Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 998 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Aurora
Abstrak :
ABSTRAK Kota merupakan suatu kesatuan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya dan lingkungan buatan sebagai lingkungan kehidupan manusia. Salah satu cirinya adalah keberadaan ekosistem alami yang biasanya relatif sangat kecil. padahal kualitasnya mempengaruhi kualitas ekosistem kota secara keseluruhan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sebagai suatu bentuk keberadaan ekosistem alami pada suatu lingkungan buatan menjadi amat penting mengingat fungsinya secara ekologis, sosial dan estetis. Ruang Tebuka Hijau dapat mengatur temperatur kota, mengatur kandungan oksigen. mengurangi karbondioksida, menjadi perangkap bahan pencemar baik debu maupun gas, meningkatkan peresapan air, memberi bentuk visual yang menarik dan sehat untuk rekreasi, menjadi habitat bagi semua makhluk hidup dan meningkatkan keanekaragaman kehidupan di lingkungan kota. DKI Jakarta memiliki dinamika pembangunan yang diwarnai dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat. Jumlah penduduk DKI Jakarta yang pada tahun 1961 baru berjumlah 2,9 juta jiwa, pada tahun 1995 telah berjumlah 9 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2005 akan berjumlah 12 juta jiwa. Perkembangan penduduk dan berbagai aktivitasnya yang demikian pesat pada luas tanah terbatas (650 km2) pada akhirnya terekspresikan pada masalah penggunaan tanah dan secara Iuas pada sumberdaya alam dan lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai aktivitasnya tersebut menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan tanah antara berbagai kegiatan. Persaingan penggunaan tanah yang terjadi selama ini telah menyebabkan ruang yang seharusnya dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau dibangun untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kegiatan lain. karena Ruang Terbuka Hijau dipandang tidak menguntungkan secara ekonomis. Perbandingan yang seimbang antara manusia dan lahan (man-land ratio), khususnya perbandingan antara luas bangunan dan luas tanah (building area ratio) danfatau perbandingan antara luas lantai dan luas tanah (floor area ratio) akan dapat membantu keberadaan RTH. Untuk kepentingan penelitian ini, maka dibedakan dua jenis Ruang Terbuka Hijau. Pertama adalah Ruang Terbuka Hijau Umum (Publik), yaitu Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki oleh umum, seperti taman kota yang dibangun oleh Pemerintah. Ruang Terbuka Hijau Umum ini merupakan daerah yang di dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) mempunyai peruntukan penyempurnaan hijau. Kedua adalah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan (Pribadi), yaitu daerah dalam persil bangunan pada kepemilikan pribadi yang dialokasikan untuk tanaman hijau, Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta mengenai komposisi daerah yang tidak terbangun dalam suatu persil bangunan, khususnya yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan tersebut. Juga untuk mengetahui apakah pengaturan Intensitas Bangunan khususnya Koefisien Dasar Bangunan mampu mengendalikan pemanfaatan tanah di dalam suatu persil dalam kaitannya dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam pengambilan kebijakan perencanaan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan. Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian pustaka dan penelitian lapangan di daerah studi sepanjang koridor JI. Thamrin - JI. Sudirman, batas utara dimulai dari Air Mancur sampai batas selatan Jembatan Semanggi dan di JI. Rasuna Said, batas utara dimulai dari Jembatan Latuharhary sampai batas selatan Simpang-4 J1. Gatot Subroto. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini ada 2 macam. Pertama adalah yang berkaitan dengan pengukuran secara langsung di lapangan dengan mempergunakan alat ukur tanah, yaitu untuk mendapatkan luas kawasan non-bangunan dan luas kawasan non-perkerasan dalam kawasan non-bangunan, yang selanjutnya disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan. Data tiap persil tersebut, selanjutnya digitasi dan dianalisis melalui sistem Arc-Info untuk mendapatkan informasi mengenai berapa luas sesungguhnya daerah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dibandingkan dengan luas daerah non-perkerasan. Kedua, adalah melalui wawancara langsung dengan responder penelitian di lapangan dalam hal ini adalah perencanalarsitek bangunan pada persil-persil di sepanjang kawasan studi. Data Primer yang diperoleh melalui wawancara adalah : wawasan lingkungan hidup perencanalarsitek, persepsi perencanalarsitek terhadap perhitungan ekonomis lahan serta persepsi perencana/arsitek terhadap peraturan yang berkaitan dengan intensitas bangunan. Berdasarkan hasil pembahasan terhadap permasalahan penelitian, maka dapat diarnbil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kota mempunyai multi fungsi, yaitu : fungsi ekologi, estetis dan sosial budaya yang dapat dijabarkan sebagai daerah resapan, sebagai peredam cemaran udara sebagai pengendali iklim mikro dan sebagai unsur keindahan dan kenyamanan hidup kota. Diharapkan Iuas Ruang Terbuka Hijau untuk DKI Jakarta dengan luas wilayah 65.000 Ha. adalah 30% dari luas kota, yaitu ± 19.500 ha. Luas Ruang Terbuka Hijau Umum pada tahun 1996 adalah seluas 12.900 ha, atau kurang lebih 20% dari luas kota. Dengan kemampuan pendanaan Pemerintah yang terbatas, maka penyediaan Ruang Terbuka Hijau kota tidak dapat digantungkan dari kemampuan pendanaan Pemerintah semata, namun perlu diupayakan peluang-peluang penciptaan Ruang Terbuka Hijau yang dapat memanfaatkan kemampuan dan peranserta masyarakat dan pihak swasta, antara lain Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan Penelitian sepanjang koridor Thamrin-Sudirman dan Rasuna Said membuktikan bahwa komposisi Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dalam daerah