bulan akan menarik minat seorang investor daripada menabungkan uangnya untuk mendapatkan hasil sebesar suku bunga bebas risiko. Hasil tersebut di atas, memberikan implikasi bagi Bursa Efek Jakarta untuk mulai mempertimbangkan dan merencanakan untuk dibukanya suatu perdagangan option yang terorganisasi di Indonesia, yang sudah tentu harus dipersiapkan dengan seksama. Karya akhir ini sudah tentu belum sempurna dan agar lebih realistis, diperlukan usaha untuk menutupi kelemahan-kelemahan dari Model Black-Scholes sehubungan dengan asumsi asumsi yang mendasari model ini, yaitu: a) Call option adalah call option gaya Eropa, yang hanya dapat diexercise ketika jatuh tempo. b) Volatility pergerakan harga saham adalah konstan selama periode option. c) Suku bunga bebas risiko adalah konstan selama periode option d) Tidak adanya biaya perdagangan option dan perdagangan saham. e) Tidak adanya perhitungan pajak dan proses jual bell option. f) Tidak adanya akuisisi atau penstiwa lain yang membuat umur option menjadi Iebih pendek. Dengan mempertimbangkan kelemahan-kelemahan di atas kiranya dapatlah dilakukan suatu penelitian yang lebih baik yang diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan kelemahan kelemahan tersebut di atas.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Kusharjani
Abstrak :
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menetapkan adanya suatu lembaga yang wajib menjamin penyelesaian transaksi bursa yaitu Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) yang saat ini dilaksanakan oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Proses penjaminan penyelesaian transaksi bursa mengandung risiko yang besar baik bagi keberhasilan proses penyelesaian transaksi bursa maupun bagi keberlangsungan KPEI. Studi ini inencoba melakukan analisis dan evaluasi atas sistem proteksi yang telah dilaksanakan maupun yang direncanakan oleh KPEI. Analisis dan evaluasi atas sistem proteksi dilakukan pada kegiatan penanggulangan kegagalan penyelesaian transaksi bursa pada era perdagangan dengan warkat (DW) yang berlangsung saat ini dan pada rencana penjaminan pada era perdagangan tanpa warkat (TW) atau scripless trading yang saat ini sedang lahap persiapan. Sistem proteksi terlihat pada peraturan, pelaksanaan peraturan dan spesifikasi bisnis yang telah ditetapkan. Elemen sistem proteksi yang dijadikan dasar bagi evaluasi berjumlah 5 elemen yaitu risk exposure/evaluation risk control/credit control, risk finance, debt collection dan administration. Berdasarkan hasil evaluasi atas sistem proteksi pada era perdagangan DW, KPEI dan atau pembuat kebijakan di Pasar Modal lainnya perlu mempertegas ruang lingkup penjaminan KPEI yang diberikan pada era perdagangan DW dalam suatu perangkat hukum yang jelas. Di samping itu, beberapa perangkat operasionalisasi atas peraturan yang telah ada perlu diadakan, mendapat pengesahan secara hukum dan bersifat mengikat para pihak serta dilaksanakan. Hal ini diperlukan agar peraturan yang0 merupakan suatu sistem proteksi dapat berfungsi sebagal sistem proteksi yang efektif. Berdasarkan hasil evaluasi atas sistem proteksi pada era perdagangan TW, terdapat tiga hal penting yang dapat dijadikan catatan. Pertama, sistem yang sungguh sungguh terintegrasi yang dimulai dan pemantauan risiko sebelum perdagangan, perdangangan dilaksanakan, penyelesaian hingga penyimpanan di kustodian sentral merupakan hal yang mutlak. Koordinasi yang kuat dalam penetapan kebijakan juga mutlak diperlukan. Kedua, alternatif penghindaran ?gagal serah saham? menjadi "serah uang" masih menimbuikan masalah terkait dengan ketidakpastian memperoleh saham di Bursa. Ketiga, perangkat operasionalisasi peraturan yang belum lengkap perlu disiapkan dan mendapat pengesahan pemberlakuannya.
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chadijah Oktoviana
Abstrak :
Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 membawa dampak serius terhadap perkembangan pasar modal kita. Kinerja pasar modal terus memburuk sebagaimana tercermin pada IHSG dan nilai kapitalisasi pasar yang mengalami penurunan, Banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham ini, baik dari aspek internal yang mencakup kondísi fundamental emiten yang sahamnya tercatat dibursa, yaitu adanya penurunan kinerja emiten itu sendiri yang kian memburuk, maupun dari aspek eksternal meliputi krisis nilai tukar, kenaikan suku bunga, krisís perbankan, krisis kepercayaan dan kondisi gejolak sosial politik yang kian marak. Melihat kondisi yang memprihatinkan, menimbulkan pertanyaan apakah harga saham di bursa efek pada kondisi krisis ekonomi tersebut masih mencerminkan kondisi fundamentalnya, yaitu bahwa saham yang mengalami penurunan nilai tersebut adalah saham-saham dimana emitennya mengalami penurunan kinerja atau merupakan hasil sentimen pasar belaka, atau perdagangan yang dilakukan hanya mengikuti arus yang terjadi di bursa dan tergantung pada informasi yang diidentifikasi sebagai rumor. Sehubungan dengan fakta diatas, maka studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pengembalian harga saham di Bursa Efek Jakarta pada kondisi ksisis ekonomi (periode Desember 1997-Desember 1998) masih mencerminkan faktor fundamental emitennya. Penelitian pada karya akhir ini dilakukan dengan metode analisa regresi berganda, dengan tingkat pengembalian harga saham sebagai variabel terikat dan faktor fundamental yang diperkirakan terexposure pada kondisi krisis ekonomi sebagai vanabel bebas. Berdasarkan volatilitas financial price risk (resiko suku bunga, resiko perubahan nilai tukar, resiko harga komoditi) yang terjadi pada kondisi krìsis ekonomi, ada lo falctor fundamental yang diperkirakan terexposure yaitu: lokasi penjualan produk, sensitivitas industri terhadap sikius bisnis, keberadaan bahan baku import. kondisi kewajiban perusahaan, proporsi kewajiban dalam mata uang asing, proporsi hutang dalam floating rate, kondisi biaya bunga, kondisi hedging, proporsi piutang dalam mata uang asing, kondisi likuiditas perusahaan. Temuan studi menunjukan bahwa di Bursa Efek Jakarta terdapat keterkaitan yang signifikan antara tingkat pengembalian harga saham dengan faktor fundamental emiten pada kondisi krisis ekonomi periode Desember 1997 - Desember 1998. Walaupun pada saat tertentu arah tingkat pengembaliari barga saham tidak selalu mencerminkan fak?tor fundamental emiten. Hanya 32,3 % variasì tingkat pengembalian harga saham pada kondisi krisìs ekonomi yang dapat dijelaskan oieh faktor fundamental perusahaan dimana 67,8 % lebih cenderung disebabkan oleb faktor ekstemaj seperti kondisj ekonomi makro, suasana politik, kebijakan pemerintab ataupun faktor interna! lain yang tidak tercakup di dalam 10 faktor fundamental yang diteliti. Penelitian ini menunjukan juga bahwa dari 10 faktor fundamental emiten yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengembaIian harga saham pada kondisi krisis ekonomi (periode Desember 1997 - Desember 1998), terdapat 5 faktor yang secara signifikan mampu menjelaskan variasi perubahan tingkat pengembalian harga saham pada periode tersebut yaitu faktor lokasi penjualan produk (proporsi ekspor), sensitivitas industri terhadap sikius bisnis, proporsi kewajiban dalam mata uang asing, proposi hutang dalam floating rate dan kondisi likuiditas. Sedangkan keberadaan bahan baku import, kondisi kewajiban perusahaan, kondisi biaya bunga, keberadaan hedging dan proporsi piutang dalam mata uang asing tidak signifikan. Ketidaksigniflkanan beberapa faktor fundamental tersebut dapat disebabkan tidak adanya keterkaitan faktor itu sendiri terhadap tingkat pengembalian harga saham, atau dapat pula dìsebabkan kondisi pasar modal dimana transaksi saham di BES tidak banyak dipengaruhi Gleh analisa fundamental emiten, maupun dan sumber data, dimana laporan keuangan sebagai sumber data tidak menunjukan nilai yang sesungguhnya (adanya window dressing)1 dan juga dalani pengolahan data; adanya our/yer, multikolinieritas pada variabel bebas, adanya keterbatasan dalam pengukuran variabel, contohnya pada variabel import dan hedging dimana sebagian besar perusahaan tidak menunjukkan nilai secara jelas sehingga harus direpresentasikan dalam bentuk dunrny variabel. Untuk penelitian dimasa datang ada beberapa hal yang dapat menjadi pertirnbangan yaltu bahwa penelitian ini terbatas pada informasi yang tersedia di publik dan adanya ketidakseragaman iformasi yang diperoleh dari laporan keuangan sehingga terdapat beberapa penyederhanaan data yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Maka akan lebih baik apabila dalam penelitian selanjutnya informasi dapat diperoleh langsung dari masing-masing emiten. Selain itu untuk menggambarkan Bursa Efek Jakarta dalam kondisi bearish pada krisis ekonomi akan lebih baik apabila jumlah periode pengamatan ditambah dan adanya perbandingan pada periode sebelum krisis dengan faktor yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input yang bermanfaat bagi para investor dalam meramalkan tingkat pengembalian harga saham berdasar faktor fundamental perusahaan pada kondisi bearish, dan bagi para peneliti yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut pada masa datang tentang keterkaitan faktor fundamental emiten dan tingkat pengembalian harga saham di Bursa Efek Jakarta pada kondisi bearish.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Arya Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Pasar modal di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat sebagaimana tercermin antara lain dan kinerja Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tahun 1988, BEJ hanya memiliki 24 perusahaan yang go public dengan kapitalisasi pasar yang hanya sebesar US$290 juta. Perubahan yang luar biasa telah terjadi jika kita bandingkan dengan kinerja BEJ pada tahun 1996. Data bulan Agustus 1996 memperlihatkan kapitalisasi pasar BEJ sebesar US$76 miliar, Mexico dan Korea Selatan masing-masing memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$86 miliar dan US$181 miliar pada tahun 1995. Dan gambaran ini tampaknya masih cukup besar ?ruang bagi BEJ untuk tumbuh lebih pesat lagi.