non-bangunan tidak mencapai 50% dari Ruang Terbuka yang tercipta. Peraturan Intensitas Bangunan, khususnya Koefisien Dasar Bangunan yang berlaku saat ini, hanyalah mengatur mengenai komposisi daerah yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun, sehingga yang di atuar hanyalah komposisi ruang terbuka dan bukannya ruang terbuka hijau. Faktor-faktor utama yang menentukan keberadaan Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan, adalah : Wawasan Lingkungan Hidup pemilik persil dan perencana, perhitungan ekonomis lahan serta adanya peraturan spesifik yang mengatur komposisi Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan. Tanpa adanya pengaturan komposisi Ruang Terbuka Hijau secara eksplisit, maka pemilik persil dan atau perencana/arsitek tidak akan memberi "porsi" yang memadai bagi penyediaan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan. Untuk itu harus dicapai kesepakatan antara Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, para pakar serta masyarakat untuk menentukan komposisi yang wajar, sehingga semua pihak yang berkepentingan tidak merasa dirugikan. Selanjutnya kesepakatan tersebut dapat dipergunakan untuk menyempurnakan peraturanperaturan yang ada. Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan peluang-peluang baru untuk meningkatkan keberadaan RTH di kawasan perkotaan.
ABSTRACT Evaluation Of The Ratio Of Green Open Space At Building Lots (Case Study of Thamrin - Sudirman and Rasuna Said Corridor Jakarta)A city constitutes of a unity of natural environment, socio - cultural environment and man - made environment where people live. One of its characteristics is the existence of a relatively small natural ecosystem, despite the fact that its quality affects its overall quality of the urban ecosystem. The existence of green open space as a natural ecosystem becomes highly important in terms of its ecological, social and aesthetical aspects. Green open space reduces carbonmonoxide, captures pollutants such as dust and gas, improves water absorption, provides an attractive and healthy visual shape for recreation purposes, becomes a habitat for all creatures and adds to living variety within an urban environment. The Special Capital Territory of Jakarta (DKI Jakarta) owns a development dynamism characterized by speedy population increase. The number of population in DKI Jakarta in 1961 was 2.9 million only, but in 1995 it increased to 9 million and in 2005 it is estimated to reach 12 million. Such fast population increase along with its activities on a limited space (650 km2) will eventually put a pressure on the land use and deplete the natural resources and seriously burden its environment seriously. The rising number of population and activities has led to the increasing competition of land use for many different activities. The land use competition that has been prevailing so far has caused the space designated for Open Green Space to be used to meet the needs of development for other infrastructure, as Natural Environment is considered being economically un-beneficial. There is a need to balance the ratio between man and land especially the building-area ratio and/or the floor-area ratio as a way to increase the green open space in urban area. For the purpose of this survey, an open space is categorized into two types namely Public Green Open Space which is green open space owned by the public like city gardens constructed by the Government. Such green open space are pieces of land in which within the Zoning General Plan areas have the function as greenery. Second is green open space on private building lots, namely areas within building lots owned by an private allocated for greenery. This survey is aimed at finding facts about composition of areas unbuilt within building lots, and more particular, those related to green open space within those building lots. It is also to know if the building intensity regulation is able to control its land utilization within a lot in its relation to the allocation of green open space. It is expected that this survey is able to provide some thoughts for the DKI Government in making decisions pertaining to environmentally-oriented urban zoning. For such purpose, a library research and field survey have been conducted in the study area along JI. Thamrin - JI. Sudirman corridor (Its north border began from Air Mancur up to the south border of Semanggi Clover Leave Bridge) and Jl. Rasuna Said, (its north border began from the Latuharhary bridge up to the south border of Jl. Gatot Subroto intersection). The primary data required in this survey comprise two types. First, those related to direct surveying in the field using surveying equipment to obtain the extent of the un-built area, and the un-compacted area within an un-built area which shall be further referred to as green open space on the building lots. The data of each lot was further digitized and analyzed using Arc - Info as to obtain information about the actual extent of such green open space on the building lots compared to the un-compacted area. Second, the data was also obtained through direct interviews with the survey respondents in the field, in this case planners/building architects of the lots along the study area. The primary data were obtained from the perception of the planners/ architects towards regulation linked to the building intensity. Based on the results of the discussion on the survey issues, it could be concluded as follows: Green Open Space within a city has a multi functions, namely: as water catchment area, as air pollutant absorption, as microclimate controller and as aesthetical element of the environment. The ideal extent of Green Open Space for DKI Jakarta with total size of 65,000 ha is 30% of the city size namely around 19,500 ha. The green open space size in 1996 was 12,000 ha or equivalent to 20% of the city size. Under the