Pertumbuhan BEJ yang pesat sejak tahun 1988 tidak dapat dipisahkan dan deregulasi, khususnya di sektor keuangan. Di antaranya adalah dengan diperbolehkarinya investor asing untuk memiliki hingga 49 persen saham di bursa. Dampaknya adalah 80 persen perdagangan saham merupakan kontribusi investor asing) dibandingkan dengan 60 persen di Peru dan 50 persen di Malaysia, Filipina dan Pakistan. Terakhír pada tahun 1995 pemerintah menge iuarkan Undang-Undang Pasar Modal 1995 agar pembangunan pasar modal di Indonesia dapat lebih pesat lagi.

Namun pengembangan pasar modal di Indonesia tampaknya dilak ukan secara terpisah dengan upaya peningkatan daya saing perusa haan-perusahaan di dalam negeni. Misalnya dengan tidak terlihat nya kontribusi pasar modal dalam membenikan insentif terhadap usaha-usaha yang berorientasi ekspor.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM), sedangkan teknik estimasi yang digu nakannya adalah Ordinary Least Square (OLS) dan Autoregressive Conditional Heteroscedastic (ARCH). Dengan demikian dapat dies tiniasi besarnya nilai beta, proporsi resiko sistematis dan non sistematis dan saham-saham yang beredar di Bursa Efek Jakarta.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi risiko nonsis tematis jauh lebih besar dan proporsi risiko sistematis pada perusahaan-perusahaan yang go public di BEJ. Artinya risiko yang ditimbulkan oleh masalah internal perusahaan sangat dominan ketimbang risiko yang ditimbulkan oleh permasalahan eksternal.

Proporsi risiko nonsistematis yang sangat besar dan penitsa haan?perusalìaan yang sudah go public sangat mungkin disebabkan oleh visi rnikro dan perusahaan yang sangat buruk. Visi mikronya lebih mengacu kepada pencarian rente ekonoini melalui upaya-upaya yang bersifat patron?kiien. Akhirnya rente ekonomi itu dapat diperoleh melalui peraturan pemenintah dalanì bentuk monopoli pasar atau penlindungan melalui berbagai kebijakan pemerintah. Teori mikroekonomi menyatakan bahwa pasar monopoli merupakan pasar yang paling tidak efisien, sedangkan pemberian proteksi yang berlebihan akan membuat pengusaha kurang tanggap terhadap dinamika pasar.