government's restricted budget allocation, the allocated green open space cannot depend on the government fund availability solely, but there should be alternative ways for the creation of green open space through participation of the community and private sector, among others green open space existing on building lots. The survey along the Thamrin-Sudirman corridor and Rasuna Said corridor has proved that the green open space composition at building lots within un-built areas does not even reach 50% of the open space. Regulations concerning Building Intensity, only regulates the composition between what may be built and may not be built. Thus, the regulations concern only with' the open space composition and not the green open space. Main factors that determine Green Open Space on building lots are: Environmental Awareness of the lot owners and planners, land economic calculation and specific regulations regulating composition of Natural Environment on building lots. In the absence of such explicit regulations concerning composition of Green Open Space, the lot owners/planners/architects will not give away their adequate share of the cake to be allocated for green open space on their building lots. Accordingly, an agreement must be reached as to determine the appropriate composition so that all related parties will not be harmed. Such agreement further can be used as to review the existing regulations. The need for a further study to explore new ideas and new possibilities to increase the green open space in urban area. Total of References : 43 (1970 - 1986)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasbi Azis
Abstrak :
Salah satu pilar ekonomi DKI Jakarta, masih bertumpu pada bisnis ritel (Kompas, 16/10/2003). Trend pembangunan mal, supermal atau plaza di Jakarta, menunjukkan kecenderungan peningkatan beberapa tahun belakangan ini. Bangunan yang berkelanjutan hingga saat ini di Indonesia belum mempunyai konsep yang integral sebagai sebuah konsep yang menjadi kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Padahal, konsep ini telah menjadi sebuah kebijakan integralisasi konsep yang mengejewantahkan Agenda 21 mengenai pembangunan berkelanjutan, oleh sejumlah negara di berbagai belahan dunia. Eco-Building atau Green Building untuk Indonesia adalah konsep penilaian atas bangunan gedung di Indonesia yang menunjang konsep bangunan yang berkelanjutan. Konsep Eco-Building ini berasal dari hasil modifikasi konsep penilaian Green Building. Alat bantu penilaiannya menggunakan matriks daftar periksa (checklist) Eco-Building yang juga telah dimodifikasi oleh Peneliti. Masalah yang dihadapi adalah tidak diketahuinya sejauhmana penerapan konsep Eco-Building pada bangunan konstruksi komersil di Indonesia, khususnya manajemen operasional dari obyek yang diteliti dan bagaimana peranan dan dampak terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar areal bangunan konstruksi komersil di Indonesia, khususnya terhadap bangunan yang diteliti. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk merekomendasikan konsep Green Building untuk Indonesia dengan istilah Eco-building kepada pemerintah pusat maupun daerah, untuk mengetahui sejauhmana penerapan konsep Eco-Building pada bangunan gedung komersil di Indonesia, khususnya manajemen operasional dari obyek yang diteliti, dan untuk mengetahui peranan dan dampak terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar areal bangunan gedung komersil di Indonesia, khususnya terhadap bangunan yang diteliti. Penelitian dilakukan di dua buah bangunan gedung di wilayah Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan dengan aktivitas peruntukan berbeda, yaitu gedung Menara Kadin Indonesia dengan peruntukan perkantoran dan gedung Mal Ambasador dengan peruntukan tempat perbelanjaan dalam jangka waktu penelitian. Hipotesis penelitian ini adalah "Bangunan dan pengelolaannya yang menerapkan konsep Eco-building akan menjadikan bangunan gedung tersebut dapat meminimalisasi degradasi lingkungan". Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif analitik dari data kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan verifikatif serta developmental atas gedung tempat penelitian. Pemilihan lokasi menggunakan metode cluster sampling, sedangkan penentuan sampel atas populasi gedung menggunakan metode pursposive sampling. Penentuan responden menggunakan metode accident sampling. Metode pengumpulan data menggunakan metode observasi lapangan, kuisioner, wawancara dan diskusi mendalam serta studi literatur. Panduan peniaian daftar periksa penelitian menggunakan panduan dasar dari Sustainable Building Technical Manual yang dikembangkan oleh Public Technology, Inc dan U.S. Green Building Council pada tahun 1996, dengan dengan modifikasi peneliti yang melakukan pembatasan pada beberapa kriteria tertentu atau dikembangkan karena argumentasi mengenai perbedaan situasi dan kondisi iklim dan aturan yang berlaku di Indonesia. Penelitian menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil daftar periksa, Menara Kadin Indonesia memperoleh 41 poin yang mengindikasikan bahwa penerapan green building di gedung ini telah dilakukan dengan kualitas sangat baik. Mal Ambasador memperoleh 25 poin yang mengindikasikan bahwa penerapan green building di gedung ini berkualitas cukup. Ini berarti, belum optimal tapi tidak buruk. Penelitian ini menyarankan untuk memberdayakan Perhimpunan Penghuni Gedung dan perlunya membangun jembatan penyeberangan, pembentukan komisi independen pembuatan konsep Eco-Building dengan pelibatan tenaga ahli multidisiplin ilmu, pembentukan lembaga independen penilai, pengadaan kawasan percontohan, keterlibatan pihak swasta, membuka industri turunan ramah lingkungan berbasis masyakarat lokal dan gerakan budaya peduli bangunan yang berkelanjutan serta perlu disusunnya lagi peraturan perundang-undangan yang berdasarkan konsep "bangunan berkelanjutan".