Untuk memperbaiki daya saing perusahaan?perusahaan domestik inaka upaya untuk memperbaiki perusahaan harus difokuskan pada perbaikari kondisi ,nikro masing-inasíng perusahaan seperti rendah nya kualitas manajemen dan sumber dya manusia. Dalam konteks yang lebih luas dalan rangka menghadapi menghadapi perdagangan Negara berkembang bebas maka aspek aspek pembangunan dan fasilitas (Facilitation and Development Cooperation Aspects) yang didengungkan oleh APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), semisal dalam kerja sama teknis antara dengan negara maju, menjadi sangat penting.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Hardy Ridwan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T6140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntari Hudiwinarti
Abstrak :
ABSTRAK
Semakin meningkatnya perdagangan internasional dan investasi internasional diikuti peningkatan lalu lintas komunikasi dan transportasi serta usaha antar negara untuk menurunkan hambatan dan tarif, mengakibatkan terjadinya integrasi secara gIobaI dari barang dan jasa serta peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya. Transaksi perdagangan dílakukan dalam berbagai mata uang, sehingga perubahan nilai pada suatu mata uang akan berpengaruh terhadap nilai mata uang lain.

Perubahan kurs valuta asing akan berpengaruh terhadap arus kas perusahaan, baik perusahaan tersebut melakukan transaksi dengan pihak luar negeri ataupun hanya melakukan transaksi dengan pihak dalam negeri. Pengaruh resiko valuta asing terhadap perusahaan atau disebut foreign exchange exposure dapat dikelompokkan daiam 3 bentuk, yaitu Translation Exposure, Transaction Exposure dan Operating Exposure.

Economic exposure menunjukkan dampak perubahan nilai kurs terhadap arus kas yang akan datang yang merupakan cerminan niiai perusahaan. Economic exposure terdiri dari operating exposure dengan transaction exposure.

Berdasarkan uraian di atas, pengukuran economic exposure perusahaan membutuhkan perspektif jangka panjang, yaitu memandang perusahaan akan terus beroperasi (ongoing concern) dimana biaya dan harga yang kompetitif dapat dipengaruhi perubahan kurs. Oleh karena itu pengukuran economic exposure merupakan tugas yang tidak mudah, yang membutuhkan kemampuan untuk meramalkan nilai dan kepekaan arus kas di masa yang akan datang terbadap nilai tukar.

Untuk itu penelitian ini ingin melihat economic exposure US Dollar dari perusahaan- perusahaan go publik yang berada dalam kelompok Industri Barang Konsumsi, US Dollar merupakan mata uang yang paling sering digunakan dalam transaksi ekspor dan impor di Indonesia. Sedangkan pemilihan industri barang konsumsi karena industri ini termasuk industri yang tidak terlalu terpengaruh siklus perekonomian karena industri ini menghasilkan produk yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari.

Dìsamping itu dalam kelompok industri ini terdapat bermacam-macam sub kelompok industri yang berbeda karakteristiknya satu dengan yang lain, Sehingga diharapkan karakteristik yang berbeda ini akan dapat menjelaskan besarnya economic exposure pada suatu industri pada Umumnya dan perusahaan pada khususnya.

Harga saham dianggap mewakili nilai perusahaan dan dapat merefleksikan penilaian pemegang saham atas arus kas yang akan datang.

Economic exposure diukur sebagai slope koefisien dalam regresi perubahan harga saham terhadap perubahan kurs. Slope koefisien menunjukkan sensitivitas dan hubungan sistimatis antara perubahan harga saham dengan pegerakan kurs. Untuk meminimalkan bias variabel, perubahan Indeks Harga Saham Gabungan ditambahkan sebagai explanatory variable.

Hasil pengukuran pada tahun 1997, menunjukkan hanya 8 dari 36 perusahaan (22,22%) yang economic exposurenya signifikan dan menunjukkan angka yang cukup besar. Hal ini berarti pada umumnya economic exposure pada perusahaan-perusahaan yang menjadi obyek penelitian memang rendah.

Pengukuran dengan regresi ini hanya dapat dilakukan sepanjang harga saham mencerminkan future cash flow perusahaan. Dan ini harus dibuktikan tersendiri. Sehingga tidak signifikannya economic exposure dapat pula disebabkan hal ini atau periode yang menjadi cakupan penelitian terlalu singkat.

Adanya perubahan sistem nilai tukar yang disebabkan karena krisis moneter tentunya mempengaruhi economic exposure perusahaan. Untuk itu regresi dilakukan dalarn dua kurun waktu. yaitu periode saat menggunakan Managed-float exchange rate system (sebelum 14 Agustus 1997) dan periode saat menggunakan freely floating exchange rate system.