Jakarta's economy still relies on retail business (Kompas, 16/10/2003). For the last few years the city has seen a trend of increasing number of construction projects of malls, super malls and shopping centers. National and local governments in Indonesia have never integrated the concept of the sustainable building in their policies despite the fact countries all over the world have the Agenda 21 concerning sustainable development manifested in their policies. Eco-Building or Green Building to Indonesia was the concept of the assessment of the building in Indonesia that supported the concept of the sustainable building. These Eco-Building was came from results of the modification The concept of the Green Building assessment Aids it assessment made use of the list matrix checked (checklist) Eco-Building that also has modified by the Researcher. The problem with Indonesia is that, how far the green building concept has been applied to commercial buildings in Indonesia, particularly the studied objects; and the extent of influence people who live in areas surrounding commercial buildings have, particularly on buildings under study. This research aims at recommending the implementation of Green Building concept, known as "Eco-Building", to national and local authorities in Indonesia; particularly regarding existing commercial buildings; evaluating how far the concept of Eco-Building has been applied to commercial buildings in Indonesia, particularly the studied structures; and studying the extent of influence of people living in areas around commercial buildings in Indonesia, particularly on buildings under study. Research was conducted in two buildings located in the district of Setiabudi, South Jakarta, to learn how far the concept of green building had been applied to these buildings. Each of them operated under different building/land use plan: Menara Kadin Indonesia was designated as office building while Mal Ambasador as shopping center. The research proposed the following hypothesis: "Building and Management to which the concept of eco-building is applied has the potential building to minimize environmental degradation." It used the descriptive-analytical approach to verify and develop quantitative and qualitative data of the studied buildings. Cluster sampling was used to determine the location, while purposive sampling was used to sample the building population. Respondents were selected through accident sampling, and media for data collection included field observations, questionnaires, interviews, in-depth discussions and literature studies. As guidelines for research checklist assessment, Sustainable Building Technical Manual which was jointly prepared by Public Technology, Inc. and U.S. Green Building Council in 1996 was researcher's modificated used with some limitations to a number of certain criteria or adaptations to suit Indonesia's different conditions, climate and regulations. Checklist results assigned Menara Kadin 41 points, indicating the building's excellent application of eco-building concept. Mal Ambasador had 25 points, which indicated its moderate application of eco-building concept. It was not optimal but it was not bad either. The research recommended the empowerment of Building Tenant Associations and the importance of developing overpass, establishment of independent commission with the responsibility of devising the concept of eco-building involving multi-disciplinary experts, formation of independent assessment agency, construction of pilot areas, involvement of the private sector, environmental-friendly related industries setup with local community, the introduction of cultural movement oriented to sustainable development and also to require to be compiled again law and regulation which pursuant to Concept "sustainable building".
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Mulya Purwana
Abstrak :

ABSTRAK
Skripsi bertujuan untuk dapat menerapkan secara sistematis, ilmiah, dan tepat guna semua ilmu yang diperoleh selama masa pendidikan untuk menyelesaikan masalah nyata yang sesuai dengan profesinya sebagai Sarjana Teknik Sipil
1997
S34674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Indira K.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Tangoro
Jakarta: UI-Press, 1999
644 Tan u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ruiter, D. de
Jakarta: Erlangga, 1983
690 RUI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andres, Cameron K.
New Jersey: Prentice-Hall, 1998
690 AND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Widomoko
Malang: Institut Teknologi Nasional, 1995
690 Wid k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Widomoko
Malang: Institut Teknologi Nasional, 1995
690 WID k III
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>