Pada saat Managed-Float Exchange Rate System jumlah economic exposure yang signifikan sebanyak 3 dari 36 perusahaan, sedangkan pada saat Freely Floating Exchange Rate System jumlah yang signifikan 12 dari 36 perusahaan dan setelah diuji perbedaannya cukup signifikan. Pada saat Managed Floating Exchange Rate System, kurs lebih mudah diperkirakan sehingga ketidak pastian tidak terlalu tinggi. Sebaliknya pada saat Freely Floating Exchange Rate System, kurs ditetapkan oleh mekanisme pasar sehingga ketidak pastian sangat tinggi dan berpengaruh terhadap economic exposure perusahaan.

Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi economic exposure adalah presentase kepemilikan saham oleh investor asing, kewajiban bersih valuta asing, prosentase ekspor terhadap total penjualan, impor bahan baku dan bahan pembantu, perusahaan melakukan hedging atas fluktuasi kurs dan status perusahaan, PMA atau PMÐN. Faktor-faktor tersebut dianalisa dengan univariate dan multivarite.

Berdasarkan analisa multivariate ternyata faktor presentase penjualan ekspor merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya koefisien economic exposure. Presentase penjualan ekspor menghasilkan b yang cukup besar dengan tanda negatif. Berarti perusahaan yang lebih banyak mengekspor memiliki economic exposure yang lebih besar daripada perusahaan yang lebih banyak menjual di dalam negeri. Tanda negatif menunjukkan bahwa semakin besar ekspornya akan menggerakkan arus kas perusahaan berlawanan arah dengan kurs Rupiah terhadap US Dollar. Artinya semakin melemahnya Rupiah terhadap US Dollar justru semakin besar arus kasnya sehingga harga sahamnya naik. Sebaliknya menguatnya Rupiah terhadap US Dollar akan menguatnya Rupiah terhadap US Dollar akan mengakibatkan berkurangnya arus kas perusahaan sehingga harga sahamnya turun.

Berdasarkan analisa univariate, terdapat perbedaan koefisien economic exposure yang signifikan antara perusahaan yang memiliki kewajiban valuta asing diatas aktiva valuta asing. perusahaan yang mengimpor atau tidak serta antara PMA dengan PMDN. Namun antara perusahaan yang melakukan hedging dan tidak melakukan hedging. prosentase kepemilikan investor asing serta penjualan ekspor tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Hedging dengan melakukan kontrak derivatif tidak selalu dapat mengurangi economic exposure. karena economic exposure cakupannva jangka panjang dan pada umumnya instrumen hedging digunakan untuk melindungi perusahaan terhadap perubahan kurs valuta asing dalam jangka pendek.

Ketidak konsistenan hasil dua analisa tersebut karena terdapat multicorrelation antar faktor-faktor tersebut.

Untuk Penelitian yang akan datang di dalam menghitung besarnya economic exposure, sebaiknya jumlah periode yang diamati ditambah demikian pula sampel perusahaannya

Peneliti terbatas pada informasi yang tersedia di publik. Hal-hal lain yang dilakukan perusahaan untuk mengelola economic exposure apabila dapat diperoleh langsung dari perusahaan akan dapat lebih menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya economic exposure sehingga bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewiyanti Krisdjoko
Abstrak :
ABSTRAK
Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan Laba dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat systematic dan unsystematic, sedangkan fluktuasi harga saham dalam batas- batas tertentu juga dipenganruhi oleh faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang bersifat systematic merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi semua perusahaan atau industri, sedangkan faktor-faktor yang bersifat unsystematic adalah spesifik dan hanya mempengaruhi perusahaan atau industri tertentu saja

Risiko sistematis ditentukan oleh besar kecilnya koefisien beta yang menunjukkan tingkat kepekaan harga suatu saham terhadap harga saham secara keseluruhan di pasar. Risiko ini berkaitan dengan risiko ekonomi secara keseluruhan. Semua perusahaan di Indonesia pasti dipengaruhi oleh situasi ekonomi nasional, walaupun pada tingkat yang berbeda-beda. Faktor- faktor tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar valuta asing dan kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi. Selanjutnya risiko tidak sistematis merupakan risiko yang timbul karena faktor-faktor milcro yang dijumpai pada perusahaan atau industri tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain struktur modal, struktur alctiva, dan tingkat likuiditas perusahaan.

Setiap perusahaan mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh yang bersifat ekstemal. Artinya tingkat sensitivitas setiap perusahaan (saham) terhadap pengaruh pasar/ekonomi sangat berbeda. Bagi suatu perusahaan yang sangat sensitif terhadap pengaruh pasar/ekonomi mempunyai risiko pasar yang sangat tinggi dan sebaliknya.

Dalam karya akhir ini, fokus penelitian adalah pada analisis fundamental khususnya berkenaan dengan dampak dan kondisi makroekonomi sebagai pengaruh eksternaI yang mempengaruhi risiko sistematis terhadap fiuktuasi return saham di pasar modal. Pengujian dilakukan pada saham-saham yang berada pada faktor yang berbasis sumberdaya alam.

Hasil penelitian dengan menggunakan APT theory menunjukkan bahwa faktor makroekonomi kurang mampu mejelaskan return saham dengan baik. Excess faktor makroekonomi bukanlah faktor yang secara signifìkan mempengaruhi return saham perusahan terutama pada sektor dengan basis sumberdaya alam di bursa Indonesia.

Berdasarkan 15 model APT yang diestimasi dapat disimpulkan bahwa excess faktor makroekonomi yang berpengaruh terhadap seluruh model saham adalah excess faktor kurs, dan pengaruh signifikan berikutnya terhadap model adalah faktor tingkat sukubunga.

Sebagai saran adalah bahwa data excess faktor makroekonomi dapat dimanfaatkan sebagai data pendukung dalam analisis pemilihan saham karena kondisi pasar modal Indonesia yang belum efisien. Perlu dicoba mencari faktor lain selain excess makroekonomi berupa kurs, Jibor rate, inflasi, GDP yang telah digunakan dalam variabel penelitian, untuk membangun model APT yang lebih baik. Faktor tambahan yang disarankan untuk dipakai adalah Market Index (indeks pasar BEl).
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zwei Munici MZP
Abstrak :
ABSTRAK
Reksadana merupakan satah satu alternatif instrumen investasi yang saat ini sedang berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan pasar modal di Indonesia, Pemerintah Indonesia sangat mendukung perkembangan reksadana berkaitan dengan tujuan pemerintah untuk mengembangkan pasar modal Indonesia sebagai sumber pendanaan selain pinjaman bank, sekaligus menjalankan misi pemerataan kepemilikan saham perusahaan publik


Instrumen investasi jenis ini relatif baru bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang Iebih akrab dengan tabungan, deposito, obligasi, dan saham. Masyarakat, terutama investor, masih berada pada tahap mengamati apakah reksadana yang masih berumur sangat muda ini memang merupakan alternatif investasi yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan instruinen investasi lain yang telah dikenal selama ini.


Sejak memasuki tahun 1997, tawaran dari para manajer investasi kepada masyarakat untuk menanamkan modalnya ke reksadana yang mereka kelola semakin gencar. Dengan nama-nama yang hebat mereka mulai bersaing menawarkan Jasanya untuk menggelembungkan dana para investor dengan janji janji ?di atas bunga deposito?, ?bebas resiko?, ?tidak kena pajak?, dan sebagainya. Mereka membidik pasar yang cukup besar, yaitu para karyawan berpenghasilan tetap atau wiraswastawan kecil dengan tabungan rata-rata Rp. 100.000,- per bulan -- yang tidak mempunyai waktu dan kemampuan untuk menganalisa saham, serta investor kelembagaan seperti dana pensiun, asuransi. dan BUMN ? yang mempunyai dana cukup besar.


Penelitian ini bertujuan untak mencari suatu alternatif bentuk reksadana saham sebagai instrumen investasi, yaitu reksadana saham berdasarkan indeks harga saham, yang disebut juga dengan índex Fund. Reksadana bentuk ini mendasarkan portofolonya pada saham-saham yang menjadi anggota suatu indeks harga saham, dan isi dan portofolionya berubah hanya jika anggota portofolio indeksnya berubah. Strategi mvestasi yang demikian disebut dengan strategi investasi pasif.


Penelitian ini menggunakan indeks barga saham yang diterapkan secara resmi di Bursa Efek Jakarta, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks-indeks sektor, serta Indeks LQ-45. Secara umum dapat disimpulkan bahwa IHSG dan lndeks LQ45 mempunyai kinerja yang tidak bagus, dan masih belum memenuhi harapan sebagal alternatif investasi dala-m bentuk reksadana. Kinerja yang buruk ini terkait dengan keadaan ekonomi Indonesia saat ini, di mana pasar modal ikut terimbas dalam keadaan bearish yang sangat berat. Namun beberapa indeks sektor mempunyai kinerja yang relatif bagus, yang dapat dijadìkan sebagai dasar dalam pembentukan reksadana indeks. Sektor-sektor yang relatif bagus tersebut adalah Pertanian, Pertambangan, Infrastruktur, dan Aneka Industri.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>